Winnetou - Kepala Suku Apache Dr. Karl May Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net PENGANTAR Bilamana saya merenungkan orang Indian, selalu terbayang juga tentang orang Turki. Mungkin ini sekilas tampak aneh, tapi sungguh beralasan. Walaupun di antara keduanya hanya terdapat sedikit persamaannya, namun mereka serupa dalam suatu hal, bahwa sepertinya mereka bagian dari masa lalu. Orang Turki selalu dibandingkan dengan orang sakit, sementara bagi barangsiapa yang tahu selukbeluk orang Indian, menjulukinya sebagai orang sekarat. Benar, bangsa kulitmerah ini sedang sekarat! Dari kepulauan Tanah-Api sampai melampaui danau-danau besar di Amerika Utara tergeletak raksasa yang gering, dicampakkan oleh nasib pahit yang tidak mengenal belaskasihan. Mereka telah berjuang sekuat tenaga untuk mengubah nasib buruknya, tetapi sia-sia. Kekuatannya kian melemah dari hari ke hari, napasnya tinggal tersengal, dan semangat yang dari waktu ke waktu memberi kehidupan terhadap tubuh mereka kini telah padam. Suatu isyarat bahwa maut sudah dekat menjemput. Apakah mereka bersalah atas kematian yang belum saatnya ini? Apakah mereka pantas ditimpa nasib sekejam itu? Jika benar bahwa semua yang hidup memiliki hak untuk hidup dan jika prinsip ini berlaku untuk semua orang tanpa kecuali, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok, maka orang kulitmerah pun memiliki hak yang sama untuk hidup, seperti halnya dengan orang kulitputih. Mereka juga boleh menuntut hak untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan sesuai dengan jati dirinya. Tentu saja orang bisa membantahnya dengan berkata bahwa orang Indian tidak memiliki pembawaan dasar untuk membentuk suatu negara. Benarkah demikian? Saya katakan, tidak! Sayang, saya tidak bisa memaparkan alasan-alasannya karena saya tidak bermaksud untuk menulis karangan ilmiah tentang hal itu. Orang-orang kulitputih mendapat kesempatan untuk berkembang secara alami. Secara bertahap mereka beralih dari budaya berburu ke budaya menggembala ternak, kemudian dari sana ke budaya bercocoktanam dan akhirnya mencapai budaya industri. Proses ini berlangsung selama ratusan tahun. Sementara itu orang kulitmerah tidak mendapat kesempatan itu karena mereka tidak diberi waktu. Sebagai pemburu mereka harus membuat loncatan yang besar dari tahap pertama ke tahap terakhir. Ketika mereka dituntut untuk berubah, orang sama sekali tidak berpikir bahwa mereka akan gagal dan akan terluka akibat perubahan itu. Bahwa pihak yang lemah harus menyingkir demi pihak yang kuat, ini merupakan hukum yang kejam. Namun karena hukum itu sudah menyebar dalam alam dan sudah mendapat pengakuan, maka kita harus menerima bahwa kekejaman seperti itu hanya merupakan pembenaran kristiani, karena bukankah kebijakan hakiki yang mendasari hukum itu adalah juga cintakasih sejati? Apakah kita boleh mengatakan bahwa kepunahan suku Indian berhubungan dengan pembenaran kekejaman seperti di atas? Ketika orang kulitputih tiba, mereka disambut oleh orang Indian bukan saja dengan ramah, tapi bahkan juga dengan semacam suatu penghormatan sakral. Imbalan apa yang kemudian diperoleh orang Indian? Jelas dengan sendirinya bahwa tanah yang ditempati orang Indian adalah milik mereka. Tetapi tanah itu kemudian dirampas orang kulitputih. Setiap orang yang pernah membaca kisah terkenal tentang "Conquistadores" pasti tahu bahwa di sana telah terjadi pertumpahan darah dan tindakan penuh kekejaman. Dan metode seperti ini terus diterapkan belakangan. Orang kulitputih datang dengan memasang senyum manis di wajah, tetapi menyelipkan pisau tajam di pinggang berikut senjata api yang siap ditembakkan di tangan. Mereka menjanjikan cintakasih dan perdamaian dalam omongan, namun menebar kebencian dan pertumpahan darah. dalam kenyataan Orang kulitmerah harus menyingkir setapak demi setapak. Pada mulanya mereka diberi hak "istimewa" atas wilayah teritorialnya. Tetapi setelah beberapa saat mereka dikejar dan diusir keluar dari tanahnya sendiri, semakin hari semakin jauh. Orang kulitputih "membeli" tanah dari orang Indian tanpa membayarnya, atau menukarkannya dengan barang tak berharga yang tidak bisa dipakai oleh orang Indian. Bahkan secara diam-diam mereka disuguhkan racun yang disembunyikan di dalam "Air-api" berikut kemudian penyakit cacar dan penyakit-penyakit lain yang lebih parah dan menjijikkan. Penyakit itu menghancurkan seluruh suku Indian dan desa-desanya. Jika kulitmerah menuntut haknya, kulitputih menjawab dengan mesiu dan peluru. Dan mereka pun harus menyingkir dari senjata kulitputih yang lebih handal. Karena kecewa, mereka membalas dendam dengan membunuh setiap kulitputih yang dijumpai. Akibatnya, pembantaian massal yang resmi terhadap kulitmerah pun tak terelakkan lagi. Oleh karena itu, mereka yang sebenarnya adalah pemburu yang penuh percaya diri, gagah, berani, mencintai kebenaran, jujur, dan setiakawan; kini berubah menjadi orang yang licik, penuh prasangka dan suka berbohong. Tetapi mereka tidak bisa berbuat lain, karena bukan mereka, melainkan orang kulitputihlah yang bersalah atas semua yang terjadi. Apa yang terjadi dengan kawanan mustang yang dulu biasa mereka tangkap dengan gesit dari atas kuda tunggangan, kemana perginya kawanan itu sekarang? Dimana mereka kini bisa mendapat lagi bison yang menjadi santapannya seperti ketika ribuan kawanan itu masih berkeliaran di hutan-hutan prairie? Sekarang apa sumber nafkah mereka? Apakah dari tepung gandum dan daging yang dibagikan kepada mereka? Lihatlah, betapa banyak bubuk kapur dan bahan asing lain yang terdapat dalam tepung itu. Siapa yang dapat menyantapnya? Jika sebuah suku dijanjikan seratus ekor lembu yang sangat tambun, hanya dalam beberapa hari lembu itu telah berubah menjadi dua atau tiga sapi tua yang begitu kurus bahkan burung ruak pun enggan menyantapnya. Atau haruskah orang kulitmerah hidup dengan bercocoktanam? Apakah mereka bisa mengharapkan hasil panenan, sementara mereka tidak mempunyai hak dan terus didesak serta tidak diberi tempat untuk menetap? Dulu mereka kelihatan begitu percaya diri dan anggun ketika berkendara melintasi padang sabana yang luas seraya diterpa oleh lambaian surai kudanya. Dan kini mereka kelihatan sengsara dan hina dengan pakaian compang-camping yang tidak mampu menyembunyikan kesengsaraannya. Mereka yang dulu mempunyai tenaga sangat kuat sehingga mampu membunuh seekor beruang dengan tangan kosong, kini seperti anjing kudisan yang kelaparan dan berkeliaran dari rumah ke rumah untuk mengemis sekerat daging atau untuk ... mencurinya! Begitulah, mereka sudah menjadi orang sekarat yang siap dijemput maut. Dan kita berdiri terharu di samping tempat tidurnya tetapi menutup mata terhadap nasibnya. Berdiri di samping tempat tidur seseorang yang akan meninggal merupakan pengalaman yang menyedihkan. Tapi kesedihan itu akan menjadi seratus kali lipat jika yang mati itu adalah sebuah sukubangsa. Banyak pertanyaan akan muncul, terutama: apa yang dapat dihasilkan oleh sukubangsa ini jika mereka diberikan waktu dan tempat untuk mengembangkan semua bakat dan kemampuannya? Bukankah itu berarti sebuah budaya yang khas harus hilang dari peradaban manusia bersama punahnya bangsa ini? Bangsa yang sedang menghadapi maut ini tidak mampu menyesuaikan diri dengan budaya lain karena mereka memiliki keunikan tersendiri. Haruskah mereka dibunuh karena alasan itu? Apakah mereka tidak bisa ditolong? Mengapa bison-bison bisa dipindahkan ke Taman Nasional Montana dan Wyoming agar binatang ini tidak punah, sementara orang Indian yang menjadi tuan tanah di sana tidak diberikan tempat tinggal agar mereka bisa hidup dengan damai dan berkembang secara maksimal? Namun apa gunanya pertanyaan ini jika kematian mereka tidak bisa dihindari lagi? Apa gunanya kita mengecam jika semuanya sudah terlambat? Saya hanya bisa mengeluh tetapi tidak bisa mengubah apa pun. Saya hanya bisa berkabung tetapi tidak mampu menghidupkan kembali orang mati! Ya ... itulah saya. Tetapi saya mengenal orang Indian dalam waktu yang lama. Di antara mereka, saya mengenal seorang yang cerdas, berwibawa, baik hati dan hingga kini dia masih tetap hidup dalam hati dan ingatan saya. Dia adalah teman paling baik, setia dan rela berkorban. Dia memiliki tipe asli orang Indian. Dan ketika bangsa ini dihancurkan, dia pun turut gugur, dia hilang dari kehidupan karena terkena peluru dari seorang musuh. Saya menyayangi dia tiada duanya dan sampai sekarang saya mengagumi bangsa yang nyaris punah ini. Dan dia adalah putra terbaik dari bangsa ini. Seandainya bisa, saya akan memberikan nyawa saya agar dia tetap hidup seperti dia yang ratusan kali telah mempertaruhkan nyawanya demi saya. Saya tidak rela dia gugur setelah dia muncul sebagai dewa penolong bagi para sahabatnya. Namun kiranya hanya jasadnya saja yang musnah sedangkan namanya akan tetap hidup dalam buku ini, seperti halnya dalam hati saya. Dialah Winnetou, kepala suku yang agung dari sukubangsa Apache. Dengan buku ini saya ingin mengenangnya. Dan jika para pembaca mampu melihatnya dengan matahati dan kemudian membuat penilaian yang adil terhadap suatu sukubangsa yang memiliki kepala suku itu sebagai pahlawannya, maka saya merasa sangat tersanjung. -Pengarang SEORANG GREENHORN Pembaca yang budiman, tahukah Anda, apa makna kata "greenhorn"? Ini adalah sebuah julukan yang sangat menjengkelkan dan bernada menghina. Green artinya hijau dan kata horn diartikan alat peraba. Jadi greenhorn [Dalam bhs. Indonesia, maknanya adalah: pemula yang sok tahu. Menurut asalusul kata yang sebenarnya, greenhorn berarti anak sapi yang tanduknya belum sepenuhnya tumbuh, jadi konotasinya seseorang yang belum sepenuhnya dewasa. Sedang horn yang diartikan sebagai alat peraba (dari jenis binatang insek), itu adalah kekeliruan si pengarang.] adalah orang yang masih hijau, pendatang baru dan belum berpengalaman di suatu daerah. Dia bertindak hati-hati dan memasang alat peraba baik-baik supaya tidak ditertawakan. Greenhorn adalah seseorang yang tidak beranjak dari kursinya ketika seorang lady [Nyonya (bhs. Ingris).] meminta ingin duduk di situ; dia menyalami tuan rumah terlebih dahulu, kemudian baru membungkukkan badannya kepada nyonya rumah dan anakdaranya. Dia seseorang yang terbalik mengisi senapannya. Mula-mula dia memasukkan sumbat, kemudian peluru dan terakhir mesiu ke dalamnya. Greenhorn tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali, atau dia hanya bisa berbahasa Inggris yang dibuat-buat. Baginya, Inggris yankee [Nama olok-olok orang Amerikat Serikat bagian Utara.] atau gaya bahasa orang pedalaman sama-sama memuakkan, sehingga sama sekali tidak pernah terpikir olehnya untuk mempelajari, apalagi mengucapkannya. Greenhorn menganggap racoon [Sejenis binatang pemakan daging, berbulu abu-abu-cokelat dengan bercak hitam seperti topeng di matanya.] sebagai opossum [Binatang malam, berbulu tebal, bermoncong panjang.] dan menganggap wanita blasteran negro dengan kulitputih seorang quadroone [Seperempat keturunan negro.]. Greenhorn merokok cerutu tetapi membenci Sir [Tuan (bhs. Inggris).] yang mengunyah tembakau dan meludahkannya. Jika ditampar oleh seorang Paddy (Irlandia), Greenhorn akan berlari mengadu kepada seorang jurudamai dan bukannya menembak saja orang itu sebagaimana layaknya yankee sejati. Greenhorn menganggap jejak kalkun sebagai jejak beruang dan menganggap kapal layar sebagai kapal uap Mississippi. Greenhorn tidak ragu-ragu meletakkan sepatu bootnya yang kotor di atas dengkul penumpang yang lain, dia pun tidak malu menyeruput supnya dengan bunyi seperti bison yang sekarat. Greenhorn menggotong sebanyak mungkin karet spons pembersih wajah dan lima kilo sabun demi kebersihan tubuhnya di padang prairie. Dia juga menyelipkan sebuah kompas, namun setelah tiga atau empat hari kemudian jarumnya menunjukkan ke semua arah kecuali ke utara. Greenhorn mencatat delapanratus ungkapan bahasa Indian, tapi ketika bertemu dengan seorang kulitmerah untuk pertama kalinya, baru teringat olehnya, bahwa catatan itu terkirim ke rumah dalam surat terakhir, sehingga dia tidak bisa mempelajarinya. Greenhorn membeli mesiu, dan ketika menembak untuk pertama kalinya, dia baru tahu, seseorang telah memberinya bubuk arang yang dihaluskan. Greenhorn telah mempelajari ilmu astronomi selama sepuluh tahun, dan selama itu pula dia mengamati bintang-bintang di angkasa, namun dia tidak tahu jam berapa saat ini. Greenhorn menyelipkan pisau Bowie ke ikatpinggangnya sehingga jika dia membungkuk, mata pisaunya akan menusuk pahanya sendiri. Greenhorn akan membuat api unggun besar saat berada di Wild West, sehingga nyalanya berkobar menjulang setinggi pohon, dan dia kaget ketika dipergoki dan ditembaki oleh orang-orang Indian. Greenhorn adalah greenhorn, dan julukan greenhorn semacam itu dahulu melekat juga pada diri saya. Tetapi orang keliru kalau mengira saya peduli dengan julukan yang menyakitkan itu, karena memang menjadi ciri khas setiap greenhorn yang lebih suka menganggap orang lain greenhorn daripada dirinya sendiri. Sebaliknya, saya merasa pandai dan berpengalaman, karena saya telah mengenyam pendidikan tinggi dan tidak pernah gentar menghadapi ujian! Dulu, ketika saya masih remaja, saya sama sekali tidak berpikir bahwa kehidupanlah tempat belajar yang sesungguhnya yang menguji siswanya setiap saat dan mereka harus lulus menempuh ujian ini. Situasi yang tidak menguntungkan di tanah-air dan dorongan naluri telah membawa saya menyeberangi samudra menuju Amerika, tempat yang kala itu jauh lebih baik dan menguntungkan untuk karier seorang anak muda yang ulet. Di negara-negara Timur sebenarnya pun saya bisa menemukan kehidupan yang berkecukupan, tapi ada dorongan dalam diri saya untuk pergi ke Barat. Dalam waktu singkat saya bekerja dari suatu tempat ke tempat lain dan mendapatkan uang begitu banyak, sehingga saya sampai di St. Louis dalam kondisi sejahtera lahir batin. Di sana keberuntungan membawa saya ke sebuah keluarga Jerman, tempat saya mondok sebagai seorang guru pribadi. Di keluarga ini saya berkenalan dengan Mr. Henry seorang pembuat senapan sejati, yang hasil karyanya dikerjakan dengan sentuhan seni. Dengan kebanggaan orang kuno dia menyebut dirinya the gunsmith [Si pembuat senapan (bhs. Inggris).] Jika dilihat dari roman mukanya, tampaknya Mr. Henry tidak pernah bergaul dengan orang lain selain dengan keluarga yang ditinggalinya. Dia bahkan melayani pelanggannya dengan kasar dan ketus, sehingga mereka ke sana semata-mata hanya karena kwalitas barangnya. Tapi sebenarnya dia seorang yang sangat baik hati dan bersahabat. Dia kehilangan istri dan anaknya dalam suatu peristiwa yang menyedihkan yang tidak pernah diceritakannya. Kendati demikian saya menduga berdasarkan sebagian ceritanya, bahwa mereka terbunuh dalam suatu perampokan. Kejadian itu membuatnya menjadi begitu kasar. Mungkin dia tidak menyadari bahwa dia sangat kasar; tetapi sebetulnya pribadinya lembut dan baik. Saya sering melihat matanya berkaca-kaca jika saya bercerita tentang kampung halaman dan keluarga saya, tempat hati saya selalu berlabuh. Saya tidak tahu, mengapa orang tua itu menaruh simpati yang begitu besar terhadap saya, padahal saya masih muda dan masih asing di matanya. Sampai suatu saat dia mengatakannya kepada saya. Sejak saya menumpang di sana, dia lebih sering berkunjung daripada sebelumnya, menyimak pelajaran dan bercakap-cakap dengan saya seusai pelajaran. Dan akhirnya dia mengundang saya ke rumahnya. Undangan semacam ini belum pernah diberikan kepada orang lain. Karena itu saya bersikap waspada menanggapi undangannya. Sikap ini rupanya tidak disukainya. Sampai hari ini, saya masih ingat betapa marahnya dia, ketika suatu malam saya berkunjung, dan dia menerima saya tanpa menjawab ucapan "good evening"[Selamat Petang (bhs. Inggris).] saya. "Di manakah Anda kemarin?" "Di rumah." "Dan kemarin dulu?" "Juga di rumah." "Jangan bohong!" "Saya tidak bohong, Mr. Henry!" "Pshaw! Anak-anak muda seperti Anda diibaratkan seperti burung yang tidak pernah tinggal di sarangnya. Mereka akan ngeluyur ke mana saja kecuali ke keluarganya sendiri." "Kalau begitu menurut Anda, ke manakah saya boleh pergi?" "Tentu saja ke sini, ke rumah saya! Sudah lama saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda." "Mengapa tidak ditanyakan?" "Tentu saja karena saya belum mau." "Lalu kapan maunya?" "Mungkin sekarang." "Tanyakan saja, jangan segan-segan," jawab saya sambil duduk di bangku tempat dia bekerja. Dia memandang saya dengan heran sambil menggelengkan kepalanya dan berkata, "Segan? Apakah saya harus meminta ijin lebih dahulu kepada seorang greenhorn seperti Anda apabila saya hendak bertanya?" "Greenhorn?" tanya saya sambil mengerutkan dahi, karena saya merasa benar-benar tersinggung. "Saya kira perkataan Anda itu tidak disengaja dan hanya salah lidah, Mr. Henry!" "Jangan tersinggung, Sir! Perkataan itu saya ucapkan dengan sengaja. Anda memang seorang greenhorn. Memang benar Anda mempunyai banyak pengetahuan. Sungguh mengagumkan apa yang dipelajari orang di Jerman! Anda bahkan sudah tahu jarak bintang di langit yang dulu ditulis oleh Raja Nebukadnezar pada batu prasasti. Anda tahu ilmu bumi, ilmu alam dan ilmu lainnya. Dan karena itu Anda menjadi sombong! Tetapi kira-kira limapuluh tahun lagi, Anda baru akan menyadari apa yang diperlukan untuk kepandaian yang sesungguhnya! Apa yang Anda ketahui sampai saat ini sama sekali tidak berarti. Dan kepintaran Anda masih kurang. Anda sama sekali tidak bisa menembak!" Dia mengatakan itu dengan nada yang sangat menghina dan dengan penuh keyakinan seolah-olah dia tahu pasti akan hal ini. "Tidak bisa menembak? Hm!" jawab saya sambil tersenyum. "Inikah yang ingin Anda tanyakan pada saya?" "Ya, memang! Sekarang apa jawaban Anda?" "Beri dulu saya senapan yang baik, baru akan saya jawab." Dia meletakkan laras senapan yang sedang disekrupinya, kemudian berdiri mendekati saya, memastikan dengan pandangan heran dan berseru, "Memberi Anda senjata, mana mungkin! Senapan saya hanya boleh dipergunakan oleh orang yang layak memegangnya." "Saya juga layak," saya menganggukkan kepala. Dia memandang saya sekali lagi, kemudian duduk kembali, mulai lagi mengerjakan laras senapannya dan bergumam, "Dasar greenhorn! Kesombongannya benar-benar membuat saya kesal!" Saya membiarkannya, karena saya mengenali wataknya. Saya mengambil sebatang cerutu dan menyulutnya. Seperempat jam lamanya kami saling diam. Namun, dia tidak tahan lagi. Dia membawa laras itu ke arah lampu, memeriksanya dan mengatakan, "Menembak itu lebih sulit daripada meneropong bintang atau membaca tulisan pada prasasti Nebukadnezar. Mengerti? Apakah Anda pernah memegang sebuah senjata di tangan?" "Tentu saja!" "Kapan?" "Sudah lama dan seringkali." "Juga membidik dan menarik pelatuknya?" "Ya." "Dan kena? "Tentu saja!" Tiba-tiba dia meletakkan laras senapan yang sedang dikerjakannya, memandang saya lagi dan berkata, "Ya kena. Tapi apanya yang kena?" "Sasarannya, tentu saja." "Apa? Apakah Anda benar-benar mau membohongi saya?" "Saya berkata yang sesungguhnya, saya tidak bohong." "Persetan, Sir! Orang tidak akan percaya. Saya yakin, tembakan Anda hanya mengenai tembok dan itu pun jika tingginya sembilan meter dan panjangnya tigapuluh meter. Tapi Anda berbicara begitu serius dan yakin, sehingga membuat orang jengkel. Saya bukan kanak-kanak, tahu! Greenhorn dan kutubuku seperti Anda tidak bisa menembak! Selama ini Anda hanya sibuk menggeluti buku-buku berbahasa Turki, Arab dan bahasa-bahasa konyol lainnya dan Anda masih sempat menyisihkan waktu untuk latihan menembak? Ambillah senapan tua yang tergantung itu dan bidiklah seolah-olah Anda hendak menembak. Senapan itu adalah senapan pembunuh beruang, senapan terbaik yang pernah saya gunakan." Saya beranjak mengambil bedil itu dan membidik. "Halloo!" serunya sambil melompat. "Diapakan itu? Anda mengangkat senapan itu seperti mengangkat sebuah tongkat saja, padahal itu senapan terberat yang saya kenal! Apakah Anda sekuat itu?" Sebagai jawaban, saya mencengkeram pinggangnya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dengan tangan kanan. "Thunder-storm!" teriaknya. "Lepaskan saya. Anda ternyata jauh lebih kuat daripada Bill!" "Bill? Siapakah dia?" "Dia anak saya, yang... ah... lupakan saja! Dia sudah meninggal seperti yang lainnya. Dia bisa tumbuh menjadi pemuda yang tangkas, tetapi meninggal ketika saya tidak ada. Perawakan Anda mirip dengannya, bahkan mata dan bentuk mulut Anda mirip, karena itu saya anggap Anda ah, itu bukan urusan Anda!" Ungkapan kesedihan yang dalam terpancar di wajahnya . Dia mengusap wajah dengan tangannya, kemudian melanjutkan kisahnya dengan suara yang lebih bersemangat, "Tapi, Sir, sungguh sayang jika tenaga otot Anda hanya dimanfaatkan untuk menulis buku, seharusnya Anda berlatih fisik!" "Tetapi saya selalu berlatih!" "Sungguh?" "Ya!" "Bertinju?" "Bertinju tidak ada di negeri saya, tetapi senam dan gulat saya ikut." "Berkuda?" "Ya." "Bermain anggar?" "Saya pernah menjadi guru anggar." "Hei. jangan membual! " "Anda mau mencoba?" "Terima kasih! Cukup, saya harus bekerja. Duduklah kembali." Dia kembali ke tempat kerjanya, dan saya duduk kembali. Kami terdiam cukup lama. Tampaknya Henry sibuk berpikir tentang sesuatu yang penting. Tiba-tiba dia menengadah dan bertanya, "Sudah pernahkan Anda belajar matematika?" "Dulu itu salah satu bidang kegemaran saya." "Aritmatika, geometri?" "Tentu saja. " "Pengukuran tanah?" "Itu kegemaran saya juga. Saya sangat sering bekerja di lapangan dengan teodolit tanpa tahu kegunaannya." "Dan dapat mengukur, benar-benar mengukur?" "Ya, saya dulu sering ikut serta dalam pengukuran horisontal dan vertikal, meskipun saya tidak merasa sebagai ahli geodesi". "Well - sangat bagus, sangat bagus!" "Mengapa Anda tanyakan itu, Mr. Henry?" "Karena saya mempunyai alasan untuk itu, tahu! Anda tidak perlu mengetahuinya sekarang, Anda akan mendengarnya kelak. Saya harus tahu dulu, apakah Anda bisa menembak." "Kalau begitu, cobalah saya!" "Sudah tentu Anda akan saya coba. Jam berapa Anda besok mulai mengajar?" "Pukul delapan." "Datanglah pukul enam, kita akan pergi ke lapangan tembak, tempat saya mencoba senapan saya". "Mengapa sepagi itu?" "Karena saya tidak mau menunggu lebih lama. Saya sangat penasaran dan ingin membuktikan bahwa Anda benar-benar seorang greenhorn. Untuk hari ini rasanya sudah cukup, saya masih mempunyai pekerjaan lain." Laras senapan itu sudah selesai dikerjakan, dan sekarang dia mengambil sepotong besi poligon[Persegi banyak] dari sebuah lemari. Ujung besi itu dikikirnya sampai halus. Saya lihat tiap permukaannya memiliki sebuah lubang. Demikian asyiknya dia bekerja, sehingga tampaknya dia lupa akan kehadiran saya. Matanya berbinar-binar dan jika dia mengamati hasil karyanya tersirat rasa bangga di wajahnya. Potongan besi ini pasti sangat berharga baginya. Saya ingin tahu apa yang sedang dikerjakannya. Karena itu saya bertanya, "Apakah itu bagian dari sebuah senapan, Mr. Henry?" "Ya," jawabnya, seolah-olah dia sudah lupa bahwa saya masih ada di sana. "Tetapi saya tidak mengenal sistem senapan yang mempunyai bagian seperti itu. " "Ya memang, senapan ini belum selesai dirakit. Tapi pasti akan jadi 'senapan Henry'." "Oh.. sebuah penemuan baru? "Yes!" "Kalau begitu, saya minta maaf karena telah menanyakannya! Ini tentu rahasia!" Dia memeriksa tiap-tiap lubang dengan seksama dan memutar besi itu berkali-kali ke segala arah. Kemudian dia coba menyesuaikannya dengan bagian belakang laras senapan lalu berkata, "Ya, ini rahasia. Tetapi saya percaya pada Anda, Anda bisa menyimpan rahasia meskipun Anda betul-betul masih seorang greenhorn. Karena itu saya ingin mengatakan bahwa senapan ini akan menjadi senapan pendek, sebuah repertir yang dapat menembakkan duapuluh lima peluru." "Tidak mungkin!" "Jaga mulut Anda! Saya tidak bodoh untuk melakukan suatu yang mustahil!" "Tetapi bukankah Anda harus membuat lubang-lubang untuk menyimpan duapuluhlima peluru?" "Saya sudah membuatnya juga. " "Tempat tersebut pasti besar dan tidak praktis, sehingga mengganggu." "Sebaliknya, saya hanya membuat satu tempat, praktis dan sama sekali tidak mengganggu. Besi inilah tempatnya." "Hm! Saya tidak mengerti bidang Anda, tetapi bagaimana dengan suhu tinggi pada laras senapan akibat tembakan itu?" "Justru bahan dan pembuatan laras inilah rahasia saya. Di samping itu, apakah selalu perlu melepaskan duapuluhlima tembakan berturut-turut?" "Jarang sekali." "Jadi besi ini akan berputar, keduapuluhlima lubang itu masing-masing akan memuat sebuah peluru. Pada setiap peluru yang ada di dalamnya akan tepat berhadapan dengan lubang laras. Sudah bertahun-tahun lamanya saya memikirkan kemungkinan ini, tetapi belum pernah dapat saya laksanakan. Sepertinya baru sekarang akan berhasil. Nama saya, Gunsmith, sekarang sudah dikenal sebagai pembuat senapan. Jika ciptaan saya ini berhasil, saya akan sangat terkenal dan mendapat banyak uang." "Dan mendapat tambahan beban moral." Dia memandang saya dengan tercengang, lalu bertanya, "Beban moral? Mengapa?" "Anda kira, seorang pembunuh tidak punya beban moral?" "Zounds! Maksud Anda, apakah saya seorang pembunuh?" "Sekarang memang belum!" "Atau saya akan menjadi pembunuh?" "Ya, bukankah membantu orang melakukan pembunuhan dosanya sama besar dengan orang yang melakukan pembunuhan itu sendiri?" "Persetan, saya tidak akan membantu sebuah pembunuhan." "Memang bukan membantu sebuah pembunuhan, melainkan pembantaian besar-besaran." "Bagaimana mungkin? Saya tidak mengerti." "Jika Anda membuat senapan yang dapat menembakkan duapuluhlima peluru berturut-turut dan senapan itu jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab, maka di padang prairie, di hutan, di ngarai, akan terjadi pembantaian mengerikan. Dan orang-orang Indian yang malang akan ditembak seperti coyote[Sejenis serigala prairie.] dan dalam beberapa tahun lagi mereka akan punah. Apakah Anda akan membiarkan hal itu terjadi?" Dia memandang saya tanpa menjawab. "Dan jika setiap orang bisa membeli senapan berbahaya ini, maka dalam waktu singkat, Anda akan memusnahkan ribuan orang, juga mustang, bison dan semua jenis binatang buas lainnya yang diperlukan orang Indian untuk hidupnya. Ratusan bahkan ribuan pemburu liar akan menggunakan senapan Anda dan pergi menuju ke wilayah Barat. Banjir darah manusia dan binatang akan membasahi tanah ini dan tidak lama lagi daerah-daerah tersebut menjadi tidak berpenghuni." "'s death!" serunya kemudian. "Apakah Anda ini benar-benar pendatang baru dari Germany?" "Ya." "Dan belum pernah ke sini sebelumnya?" "Belum." "Dan belum pernah juga di Wild West sini?" "Belum." "Ooh.. jadi Anda benar-benar greenhorn, walaupun begitu Anda banyak bicara, seolah-olah andalah nenek moyang orang Indian dan sudah ribuan tahun hidup di sini dan sampai sekarang masih hidup! Anak muda, hendaknya Anda jangan coba-coba membuat hati saya panas. Seandainya perkataan Anda itu menjadi kenyataan, tak pernah terpikirkan oleh saya untuk mendirikan pabrik senjata. Saya orang yang kesepian dan ingin menyendiri, saya tidak berniat mendirikan perusahaan dan mempunyai banyak pegawai." "Tetapi sebenarnya Anda bisa menjadi kaya dengan membuat hak paten atas penemuan Anda dan menjualnya." "Tunggu sajalah, Sir! Sampai sekarang nafkah saya lebih dari cukup. Saya kira saya masih dapat hidup dengan layak tanpa menjual paten saya. Sekarang pulanglah! Saya tidak mau mendengar nasihat anak kemarin sore yang belum berpengalaman, tapi sudah berani menasihati orang tua." Perkataannya itu sama sekali tidak membuat saya berkecil hati. Dia selalu begitu, dan saya maklum apa yang dia maksud. Dia menyayangi saya, bertekad semaksimal mungkin untuk mendukung dan melayani saya. Kami berjabatan tangan, dan setelah itu saya pergi. Saya tidak menduga, betapa pentingnya arti malam itu bagi saya, dan tidak terbersit dalam benak saya, bahwa senjata tua pembunuh beruang yang berat dan senjata laras pendek yang belum selesai itu berperan begitu besar dalam kehidupan saya kemudian. Saya gembira menyongsong esok hari, karena sesungguhnya saya telah bisa menembak dengan baik dan merasa sangat yakin, bahwa saya akan lulus ujian menembak di hadapan teman tua yang unik itu. Saya datang tepat pukul enam pagi. Dia sudah menunggu saya, menjabat tangan saya dan berkata sambil tersenyum sinis, "Welcome, Sir! Roman muka Anda nampak seakan-akan Anda yakin akan menang. Apakah Anda mengira bahwa Anda dapat menembak tembok yang saya maksud tadi malam?" "Saya harap begitu." "Well, kita pergi sekarang. Saya membawa senapan yang ringan, dan Anda membawa senapan pembunuh beruang. Saya malas membawa benda seberat itu." Dia menyandang senapan ringan berlaras dua, dan saya memanggul senapan tua itu. Sesampainya di lapangan tembak, dia mengisi kedua senapan itu dan menembakkannya dua kali. Kemudian giliran saya. Saya belum mengenal senapan ini, sehingga tembakan yang pertama hanya mengenai lingkaran luar. Tembakan yang kedua jauh lebih baik dan yang ketiga tepat di tengah. Tembakan selanjutnya menembus lubang yang telah dibuat oleh tembakan ketiga. Keheranan Mr. Henry makin menjadi-jadi, saya juga harus mencoba senjatanya dan ketika hasilnya sama, dia berteriak, "Kalau tidak karena kerasukan setan, Anda seorang westman[Istilah ciptaan pengarang. Maksudnya adalah "man of the west" atau lebih tepatnya ""frontierman" yang konotasinya adalah: perintis atau pioner daerah Barat, pemburu prairie, dan sejenisnya. Supaya otentik, istilah keliru ini tetap dipertahankan.] sejati, Sir! Belum pernah saya melihat greenhorn seperti itu!" "Saya tidak kesurupan, Mr. Henry," kata saya sambil tertawa. "Saya tidak mau berteman dengan setan." "Menjadi westman adalah tugas bahkan kewajiban Anda, apakah Anda tidak berminat?" "Mengapa tidak!" "Well, lihat saja nanti, apa yang bisa dilakukan oleh greenhorn seperti Anda? Apakah Anda juga bisa menunggang kuda?" "Kalau terpaksa." "Kalau terpaksa? Hm! Jadi tidak sebaik Anda menembak?" "Pshaw! Naik ke punggung kuda adalah yang paling sulit. Tapi jika saya sudah duduk di atas, tidak ada kuda yang melemparkan saya." Dia melihat saya dengan pandangan menyelidik, apakah saya serius atau berkelakar, sementara itu saya menunjukkan wajah bersungguh-sungguh, dan dia berkata, "Anda serius? Apakah Anda berpegang pada surainya? Kalau begitu Anda keliru. Memang benar, bahwa naik ke punggung kuda yang paling sulit, karena Anda harus melakukannya sendiri, sedangkan turun jauh lebih mudah dan cepat karena kudalah yang menjatuhkan." "Tetapi kuda tidak akan melemparkan saya!" "Begitu? Kita lihat saja nanti! Maukah Anda mencobanya?" "Dengan senang hati." "Kalau begitu, marilah! Sekarang baru pukul tujuh, dan Anda masih punya waktu satu jam. Kita ke rumah Jim Korner, pedagang kuda. Dia mempunyai kuda putih yang bisa Anda pakai." Kami kembali ke kota dan mencari pedagang kuda itu. Di sana terdapat lahan ternak yang luas, yang dikelilingi oleh banyak istal. Korner datang sendiri menyambut dan menanyakan maksud kedatangan kami. "Anak muda ini bilang, bahwa tidak ada seekor kuda pun mampu melemparkannya dari pelana," tukas Henry. "Apa pendapat Anda, Mr. Korner? Apakah Anda mengijinkannya menunggangi kuda putih itu?" Pedagang itu memandang saya dengan penuh keraguan, kemudian mengangguk tanda setuju dan menjawab, "Susunan tulangnya tampak bagus, selain itu leher anak muda biasanya tidak mudah patah seperti orang tua. Jika gentleman[Tuan terhormat (bhs. Inggris).] ini ingin mencoba kuda putih saya, silahkan saja, saya tidak keberatan." Dia memberi perintah kepada anak buahnya dan tidak berapa lama keluarlah dua orang pembantunya menuntun kuda berpelana dari istal. Kuda itu sangat liar dan meronta-ronta karena ingin melepaskan diri. Mr. Henry mulai mengkhawatirkan saya, dan meminta saya untuk mengurungkan niat, tetapi saya tidak merasa takut. Lagipula kesempatan ini saya anggap sebagai kehormatan. Saya diberi sebuah cemeti dan pemacu pada sepatu lars. Kemudian saya melompat ke atas pelana, tetapi baru berhasil setelah beberapa kali mencoba. Setelah saya duduk di atas pelana, kedua pembantu itu segera minggir, dan kuda itu melonjak-lonjak ke atas dan ke samping. Saya memegangi pelana meskipun belum duduk, tetapi segera saya memasukkan kaki ke sanggurdi. Kuda itu mulai melawan, namun usahanya sia-sia. Ketika ia tidak berhasil menakut-nakuti saya, dia menuju ke dinding untuk melemparkan saya. Tetapi dengan beberapa pukulan cambuk yang keras, saya menghalaunya kembali ke tengah lapangan. Kini kuda itu mulai berjuang sekeras-kerasnya melawan saya, sementara saya pun mengerahkan seluruh kemampuan saya yang hanya sedikit waktu itu karena kurang latihan. Saya tekan kuda itu sekuat tenaga dengan paha saya, dan akhirnya kuda itu dapat dikalahkan. Ketika saya turun dari punggung kuda, kedua kaki saya gemetar karena tegang, sedang binatang itu bersimbah peluh dan mulutnya berbuih. Tetapi, sekarang ia menuruti setiap perintah saya. Pedagang kuda itu mengkhawatirkan keadaan kudanya, dia menyelimuti kudanya dan perlahan-lahan menuntunnya kian kemari, kemudian berpaling kepada saya, "Anak muda, saya tidak menduga, tadi saya merasa yakin Anda akan terjatuh ke tanah pada lompatan pertama. Tentu saja Anda tidak perlu membayar, dan jika Anda mau membantu, datanglah lagi untuk menjinakkan kuda itu. Sepuluh dollar tidak penting bagi saya, karena ini bukan kuda yang murah, dan jika kuda ini jinak, maka saya akan mendapat keuntungan besar." "Kalau Anda setuju, akan saya lakukan dengan senang hati," jawab saya. Sejak saya turun, Henry belum berkata sepatah kata pun, hanya menggelengkan kepala. Kemudian dia bertepuk tangan sambil berteriak, "Greenhorn ini benar-benar luar biasa dan istimewa! Bukannya kuda yang melemparkannya ke bawah, malahan dia yang menggencet kuda setengah mati. Siapa yang mengajari Anda, Sir?" "Kebetulan saja, saya pernah disuruh menjinakkan seekor kuda Hongaria yang agak liar, yang tidak mau ditunggangi orang. Lambat laun saya menjinakkannya, tapi nyaris celaka." "Terima kasih untuk kuda yang semacam itu! Saya mengagumi kursimalas tua saya, yang tidak pernah memberontak kalau saya duduki. Mari kita pergi, kepala saya sudah pening. Tetapi tidak sia-sia. Saya telah melihat Anda menembak dan berkuda. Anda telah melakukannya dengan sangat baik." Kami pulang ke rumah masih-masing. Selama dua hari saya tidak bertemu dia dan saya tidak punya kesempatan untuk mencarinya. Tetapi pada hari berikutnya, dia datang mengunjungi saya. Dia tahu, bahwa saya libur. "Maukah Anda berjalan-jalan dengan saya?" tanyanya. "Ke mana?" "Ke seorang gentleman, yang ingin berkenalan dengan Anda. " "Mengapa saya?" "Coba Anda bayangkan, dia belum pernah melihat seorang greenhorn." "Kalau begitu saya ikut, dia akan berkenalan dengan kita. " Saya tahu di balik ajakannya, dia merencanakan suatu kejutan. Kami menyusuri jalan dan sampailah di sebuah kantor dengan sebuah pintu kaca yang besar. Begitu cepatnya dia masuk, sehingga saya tidak sempat membaca huruf emas yang tertera di atas pintu kaca itu, tapi saya yakin, saya sempat melihat-lihat kata office dan surveying. Dan ternyata saya tidak salah. Di dalam kantor itu ada tiga orang pria, yang menyambut kami dengan ramah dan sopan dan kelihatan penasaran. Beberapa peta dan gambar tergeletak di atas meja, selain itu juga terdapat beberapa macam alat pengukuran. Kami berada di sebuah kantor geodesi. Saya tidak tahu apa maksud teman saya ini membawa saya ke mari. Dia tidak menjelaskan kepada saya dan tampaknya ini hanya kunjungan biasa. Sebentar kemudian percakapan itu menjadi menarik sampai akhirnya pembicaraan beralih ke benda-benda yang ada di atas meja itu. Ini menguntungkan saya, karena saya bisa terlibat lebih banyak dalam percakapan mengenai hal-hal itu daripada tentang situasi Amerika yang belum saya kenal. Hari ini Henry tampak sangat tertarik pada ilmu ukur tanah. Dia banyak bertanya dan ingin mengetahui semua hal dan saya asyik menerangkan penggunaan alat-alat itu serta menjabarkan gambar peta dan rancangannya. Saya benar-benar greenhorn sejati, karena tidak tahu arah pertanyaan-pertanyaan itu. Baru setelah saya menguraikan hakekat dan perbedaan pengukuran yang terdapat pada koordinat, metode kutub dan diagonal, pengukuran perimeter, ketiga pria itu mengedipkan matanya kepada si pembuat senapan. Kini mengertilah saya maksudnya. Saya bangkit dari tempat duduk untuk memberi isyarat kepada Henry, bahwa saya ingin pergi. Dia tidak menoleh dan kami diantar dengan lebih ramah lagi. Ketika kami sudah jauh dan tidak terlihat dari kantor tadi, Henry berhenti serta meletakkan tangannya di bahu saya dan berkata dengan wajah berseri-seri, "Sir, anak muda, greenhorn. Anda telah membuat saya sangat senang. Saya benar-benar bangga pada diri Anda." "Mengapa?" "Karena anda telah memenuhi bahkan melampaui perkiraan dan harapan saya!" "Perkiraan? Harapan? Saya tidak mengerti. " "Anda pun tidak perlu mengerti. Penjelasannya sangat sederhana. Anda pernah mengatakan, bahwa Anda paham tentang pengukuran tanah. Dan untuk membuktikan bahwa Anda tidak membual, saya membawa Anda kepada para gentleman tadi. Mereka adalah kenalan saya dan telah menguji kecakapan Anda. Ternyata Anda lulus." "Membual? Mr. Henry, kalau Anda menganggap saya seperti itu, saya tidak akan datang lagi ke rumah Anda!" "Jangan tersinggung! Anda jangan merenggut kebahagiaan orang tua seperti saya. Karena itu akan membuat kesan saya terhadap Anda berubah. Seperti Anda ketahui, ada kemiripan antara Anda dengan anak saya! Sudahkah Anda mendatangi pedagang kuda itu?" "Setiap pagi." "Dan menunggangi kuda putih itu lagi?" "Ya." "Apakah ada harapan dapat menjinakkan kuda itu?" "Saya yakin. Hanya saya ragu, apakah orang yang akan membelinya dapat menguasainya seperti saya. Ia sudah terbiasa dengan saya dan akan melemparkan orang lain ke tanah." "Saya senang, senang sekali, tampaknya ia hanya mau ditunggangi greenhorn. Mari lewat jalan sini! Saya tahu, di seberang sana ada dining-house terkenal, tempat makan dan minum yang enak. Anda telah lulus ujian dan kita harus merayakannya." Saya tidak memahami Mr. Henry. Dia sepertinya telah berubah. Dia yang biasanya menyendiri dan pemalu, kini ingin makan di sebuah restoran! Wajahnya pun lain dari biasanya dan suaranya terdengar lebih ramah dan ceria daripada sebelumnya. Kata ujian menarik perhatian saya, tapi mungkin saja kata itu tidak berarti. Sejak saat itu setiap hari dia mengunjungi saya dan memperlakukan saya seolah-olah dia takut kehilangan saya. Tetapi tampaknya saya tidak boleh membanggakan diri dulu, karena dia masih tetap menyebut saya dengan istilah greenhorn yang menyebalkan itu. Anehnya, pada waktu yang bersamaan sikap keluarga yang saya tinggali juga berubah. Orang tuanya jadi lebih memperhatikan saya, sedangkan anak-anaknya menjadi lebih ramah. Saya memergoki mereka ketika mereka memandangi saya secara diam-diam. Saya tidak paham arti tatapan seperti itu. Bagi saya sebenarnya perhatian itu sangat ramah dan tidak punya maksud terselubung. Kira-kira tiga minggu setelah kunjungan kami ke kantor itu, suatu petang nyonya rumah meminta saya untuk tidak keluar rumah, sebab saya akan diundang makanmalam oleh keluarga itu. Mr. Henry akan datang, dan selain itu mereka juga mengundang dua orang pria, yang salah satunya bernama Sam Hawkens, seorang westman yang terkenal. Sebagai seorang greenhorn, saya belum pernah mendengar nama itu, tetapi saya senang akan berkenalan dengan pemburu yang ulung dan terkenal itu. Karena saya tinggal serumah, saya tidak perlu menunggu tibanya waktu yang ditentukan. Beberapa menit sebelum waktunya, saya sudah berada di dining-room.[Ruang makan (bhs. Inggris).] Di sana saya terkejut, melihat penataan ruang yang tidak seperti biasanya, tampaknya akan ada pesta. Si kecil Emmy yang baru berumur lima tahun berada sendirian di ruang itu. Dia membenamkan jarinya ke dalam manisan stroberi lalu menjilatnya. Ketika saya masuk, dia menarik jarinya dan menyibak rambutnya yang pirang. Saat saya mengangkat telunjuk untuk memberinya teguran keras, cepat-cepat dia menghampiri saya dan berbisik. Agar saya tidak marah, ia mau membuka suatu rahasia yang dijaganya selama beberapa hari ini, meskipun hati kecilnya merasa bersalah. Karena merasa kurang mengerti, saya menyuruh dia mengulanginya. Jawabnya tetap sama, "Your farewell-feast." Pesta perpisahanku! Itu tidak mungkin! Siapa tahu, anak itu berkata begitu agar saya tidak marah. Saya tersenyum, kemudian mendengar suara orang yang bercakap-cakap di ruangtamu. Para tamu telah datang. Dan saya pun ke ruangtamu untuk menyambut mereka. Tiga orang tamu datang bersamaan. Ternyata mereka sudah sepakat datang bersama-sama. Henry memperkenalkan seorang pemuda ganteng yang acuh tak acuh dan kaku, yang dipanggil Mr. Black; dan kemudian Sam Hawkens, seorang westman. Dia seorang westman! Saya akui terus terang, wajah saya mungkin bengong ketika memandangnya. Sosok seperti itu tidak pernah saya lihat sebelumnya, dan kelak saya akan bertemu dengan sosok-sosok lain yang lebih aneh lagi. Orang itu berpenampilan sangat mencolok, ditambah lagi gayanya berdiri di ruangan yang indah itu seperti berdiri di tengah hutan belantara saja. Dia tetap mengenakan topinya sambil memegang senjata di tangan. Orang pasti membayangkan demikian: Bahwa di bawah topi tebalnya yang lusuh dan usang dia pasti selalu berpikir keras. Di sekitar hidungnya yang besar dan menakutkan serta besar pula bayangannya -sehingga cocok untuk dijadikan jam matahari-, tampak jambangnya yang tumbuh tak terurus. Karena jambangnya yang lebat itu, selain hidung, yang tampak adalah kedua mata kecilnya yang cerdik. Kedua mata itu tampak sangat hidup dan penuh selidik. Dengan pancaran mata yang berseri-seri dia memandangi saya. Kami saling mengamati dengan seksama. Kelak saya tahu alasannya mengapa dia begitu tertarik kepada saya. Organ bagian atas tersebut bertumpu pada tubuh yang tertutup rapat hingga ke lutut oleh jas berburu dari kulit yang sudah usang yang diperuntukkan bagi orang yang lebih gemuk. Karena itu manusia kerdil itu tampak seperti anak kecil yang bermain-main dengan memakai baju tidur kakeknya. Di bawah jasnya yang longgar, tampak kedua kakinya yang kurus dan bengkok yang terbungkus oleh leggin[Bahan penutup dari paha hingga ke telapak kaki.] ketat yang sudah usang. Tampaknya leggin itu dibuat duapuluh tahun yang lalu. Dan dia juga mengenakan sepasang sepatu lars yang juga longgar, yang jika perlu masih bisa muat satu orang lagi. Westman terkenal ini memegang senapan. Ketika saya perhatikan dengan teliti, barang tersebut lebih mirip sebuah gada ketimbang sebuah senapan. Pada saat itu, tidak terbayang oleh saya adanya figur pemburu prairie yang unik melebihi dia. Namun tidak lama kemudian saya mengenal dan menghargai karakter asli orang ini. Setelah memperhatikan saya dengan seksama, dia bertanya kepada Henry dengan suara kecil seperti suara kanak-kanak, "Apakah ini si greenhorn muda yang Anda ceritakan itu, Mr. Henry?" "Yes." orang yang ditanya mengangguk. "Well! Saya menyukainya. Saya harap, dia juga menyukai Sam Hawkens, hihihihi!" Dengan tawa yang aneh dan khas yang kelak akan saya dengar ribuan kali, dia berpaling ke arah pintu yang kini terbuka. Tuan dan Nyonya rumah memasuki ruangan dan menyalami pemburu itu dengan ramah sehingga saya menduga mereka telah mengenal dia sebelumnya. Kemudian mereka mengajak kami memasuki ruang makan. Kami mengikuti ajakan ini. Saya heran hingga saat itu Sam Hawkens belum juga melepaskan topi dan senjatanya. Baru setelah kami duduk, dia berkata sambil menunjuk senjatanya, "Seorang westman sejati tidak akan jauh dari senjatanya, begitu pula dengan saya. Saya tidak akan jauh dari si Liddy, senjata saya. Saya akan menggantungkannya pada paku dinding itu." Oh, jadi dia menamai senjatanya Liddy! Kelak saya tahu, bahwa para pemburu prairie mempunyai kebiasaan memperlakukan senjatanya seperti makhluk hidup dan memberinya nama. Dia menggantungkan senjata serta topi yang unik di tempat tersebut. Ketika dia melepas topi, betapa terkejutnya saya melihat seluruh rambutnya menempel pada topinya. Sangat mengherankan, kepalanya tidak berkulit dan berwarna kemerahan. Nyonya rumah menjerit dan anak-anak berteriak dengan sangat keras. Dia berpaling kepada kami dan berkata dengan tenang, "Jangan terkejut, ladies dan mesch'schurs[Tuan-tuan (dialek Barat, asal dari bhs. Prancis).], tidak ada apa-apa! Dulu saya punya rambut sendiri yang tidak kalah indahnya dengan rambut anak-anak itu, dan tidak seorang pun berani menyangkalnya. Sampai pada suatu hari saya berjumpa dengan lusinan orang suku Pawnee, mereka mencukur rambut saya dan menguliti kepala saya. Mula-mula saya sangat terganggu, tetapi lama kelamaan saya terbiasa, hihihihi! Kemudian saya pergi ke Tekama dan membeli scalp[Orang Indian menguliti kulit kepala (scalp) lawannya sebagai tanda kemenangan.] baru yang kalau saya tidak salah disebut wig dan saya beli seharga tiga gulungan besar bulu beaver.[Berang-berang, sejenis binatang berbulu tebal yang hidup di pinggiran sungai.] Bagi saya tidak masalah, karena kulit kepala yang baru lebih praktis dari yang sebelumnya, terutama pada musim panas. Wig itu hanya dilepas, jika saya berkeringat, hihihihi!" Dia menggantungkan topinya di atas senapannya dan memasang kembali wignya. Kemudian dia melepaskan jasnya dan meletakkannya di sandaran kursi. Jas ini sudah berkali-kali ditambal dan dipermak dengan sobekan kulit, sehingga pakaian itu menjadi kaku dan tebal dan hampir tidak tertembus panah Indian. Kini tampak sangat jelas kakinya yang kurus dan bengkok. Tubuh bagian atasnya tertutup rompi pemburu yang terbuat dari kulit. Pada ikat pinggangnya terselip satu pisau dan dua pistol. Ketika dia duduk kembali di kursi, mula-mula dia memandang saya, kemudian nyonya rumah, dengan pandangan ingin tahu dan bertanya, "My lady, bukankah lebih baik jika sebelum makan, kita sampaikan rencana kita terlebih dahulu kepada greenhorn ini, kalau saya tidak salah?" Ungkapan "kalau saya tidak salah" telah menjadi kebiasaannya. Nyonya rumah mengangguk lalu berpaling kepada saya. Sambil menunjuk pada tamu yang lebih muda, ia berkata, "Mungkin Anda belum tahu bahwa Mr. Black ini akan menggantikan Anda." "Menggantikan ... saya?" tanya saya dengan terkejut. "Ya, hari ini kita merayakan perpisahan Anda, kami terpaksa mencari guru baru". "Perpisahan... saya?" Syukurlah, waktu itu wajah saya tidak dipotret, karena bagaimanapun juga pasti kelihatan sangat tolol. "Ya, perpisahan Anda, Sir." Nyonya rumah mengangguk sambil tersenyum ramah. Sementara itu perasaan saya tidak menentu, karena itu tidak ada alasan untuk tersenyum. Ia menambahkan, "Sebenarnya Anda harus mengundurkan diri dulu, tapi kami tidak akan menghalangi kebahagiaan yang akan segera Anda raih. Kami menyayangkan kepergian Anda, tapi doa kami menyertai Anda. Semoga Tuhan melindungi perjalanan Anda besok pagi!" "Berangkat? Besok? Ke mana?" tanya saya dengan berat hati. Sam Hawkens yang berdiri di sebelah saya, menepuk bahu saya sambil tertawa. "Ke mana? Ke daerah Barat bersama saya. Anda telah lulus ujian dengan gemilang, hihihihi! Para surveyor yang lain akan berangkat besok dan tidak dapat menunggu Anda. Anda mau tidak mau harus ikut. Saya, Dick Stone dan Will Parker yang akan bertugas sebagai pemandu. Kita berangkat menuju pegunungan Canadian dan terus ke New Mexico. Saya tidak berpikir, Anda akan tinggal di sini dan tetap menjadi greenhorn!" Kini saya mulai mengerti. Semuanya telah direncanakan tanpa sepengetahuan saya. Saya akan bekerja sebagai surveyor, pengukur tanah, mungkin untuk salah satu jalur kereta api panjang yang sudah direncanakan. Betapa senangnya saya! Saya sama sekali tidak perlu bertanya. Saya menerima informasi itu begitu saja. Semuanya berkat Henry. Dia memegang tangan saya dan berkata, "Saya sudah mengatakan pada Anda, mengapa saya suka pada Anda. Anda di sini bersama orang-orang baik, tapi pekerjaan sebagai guru privat sama sekali tidak cocok untuk Anda, Sir. Anda harus pergi ke daerah Barat. Karena itulah saya menghubungi perusahaan Atlantic and Pacific Company dan memintanya untuk menguji Anda tanpa sepengetahuan Anda. Anda telah lulus dengan baik. Ini surat pengangkatan Anda." Dia memberikan dokumen itu kepada saya. Ketika saya membaca surat itu dan mengetahui berapa besar gaji saya, mata saya terbelalak. Selanjutnya dia berkata, "Anda akan berkuda, jadi butuh seekor kuda yang bagus. Kuda putih yang sudah Anda jinakkan itu sudah saya beli dan akan saya berikan kepada Anda. Anda juga perlu memiliki senjata dan untuk itu Anda boleh membawa senjata tua pembunuh beruang yang berat itu, yang sudah tidak saya perlukan. Dengan senjata itu, saya yakin tembakan-tembakan Anda akan selalu tepat pada sasaran. Apa pendapat Anda, Sir, he?" Mula-mula saya tidak kuasa berbicara, kemudian, ketika saya sudah bisa menguasai diri, saya ingin menolak semua pemberian itu, tetapi tidak berhasil. Orang-orang baik ini telah bertekad untuk menyenangkan hati saya, dan kalau saya bersikeras menolak semua hadiah itu, hal itu akan sangat menyinggung perasaan mereka. Untuk mengakhiri percakapan tersebut, paling tidak untuk sementara waktu, nyonya rumah mengambil tempat duduk dan kami yang lain terpaksa mengikuti tindakannya. Kami mulai makan dan pokok pembicaraan tadi tidak disinggung lagi. Baru sesudah makan, saya tahu, apa yang seharusnya saya ketahui. Rel kereta yang akan dibangun itu terbentang dari St. Louis hingga ke pantai Pasifik melalui daerah teritorial Indian, New Mexico, Arizona dan California. Menurut rencana, jalur ini dibagi dalam beberapa seksi penelitian dan pengukuran. Seksi tempat saya dan tiga orang ahli survey lapangan lainnya yang bekerja di bawah pengawasan seorang Insinyur Kepala, berada di lokasi daerah hulu Rio Pecos dan Pegunungan Canadian sebelah selatan. Ketiga pemandu, Sam Hawkens, Dick Stone dan Will Parker akan membawa kami ke sana. Di sana kami akan bertemu dengan serombongan westman yang tangguh, yang bertugas menjaga keamanan kami. Selain itu tentu saja ada perlindungan dari semua prajurit. Benar-benar di luar dugaan saya, baru hari ini semua itu dijelaskan yang tentunya agak terlambat. Tetapi meskipun demikian, penjelasan bahwa semua kebutuhan kami akan dipenuhi, membuat hati saya tenang. Tidak ada lagi yang harus saya lakukan, selain memperkenalkan diri pada kolega-kolega saya yang telah menunggu di kediaman Insinyur Kepala. Dengan didampingi Henry dan Sam Hawkens, saya pergi ke sana dan disambut dengan sangat ramah. Mereka tahu, bahwa saya pasti terkejut dan karena itu tidak mempermasalahkan keterlambatan saya. Ketika keesokan harinya, setelah saya berpamitan pada keluarga Jerman itu, saya pergi ke rumah Henry. Belum sempat saya mengucapkan atas jasanya, dia sudah mengguncang-guncang tangan saya dengan tulus sambil berkata kasar, "Sudahlah, Sir! Saya menyuruh Anda pergi, hanya supaya senjata tua saya bisa digunakan lagi. Kalau Anda kembali, carilah saya dan ceritakan, apa yang telah Anda alami. Nanti akan terbukti, apakah Anda masih seperti sekarang dan tetap tidak mempercayai definisi greenhorn seperti yang tercantum dalam buku-buku." Dia mendorong saya keluar menuju pintu, namun sebelum menutupnya, saya melihat matanya berkaca-kaca. KLEKIH-PETRA Ketika itu kami berada di penghujung musim gugur yang cerah di Amerika Utara dan sudah lebih dari tiga bulan kami bekerja. Tetapi pekerjaan kami belum juga selesai, sementara seksi-seksi lainnya kebanyakan sudah pulang ke rumahnya. Ada dua alasannya. Pertama, kami bekerja di daerah yang sulit. Rel keretaapi harus dibangun menyusuri aliran Sungai Canadian melewati padang prairie. Jadi jalur kereta akan dibangun sampai ke mata air sungai itu. Padahal menurut rancangan, jalur itu seharusnya dibangun dari New Mexico melalui deretan lembah dan bukit. Seksi kami bekerja antara Sungai Canadian dan New Mexico dan kami harus terlebih dahulu menemukan arah yang tepat. Untuk itu kami harus sering menghabiskan waktu untuk berkuda guna melakukan penjelajahan yang melelahkan dan pengukuran-pengukuran sebagai perbandingan sebelum kami dapat mengerjakan pekerjaan yang sesungguhnya. Selain itu, keadaan makin dipersulit karena ternyata kami bekerja pada tempat yang sangat berbahaya. Di tempat itu berkeliaran suku-suku Kiowa, Comanche, dan Apache yang sama sekali tidak mau menerima bahwa keretaapi akan melalui daerah yang dianggap miliknya. Kami harus sangat berhati-hati dan waspada. Tentu saja hal itu sangat mempersulit serta memperlambat kerja kami. Untuk menghindari suku-suku Indian ini, kami tidak diperkenankan untuk berburu karena pasti kami akan meninggalkan jejak yang bisa dibaca oleh orang Indian. Kami mendatangkan semua kebutuhan dari Santa Fe yang diangkut dengan pedati. Sayangnya pengangkutan kiriman tersebut tidak tentu, sehingga kami seringkali tidak bisa melanjutkan pekerjaan karena harus menunggu kedatangan pedati-pedati itu. Alasan kedua, kerjasama anggota dalam tim. Seperti sudah disinggung, di St. Louis saya disambut dengan baik oleh Insinyur Kepala dan ketiga surveyor. Sambutan ini membuat saya berharap, bahwa kami bisa bekerjasama dengan baik dan sukses. Ternyata saya dikecewakan. Ternyata teman-teman sekerja itu adalah yankee tulen, yang memandang saya sebagai greenhorn, 'Dutchman[Nama olok-olok untuk orang Jerman] yang tidak berpengalaman, dan menghina saya dengan sebutan itu. Mereka ingin menerima gaji tetapi tidak ingin bekerja keras. Sebagai orang Jerman yang jujur, saya menjadi batu sandungan dan mereka bermaksud menyingkirkan saya. Saya tidak terpengaruh dan terus bekerja. Bahkan setelah lama bekerja, saya sadar bahwa sebenarnya mereka tidak berubah. Mereka membebani saya dengan pekerjaan yang paling berat, sedangkan mereka sendiri bekerja seringan mungkin. Saya tidak keberatan, karena saya selalu berprinsip, bahwa untuk menjadi kuat, orang harus lebih banyak berbuat. Mr. Bancroft, sang Insinyur Kepala adalah yang paling terpelajar di antara mereka. Sayangnya, dia gemar minum brandy.[Sejenis minuman keras.] Sudah beberapa tong minuman yang memabukkan itu dikirim dari Santa Fe. Sejak saat itu dia lebih memperhatikan brandynya ketimbang peralatan pengukuran. Pernah terjadi, dia tergeletak di tanah dalam kondisi mabuk berat setengah hari lamanya. Riggs, Marcy dan Wheeler, ketiga surveyor itu dan juga saya harus ikut membayar minuman itu setelah mereka berlomba minum dengan Bancroft. Bisa dibayangkan, orang-orang ini pun seringkali berada di bawah pengaruh minuman keras itu. Karena saya tidak minum setetes pun, tentu saja saya satu-satunya yang bekerja. Sementara itu mereka yang berada di bawah pengaruh alkohol hanya bisa meneguk minuman itu lalu tertidur. Menurut saya, Wheeler adalah orang yang paling baik di antara mereka, karena dia mengerti, bahwa saya bekerja keras untuk mereka padahal itu bukan kewajiban saya. Dalam kondisi seperti itu wajar bila pekerjaan kami tidak cepat selesai. Kelompok lainnya juga tidak bisa diharapkan. Ketika kami tiba di tempat kami berkumpul, kami menjumpai dua belas westman yang telah menunggu kedatangan kami. Sebagai pendatang baru, mula-mula saya sangat menghargai mereka. Tetapi segera saya tahu, bahwa saya bekerja dengan orang-orang yang bermoral sangat rendah. Mereka seharusnya melindungi dan membantu pekerjaan kami. Untunglah selama tiga bulan penuh tidak terjadi apa yang saya khawatirkan karena mendapat perlindungan yang kurang aman. Sementara itu mengenai prestasi kerja mereka dapat saya katakan dengan penuh keyakinan, bahwa kedua belas pemalas terparah dari Amerika ini hanya bisa bersenang-senang. Betapa menyedihkan harus menegakkan kedisiplinan dalam situasi seperti itu! Bancroft diberi gelar dan menerima tugas sebagai seorang pemimpin dan dia pun bertingkah laku demikian. Namun tidak seorang pun mematuhinya. Jika dia memberi perintah, orang malah menertawakannya. Karena itu dia mengeluarkan kata makian yang jarang saya dengar, lalu menghampiri tong brandy untuk melampiaskan kekesalannya. Riggs, Marcy dan Wheeler pun tidak jauh berbeda kelakuannya. Karena itu sebenarnya saya mempunyai alasan yang sangat kuat untuk mengambil alih pimpinan. Saya memang melakukannya tetapi dengan cara yang tidak kentara. Seorang pemuda yang tidak berpengalaman seperti saya tentu saja tidak akan dihormati sungguh-sungguh oleh orang-orang itu. Seandainya saya begitu berani berkata dengan nada memerintah, maka pasti saya akan ditertawakan. Tidak, saya harus bertindak dengan tenang dan berhati-hati, kira-kira seperti seorang wanita yang cerdik, yang tahu cara mengendalikan suami yang nakal, tanpa sepengetahuan si suami. Setiap hari saya dipanggil greenhorn kira-kira sepuluh kali oleh para westman yang setengah liar dan sulit diatur ini. Tetapi tanpa sadar mereka menuruti perintah saya. Dengan sengaja saya membiarkan mereka berpikir, bahwa mereka mengikuti keinginannya sendiri. Dalam urusan itu saya mendapat bantuan yang besar dari Sam Hawkens, dan kedua sahabatnya yakni Dick Stone serta Will Parker. Ketiga orang ini sangat jujur dan mereka juga pemburu yang berpengalaman, cerdik dan berani. Pada waktu pertemuan pertama kami di St. Louis, sifat-sifat itu tidak nampak pada diri Sam. Nama mereka terkenal di mana-mana. Mereka sering berpihak kepada saya dan menarik diri dari orang lain tanpa membuat orang-orang itu merasa tersinggung. Terlebih-lebih Sam, dia bisa menarik perhatian kelompok yang membangkang itu seperti apa yang dia inginkan, meskipun dengan caranya yang aneh. Walaupun setiap kali dia memerintahkan sesuatu dengan suara yang setengah keras dan agak lucu, tetapi hal itu selalu dikerjakan oleh mereka sehingga tugas saya menjadi ringan. Antara saya dan Sam diam-diam telah terjalin hubungan batin, saya mengartikan hubungan itu sebagai sebuah dukungan moril. Dia selalu melindungi saya, dan bagi saya, dia seperti seseorang yang tidak perlu ditanyai apakah dia setuju atau tidak. Saya hanya seorang greenhorn sementara dia adalah seorang westman yang berpengalaman, yang kata-kata dan tindakannya harus saya turuti. Setiap saat jika ada waktu dan kesempatan, dia memberi saya pelajaran teori dan praktek yang diperlukan di dunia Wild West dan harus dikuasai. Walau kelak saya mendapat pelajaran yang lebih tinggi dari Winnetou, harus saya akui bahwa Sam Hawkenslah guru yang meletakkan dasar bagi pendidikan saya. Sam bahkan mengajari saya melempar lasso dan mengijinkan saya berlatih melempar senjata berbahaya ini pada tubuhnya yang kecil dan pada kudanya. Ketika saya semakin berkembang dan suatu hari berhasil mengalungkan jerat pada setiap lemparan, dia sangat kegirangan dan berseru, "Ya itu bagus, tuan muda, begitulah caranya! Tetapi jangan menjadi sombong! Seorang kepala sekolah kadang-kadang harus memuji muridnya yang paling bodoh, agar murid itu belajar keras dan tidak mengulang kelas. Saya sudah menjadi guru beberapa westman muda seperti Anda. Mereka mempelajarinya jauh lebih mudah dan jauh lebih cepat memahami daripada Anda. Tetapi kalau Anda terus berlatih, mungkin saja orang tidak perlu menyebut Anda greenhorn lagi setelah enam atau delapan tahun. Sampai di sini Anda boleh merasa senang dengan pengalaman sebelumnya, bahwa seorang tolol sekali pun bisa menyamai atau bahkan melebihi seorang yang ahli, kalau saya tidak salah!" Dia tampaknya mengatakan itu dengan sungguh-sungguh dan saya pun mendengarnya dengan seksama, tetapi saya tahu betul, sebenarnya dia bermaksud lain. Dari semua pelajaran ini, prakteklah yang paling saya senangi. Seandainya Sam Hawkens tidak ada, saya begitu disibukkan oleh pekerjaan sehingga saya tidak bisa menyempatkan diri untuk berlatih ketrampilan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemburu prairie. Di samping itu kami berlatih secara diam-diam. Latihan ini selalu dilakukan di tempat yang sangat jauh dari perkemahan, sehingga orang lain tidak bisa melihat kami. Sam memang menginginkan demikian. Ketika suatu saat saya menanyakan alasannya, dia menjawab, "Semuanya demi Anda, Sir. Anda kurang terampil dalam perkara seperti itu, sehingga saya bahkan harus merasa malu dengan kemampuan Anda jika orang-orang lain melihat kita. Nah, sekarang Anda tahu alasannya, hihihihi. Camkanlah itu baik-baiki!" Akibatnya seluruh anggota kelompok menganggap saya tidak bisa memegang senjata atau berkelahi. Tetapi hal itu tidak membuat saya sakit hati. Meskipun ada kendala-kendala yang mengganggu pekerjaan kami seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, namun akhirnya pekerjaan kami mengalami kemajuan, sehingga mungkin seminggu lagi kami sudah bisa melanjutkan ke seksi berikutnya. Untuk menyampaikan hal itu, kami harus mengirim seorang kurir. Bancroft menjelaskan, bahwa dia akan melakukannya sendiri dengan membawa serta salah seorang westman sebagai pemandu. Penyampaian berita seperti itu sudah biasa, karena kami harus selalu berkomunikasi, baik dengan seksi sebelumnya maupun dengan seksi sesudahnya. Baru setelah itu saya tahu, bahwa insinyur yang menjadi pemimpin kami adalah seorang yang sangat rajin. Pada hari Minggu pagi ketika Bancroft akan berangkat, dia menganggap penting untuk mengadakan pesta perpisahan dengan acara minum-minum yang harus diikuti oleh semua orang. Saya sendiri tidak diundang dan Hawkens, Stone, dan Parker juga tidak memenuhi undangan itu. Pesta minum-minum itu berlangsung sangat lama dan baru berhenti ketika Bancroft mulai berbicara melantur. Para pengikutnya pun sama mabuknya seperti Bancroft. Untuk sementara tidak ada lagi pembicaraan mengenai perjalanan yang direncanakannya. Dalam kondisi mabuk, mereka selalu melakukan hal yang sama, menyelinap ke belakang semak-semak untuk tidur. Apa yang bisa diperbuat sekarang? Kurir harus berangkat dan para pemabuk itu tertidur sampai sore. Satu-satunya jalan terbaik, sayalah yang harus berangkat. Tetapi bisakah saya pergi? Saya yakin, selama empat hari kepergian saya, pekerjaan kami akan tertunda. Ketika saya berunding dengan Sam Hawkens tentang hal itu, dia menunjuk dengan tangannya ke arah barat dan berkata, "Anda tidak perlu berangkat, Sir. Anda bisa menitip pesan pada kedua orang yang datang itu ." Ketika memandang ke arah yang ditunjuk, saya melihat dua orang penunggang kuda sedang mendekati kami. Keduanya berkulitputih, yang seorang saya kenal sebagai scout (pencari jejak). Dia telah beberapa kali mengantar berita kepada kami dari seksi terdekat. Di sampingnya ada seorang penunggang yang lebih muda. Dia tidak berpakaian seperti seorang pemburu prairie. Saya belum pernah melihatnya, dan pergi menyambut mereka. Ketika sudah berhadapan, mereka menghentikan kudanya. Orang yang tidak saya kenal itu menanyakan nama saya. Ketika saya menyebutkannya, dia memperhatikan saya dengan pandangan ramah dan berkata, "Jadi, Anda pemuda Jerman yang mengerjakan semua pekerjaan di sini, sementara yang lain berbaring bermalas-malasan. Anda akan tahu, siapa saya kalau saya sebutkan nama saya, Sir! Nama saya White." White adalah nama kepala seksi terdekat di sebelah barat. Kami akan mengirim kurir kepadanya. Pasti dia sendiri mempunyai alasan, mengapa dia sendiri yang datang. Dia turun dari kuda, menjabat tangan saya dan melayangkan pandangannya ke arah perkemahan. Ketika dia melihat para pemabuk di belakang semak-semak dengan tong brandy, dia tersenyum sinis. "Mereka mabuk ?" tanya dia. Saya mengangguk. "Semua?" "Ya. Mr. Bancroft berniat ke tempat Anda, namun sebelumnya ada pesta kecil, pesta perpisahan dengan minum-minum. Saya akan membangunkan dia dan "Jangan!" dia memotong pembicaraan saya. Biarkan mereka tidur! Saya senang bisa bicara dengan Anda tanpa didengar oleh mereka. Marilah kita menyingkir dan jangan membangunkan mereka! Siapa ketiga pria yang berdiri di samping Anda?" "Sam Hawkens, Will Parker dan Dick Stone. Mereka adalah scout yang sangat handal." "Ah, Hawkens, pemburu kecil yang hebat itu. Dia seorang pemburu yang tangkas! Saya sudah mendengar tentang dia. Ketiganya boleh bergabung dengan kita." Saya menuruti perintah itu dan melambaikan tangan pada mereka. Kemudian saya bertanya, "Anda datang sendiri, Mr. White. Apakah ada sesuatu yang penting, yang Anda bawa untuk kami?" "Tidak ada, saya hanya ingin memeriksa dan saya juga ingin berbicara dengan Anda. Pekerjaan di seksi kami sudah selesai, sedangkan di seksi Anda belum." "Penyebabnya adalah medan yang sulit dan saya ingin ..." "Saya tahu, saya tahu!" dia memotong kalimat saya. "Saya sudah tahu semuanya. Kalau saja Anda tidak bekerja keras tiga kali lipat daripada yang seharusnya, maka pekerjaan Bancroft pasti masih belum maju." "Bukan begitu, Mr. White. Saya tidak tahu, bagaimana Anda bisa berpendapat keliru seperti itu. Saya bukan satu-satunya yang rajin. Itu memang kewajiban saya ." "Tenang, Sir, tenang! Ada kurir yang selalu membawa berita dari seksi Anda kepada seksi kami dan sebaliknya. Saya telah memancing keterangan dari mereka, tanpa mereka sadari. Anda sangat rendah hati, Anda ingin melindungi para pemabuk ini. Tetapi saya ingin mengetahui kebenarannya. Sekarang saya menyaksikan sendiri, bahwa Anda begitu baik untuk berterus terang tentang mereka. Karena itu, saya tidak akan menanyai Anda. Saya akan bertanya kepada Sam Hawkens saja. Mari kita duduk di sini!" Kami mendekat ke kemah. Dia duduk di rumput di depan kemah dan memberi isyarat dengan tangannya kepada kami agar melakukan hal yang sama. Ketika kami sudah duduk, dia mulai bertanya kepada Sam Hawkens, Stone dan Parker. Mereka menceritakan semua kebenaran kepada Mr. White tanpa melebih-lebihkan. Namun kadang-kadang saya memberikan komentar untuk menghaluskan kenyataan yang sebenarnya dan untuk membela rekan-rekan sekerja saya. Namun komentar-komentar saya tidak dihiraukan oleh Mr. White. Sebaliknya berkali-kali dia meminta saya agar jangan menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya. Kemudian setelah dia mengetahui semuanya, dia meminta saya untuk menunjukkan gambar-gambar dan catatan harian kami. Sebenarnya saya tidak mau memenuhi keinginannya. Tetapi agar dia tidak tersinggung saya melakukannya juga karena saya tahu dia bermaksud baik. Dia memeriksa semuanya dengan seksama dan ketika dia bertanya pada saya, saya tidak bisa berbohong bahwa saya sendirilah yang menggambar dan menulis. Nyatanya tidak seorang pun dari rekan kerja saya yang menggoreskan pena atau menuliskan sebuah huruf. "Tetapi dari catatan harian ini tidak terlihat, berapa jauh pengukuran yang dibuat oleh masing-masing," katanya. "Anda sudah terlalu baik terhadap teman-teman Anda." Ketika itu Sam Hawkens memperhatikan dengan wajah yang cerdik. "Rogoh saja sakunya, Mr. White! Di sana terdapat kaleng bekas ikan sardin. Ikan sardin sudah dikeluarkan dan kini di dalamnya diisi kertas-kertas. Pasti itu buku harian pribadi, kalau saya tidak salah. Isi buku harian itu pasti sangat berbeda dengan isi laporan resmi. Dalam laporan resmi dia menutup-nutupi kemalasan rekan-rekan sekerjanya." Sam tahu bahwa saya membuat catatan-catatan pribadi dan meletakkannya di dalam kaleng sardin yang sudah kosong. Saya merasa tidak enak karena Sam mengatakan hal itu. White meminta saya untuk menunjukkan catatan itu padanya. Apa yang harus saya lakukan? Pantaskah saya melindungi teman-teman yang memaksa saya harus membanting tulang untuk mereka tanpa pamrih, sementara mereka hanya diam saja? Saya tidak akan merugikan mereka. Selain itu rasanya tidak sopan menolak permintaan White. Karena itu, saya menyerahkan buku harian saya kepadanya, tetapi dengan syarat dia tidak boleh mengatakan kepada siapa pun tentang isinya. Dia membaca buku harian itu, mengembalikannya kepada saya dan berkata, "Sebenarnya saya harus membawa catatan-catatan ini dan menyerahkannya kepada orang yang berwenang. Rekan-rekan kerja Anda adalah orang-orang yang tidak mampu dan tidak layak dibayar satu dollar pun. Sebaliknya Anda, mestinya Anda dibayar tiga kali lipat. Tetapi, terserah Anda. Saya hanya minta perhatian Anda, sebaiknya Anda menyimpan catatan pribadi ini dengan baik. Kelak catatan ini akan sangat bermanfaat. Sekarang mari kita bangunkan orang-orang terhormat itu." Dia berdiri dan membuat keributan. Para gentlemen itu muncul dari balik semak dengan pandangan kosong dan wajah yang kusut. Bancroft hendak marah karena keributan itu menggangu tidurnya. Tetapi dia berubah sopan ketika saya mengatakan, bahwa Mr. White dari seksi terdekat datang. Keduanya belum pernah bertemu. Mula-mula Bancroft menawari tamunya segelas brandy. Tetapi dia menawari orang yang salah. White segera menggunakan tawaran ini sebagai alasan untuk menyindir. Sindiran seperti itu pasti belum pernah dilontarkan orang lain sebelumnya kepada Bancroft. Karena merasa heran dia diam sejenak, kemudian dia menghampiri White, memegang lengannya dan berteriak, "Tuan, katakan segera siapa nama Anda?" "Nama saya, White. Anda pasti sudah pernah mendengarnya." "Dan kedudukan Anda?" "Insinyur Kepala dari seksi terdekat." "Apakah ada seseorang di antara kami yang boleh memberi perintah di seksi Anda?" "Saya kira tidak." "Nah! Nama saya Bancroft dan saya Insinyur Kepala di seksi ini. Juga tidak seorang pun dari seksi Anda boleh memerintah saya, termasuk Anda, Mr. White." "Memang benar bahwa kedudukan kita sama," kata White dengan tenang. "Tidak seorang pun dari kita harus menerima perintah dari orang lain. Tetapi kalau yang seorang melihat bahwa yang lain itu merugikan usaha yang seharusnya dikerjakan bersama-sama, maka dia berkewajiban mengingatkan yang bersangkutan akan kesalahannya. Tampaknya waktu hidup Anda banyak dihabiskan bersama brandy. Saya hitung, di sini ada lima belas orang yang mabuk ketika saya tiba di sini dua jam yang lalu, dan ... " "Dua jam yang lalu?" Bancroft memotong pembicaraannya. "Jadi sudah lama Anda berada di sini?" "Memang, saya telah melihat peta-peta rancangan dan saya pun sudah mendapat penjelasan tentang siapa yang telah melakukannya. Ini memang benar-benar kehidupan pemalas. Hanya ada seorang yang mengerjakan seluruh pekerjaan, yaitu dia yang termuda di antara Anda semua!" Bancroft berpaling pada saya dan mendengus. "Pasti Andalah yang mengatakan hal itu dan bukan orang lain! Berbohonglah sekali lagi! Dasar pembohong, penghianat!" "Bukan," jawab White. "Rekan muda ini justru telah bertindak sebagai gentleman dan dia hanya mengatakan hal-hal yang baik tentang Anda. Malahan dia telah melindungi Anda. Saya sarankan, Anda meminta maaf padanya karena Anda telah menyebutnya pembohong dan penghianat." "Minta maaf? Tidak akan!" kata Bancroft sambil tertawa mengejek. "Greenhorn ini tidak bisa membedakan segitiga dari segi empat, tetapi dia berlagak seperti seorang surveyor. Pekerjaan ini belum selesai karena semua yang dia lakukan salah dan kami harus membetulkannya. Kalau dia memfitnah dan menjelek-jelekkan kami pada Anda, maka.. " Dia berhenti bicara. Berbulan-bulan saya bersabar dan membiarkan orang-orang ini seenaknya berpendapat tentang saya. Kini tiba saatnya untuk menunjukkan kepada mereka, bahwa mereka keliru. Saya memegang lengan Bancroft dan menjepitnya sekeras mungkin, sehingga dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena kesakitan. Lalu saya berkata, "Mr. Bancroft, Anda terlalu banyak minum brandy dan tidak bisa tidur. Saya yakin, Anda masih mabuk dan perkataan Anda tadi di luar kesadaran Anda." "Saya mabuk? Anda gila!" jawabnya. "Ya, mabuk! Karena kalau saya tahu Anda tidak mabuk dan dengan sengaja menggerutu seperti tadi, terpaksa saya harus membanting Anda ke tanah. Mengerti! Apakah Anda masih berani mengingkarinya?" Saya masih mencengkeram lengannya kuat-kuat. Tentu dia tidak pernah mengira saya akan melakukan hal itu. Sekarang saya melihat dia ketakutan. Namun dia bukan orang yang lemah. Ekspresi wajah saya tampaknya membuat dia kaget. Meskipun dia tidak mengakui bahwa dia masih mabuk, tetapi dia juga tidak berani menyanggahnya. Karena itu dia meminta bantuan pada pemimpin kedua belas westman yang bernama Rattler. Seharusnya orang itu pun harus membantu kami. "Mr. Rattler, Anda biarkan saja orang ini menyerang saya? Bukankah Anda di sini untuk melindungi kami?" Rattler berperawakan tinggi besar dan tampaknya memiliki tenaga tiga sampai empat orang lelaki. Dia seorang pria kasar dan sekaligus teman minum Bancroft yang paling setia. Dia tidak menyukai saya dan sekarang dengan senang hati dia memanfaatkan kesempatan itu untuk melawan saya. Dengan cepat dia menghampiri saya dan memegangi lengan saya seperti yang masih saya lakukan terhadap Bancroft. "Tidak, ini tidak bisa dibiarkan, Mr. Bancroft. Anak ini belum bisa memasang kaos kakinya dan sekarang mau mengancam orang dewasa serta menghina dan memfitnah mereka. Lepaskan tanganmu dari Mr. Bancroft, anak muda! Kalau tidak akan saya tunjukkan greenhorn macam apa kamu ini." Perintah ini ditujukan kepada saya. Dia mengguncang-guncang tangan saya. Itu lebih baik bagi saya karena dia seorang lawan yang lebih kuat daripada sang Insinyur Kepala. Kalau saya memukulnya, pasti hasilnya lebih baik daripada kalau saya memukul Bancroft. Itu akan menunjukkan bahwa saya bukan pengecut. Saya menarik lengan saya dari tangannya dan menjawab, "Saya seorang anak kecil, seorang greenhorn? Tarik kembali kata-kata Anda sekarang juga Mr. Rattler! Kalau tidak, saya akan membanting Anda ke tanah." "Anda hendak membanting saya?" dia tertawa. "Greenhorn ini benar-benar konyol, sehingga .. " Dia tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena saya meninju pelipisnya, sehingga dia limbung seperti sebuah karung jatuh dan terkapar pingsan. Beberapa saat kemudian suasana hening. Kemudian salah seorang kawan Rattler berteriak, "All devils! Apakah kita akan menonton saja Dutchman ini memukul pemimpin kita. Balas keparat ini!" Dia menyergap saya. Saya menyambutnya dengan sebuah tendangan ke arah perutnya. Cara ini akurat untuk menjatuhkan lawan, namun saya harus menjaga keseimbangan badan karena hanya bertumpu pada satu kaki. Orang itu roboh. Pada saat yang sama, saya menindih badannya dan saya meninju pelipisnya sampai dia pingsan. Kemudian saya cepat-cepat melompat, mengeluarkan kedua revolver dari ikat pinggang dan berteriak, "Siapa lagi, ayo maju!" Teman-temannya sebenarnya ingin membalaskan dendam karena kedua temannya yang terkapar. Mereka saling melempar pandang seolah-olah bertanya. Tapi saya memperingatkan! "Hei, dengarkan saya! Siapa berani melangkah ke arah saya atau mengambil senjata, akan saya tembak! Kalian mengira saya seorang greenhorn biasa seperti yang selalu kalian bayangkan. Akan saya buktikan bahwa seorang greenhorn Jerman dapat melawan dua belas westman macam kalian!" Ketika itu Sam maju dan berdiri di samping saya sambil berkata, "Dan saya, Sam Hawkens, ingin mengingatkan kalian, kalau saya tidak salah. Greenhorn muda dari Jerman ini berada di bawah perlindungan saya. Siapa berani menyentuh rambutnya sekali pun, sebutir peluru akan menembus tubuhnya. Kalian lihat bahwa saya sangat serius, hihihihi." Dick Stone dan Will Parker merasa berkewajiban untuk ikut berdiri di samping saya untuk menunjukkan bahwa mereka sependapat dengan Sam Hawkens. Tindakan mereka itu sangat berpengaruh pada pihak lawan. Mereka berpaling dari saya, menggumamkan umpatan dan ancaman serta mulai sibuk menyadarkan kedua rekannya yang pingsan. Bancroft menganggap bahwa yang paling aman baginya adalah masuk ke dalam kemah. White memandang saya dengan terheran-heran. Sekarang dia menggelengkan kepala dan berbicara dengan nada penuh keheranan. "Tetapi Sir, sungguh mengerikan! Saya tidak ingin berurusan dengan tangan Anda. Anda layak disebut Shatterhand, karena Anda telah merobohkan orang yang tinggi besar dengan sekali pukulan. Hal seperti itu belum pernah saya lihat sebelumnya." Julukan itu tampaknya membuat si Hawkens kecil merasa senang. Dia terkekeh-kekeh kegirangan, "Shatterhand, hihihihi! Seorang greenhorn mendapat julukan pahlawan perang bahkan sehebat itu! Ya, kalau seorang greenhorn di bawah asuhan Sam Hawkens, pasti dia menjadi orang besar, kalau saya tidak salah. Shatterhand, Old Shatterhand! Seperti Old Firehand, westman terkenal yang juga kuat seperti seekor beruang. Bagaimana pendapat kalian tentang nama ini, Dick, Will?" Saya tidak mendengar jawaban mereka karena saya harus memusatkan perhatian saya pada White. Dia menarik tangan saya dan menuntun saya ke pinggir lalu berkata, "Saya benar-benar suka pada Anda, Sir. Apakah Anda mau ikut dengan saya?" "Mau atau tidak, Mr. White, saya tidak boleh." "Mengapa?" "Karena kewajiban, saya harus tetap berada di sini." "Pshaw! Saya yang bertanggung jawab." "Itu tidak berguna bagi saya, kalau saya tidak bisa mempertanggungjawabkannya sendiri. Saya telah dikirim ke sini, untuk membantu mengerjakan seksi ini, dan saya tidak boleh pergi, karena kami belum selesai." "Bancroft akan menyelesaikannya bersama tiga rekannya." "Ya, tetapi kapan dan bagaimana? Tidak, saya harus tinggal." "Tetapi pikirkanlah, itu berbahaya bagi Anda!" "Mengapa?" "Anda masih bertanya juga? Anda seharusnya mengerti, bahwa orang-orang ini sudah menganggap Anda sebagai musuh." "Saya tidak menganggap mereka musuh dan saya tidak melakukan apa-apa terhadap mereka." "Benar, atau tepatnya sampai sebelum peristiwa tadi. Tetapi sekarang setelah Anda merobohkan dua di antara mereka, timbul permusuhan antara Anda dan mereka." "Mungkin. Tetapi saya tidak takut kepada mereka. Justru kedua pukulan saya tadi pasti telah membuat mereka segan terhadap saya. Selain itu mereka tidak akan berani menantang saya. Bagaimana pun Sam Hawkens, Stone dan Parker berpihak pada saya." "Terserah Anda. Keinginan manusia sangat muluk, meskipun sering juga menjerumuskannya. Sebenarnya saya dapat memanfaatkan Anda. Tetapi maukah Anda mengantarkan saya pulang beberapa kilometer saja?" "Kapan?" "Sekarang." "Anda mau segera berangkat, Mr. White?" "Ya, saya sudah tahu keadaan di sini, sehingga saya tidak perlu berlama-lama tinggal di sini." "Tetapi Anda harus makan dulu, sebelum berangkat, Sir!" "Tidak usah. Kami membawa bekal di dalam tas pelana." "Anda tidak ingin berpamitan dengan Bancroft ?" "Tidak." "Tetapi bukankan Anda datang ke sini untuk membicarakan masalah pekerjaan dengannya?" "Memang. Tetapi hal itu bisa juga saya katakan pada Anda. Bahkan Anda akan lebih paham daripada dia. Semula saya ingin mengingatkan dia tentang orang kulitmerah." "Apakah Anda melihat mereka?" "Tidak secara langsung, hanya dari jejak mereka. Kini sudah musimnya, mustang dan bison berpindah tempat, bergerak ke selatan. Pada saat itu orang kulitmerah meninggalkan kampungnya, untuk berburu dan mengumpulkan daging. Suku Kiowa tidak perlu ditakuti, karena sudah ada kesepakatan antara kita dengan mereka tentang rel kereta itu. Akan tetapi suku Comanche dan Apache belum tahu tentang itu. Karena itu kita tidak boleh terlihat oleh mereka. Untunglah, pekerjaan saya telah selesai dan saya akan meninggalkan daerah ini. Berusahalah agar Anda juga cepat selesai! Wilayah ini dari hari ke hari akan semakin berbahaya. Pasanglah pelana kuda Anda dan tanyakan Sam, apakah dia mau ikut?" "Tentu saja Sam mau." Sebenarnya hari ini saya mau bekerja. Tetapi ini hari Minggu. Pada hari ini setiap orang Kristiani berkumpul dan melaksanakan kewajiban agamanya, sekalipun mereka berada di hutan belantara. Karena itu saya tidak bekerja. Saya mendatangi kemah Bancroft dan mengatakan kepadanya, bahwa hari ini saya tidak akan bekerja karena bersama Sam Hawkens saya akan mengantar White. "Peduli amat dan semoga Anda celaka!" jawabnya. Saya tidak mengharapkan bahwa doa yang kejam itu terkabul dalam waktu dekat. Sudah berapa hari saya tidak menunggang kuda. Kuda saya meringkik kegirangan ketika saya memasangkan pelana. Kuda itu sangat tahan uji dan saya akan sangat senang mengabarkan hal ini kepada si tua Henry, sang pembuat senapan. Kami berkuda dengan riang di hari musim gugur yang indah sambil berbincang tentang rencana pembuatan keretaapi yang hebat itu dan tentang segala hal yang ada di dalam hati kami. White memberikan petunjuk penting kepada saya yang berkaitan dengan penyambungan rel ke seksinya. Menjelang siang hari kami berhenti di tepi sebuah mata air untuk menikmati makanan seadanya. Kemudian White bersama scoutnya melanjutkan perjalanan, sedangkan kami masih tinggal beberapa saat sambil berbaring untuk membicarakan hal-hal yang bersifat keagamaan. Hawkens ternyata pria yang saleh namun dia tidak mau memperlihatkannya kepada orang lain. Sesaat sebelum kami berangkat pulang, saya membungkukkan badan ke mata air untuk menciduk air dan minum dengan tangan. Saat itu saya melihat jejak telapak kaki dalam air yang bening. Tentu saja saya memberitahu Sam. Dia mengamati jejak kaki itu dengan seksama dan berkata, "Apa yang diperingatkan Mr. White kepada kita tentang Indian memang benar." "Sam, maksud Anda, jejak ini berasal dari seorang Indian?" "Ya, jejak mokassin (sepatu Indian). Bagaimana perasaan Anda, Sir?" "Saya sama sekali tidak merasakan apa-apa." "Fi! Anda pasti memikirkan atau merasakan sesuatu." "Apa yang harus saya pikirkan, selain seorang Indian telah datang ke sini." "Jadi Anda tidak takut ?" "Tidak." "Ya, Anda tidak mengenal orang kulitmerah." "Tapi saya berharap bisa berkenalan dengan mereka. Mereka pasti seperti manusia lain, seperti musuh-musuhnya dan teman-temannya. Karena itu saya tidak berniat memusuhi mereka. Jadi, saya kira, saya tidak perlu takut terhadap mereka." "Anda memang greenhorn, dan akan tetap begitu selamanya. Jangan yakin untuk dapat memperlakukan orang kulitmerah sebagaimana niat Anda itu. Kenyataannya akan sangat berbeda. Peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak akan bergantung pada keinginan Anda. Anda akan mengalaminya, saya harap pengalaman ini tidak harus dibayar dengan cedera atau bahkan nyawa Anda." "Kapan kira-kira Indian itu berada di sini?" "Kira-kira dua hari yang lalu. Kita akan lihat juga jejaknya di rumput, kalau tidak tertutup jejak lain." "Apakah mungkin seorang pengintai?" "Seorang pengintai bison, ya. Karena kini hubungan antar suku-suku di sini sedang baik, mungkin bukan seorang mata-mata perang. Orang itu sangat tidak hati-hati. Jadi mungkin masih sangat muda." "Mengapa?" "Seorang prajurit yang berpengalaman tidak akan menginjakkan kakinya ke dalam air seperti ini karena akan meninggalkan jejak berhari-hari lamanya. Ketololan seperti ini hanya dilakukan oleh seorang pandir semacam greenhorn kulitmerah, hihihihi. Sedang greenhorn kulitputih bertindak jauh lebih tolol lagi daripada greenhorn kulitmerah. Coba ingat itu baik-baik, Sir!" Dia terkekeh sendiri perlahan dan kemudian bangkit untuk naik ke kudanya. Sam yang baik memang suka sekali menunjukkan simpatinya kepada saya dengan cara menyebut saya bodoh. Sebenarnya kami bisa kembali melewati jalan yang kami tempuh tadi. Tetapi sebagai seorang surveyor, saya berkewajiban mempelajari seluruh wilayah kami. Karena itu kami membelok dulu sebentar dan kemudian menempuh jalan sejajar. Pada saat itu kami tiba di sebuah lembah yang agak lebar yang ditumbuhi rerumputan yang segar. Bukit-bukit di sekelilingnya tertutup semak-semak di bagian bawahnya dan hutan di bagian atasnya. Lembah itu lurus memanjang kira-kira setengah jam perjalanan, sehingga orang bisa memandangnya dari ujung ke ujung. Baru beberapa langkah kami berjalan di lembah yang indah itu, tiba-tiba Sam menghentikan kudanya dan memandang seksama ke depan. "Heigh-day!" Dia maju ke depan. "Itu mereka! Ya, benar, merekalah rombongan yang pertama." "Apa?" tanya saya. Saya melihat di kejauhan, sekitar delapan belas sampai dua puluh titik hitam yang sedang bergerak perlahan. "Apa?" dia mengulangi pertanyaan saya sambil bergerak-gerak mengikuti irama langkah kuda. "Mestinya Anda malu bertanya seperti itu! Oh ya, Anda kan seorang greenhorn, greenhorn yang luar biasa. Orang seperti Anda harus bisa melihat dengan jeli. Cobalah terka apa yang Anda lihat di depan itu, Tuan yang terhormat." "Menerka? Hm! Saya kira itu kijang, akan tetapi binatang itu tidak pernah bergerombol lebih dari sepuluh ekor. Namun, kalau saya perhatikan dari sini, binatang itu pasti lebih besar dari kijang." "Kijang, hihihihi!" dia tertawa. "Kijang di dekat mata air Canadian. Anda sungguh hebat! Tapi hal lain yang Anda katakan tadi juga tidak terlalu salah. Ya, binatang itu lebih besar dari kijang." "Kalau begitu, Sam, bisonkah itu?" "Tentu saja bison! Binatang itu bison, bison sungguhan. Mereka sedang berpindah tempat. Kawanan pertama yang saya lihat tahun ini. Anda tahu, Mr. White berkata benar: Bison dan orang Indian! Bukankah kita tadi melihat jejak kaki orang kulitmerah dan di depan kita ada sekawanan bison? Apa pendapat Anda tentang itu, heh, kalau saya tidak salah?" "Kita harus ke sana!" "Tentu saja!" "Mengamati mereka!" "Mengamati? Hanya mengamati?" tanyanya sambil memandang saya keheranan. "Ya, saya belum pernah melihat bison dan ingin mengamati binatang itu di sini." Saya sekarang merasakan antusiasme seorang ahli ilmu hewan. Bagi Sam hal itu aneh. Dia melipat kedua tangannya di dada dan tampak agak kecewa. "Mengintai, hanya mengintai. Sama seperti seorang anak kecil yang mengintai kelinci melalui celah kecil di kandangnya karena penasaran! Oh, greenhorn, apa yang harus saya lakukan terhadap Anda! Saya bukan hanya mengamati dan mengintip mereka, melainkan sya ingin berburu, benar-benar berburu!" "Hari ini, hari Minggu!" Pertanyaan saya itu terlontar begitu saja. Dia menjadi sangat marah dan berkata, "Tutup mulut Anda, Sir! Apa istimewanya hari Minggu bagi seorang pemburu sejati, apabila dia melihat bison di hadapannya. Berburu bison berarti mendapat daging, iya kan, daging dan yang lainnya, kalau saya tidak salah! Sekerat daging pinggang bison masih lebih lezat ketimbang Ambrosius atau Ambrosianna yang enak, atau apa pun nama makanan para dewa Yunani Kuno itu. Saya harus mendapatkan pinggang bison meskipun itu membahayakan jiwa saya! Kita melawan angin, itu baik. Di sini, di tebing lembah sebelah kiri ada sinar matahari sedangkan di sebelah kanan sana ada bayang-bayang. Kalau kita berlindung dalam bayang-bayang ini, kita tidak akan terlihat oleh binatang-binatang itu. "Ayo!" Dia memeriksa "Liddy"nya, memeriksa apakah kedua larasnya beres. Kemudian dia memacu kudanya ke dinding lembah sebelah selatan. Sambil mengikuti Sam, saya memeriksa senapan saya, si pembunuh beruang. Dia melihat ini dan segera saja menghentikan kudanya serta bertanya, "Anda mau ikut, Sir?" "Tentu saja!" "Kalau Anda selama sepuluh menit dari sekarang tidak merusak rencana ini, pasti semuanya akan aman. Bison bukan burung kenari yang dapat kita ajak bermain. Sebelum Anda berani melakukan aksi berbahaya, terlebih dahulu Anda harus mengumpulkan banyak pengalaman dengan melewati berbagai rintangan." "Tapi saya ingin ..." "Diam dan jangan membantah!" Dia memotong ucapan saya dengan nada yang belum pernah dia dengar. "Saya tidak ingin mencampuri kehidupan Anda. Hanya kematian yang akan Anda hadapi. Apa yang Anda inginkan itu, lakukan di lain waktu saja! Sekarang saya tidak mau dibantah!" Seandainya tidak ada hubungan baik di antara kami, niscaya saya akan menjawab dengan sangat kasar. Tapi saya diam saja dan terus berkuda perlahan-pelan mengikuti dia ke tempat yang teduh. Di tempat itu hutan semakin lebat. Ketika itu dia menjelaskan pada saya sambil berkata dengan nada yang lebih ramah, "Sebagaimana yang saya lihat tadi, ada dua puluh ekor. Tetapi Anda pun pernah lihat, ketika ribuan atau lebih banyak lagi melintasi sabana itu. Dulu saya melihat kawanan binatang yang terdiri dari sepuluh ribu ekor bahkan lebih banyak. Itu sumber makanan bagi Indian, dan orang kulitputih telah merampasnya dari mereka. Orang kulitmerah berhati-hati dengan binatang liar itu karena binatang itu adalah bahan makanan. Mereka hanya membunuh sebanyak yang mereka butuhkan. Lain halnya orang kulitputih. Mereka menembaki binatang itu dengan membabi buta seperti binatang buas yang sedang mengamuk, dan terus saja membunuhinya hanya untuk menumpahkan darah. Berapa lama hal itu akan berlangsung, sampai tidak ada lagi bison dan sebentar kemudian juga tidak ada lagi orang Indian. Inikah takdir Tuhan? Dan begitu pula halnya dengan kuda. Dulu ada rombongan mustang yang berjumlah ribuan ekor. Kini orang sudah merasa senang dan beruntung bila melihat seratus ekor kuda bersama-sama." Pada saat itu kami semakin dekat sampai kira-kira empat ratus langkah dari kawanan bison itu, tanpa terlihat oleh mereka. Hawkens menghentikan kudanya. Bison-bison itu sedang merumput di hulu. Di depan sekali berjalan seekor bison jantan yang sudah tua. Saya terpesona melihat tubuhnya yang besar. Tingginya pasti sampai dua meter, dan panjangnya mungkin tiga meter. Waktu itu saya belum bisa menaksir berat seekor bison, tapi sekarang ini saya berani mengatakan, bahwa bison ini kira-kira berbobot satu setengah ton, suatu bobot daging dan tulang yang luar biasa. Bison ini masuk ke dalam kubangan lumpur dan berguling-guling di sana dengan asyiknya. "Itu pemimpinnya," bisik Sam, "yang paling berbahaya dalam kawanan itu. Siapa berani menghadang dia, harus sudah siap menghadapi kematiannya. Saya akan mengambil bison betina, yang berada tepat di belakang sebelah kanan bison jantan itu. Perhatikan, di bagian mana saya akan menembaknya! Di bagian belikat menyamping terus ke jantung. Itulah yang terbaik. Namun, selain itu, satu-satunya tembakan yang paling aman adalah ke mata. Tapi hanya orang yang tidak waras menembak bison dari depan agar mengenai matanya! Anda tetaplah di sini, bersembunyilah bersama kuda Anda di dalam semak-semak. Kalau mereka melihat saya dan kemudian kabur, maka perburuan kita akan sia-sia. Jangan sekali-kali meninggalkan tempat ini sebelum saya kembali atau memanggil Anda." Dia menunggu sampai saya bersembunyi di antara dua belukar. Kemudian ia memacu kudanya, pertama-tama perlahan-lahan sekali dan tidak bersuara. Saya ingin sekali ikut berburu. Saya sudah sering membaca tentang perburuan bison. Karena itu bukan hal baru bagi saya. Tetapi ada perbedaan antara cerita di dalam buku dengan perburuan yang sebenarnya. Pada hari ini untuk pertama kalinya saya melihat bison dalam hidup. Satwa liar apakah yang telah saya tembak sampai saat ini? Dibandingkan dengan satwa besar dan berbahaya ini, belum satu pun, sama sekali belum. Pada waktu itu orang pasti mengira bahwa saya setuju dengan perintah Sam untuk tidak ikut berburu. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Sebelumnya saya hanya ingin mengamati dan mengintai. Sekarang saya merasakan dorongan yang kuat yang tidak terbendung untuk ikut berburu. Sam akan memburu bison betina muda, pfui! Menurut saya, untuk itu tidak diperlukan keberanian. Lelaki sejati akan memilih bison jantan terkuat ! Kuda saya menjadi sangat gelisah. Ia mendepak-depakkan kakinya ketakutan dan ingin melarikan diri, karena belum pernah melihat bison. Nyaris saya tidak mampu mengekangnya. Apakah tidak lebih baik kalau saya tembak saja bison jantan itu? Saya tidak merasa tegang sedikit pun, malah saya berpikir dengan sangat tenang, antara ya dan tidak. Akhirnya keadaanlah yang memutuskan. Sam telah mendekat ke kawanan bison itu hingga tiga ratus langkah. Kemudian dia memacu kudanya menuju kawanan itu dan melewati bison jantan yang besar itu untuk mencapai bison betina yang telah ditunjukkan pada saya. Bison betina itu terhenyak dan terlambat untuk melarikan diri. Sam sampai pada tempat bison itu. Saya lihat ia menembaknya ketika binatang itu lewat. Bison itu menggelepar dan menundukkan kepalanya. Saya tidak melihat apakah ia roboh atau tidak, karena mata saya tertarik pada pemandangan lain. Bison jantan raksasa sudah bangkit. Dia berpaling kepada Sam Hawkens. Betapa garangnya binatang itu! Kepalanya besar dan tebal, tengkoraknya bundar, jidatnya lebar dan dua tanduknya yang pendek tetapi kuat mencuat ke atas. Surai yang lebat dan kusut membungkus leher dan dadanya. Pundaknya yang tinggi memberi kesan atau gambaran sempurna tentang kekuatan alam yang dahsyat. Ya, mahluk itu teramat berbahaya. Sorot matanya menantang manusia yang ingin mengukur kemampuannya terhadap kekuatan hewan ini. Saya tidak tahu, apakah saya mau atau tidak. Atau barangkali kuda putih saya akan membawa saya kabur? Dia melompat keluar dari semak-semak dan hendak ke kiri. Tetapi saya paksa dia membelok ke kanan dan menuju ke arah bison jantan itu. Bison itu mendengar saya datang, lalu berpaling ke arah saya. Sambil memandang saya, ia menundukkan kepalanya untuk menyambut kuda cantik dan penunggangnya dengan tanduknya. Saya mendengar Sam berteriak keras. Namun saya tidak punya waktu untuk berpaling ke arahnya. Menembak bison itu tidak memungkinkan, pertama karena dia tidak berdiri pada sasaran tembak saya, dan kedua kuda saya akan berontak. Karena ketakutan kuda itu melompat tepat ke arah tanduk yang sedang mengancam. Bison itu melangkahkan kaki belakangnya ke samping dan dengan hentakan keras ia mengangkat kepalanya ke atas untuk menusuk kuda saya. Dengan segala daya saya berhasil sedikit mengelakkan kuda saya. Dia melesat dengan suatu lompatan ke atas bagian belakang bison itu, sementara pada saat yang sama tanduknya nyaris menyentuh kaki saya. Lompatan kami jatuh tepat ke dalam kubangan lumpur, tempat bison itu berguling-guling. Untunglah, saya melihat itu dan melepaskan kaki dari sanggurdi, karena kuda saya tergelincir dan kami pun roboh. Bagaimana hal itu bisa terjadi begitu cepat, bagi saya masih teka-teki. Selanjutnya saya sudah berdiri, tepat di pinggir kubangan itu dengan tangan memegang senapan kuat-kuat. Bison itu telah berbalik kepada kami dan melompat dengan hentakan liar ke arah kuda saya yang telah bangkit dan hendak melarikan diri. Pada saat itu terbuka peluang bagi saya untuk menembak dari samping. Saya membidik. Sekaranglah saatnya si Pembunuh Beruang yang berat itu harus dicoba untuk pertama kalinya. Masih satu lompatan lagi bison itu dapat mencapai kuda saya. Saya kemudian melepaskan tembakan. Bison itu terdiam. Apakah karena kaget atau karena tembakan saya mengenai sasaran, saya tidak tahu. Segera saya lepaskan lagi tembakan kedua. Pelan-pelan ia mengangkat kepalanya dan mengeluarkan lenguhan panjang dengan sekuat tenaga. Kemudian berjalan terhuyung-huyung dan roboh di atas tempat ia berdiri. Karena senang sebenarnya saya ingin bersorak atas kemenangan yang tidak mudah ini. Namun ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan. Kuda saya berlari ke arah kanan tanpa penunggang, sementara saya melihat Sam Hawkens sedang berpacu di pinggiran lembah, dikejar oleh seekor bison jantan yang tidak kalah besar dari bison yang saya tembak tadi. Orang harus tahu, kalau marah bison tidak akan melepaskan lawannya dan dapat berlari mengimbangi seekor kuda. Dalam situasi seperti itu, bison bisa beringas, gesit dan tidak mudah dikalahkan seperti yang dibayangkan orang. Demikian juga bison jantan itu berusaha mengejar Sam. Untuk bisa lolos, Hawkens harus berubah-ubah arah. Hal itu melelahkan kudanya. Bagaimanapun kuda itu tidak sekuat bison. Karena itu saya harus segera menolongnya. Saya tidak punya waktu untuk memeriksa apakah bison yang saya tembak tadi betul-betul mati atau belum. Saya cepat-cepat mengisi kedua laras Pembunuh Beruang dan berlari menyeberangi lembah. Sam melihat ini. Dia ingin menyongsong bantuan saya dan mengendalikan kudanya ke arah saya. Dia salah besar, karena dengan cara itu kuda Sam dalam posisi melintang di depan bison jantan yang tidak jauh di belakangnya. Saya melihat bison itu merundukkan kepalanya dan menanduk satu kali saja kemudian mengangkat kuda itu beserta penunggangnya tinggi-tinggi. Ketika mereka jatuh ke tanah, bison itu tidak melepaskan lawannya tapi terus menusukkan tanduknya yang dahsyat sambil mengibas-ngibaskan kepalanya. Sam berteriak sekuat tenaga meminta tolong. Saya masih berada kira-kira seratus lima puluh langkah dan tidak boleh terlambat sedetik pun. Tembakan saya seyogyanya dilepas dari jarak yang lebih dekat, tapi kalau saya ragu maka Sam bisa terbunuh. Kalau tembakan saya tidak mengena, setidaknya saya masih bisa mengalihkan perhatian bison itu dari Sam ke saya. Karena itu saya berhenti, membidik belikat bison itu dan melepaskan tembakan. Bison itu mengangkat kepalanya dengan sebuah hentakan, seolah-olah ia mau pasang telinga dan perlahan-lahan berbalik. Pada saat itu ia melihat saya kemudian menyerang. Namun kecepatannya sudah berkurang. Itu menguntungkan saya. Saya dapat mengisi lagi peluru dengan cepat. Ketika hewan itu tinggal tiga puluh langkah lagi ke arah saya, pengisian sudah selesai. Ia tidak bisa lagi berlari, hanya berjalan pelan-pelan. Dengan kepala yang tertunduk rendah dan dengan mata yang merah karena kesakitan, ia melotot buas dan menuju ke saya. Semakin dekat dan semakin dekat seperti sebuah malapetaka besar yang tidak dapat dihentikan. Kemudian saya berlutut dan membidikkan senapan. Gerakan saya itu membuat bison itu berhenti dan mengangkat kepalanya sedikit agar dapat melihat saya lebih baik dan lebih jelas lagi. Itu membuat matanya yang buas melotot ke depan, ke kedua laras senapan saya. Saya lepaskan satu tembakan ke matanya yang kanan, dan satu lagi ke mata kirinya. Binatang itu menggelepar dan robohlah ke tanah. Saya melompat untuk melihat Sam. Tapi ternyata tidak perlu karena saya lihat dia berlari mendatangi saya. "Hallo," saya berseru padanya. "Anda selamat? Anda tidak terluka parah?" "Sama sekali tidak," jawab dia. "Hanya pinggang saya sebelah kanan sakit karena terjatuh, atau mungkin yang kiri, kalau saya tidak salah. Saya tidak tahu pasti." "Dan kuda Anda?" "Di sana. Ia masih hidup, tapi bison itu telah merobek seluruh perutnya. Untuk mengurangi penderitaannya, kita harus menembaknya. Binatang malang! Apakah bison itu mati?" "Saya harap begitu, mari kita periksa." Kami periksa dia dan merasa yakin bahwa bison itu sudah mati. Pada saat itu Hawkens berkata sambil menarik nafas panjang, "Bison tua yang brutal ini telah menyulitkan saya! Ia seharusnya lebih sopan pada saya. Tentu saja, bison tidak bisa dituntut bersikap seperti perempuan, hihihihi!" "Bagaimana ia bisa menyerang Anda ?" "Apakah Anda tidak lihat ?" "Tidak." "Begini, saya menembak bison betina. Karena kuda saya sedang melaju cepat, saya baru bisa menghentikannya persis ketika ia menabrak bison ini. Itu membuat dia marah dan mengejar-ngejar saya. Cepat-cepat saya tembakkan peluru dari kedua laras 'Liddy'." Namun ternyata meleset, karena itu ia semakin menjadi dan saya tidak bisa mengelak. Ia terus mengejar-ngejar sehingga saya tidak bisa mengisi peluru. Karena senapan itu tidak ada gunanya lagi, saya membuangnya agar tangan saya menjadi bebas dan bisa mengendalikan kuda dengan lebih baik, kalau saya tidak salah. Kuda malang itu telah berbuat sebaik mungkin, tapi tidak bisa menyelamatkan diri." "Karena Anda terakhir kali berubah arah dengan cepat dan fatal. Seyogyanya Anda berjalan memutar. Niscaya kuda itu akan selamat." "Selamat? Anda berbicara seperti seorang senior. Greenhorn biasanya tidak bicara seperti itu." "Pshaw! Greenhorn juga punya sisi baik!" "Ya, kalau tidak karena Anda, pasti sekarang saya terkapar dan terkoyak-koyak seperti kuda saya. Mari kita lihat kuda itu." Kami lihat keadaannya menyedihkan. Ususnya keluar dari perutnya yang robek. Ia mengerang kesakitan. Sam mengambil senapannya yang tadi dibuang, mengisi peluru dan menembakkannya pada kudanya untuk mengakhiri penderitaannya. Kemudian ia melepas tali kekang dan pelananya dan berkata, "Gara-gara lari dikejar bison, sekarang saya harus menyandang pelana seperti kuda juga." "Ya. Di mana Anda akan memperoleh kuda pengganti?" tanya saya. "Itu tidak begitu saya khawatirkan. Saya akan menangkap seekor lagi, kalau saya tidak salah." "Seekor mustang?" "Ya. Bison-bison itu di sana, mereka memulai perjalanannya ke selatan[Dalam musim gugur bison dan mustang berpindah ke selatan mencari hawa hangat, dan kembali ke utara pada musim semi, demikian seterusnya.]. Pada saat itu mustang akan segera tampak. Saya hafal itu." "Boleh saya ikut menangkap mustang itu ?" "Tentu saja. Anda juga harus belajar berburu mustang. Sekarang mari kita pergi. Kita akan akan memeriksa bison jantan tua itu. Mungkin ia masih hidup. Methussalem[Tokoh dalam Alkitab yang disebut-sebut sangat tua.] seperti itu biasanya mempunyai nyawa yang sangat alot." Kami pergi ke sana. Hewan itu sudah mati. Kini karena ia terbaring kaku, orang dapat mengukur bentuk kolosalnya lebih baik lagi secara langsung daripada sebelumnya. Sam memandang saya dan bison itu bergantian. Wajahnya tampak sangat takjub. Kemudian menggelengkan kepala dan berkata, "Ini tidak bisa dijelaskan. Sama sekali tidak bisa dijelaskan! Tahukah Anda, di bagian mana Anda telah menembaknya ?" "Di mana?" "Tepat pada tempat yang semestinya. Bison ini sudah tua sekali. Kalau saya, akan berpikir dulu sepuluh kali sebelum berani berkelahi dengannya. Tahukah Anda. Seperti apa Anda ini, Sir?" "Seperti apa?" "Orang paling ceroboh." "Oho." "Ya, orang paling ceroboh di muka bumi ini." "Kecerobohan tidak pernah menjadi kesalahan saya." "Jadi, Anda sekarang suka ceroboh, paham! Saya kan sudah memberi perintah agar Anda tidak ikut campur dengan urusan bison dan agar tetap sembunyi di dalam semak belukar. Mengapa Anda tidak menurut?" "Saya sendiri tidak tahu." "Jadi! Anda melakukan sesuatu tanpa tahu alasannya. Apakah itu tidak ceroboh?" "Saya rasa tidak. Pasti ada alasan penting." "Kalau begitu Anda harus tahu itu!" "Mungkin alasannya karena Anda memerintah saya dan saya tidak bisa diperintah." "Oh! Kalau orang bermaksud baik kepada Anda dan memperingatkan Anda terhadap suatu bahaya, Anda dengan sengaja membangkang, menerjunkan diri dalam bahaya itu?" "Saya datang ke daerah Barat bukan untuk menghindari bahaya yang saya jumpai." "Baiklah. Tapi Anda masih greenhorn dan Anda harus berhati-hati. Karena Anda tidak mematuhi saya, mengapa Anda tadi justru menembak bison raksasa ini dan bukannya bison betina?" "Karena lebih ksatria." "Lebih ksatria! Greenhorn ini mau menjadi ksatria, kalau saya tidak salah, hihihihi!" Dia tertawa sambil memegangi perutnya dan masih sambil tertawa dia melanjutkan, "Kalau Anda benar-benar ingin bertindak sebagai pahlawan, jadilah pahlawan 'Toggenburg' saja. Untuk menjadi pahlawan 'Bayard atau Roland' Anda tidak punya bakat. Anda menyukai bison betina dan setiap malam duduk dalam remang sinar bulan untuk menunggu sampai binatang itu menampakkan diri dan turun ke lembah. Bahkan semalaman Anda dapat duduk tenang seperti mayat dan menjadi santapan coyote (serigala prairie) dan burung pemakan bangkai. Jika seorang westman sejati melakukan sesuatu, dia tidak bertanya apakah yang dia lakukan bersifat ksatria atau tidak. Dia hanya bertanya apakah itu bermanfaat baginya atau tidak." "Itulah masalahnya." "Masalahnya? Mengapa?" "Saya memilih bison jantan itu, karena dagingnya lebih banyak daripada yang betina." Lama ia memandangi muka saya kebingungan dan kemudian berteriak, "Lebih banyak daging ? Anak muda ini telah menembak bison jantan di sini karena dagingnya hihihihi! Saya bahkan yakin Anda meragukan keberanian saya karena hanya memburu bison betina." "Bukan begitu, meskipun memang saya anggap lebih gagah memilih seekor binatang yang kuat." "Dan makan daging bison tua? Bukan main pintarnya Anda, Sir? Bison tua itu pasti telah berumur delapan belas sampai dua puluh tahun. Tubuhnya terdiri dari kulit, tulang belulang, urat dan otot. Dagingnya yang ada tidak bisa lagi disebut daging, karena sangat alot seperti kulit yang telah disamak. Walaupun Anda seharian memanggangnya atau memasaknya, Anda tidak dapat mengunyahnya. Setiap westman yang berpengalaman lebih suka bison betina ketimbang yang jantan karena dagingnya empuk dan gurih. Kini semakin jelas, greenhorn macam apa Anda ini. Tadi saya tidak punya waktu untuk menjaga Anda." "Bagaimana serangan Anda yang ceroboh terhadap bison itu terjadi?" Saya ceritakan kepada dia. Ketika saya selesai, dia terbelalak, sekali lagi menggelengkan kepalanya dan menyuruh saya, "Pergilah ke bawah sana, dan ambillah kuda Anda! Kita memerlukan kuda itu untuk mengangkut daging yang akan kita bawa pulang." Saya mengikuti perintahnya. Jujur saya katakan, saya merasa kecewa atas sikapnya. Dia tidak mengatakan satu patah kata pun setelah mendengarkan penjelasan saya. Sebenarnya saya sudah yakin akan mendapatkan pengakuan darinya meskipun hanya sedikit. Dia tidak mengatakan apa-apa, malah menyuruh saya pergi untuk mengambil kuda saya. Meskipun demikian saya tidak jengkel padanya karena saya bukanlah orang yang melakukan sesuatu demi pujian. Ketika saya membawa kuda itu, Sam sedang berlutut di samping bison betina yang terlentang di depannya. Dia memotong bagian paha bison itu, kemudian memisahkan daging dari kulit dan tulangnya dengan cekatan dan memotong lagi di bagian pinggang. "Nah," kata dia. "Ini untuk dipanggang malam ini. Kita sudah lama tidak makan daging panggang. Daging pinggang ini kita muat ke atas kuda Anda, diikatkan di atas pelana dengan tali kekang. Daging ini hanya untuk saya, Anda, Will dan Dick. Kalau yang lain juga mau, mereka bisa berkuda ke sini dan mengambil sisa daging bison betina ini." "Kalau tidak, dimakan burung bangkai dan binatang liar lainnya." "Begitu? Alangkah pintarnya Anda! Tentu saja begitu. Akan kita tutupi dengan ranting-ranting dan batu di atasnya. Hanya beruang atau binatang besar lainnya yang bisa membongkarnya." Karena itu saya memotong cabang-cabang yang berat dari semak-semak di sekitar dan kemudian mengambil beberapa batu yang besar. Kami menimbun bison betina itu dan memuat daging tadi ke atas kuda. Dalam pada itu saya bertanya, "Bagaimana dengan bison jantan itu?" "Bison jantan? Apa manfaatnya?" "Tidak dapatkah kita memanfaatkannya sedikit pun?" "Sama sekali tidak!" "Juga kulitnya?" "Apakah Anda bisa menyamak kulit ? Kalau saya tidak." "Tapi saya pernah membaca, bahwa kulit bison buruan dapat disimpan dalam caches[tempat pengumpulan dan penyimpanan kulit sebelum diperjual-belikan] "Oh, itu sudah Anda baca? Ya, kalau Anda sudah membaca, pasti itu benar adanya, hihihihi! Memang ada sejumlah westman yang memburu binatang demi kulitnya. Saya juga pernah melakukannya. Tapi sekarang kita tidak tergolong westman seperti itu dan kita tidak usah repot-repot dengan kulit yang berat ini." Kami melanjutkan perjalanan dan setengah jam kemudian sudah sampai di perkemahan meskipun dengan berjalan kaki, karena perkemahan ini tidak jauh dari lembah tempat saya pertama kali menembak mati bison, atau tepatnya kedua bison buruan saya yang pertama. Kedatangan kami yang berjalan kaki dan tanpa kuda milik Sam menimbulkan keheranan. Kami ditanyai sebab musababnya. "Kami memburu bison dan kuda saya dirobek perutnya oleh seekor bison jantan," jawab Sam Hawkens. "Berburu bison, bison, bison!" kata itu terdengar dari mulut semua orang. "Di mana, di mana?" "Hanya setengah jam dari sini. Kami membawa daging pinggang. Kalian bisa mengambil sisanya." "Kami akan mengambilnya. Ya, kami ambil...," seru Rattler. Dia mengatakannya seolah-olah di antara dia dan saya tidak terjadi apa-apa. "Di mana tempatnya?" "Kalian berkuda saja dan ikuti jejak kami. Pasti kalian akan menemukannya. Kalian kan punya banyak mata, kalau saya tidak salah." "Berapa ekor tadi bisonnya?" "Dua puluh." "Dan berapa yang Anda tembak?" "Seekor betina." "Hanya itu? Yang lainnya ke mana?" "Lari. Kalian bisa mencari bison-bison itu. Saya tidak ambil pusing, ke mana mereka pergi, dan saya juga tidak bertanya pada binatang-binatang itu, hihihihi." "Tapi hanya seekor betina! Dua orang pemburu, dan dari dua puluh bison hanya tertembak satu!" sela seseorang dengan nada yang menghina. "Kalau Anda bisa, tembaklah lebih banyak, Sir! Sebenarnya Anda bisa menembak semua binatang itu, bahkan lebih banyak lagi. Kalau kalian ke sana, selain bison betina itu, masih ada dua bison jantan tua yang berhasil ditembak gentleman muda ini." "Bison jantan. Yang sudah tua!" seru orang-orang di sekeliling. "Menembak bison jantan dua puluh tahunan, greenhorn macam mana yang melakukan ketololan itu!" "Demi saya, jangan kalian tertawakan dia, Mesch'schurs. Kalian lihatlah dulu kedua bison jantan itu! Saya katakan pada kalian, bahwa dia melakukan itu untuk menyelamatkan jiwa saya." "Jiwa? Mengapa?" Mereka penasaran dan ingin mendengarkan cerita petualangan. Namun dia tidak mau bercerita, "Saya tidak mau bicara tentang itu sekarang. Biar dia sendiri yang cerita. Kalau kalian pintar, ambillah dulu daging bison itu sebelum malam tiba." Dia benar. Matahari telah condong ke barat dan tidak lama lagi malam pasti tiba. Karena selain itu juga mereka tahu, bahwa saya tidak akan mau cerita, maka mereka pun naik ke atas kudanya masing-masing dan berangkat. Saya katakan semuanya karena tak seorang pun mau tinggal. Mereka tidak saling percaya. Jika hal itu terjadi pada para pemburu yang memiliki rasa setia kawan, binatang buruan yang ditembak akan menjadi milik bersama. Tetapi semangat kebersamaan itu tidak ada pada orang-orang ini. Ketika mereka kembali, saya mendengar betapa buasnya mereka dalam menyerbu bangkai bison betina itu. Setiap orang berusaha mendapatkan dagingnya sebanyak dan sebaik mungkin sambil cekcok dan mengutuk. Ketika berangkat, kami menurunkan daging pinggang dari pelana kuda saya dan menuntun kuda itu ke tepi untuk melepas tali kekang dan mengikatnya pada patok. Dalam pada itu, saya tenang saja. Karena itu Sam punya kesempatan untuk menceritakan petualangan kami pada Parker dan Stone. Antara tempat saya dan tempat mereka berdiri terhalang oleh tenda, sehingga mereka tidak melihat saya ketika saya mendekat lagi ke arah mereka. Ketika saya hampir mencapai tenda itu, saya mendengar Sam berbicara, "Kalian dapat mempercayai saya, apa yang saya katakan ini benar. Pemuda itu justru melawan bison jantan yang paling besar dan paling kuat. Dia menembaknya sampai mati seperti pemburu bison senior dan berpengalaman! Tentu saja, saya berpura-pura menganggap tindakannya itu ceroboh, dan tentu saja saya memarahinya. Tapi saya tahu, bagaimana sebenarnya sikap saya terhadap dia." "Saya juga," sela Stone. "Dia akan menjadi westman yang tangkas." "Dan pasti tidak lama lagi," saya mendengar Parker menukas. "Yes," kata Hawkens. "Tahukah kalian gents, dia berbakat untuk itu, terlahir sebagai orang baik, westman sejati. Selain itu kekuatan tubuhnya! Bukankah kemarin dia menyingkirkan kereta pedati itu sendirian tanpa bantuan orang lain! Di mana ada dia, semuanya beres. Tapi maukah kalian berjanji satu hal pada saya?" "Apa?" tanya Parker. "Jangan sampai dia tahu, apa yang kita pikirkan tentang dia." "Mengapa tidak?" "Karena dia bisa besar kepala." "Oh tidak!" "Oh, iya! Dia pemuda yang sangat rendah hati dan sama sekali tidak sombong. Tetapi memujinya tetap saja salah. Pujian dapat merusak karakter terbaiknya. Kalian harus tetap saja menyebut dia greenhorn. Dia kan memang greenhorn meskipun dia memiliki semua sifat yang harus dimiliki westman yang tangkas, sifat-sifat itu belum terlatih. Dia masih harus banyak menimba pengalaman dan berlatih." "Apakah kamu tidak berterima kasih padanya? Bukankah dia sudah menyelamatkan jiwamu?" "Saya tidak mau!" "Apa kata dia nanti!" "Saya tidak peduli, kalau saya tidak salah. Tentu saja dia akan menganggap saya seorang bajingan yang tidak tahu berterima kasih. Tapi ini masalah lain. Masalah utamanya adalah dia tidak boleh menjadi sombong. Dia harus tetap seperti semula. Sebenarnya saya tadi ingin sekali memeluk dan menciumnya." "Fi!" seru Stone, "dicium oleh kamu? Mungkin kalau hanya dipeluk, orang masih mau. Tapi kalau dicium pasti dia tidak mau!" "Masa tidak mau? Mengapa?" tanya Sam. "Mengapa? Apa kamu belum pernah bercermin atau melihat wajahmu yang manis di dalam air yang jernih? Wajahmu, jenggotmu dan hidungmu! Wow, barang siapa yang mau mendaratkan bibirnya di wajahmu, pasti dia sedang pusing tujuh keliling atau otaknya tidak waras." "Ah, masa! Hm! Itu kedengarannya sangat ramah. Saya memang pria jelek. Kamu sendiri bagaimana? Ganteng ya? Kamu juga tidak mau kan! Saya jamin kalau kita berdua ikut lomba ketampanan, saya akan mendapatkan hadiah pertama, sedangkan kamu tidak akan dapat hadiah, hihihihi! Tapi ini bukan topik kita sekarang. Kita berbicara tentang greenhorn itu. Saya tidak berterima kasih padanya dan tidak akan. Tapi, kalau daging pinggang itu sudah matang, dia harus mendapat bagian yang paling baik dan gurih. Saya sendiri yang akan memotongnya. Dia layak mendapatkan itu. Tahukah kalian, apa yang akan saya lakukan besok?" "Apa?" tanya Stone. "Menyenangkan dia." "Dengan apa?" "Dia boleh menangkap mustang." "Kamu mau berburu mustang?" "Ya. Saya harus memiliki kuda baru. Saya pinjam kudamu untuk berburu. Karena sekarang ini bison telah tampak, maka mustang pun akan datang. Saya pikir, saya hanya perlu turun ke padang prairie tempat kita kemarin dulu mematok dan mengukur rel kereta. Di sana pasti ada mustang, segera setelah kuda-kuda liar itu sampai di kawasan ini." Saya tidak terus nguping, tapi kembali melalui semak belukar untuk menghampiri ketiga pemburu itu dari sisi lain. Mereka tidak boleh tahu, bahwa saya tadi mendengar apa yang tidak seharusnya saya dengar. Api dinyalakan. Pada kedua sisi perapian itu ditancapkan dua buah ranting bercabang. Kedua ranting itu kuat dan keras sehingga bisa digunakan sebagai tiang penyangga untuk memanggang daging. Ketiga pemburu itu mempersembahkan seluruh daging pinggang pada saya dan mulailah Sam Hawkens membolak-balik tusukan-tusukan itu perlahan-lahan dengan trampil. Wajahnya yang nampak sangat bahagia secara diam-diam membuat saya senang. Ketika yang lain kembali dengan membawa daging, mereka menyalakan api seperti kami. Tentunya mereka tidak tenang dan rukun seperti kami. Karena setiap orang ingin memanggang daging untuk dirinya sendiri, sehingga tempatnya menjadi tidak cukup, dan akibatnya mereka memakan porsinya setengah matang. Saya benar-benar mendapat bagian yang paling bagus, beratnya kira-kira satu setengah kilogram dan saya makan sampai habis. Meskipun begitu orang tidak menganggap saya rakus. Sebaliknya saya selalu makan lebih sedikit daripada yang lain yang berada dalam kondisi seperti saya. Tapi bagi seseorang yang tidak tahu atau tidak mengalami sendiri dan tidak ikut serta, hampir tidak bisa dipercaya bahwa seorang westman harus makan banyak daging kalau dia ingin bertahan hidup. Manusia memerlukan sejumlah putih telur dan karbohidrat selain zat-zat lainnya yang diperlukan tubuh. Keduanya harus disediakan dalam komposisi yang benar, kalau dia hidup di daerah yang beradab. Westman yang berbulan-bulan lamanya keluar masuk daerah yang tidak berpenghuni, hidupnya hanya dari daging yang hanya sedikit mengandung karbohidrat. Karena itu dia harus makan dengan porsi besar untuk memberi sejumlah karbohidrat yang diperlukan oleh tubuhnya. Baginya tidak ada pengaruhnya jika dia makan banyak putih telur walaupun tidak sehat. Saya pernah lihat seorang pemburu makan empat kilogram daging sekaligus, dan ketika saya tanya dia, apakah dia kenyang, dia menjawab sambil tersenyum. Seharusnya begitu, karena saya sudah tidak punya lagi. Kalau Anda mau memberi saya sebagian dari punya Anda, maka saya akan segera menyikatnya sampai habis. Selama makan para westman itu berbincang-bincang tentang perburuan bison tadi. Sebagaimana yang saya dengar, ketika mereka melihat kedua bison jantan itu, mereka menganggap saya telah bertindak bodoh. Keesokan harinya saya berpura-pura akan pergi bekerja. Sam datang menghampiri saya dan berkata, "Simpan saja peralatan Anda, Sir. Ada sesuatu yang lebih menarik untuk dikerjakan." "Apa?" "Anda akan tahu nanti. Siapkanlah kuda Anda. Kita pergi berkuda." "Jalan-jalan? Pekerjaan di sana harus didahulukan!" "Pshaw! Anda sudah membanting tulang. Selain itu, saya kira kita sudah akan kembali siang hari. Setelah itu Anda mengukur dan menghitung sesuka hati Anda." Saya melapor dulu kepada Bancroft dan kemudian berangkat. Di perjalanan Sam berperilaku sangat misterius, dan saya pun tidak mengatakan padanya, bahwa saya sudah tahu tujuannya. Perjalanan ditempuh melalui lintasan yang sudah kami ukur sampai di padang prairie yang telah ditandai Sam kemarin. Prairie itu lebarnya kira-kira tiga kilometer, panjangnya dua kali lipat dan dikelilingi bukit yang berhutan lebat. Karena dilalui aliran sungai yang agak besar, udaranya cukup lembab dan karena itu di sana tumbuh rerumputan dengan subur. Di sebelah utara orang bisa mencapai padang prairie ini diapit di antara dua gunung, dan di sebelah selatan hamparan prairie berbatasan dengan sebuah lembah yang menuju ke sini. Ketika kami tiba di sana, Hawkens berhenti dan memperhatikan dataran dengan pandangan menyelidik. Kemudian kami berkuda lagi ke arah utara di tepi sungai kecil itu. Tiba-tiba dia mengeluarkan seruan, mengekang kudanya yang tentu saja bukan miliknya melainkan pinjaman, kemudian turun dan melompati sungai kecil itu dan pergi ke suatu tempat yang rumputnya sudah terinjak orang. Dia memeriksa daerah itu kemudian kembali lagi, dan naik lagi ke atas pelana, lalu berpacu lagi, namun tidak ke arah utara seperti sebelumnya, melainkan ke arah kanan, sehingga kami mencapai tepi barat prairie beberapa saat setelahnya. Di sini dia turun lagi dan membiarkan kudanya merumput, tapi dia mengikatnya dengan seksama. Sejak memeriksa jejak itu, dia tidak berbicara sepatah kata pun. Namun pada wajahnya yang berjenggot terpancar kesan puas seperti sinar matahari di atas hutan yang lebat. Sekarang dia memerintah saya, "Turunlah Sir, dan ikatlah kuda Anda itu kuat-kuat! Kita akan menunggu di sini." "Mengapa harus diikat kuat-kuat?" tanya saya, meski saya tahu baik alasannya. "Karena kalau tidak, kuda Anda bisa hilang. Saya telah melihat berkali-kali, bahwa pada kesempatan seperti ini kuda akan melarikan diri." "Kesempatan yang bagaimana?" "Apa Anda tidak tahu?" "Hm!" "Cobalah tebak!" "Mustang?" "Hei, kok tahu?" tanya dia sambil memandang saya dengan kagum. "Karena itu sudah saya baca." "Apa?" "Bahwa kuda yang patuh akan melarikan diri bersama dengan mustang liar, jika mereka tidak kita ikat kuat-kuat." "Persetan dengan Anda! Anda sudah membaca semuanya dan karena itu tidak mungkin orang memberi kejutan pada Anda. Saya lebih menyukai orang yang tidak bisa membaca." "Apakah Anda mau memberi saya kejutan?" "Tentu saja." "Dengan berburu mustang?" "Ya." "Ini pasti mustahil. Kalau kejutan, mana mungkin diberitahukan sebelumnya. Anda tidak boleh memberitahu saya sebelum kuda-kuda itu datang." "Benar, hm! Dengarlah, mustang-mustang itu tadi di sini." "Apakah sebelumnya ada jejak?" "Ya, kemarin mereka lewat sini. Tahukah Anda, mereka itu pasukan garis depan, semacam pengintai. Saya harus katakan pada Anda, bahwa binatang-binatang itu sangat cerdik. Mereka selalu mengirimkan kelompok kecil lebih dulu ke muka dan ke samping. Mereka memiliki opsir seperti militer, dan komandan utamanya selalu mustang jantan yang berpengalaman, kuat dan gagah berani. Kalau mereka ingin merumput atau bergerak, sisi kiri kanannya selalu dikawal oleh mustang jantan. Kemudian diikuti mustang betina, dan di tengah-tengah anak-anaknya. Formasi diatur begitu agar kuda-kuda jantan dapat melindungi kuda betina dan anak-anaknya. Saya sudah sering menjelaskan, bagaimana orang menangkap mustang dengan lasso. Apakah Anda sudah paham?" "Tentu saja." "Anda mau menangkap seekor mustang?" "Ya." "Anda punya kesempatan untuk itu pagi ini, Sir." "Terima kasih! Kesempatan itu tidak akan saya manfaatkan." "Tidak? All devils! Mengapa tidak?" "Karena saya tidak memerlukan kuda." "Tapi, seorang westman tidak bertanya, apa dia memerlukan seekor kuda atau tidak." "Kalau begitu westman tidak seperti yang diceritakan orang." "Seperti apa memangnya?" "Anda kemarin berbicara tentang pemburu gila-gilaan, tentang orang kulitputih yang membunuh bison secara massal, tanpa memanfaatkan dagingnya. Saya anggap itu sebuah dosa terhadap binatang dan terhadap orang kulitmerah yang dirampok rezekinya. Anda juga begitu kan?" "Tentu saja!" "Justru begitu juga dengan kuda-kuda itu. Saya tidak mau merampok kebebasan mustang-mustang yang elok itu." "Itu pikiran yang baik, Sir, sangat baik. Setiap manusia dan orang Kristiani justru harus berpikir, berbicara dan bertindak seperti yang Anda pikirkan dan bicarakan. Tapi siapa bilang, Anda akan merampok kebebasan seekor mustang? Saya telah melatih Anda melempar lasso dan Anda harus mencobanya. Saya ingin melihat, apa Anda lulus ujian. Paham?" "Itu lain. Ya, kalau begitu saya ikut." "Baiklah! Bagi saya hal itu sangat serius tentunya. Saya perlu seekor kuda dan akan menangkap satu ekor. Sudah sering saya katakan dan sekarang sekali lagi saya katakan: Anda harus duduk tegak di atas pelana, dan segera tekan kuda Anda sekuat tenaga pada saat Anda melempar lasso. Kalau tidak, kuda Anda akan lari dan Anda akan terpelanting dan terseret. Kalau demikian, Anda nanti akan kehilangan kuda dan menjadi prajurit pejalan kaki seperti saya sekarang." Dia ingin terus bicara, tapi berhenti dan menunjuk dengan tangannya ke kedua gunung yang telah disebutkan, di prairie sebelah utara. Di sana muncul seekor kuda, hanya seekor. Kuda itu berlari pelan ke arah kami tanpa merumput. Ia menggerakkan kepalanya dengan cepat ke segala arah dan menghirup udara melalui lubang hidungnya. "Anda lihat itu?" bisik Sam, karena tegang dia bicara pelan-pelan padahal kuda itu tidak mungkin dapat mendengar suara kami. "Benar bukan kata saya, mereka datang! Yang di depan itu pengintai, ia memeriksa, apakah daerah ini aman. Ia seekor kuda jantan yang cerdik. Alangkah gesitnya, ia memandang ke segala arah, dan kemudian berputar! Ia tidak melihat kita, karena angin bertiup dari depan kita. Karena itu saya memilih tempat ini." Sekarang mustang itu berlari kencang, kadang lurus, kadang ke kanan atau ke kiri, dan akhirnya berbalik ke arah asalnya dan menghilang di sana, di tempat ia pertama kali muncul. "Apakah Anda memperhatikan kuda itu?" tanya Sam. "Alangkah cerdik tingkah lakunya dan tindakannya menggunakan setiap semak-semak untuk melindungi dirinya agar tidak terlihat! Seorang pengintai Indian belum tentu bisa melakukannya dengan lebih baik." "Itu benar. Saya sangat terpesona." "Sekarang ia kembali untuk melapor pada jendralnya, bahwa keadaan aman. Tapi mereka pasti kecewa, hihihihi! Saya berani bertaruh, paling tidak sepuluh menit lagi mereka akan datang. Anda tahu, bagaimana kita akan melakukannya?" "Bagaimana?" "Sekarang bergegaslah kembali ke jalan keluar padang prairie ini dan tetaplah di sana. Saya akan turun ke dekat jalan masuk dan bersembunyi di hutan sana. Kalau kawanan kuda itu datang, akan saya biarkan mereka lewat dan kemudian mengikuti di belakangnya. Mereka akan lari ke arah Anda. Kalau mereka melihat Anda mereka akan berbalik arah. Jadi kita giring mereka ke arah Anda dan ke arah saya, sampai kita bisa memilih dua kuda yang akan kita tangkap. Kemudian akan saya pilih lagi yang paling baik, sementara kuda yang satunya lagi kita biarkan saja lari. Anda setuju?" "Kenapa Anda bertanya seperti itu? Saya tidak mengerti sama sekali tentang perburuan kuda. Andalah ahlinya, jadi saya harus mengikuti perintah Anda." "Well, Anda benar. Saya sudah menaklukkan beberapa mustang liar dan dapat mengatakan bahwa Anda tidak berkata bodoh dengan menyebut saya seorang master'. Jadi bergegaslah, kalau tidak kita akan terlambat dan kehilangan kesempatan." Kami naik lagi ke atas pelana dan berpisah menuju tempat masing-masing. Dia ke utara dan saya ke selatan, sampai pada tempat kami memasuki prairie tadi. Karena senjata saya, si Pembunuh Beruang yang berat itu menghambat perjalanan kami, hampir saja saya melepaskannya. Tapi saya pernah membaca dan mendengar, bahwa westman yang hati-hati hanya berpisah dengan senjatanya kalau dia tahu pasti bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dan senjata itu tidak diperlukan. Tapi kasus di sini lain, setiap saat orang Indian atau binatang buas bisa muncul. Karena itu, saya berusaha agar senjata tua itu tergantung rapat pada sarungnya di pelana dan tidak memukul paha saya. Kemudian dengan tegang saya menunggu munculnya kuda-kuda itu. Saya berhenti di antara pepohonan yang paling depan di hutan yang berbatasan dengan prairie itu dan mengikatkan salah satu ujung lasso pada kancing pelana kuat-kuat serta menggulung simpulnya di depan badan sehingga siap untuk dipakai. Ujung bagian bawah prairie itu begitu jauh dari saya, sehingga saya tidak bisa melihat mustang-mustang itu kalau mereka datang. Mereka baru akan kelihatan kalau Sam menggiringnya. Belum sampai seperempat jam saya di tempat itu, saya melihat sejumlah titik hitam di bawah sana. Titik-titik hitam itu dengan cepat menjadi besar karena mereka bergerak ke arah saya. Pertama-tama sebesar burung pipit, kemudian sebesar kucing, anjing, kambing, sampai mereka begitu dekat dan tampak sebesar aslinya. Mereka adalah sekelompok mustang yang sedang digiring Sam ke arah saya. Cantik nian pemandangan binatang-binatang itu! Surai mereka melambai-lambai menutupi lehernya dan ekornya beterbangan seperti bulu-bulu halus yang tertiup angin. Jumlahnya tidak lebih dari tiga ratus ekor. Rasanya bumi berguncang karena derap kaki mereka. Seekor kuda jantan putih berlari sendirian di depan, alangkah anggunnya binatang itu. Sebenarnya orang pasti ingin menangkapnya. Tapi tidak ada pemburu prairie yang mau menunggangi seekor kuda putih. Binatang berwarna terang seperti itu mudah terlihat keberadaannya oleh musuh dari kejauhan. Kini sudah waktunya untuk menunjukkan diri saya kepada kuda-kuda itu. Saya keluar dari balik pepohonan itu dengan sembarangan dan pengaruhnya begitu langsung terlihat. Kuda putih yang memimpin barisan langsung berbalik seolah-olah perutnya tertembak peluru. Kawanan hewan itu berhenti tiba-tiba. Mereka mendengus keras ketakutan. Seolah-olah mereka diperintahkan untuk mundur. Kemudian mereka berlari ke arah mereka datang. Kuda putih kembali berada di depan. Saya mengikuti mereka perlahan-lahan. Saya tidak terburu-buru karena saya yakin, bahwa Sam Hawkens akan menggiringnya lagi ke arah saya. Pada saat itu saya mencoba mempersiapkan suatu hal yang terbersit dalam benak saya. Meskipun kuda-kuda itu hanya sebentar saja berhenti di depan saya, saya mendapat kesan bahwa satu diantara hewan-hewan itu seperti bukan kuda. Ia lebih mirip seekor baga[Blasteran kuda dengan keledai]. Mungkin saja saya keliru, tapi saya yakin apa yang saya lihat itu benar. Pada kesempatan kedua saya ingin melihat lebih jelas lagi. Bagal itu berada di urutan paling depan, tepat di belakang komandannya. Jadi, ia tidak hanya diakui sebagai binatang sejenis oleh kuda-kuda itu, tetapi juga memiliki kedudukan penting di antara mereka. Setelah beberapa saat kawanan kuda itu kembali ke arah saya dan ketika melihat saya, mereka segera berbalik lagi. Kemudian kembali lagi dan ketika itu saya tahu, bahwa saya tidak keliru. Memang ada seekor bagal di antara mereka yang berwarna coklat muda dengan garis punggung gelap yang sangat mengesankan. Meskipun kepalanya besar dan telinganya panjang ia seekor binatang yang cantik. Bagal lebih kuat daripada kuda biasa, memiliki langkah yang lebih mantap dan tidak takut melihat jurang. Itulah kelebihan-kelebihan yang menonjol. Tentu saja mereka juga keras kepala. Saya pernah melihat bagal yang lebih suka dipukuli sampai mati, ketimbang maju selangkah pun. Meskipun pemiliknya tidak memuat apa pun di atasnya dan jalannya baik, ia tetap tidak mau, semata karena memang tidak mau. Sejauh yang saya lihat sepintas, mata bagal itu seolah-olah bersinar dan pandangannya lebih cerdik daripada kuda biasa, sehingga saya berniat menangkapnya. Nampaknya ia melarikan diri dari pemiliknya, ketika dia diajak berburu mustang, dan sekarang dia bergabung bersama kawanan mustang yang lain." Sekarang kawanan itu digiring Sam ke arah saya. Kami saling berdekatan sehingga saya bisa melihatnya. Kini mustang-mustang itu tidak bisa maju atau pun mundur. Mereka berlarian ke tepi dan kami mengikutinya. Kawanan itu tercerai-berai. Saya lihat kuda peranakan itu tetap berada di kelompoknya. Sekarang ia berlari ke arah kuda putih. Benar-benar binatang yang luar biasa cepat dan mempunyai stamina yang tangguh. Saya tetap berada pada kawanan ini sementara Sam tampaknya demikian pula. "Giring ke tengah, saya ke kiri, Anda ke kanan!" serunya kepada saya. Kami memacu kuda-kuda kami, tidak lagi hanya menyejajari kawanan mustang itu, akan tetapi lebih tepat mendekati sehingga kami dapat mengejar sebelum mereka mencapai hutan. Mereka ternyata tidak berlari ke arah sana. Mereka berbalik dan akan melewati kami. Untuk menghindarinya kami segera mengejarnya, sehingga mereka terpencar ke segala arah seperti sekawanan ayam yang akan tertangkap elang. Kuda putih dan bagal keluar terpisah dari kelompoknya dan melewati kami. Kami mengejarnya. Karena itu Sam berteriak kepada saya sambil memutar tali lassonya di atas kepala, "Lagi-lagi greenhorn! Tetaplah di tempat!" "Kenapa?" "Karena Anda memburu kuda putih dan hanya greenhornlah yang melakukannya, hihihihi!" Saya menjawabnya, tetapi dia tidak mendengar karena suara tawanya yang keras mengatasi suara saya, sehingga dia beranggapan saya memperhatikan kuda putih. Terserahlah! Saya biarkan dia mengejar bagal itu dan berbelok ke arah mustang yang ketakutan. Para mustang itu mendengus dan meringkik tidak teratur serta berlari ke sana ke mari. Sam telah berada di dekat bagal itu. Kemudian dia melemparkan tali lassonya. Tali simpul jatuh tepat pada leher binatang itu. Kini Sam harus menahannya dan mengekang kudanya ke belakang. Dia selalu menganjurkan hal itu kepada saya agar dapat menahan tarikannya jika tali lasso itu mengencang. Dia melakukannya juga, tetapi agak terlambat. Kudanya belum berbalik dan belum dikekang sekuat tenaga, sehingga dia dijatuhkan oleh sentakan keras kuda itu. Sam Hawkens terpelanting ke udara dan salto dengan indahnya serta jatuh di tanah. Kuda itu kembali bangkit dan terus berlari, sehingga tali lasso tidak lagi kencang. Si bagal tertegun, merasa tidak lagi terikat kencang dan langsung lari melintasi padang prairie dengan menyeret kuda itu, karena tali lasso masih terikat pada pelana. Saya bergegas menghampiri Sam untuk melihat apakah dia terluka. Dia bangkit dan berteriak terkejut, "Sialan! Tiba-tiba kuda Dick Stone kabur bersama-sama dengan bagal itu, kalau saya tak salah." "Apakah Anda terluka?" "Tidak, cepatlah turun dan serahkan kuda itu kepada saya. Saya harus menangkapnya!" "Untuk apa?" "Tentu saja saya ingin menangkap keduanya. Ayo cepat turun!" "Saya tidak mau! Anda nanti salto lagi dan kedua kuda itu bisa hilang!" Selesai mengucapkan kalimat itu, saya pun memacu kuda saya mengikuti bagal. Kedua binatang itu sudah jauh tetapi sekarang mereka menghadapi masalah. Kedua binatang itu ingin berlari ke arah yang berlainan. Sementara keduanya saling terikat oleh tali lasso. Karena itu saya mendekati keduanya. Tidak ada gunanya jika saya menggunakan lasso. Saya tarik tali lasso yang mengikat keduanya, menggulungnya dan sekarang sudah aman untuk mengikat keduanya. Pertama-tama saya biarkan keduanya berlari dan berguling-guling kemudian perlahan-lahan menarik talinya sekuat tenaga, sehingga jeratnya semakin pendek dan lebih mudah menjeratnya. Saya ikuti terus arah lari kuda itu, sehingga binatang itu kembali ke arah Sam Hawkens berdiri. Di sana saya kencangkan tali kekang dengan tiba-tiba, sehingga bagal itu terikat, tidak bisa bernafas dan jatuh ke tanah. "Pegang erat-erat sampai saya memegang binatang ini dan baru biarkan dia lepas," seru Sam. Dia melangkah ke atas binatang yang walaupun tergeletak di atas tanah, kaki-kakinya menendang-nendang dengan keras. "Sekarang!" katanya. Saya melepaskan tali lasso dan binatang itu kembali bisa bernapas dan melompat. Secepat itu pula Sam melompat ke punggungnya. Beberapa saat binatang itu tidak bergerak seperti terkejut takut. Namun, kemudian ia melompat ke atas, sebentar ke depan sebentar ke belakang, kemudian melompat ke samping dengan ke empat kakinya, melengkungkan badannya, tetapi si Sam kecil tetap duduk di atasnya. "Saya tidak akan dijatuhkan," serunya. "Ini adalah gerakan terakhirnya, dan dia akan berlari lagi. Lihat saja, saya akan membawa kuda itu pulang dalam keadaan jinak!" Tetapi dia keliru. Binatang itu sama sekali tidak mau takluk padanya, bahkan tiba-tiba menjatuhkan diri ke tanah dan berguling-guling. Bagal itu bisa mematahkan tulang rusuk si Sam kecil. Dia harus turun dari pelana. Saya melompat dari tempat saya dan menangkap tali lasso yang terseret di tanah dan melilitkannya dua kali ke akar sebuah pohon yang kuat. Binatang itu melemparkan penunggangnya dan melompat. Ia hendak menerjang, tetapi akar pohon itu menahannya. Tali lasso menjadi kencang dan ikatannya semakin menegang. Akhirnya si bagal itu tersungkur. Sam Hawkens kembali menepi. Dia meraba tulang rusuk dan pahanya. Dengan wajah menyeringai kesakitan dia berkata, "Biarkan binatang buas itu lari. Tak seorang pun bisa menaklukkannya, kalau saya tidak salah." "Belum tentu! Saya tidak mau dipermalukan oleh seekor kuda yang ayahnya bukanlah seorang gentleman melainkan hanya seekor keledai. Dia harus taat. Awas!" Saya buka ikatan tali lasso dari akar pohon dan dengan langkah lebar melompat ke binatang itu. Begitu ia bisa lega bernafas, ia pun melompat. Sekarang saya tekan bagal itu dengan paha dan untuk hal ini posisi saya lebih baik daripada Sam yang kecil. Rusuk kuda itu akan melengkung apabila dijepit dengan kedua paha penunggangnya. Hal itu akan menekan ususnya dan membuatnya takut mati. Bisa jadi ia akan melemparkan saya dengan cara yang sama seperti yang dilakukan terhadap Sam, karena itu saya pegang tali lasso yang melingkari kepalanya, menggulungnya dan menariknya tepat di belakang simpulnya. Ketika binatang itu mau menjatuhkan diri lagi, saya menekan pahanya sehingga ia tidak jadi melakukannya. Ini sungguh merupakan perjuangan yang menjengkelkan, kekuatan lawan kekuatan. Saya mulai bersimbah peluh, tetapi binatang itu juga berkeringat lebih banyak. Peluh mengalir dari badannya dan mulutnya mengeluarkan busa. Gerakannya makin melemah dan makin tidak berdaya. Setelah dengusannya yang marah diikuti oleh ringkikan pendek, akhirnya kuda itu roboh di bawah kaki saya, tanpa bisa berbuat apa-apa, karena ia sudah tidak bertenaga lagi. Tanpa bergerak sedikit pun ia berbaring dengan mata yang terbelalak. Saya menarik napas dalam-dalam. Pada saat itu serasa tulang dan otot di tubuh saya putus. "Heavens, Anda ini manusia atau bukan!" seru Sam. "Tenaga Anda lebih kuat dari pada binatang itu! Lihatlah wajah Anda, begitu menakutkan!" "Saya tahu." "Mata Anda keluar, bibir Anda bengkak dan pipi Anda benar-benar membiru!" "Itu karena seorang greenhorn tidak mau dilemparkan, padahal seorang pemburu mustang yang lebih pandai dikalahkan, setelah sebelumnya dia mengikat kudanya ke bagal dan membiarkan keduanya berlari bersama-sama." Wajahnya semakin menyeringai dan memohon dengan suara yang menyedihkan. "Diam, Sir! Saya jelaskan, hal seperti itu bisa saja terjadi pada pemburu ulung." "Bagaimana tulang rusuk dan mata kaki Anda?" "Saya tidak tahu. Nanti akan saya periksa setelah keadaan saya membaik. Sekarang seluruh tubuh saya gemetar. Dasar binatang liar, saya belum pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Saya harap binatang ini bisa tenang!" "Dia sudah tenang. Lihat, betapa letihnya dia, begitu pasrah seperti minta dikasihani. Maukah Anda menaikkan pelana dan mengikatkan tali kekangnya? Tunggangilah kuda itu pulang!" "Kalau begitu nanti ia bertingkah lagi!" "Tidak akan! Dia sudah bosan. Binatang yang cerdas dan Anda akan mujur memilikinya." "Saya kira. Tetapi dari awal saya sudah mengincar kuda itu. Anehnya Anda justru mengincar kuda putih itu. Tentu hal itu suatu kekeliruan besar." "Anda tahu pasti?" "Tentu saja itu suatu kebodohan!" "Bukan begitu maksud saya. Anda yakin saya mengincar kuda putih?" "Jadi mengincar kuda yang mana?" "Mengincar bagal." "Benar?" "Ya, walau saya seorang greenhorn tentu saya tahu bahwa kuda putih tidak cocok untuk penunggang kuda di daerah Barat. Saya langsung tertarik pada bagal itu begitu melihatnya." "Ya, Anda memiliki pengertian tentang kuda, orang harus mengakuinya." "Sam yang baik, saya ingin akal saya sebaik Anda juga! Sekarang ke marilah, tolong saya mengangkat binatang ini!" Kami menarik binatang itu ke atas. Ia diam saja dan seluruh tubuhnya gemetar. Bahkan ketika kami mengikatkan pelana dan tali kekang, ia tidak melawan. Ketika Sam menaikinya, ia menurut dan begitu jinak seperti seekor kuda tunggangan. "Ia sudah pernah dipelihara," kata si Sam kecil . "Yang pasti seorang penunggang yang baik. Saya kira begitu. Ia mungkin lari dari tuannya. Tahukah Anda nama apa yang akan saya berikan?" "Apa?" "Mary. Dulu saya pernah menunggangi seekor bagal yang bernama Mary dan sekarang saya tidak perlu susah-susah mencari nama lain." "Jadi kuda bernama Mary dan senapan bernama Liddy!" "Ya. Dua nama yang manis sekali, bukan? Sekarang saya minta Anda untuk membantu saya." "Tentu saja, apa yang bisa saya bantu?" "Jangan ceritakan tentang semua yang telah terjadi di sini! Saya akan sangat berterima kasih kepada Anda." "Lupakan! Anda tidak perlu berterimakasih untuk hal itu." "Tentu saja. Saya tidak ingin mendengar teman-teman Anda di perkemahan sana tertawa, jika mereka mengetahui bagaimana Sam Hawkens bisa mendapatkan Mary, kuda barunya. Baginya hal itu merupakan kebahagiaan yang sangat besar. Jika Anda tutup mulut, maka saya akan ..." "Tenanglah," potong saya. "Kita tidak perlu membicarakan hal itu. Anda adalah guru saya dan teman saya. Selain itu saya tidak perlu mengatakan apa-apa." Pada saat itu matanya yang kecil dan cerdik menjadi berkaca-kaca dan dia berkata dengan semangat, "Ya, saya teman Anda, Sir. Seandainya saya tahu bahwa Anda juga menyayangi saya, hati saya sangat bahagia sekali." Saya raih tangannya dan menjawab, "Saya bisa membahagiakan Anda, Sam tersayang. Anda harus yakin bahwa saya menyayangi Anda, begitu sayang, seperti. seperti. Ya, kira-kira seperti mencintai pamannya yang baik, berani dan jujur. Puas?" "Puas, puas sekali, Sir! Saya sangat terharu, karena Anda bersedia berkorban untuk kebahagiaan saya. Katakanlah, apa yang sebaiknya saya lakukan! Haruskah saya, haruskah saya, misalnya melahap habis Mary sampai kulit dan rambutnya di sini? Atau haruskah saya membiarkan diri dihancurkan, dilumatkan atau menelan diri sendiri, jika itu lebih baik bagi Anda? Atau haruskah saya .. " "Stop!" jawab saya sambil tertawa. "Jika keduanya dilakukan saya akan kehilangan Anda karena di satu pihak Anda akan meledak dan di pihak lain Anda akan sama hancur karena Anda harus menelan rambut palsu Anda. Anda sudah menyenangkan saya dan Anda akan membuktikan rasa sayang ini semaksimal mungkin kepada saya. Jadi biarkanlah untuk sementara Mary dan Anda sendiri tetap hidup dan anggaplah bahwa kita akan segera sampai di perkemahan. Saya mau bekerja." "Kerja! Disini Anda juga kerja. Jika ini bukan pekerjaan, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya sebut dengan pekerjaan." Saya ikat kuda Dick Stone dengan tali kekang ke kuda saya, kemudian melanjutkan perjalanan. Sementara itu kawanan mustang sudah lama melarikan diri. Bagal itu menurut saja keinginan penunggangnya. Sepanjang jalan Sam berkali-kali berseru gembira, "Dia sudah terlatih. Mary sudah terlatih dengan baik! Pada setiap langkahnya, saya merasa betapa sempurnanya kuda itu adanya. Kuda itu mengingat apa yang pernah dilatihkan dan ia telah melupakan keberadaannya bersama kawanan mustang lain. Mudah-mudahan ia tidak lagi pemarah, melainkan juga mempunyai karakter yang baik." "Jika tidak, dia masih bisa Anda latih, dia masih belum tua untuk dilatih." "Menurut Anda, berapa umurnya?" "Lima tahun, tidak lebih." "Menurut saya juga begitu. Nanti akan saya selidiki lebih teliti apakah hal itu benar. Seandainya binatang bisa mengucapkan terima kasih, maka Andalah yang dituju. Dua hari yang melelahkan bagi saya, sangat menegangkan. Tetapi bagi Anda penuh kehormatan. Apakah Anda yakin bahwa kita bisa berburu bison dan mustang dalam waktu yang hampir bersamaan?" "Mengapa tidak? Di darat sini semuanya harus ditangkap. Saya juga berharap mengenal perburuan lainnya." "Hm, ya. Saya ingin Anda terhindar dari bahaya seperti kemarin dan hari ini. Bahkan kemarin hidup Anda sudah di ujung tanduk. Terlalu berani. Anda tidak boleh lupa bahwa Anda adalah seorang greenhorn. Anda biarkan bison mendekati dan dengan tenang Anda tembak matanya! Ah, mengerikan! Anda masih belum berpengalaman dan telah menyepelekan bison. Lain kali Anda harus lebih berhati-hati dan jangan terlalu percaya diri. Perburuan bison sangat berbahaya. Masih ada satu lagi yang lebih berbahaya." "Apa itu?" "Berburu beruang." "Tentu beruang yang Anda maksud bukan beruang hitam dengan moncong kuning?" "Baribal? [Beruang berkulit coklat atau gelap di Amerika Utara yang asalnya tidak diketahui.] Bukan itu yang saya maksudkan! Itu binatang yang sopan dan jinak, sehingga orang bisa memeliharanya dan mengajarinya di rumah. Bukan, yang saya maksud grizzly, beruang kelabu dari Rocky Mountains. Karena Anda sering membaca, pernahkah Anda membaca tentang grizzly?" "Ya." "Bersyukurlah jika Anda tidak pernah melihatnya. Jika ia berdiri, tingginya semeter lebih tinggi daripada Anda. Dengan satu kali gigitan, kepala Anda sudah remuk dan jika sekali waktu ia diserang atau sedang marah, ia tidak akan tenang sampai musuhnya hancur dan dikalahkan." "Atau mengalahkan dia!" "Oh, lihatlah, Anda sudah kembali ceroboh! Anda berbicara seolah-olah beruang kelabu yang perkasa dan tidak terkalahkan seperti membicarakan racoon yang tidak berbahaya." "Bukan begitu. Saya bukan menyepelekannya. Tetapi kata tidak terkalahkan seperti yang Anda katakan tadi, juga tidak benar. Tak ada seekor binatang buas pun yang tak terkalahkan, tidak juga seekor grizzly." "Apakah Anda juga membaca tentang hal itu?" "Ya." "Kalau begitu, buku-buku itulah yang membuat Anda ceroboh, meskipun sebenarnya Anda orang yang pandai, kalau saya tidak salah. Barangkali Anda tidak akan ragu-ragu dan akan mendekati beruang kelabu seperti cara yang Anda lakukan terhadap bison kemarin." "Kalau tidak ada pilihan lain, tentu saja." "Tidak ada pilihan lain! Omong kosong! Apa maksud Anda? Setiap orang bisa berubah haluan jika dia mau!" "Itu artinya, seseorang bisa kabur kalau dia pengecut. Apakah begitu?" "Ya, tetapi namanya bukan pengecut. Melarikan diri dari beruang kelabu bukanlah perbuatan pengecut. Sebaliknya menyerangnya merupakan tindakan bunuh diri!" "Itu soal pendapat! Jika saya diserang tiba-tiba dan tidak sempat lari, maka saya akan mempertahankan diri. Jika teman saya diserang, maka kewajiban saya menolongnya. Itulah dua alasan yang memaksa saya untuk tidak kabur. Selain itu saya juga tahu, seorang pemburu yang berani suatu saat akan menaklukkan binatang liar itu, agar dapat membuktikan betapa besar keberaniannya dan untuk mencoba lezatnya daging cakar beruang." "Anda benar-benar sulit diberi nasihat. Mudah-mudahan Tuhan tidak pernah memberikan kesempatan kepada Anda untuk menikmati dagingnya meskipun saya akui, bahwa di dunia ini tidak ada makanan seenak daging beruang kelabu." "Saya kira Anda tidak usah khawatir. Memangnya di daerah ini ada beruang kelabu?" "Mengapa tidak? Grizzly terdapat di mana-mana. Ia berjalan mengikuti arus sungai dan bahkan berkeliaran di daerah prairie. Sungguh siallah nasib mereka yang bertemu beruang itu. Sudah, jangan membicarakan itu lagi!" Sungguh tidak kami duga, tema pembicaraan itu keesokan harinya menjadi kenyataan dan kami bertemu binatang buas itu. Tidak ada kesempatan untuk melanjutkan pembicaraan, karena kami telah sampai di perkemahan. Rute jalan kereta agak berubah, karena selama kami tidak ada, ada kesalahan dalam pengukuran. Bancroft dan tiga orang surveyor telah bekerja keras untuk menunjukkan apa yang bisa dikerjakannya. Kedatangan kami menarik perhatian. "Bagal, bagal!" teriak mereka. "Dari mana Anda memperolehnya, Hawkens?" "Baru saja dikirim," jawabnya dengan serius. "Tidak mungkin! Dari siapa, dari siapa?" "Melalui pos kilat dengan harga dua sen. Mungkin kalian mau melihat bungkusnya?" Beberapa orang tertawa, yang lainnya mengomel, tetapi dia berhasil mempermainkan mereka dan orang-orang itu tidak bertanya lagi. Apakah dia mau bercakap-cakap dengan Dick Stone atau Will Parker tidak bisa saya amati, karena saya langsung ikut serta dalam pekerjaan mengukur hingga menjelang malam, sehingga keesokan harinya kami dapat memulai lagi dari lembah. Di tempat itulah kami bertemu bison kemarin. Ketika pada malam harinya kami membicarakan hal itu, saya bertanya pada Sam apakah mungkin pekerjaan kami akan diganggu oleh bison, mengingat jejaknya terlihat melewati lembah. Kami telah mendapati kelompok kecil perintisnya dan kemungkinan akan menjumpai induk kawanannya. Sam menjawab, "Kemungkinan itu tidak ada, Sir! Bison merupakan binatang yang cerdik seperti mustang. Kawanan bison yang kita serang kemarin telah kembali ke induk kawanannya dan telah memberi peringatan. Binatang-binatang itu pasti telah mencari jalan lain dan menghindari lembah ini." Ketika fajar menyingsing kami memindahkan perkemahan ke bagian atas lembah. Hawkens, Stone dan Parker tidak membantu, karena Hawkens ingin menunggangi Mary dan kedua orang temannya menemaninya. Dia pergi ke arah prairie untuk menunggangi Mary. Sebagai surveyor, pertama-tama kami sibuk memasang tongkat pengukur dan beberapa bawahan Rattler membantu kami. Rattler sendiri berjalan-jalan dengan pegawai lainnya ke sekitar perkemahan. Ketika Rattler dan kami tiba di tempat bison-bison itu tertembak saya merasa heran, karena di tempat itu sudah tidak lagi terlihat bangkai bison tuanya. Kami meneliti tempat itu dengan seksama, terlihat jejak yang lebar menuju ke arah semak. "Aneh sekali!" seru Rattler. "Ketika saya kemarin dulu mengambil daging, saya benar-benar melihat kedua bison itu betul-betul sudah mati. Tetapi rupanya salah satunya masih hidup." "Masih hidup?" tanya saya. "Ya, atau apakah Anda menyangka bahwa seekor bison mati bisa melarikan diri?" "Barangkali ada kemungkinan lain." "Kemungkinan apa?" "Misalnya diseret ke tempat lain oleh Indian. Kami menemukan jejak kaki mereka di sebelah sana." "Oh begitu! Betapa pandai dan bijaksananya si greenhorn ini berbicara! Karena dari sana ke sini jejaknya pasti akan terlihat. Tidak, bison itu masih hidup dan dengan sisa-sisa tenaganya ia berhasil menyeret dirinya ke arah semak. Tentu saja bison itu mati di sana. Ayo kita periksa." Dengan orang-orangnya dia mengikuti jejak bison. Mungkin dia mengira saya akan mengikutinya, tetapi saya tidak beranjak. Kesombongannya membuat saya kesal dan saya harus bekerja. Lagi pula apa peduli saya dengan bangkai bison itu. Saya pun kembali ke tempat pekerjaan saya. Namun belum sampai saya bekerja, terdengar orang menjerit ketakutan dari dalam semak. Terdengar pula suara tembakan dua atau tiga kali. Kemudian saya mendengar Rattler berteriak, "Lekas naik ke atas pohon, kalau tidak kalian bisa mati! Binatang itu tidak bisa memanjat." Siapa yang dia maksud tidak bisa memanjat? Pada saat itu keluar salah seorang anak-buah Rattler berlari tunggang-langgang dari dalam semak ketakutan setengah mati. "Ada apa? Ada apa?" tanya saya padanya. "Beruang, seekor beruang yang sangat besar, seekor beruang grizzly" katanya terengah-engah sambil berlari ke arah saya. Pada waktu yang bersamaan saya dengar jeritan lain. "Tolong, tolong! Saya tertangkap! Aauuw ..aauuww." Hanya jeritan seorang yang sedang menghadapi mautlah yang seperti itu. Lelaki itu sedang dalam bahaya besar. Dia harus ditolong. Tetapi bagaimana? Saya meninggalkan senapan saya di perkemahan, karena saya tidak memerlukannya pada saat bekerja. Itu bukan karena saya lengah. Sebagai surveyor kami mempunyai pelindung sendiri yaitu para westman itu. Kalau saya kembali ke perkemahan, manusia malang itu pasti sudah habis dikoyak-koyak beruang. Satu-satunya cara, saya harus melawannya dengan pisau dan kedua pistol yang terselip pada ikat pinggang. Akan tetapi senjata-senjata itu tidak ada artinya sama sekali untuk melawan beruang kelabu yang biasa disebut grizzly. Beruang ini termasuk keluarga dekat beruang gua yang bisa bertahan dan tidak punah sejak jaman prasejarah. Kalau berdiri, tingginya sampai tiga meter dan beratnya beratus-ratus kilogram. Ototnya sangat kuat sehingga dengan mudah ia melarikan rusa, anak rusa atau bison kecil dengan menjepit pada gerahamnya. Seorang penunggang kuda hanya dapat melepaskan diri apabila dia menunggangi kuda yang luar biasa hebatnya. Jika tidak, pastilah dia akan tersusul oleh beruang kelabu itu. Karena kekuatan, keberanian, dan daya tahannya yang luar biasa itulah maka tidak heran jika orang Indian sangat menghormati dan menjunjung tinggi orang yang dapat mengalahkan beruang kelabu. Segera saya melompat ke semak! Jejaknya tampak terus ke arah pepohonan. Ke sanalah tampak beruang itu menyeret bangkai bison dan dari sana pulalah ia sebelumnya muncul. Karena itulah kami tidak melihat jejak itu sebelumnya, sebab tertutupi oleh seretan bison. Tampak pemandangan yang mengerikan. Di belakang saya terdengar teriakan orang-orang yang tadi lari ke arah kemah untuk mengambil senapannya. Di hadapan saya terdengar jeritan kalang-kabut para westman, dan di antaranya terdengar lolongan menyayat orang yang terserang beruang dan tertahan di cakarnya. Saya berlari secepat mungkin ke sana. Sekarang saya bisa mendengar geraman beruang itu. Tapi suara itu berbeda dengan suara beruang yang biasa saya dengar. Suara itu bukan sekedar geraman melainkan erangan kesakitan bercampur marah. Kini saya tiba pada tempat di mana serangan terjadi. Di hadapan saya tergeletak kerangka dan bangkai bison yang sudah terkoyak-koyak. Di sebelah kiri dan kanan terdengar teriakan-teriakan para pengawal yang berlarian ke arah semak dan naik ke atas pohon. Di atas pohon mereka merasa lebih aman, karena seekor beruang kelabu naik ke atas pohon. Hal seperti itu jarang terjadi bahkan tidak pernah. Tepat di depan bangkai bison itu ada seorang westman yang ingin memanjat sebuah pohon, tetapi dikejutkan oleh beruang itu. Kedua tangannya memeluk pohon erat-erat sedang bagian atas tubuhnya bersandar pada dahan paling bawah. Beruang itu berdiri tegak, kemudian mengais-ngais paha dan badan bagian bawah orang itu dengan cakar depannya. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk menolong orang itu. Saya tidak dapat menolongnya dan walaupun saya melarikan diri, tak seorang pun berhak mencela saya. Tetapi pemandangan yang menyedihkan itu menumbuhkan keberanian yang luar-biasa dalam diri saya. Saya lalu memungut salah satu dari bedil-bedil yang dilemparkan oleh orang-orang yang lari itu. Namun sayang pelurunya kosong. Saya berlari melompati bangkai bison. Lalu saya memukul kepala beruang itu dengan senapan sekuat tenaga. Sungguh tak terduga! Di tangan saya senjata itu hancur berkeping-keping seperti kaca. Begitu kerasnya kepala beruang itu! Tetapi saya berhasil, karena berkat pukulan saya, beruang itu melepaskan mangsanya. Perlahan-lahan ia memalingkan kepalanya kepada saya. Nampaknya ia merasa heran melihat seorang makhluk yang begitu bodoh mau menyerangnya. Dengan matanya yang kecil ia mengawasi saya, seolah-olah berpikir, apakah ia akan menyergap saya atau sudah cukup satu korban saja. Detik-detik kebimbangan itu menolong jiwa saya. Saya cabut pistol saya, melompat ke dekat beruang itu dan empat buah peluru saya tembakkan berturut-turut ke matanya, persis seperti yang saya lakukan kemarin dulu terhadap bison. Hal ini terjadi secepat kilat, kemudian saya melompat ke samping lalu berdiri di sana sambil mengamati dan mengunus pisau bowie saya. Seandainya saya tetap berdiri di tempat semula, niscaya saya sudah tewas. Binatang yang matanya kena tembak itu menyergap ke depan tepat ke tempat saya tadi berdiri. Karena saya tidak ada di situ, beruang itu mulai mencari-cari saya dengan menggeram sejadi-jadinya dan mendenguskan nafasnya. Seperti sudah gila, ia berguling-guling di tanah dan mengais-ngais tanah di sekelilingnya, melompat ke seluruh penjuru untuk menangkap saya, namun tidak dapat menemukannya. Untunglah bidikan saya tepat. Seandainya ia mempergunakan alat penciumannya, tentu ia dapat mengetahui tempat saya berada. Akan tetapi saat itu ia telah dikuasai amarahnya, dan itu membuatnya kehilangan akal dan instingnya. Akhirnya ia lebih memperdulikan pada lukanya daripada pada lawannya. Ia pun mengusap-usap matanya dengan kaki depannya. Secepat kilat saya berdiri di sampingnya dan menikam dadanya dua kali. Ia berusaha meraih saya, tetapi saya sudah kembali menyingkir. Tikaman saya tidak mengenai jantungnya dan ia pun terus berusaha mencari saya dengan kemarahan yang memuncak. Kira-kira sepuluh menit lamanya ia berbuat begitu dan selama itu ia telah kehilangan banyak darah serta kelihatannya sudah lelah. Untuk kedua kalinya ia duduk dan kesempatan itu saya pergunakan untuk menikamkan pisau saya dua kali berturut-turut. Binatang itu tersungkur, bangkit kembali, berjalan terhuyung-huyung sambil menggeram berusaha untuk bangun tetapi nampaknya tenaganya sudah habis dan akhirnya ia pun roboh kembali. Kini ia berusaha sekuat tenaga untuk bisa berdiri, berguling ke sana ke mari seperti sedang sekarat, kemudian tidak bergerak lagi. "Syukurlah!" seru Rattler dari atas pohon. "Binatang itu sudah mati. Kita sudah selamat dari bahaya maut." "Saya tidak tahu bahaya apa yang Anda hadapi," jawab saya. "Anda duduk dengan aman di atas pohon tetapi sekarang Anda sudah boleh turun." "Tidak, tidak, belum. Periksalah kembali apakah binatang itu betul sudah mati." "Ia sudah mati." "Anda tidak dapat memastikannya. Anda sama sekali tidak tahu betapa gigihnya binatang ini mempertahankan hidup. Karena itu periksalah dengan seksama!" "Periksalah sendiri, jika Anda ingin tahu apakah ia masih hidup. Anda adalah seorang westman yang terpandang, sementara saya hanyalah seorang greenhorn." Kini saya beranjak ke tempat temannya yang diserang beruang dan masih tergantung di pohon tadi. Dia telah berhenti mengerang dan tidak bergerak lagi. Wajahnya mengerikan dan matanya melotot kosong. Pahanya terkoyak hingga tulangnya nampak dan isi perutnya keluar. Saya berusaha mengatasi rasa ngeri itu dan berseru padanya, "Marilah, Sir! Saya akan menurunkan Anda." Dia tidak menjawab dan tidak bergerak sedikit pun. Saya meminta teman-temannya untuk turun dari pohon dan menolong saya. Tetapi tidak seorang pun dari para westman ini yang beranjak dari tempatnya, sebelum saya menggoncang-goncangkan tubuh beruang itu beberapa kali untuk membuktikan beruang itu telah mati. Setelah itu baru mereka percaya dan turun lalu menolong saya menurunkan temannya yang tubuhnya terkoyak mengerikan. Mereka mengalami kesulitan karena tangannya begitu kuat memeluk pohon, sehingga mereka harus melepaskannya dengan paksa. Ternyata dia telah meninggal. Akhir yang mengerikan ini nampaknya tidak membuat mereka terharu. Ditinggalkannya begitu saja orang yang malang itu di tempatnya, kemudian Rattler berkata, "Sekarang semuanya terbalik. Tadi beruang itu yang ingin memangsa kita, sekarang ia yang akan kita lahap. Cepatlah kuliti agar kita bisa segera makan dagingnya!" Dia mengeluarkan pisau dan berlutut untuk menguliti beruang itu. Namun saya menghalanginya. "Jangan berbuat segegabah itu. Mengapa tidak mengulitinya pada saat binatang itu masih hidup? Sekarang sudah terlambat!" "Apa maksudmu? katanya. "Apakah kau menghalangi saya untuk memanggang dagingnya?" "Saya melarangnya, Mr. Rattler." "Apa hakmu?" "Sayalah yang berhak, karena sayalah yang telah merobohkan beruang itu." "Itu bohong. Kau ingin mengaku bahwa seorang greenhorn dapat membunuh seekor grizzly dengan sebuah pisau! Kamilah yang telah menembaknya." "Dan Anda secepat kilat naik ke atas pohon, ya itu benar terjadi!" "Tetapi peluru kami tepat mengenai sasaran karena peluru-peluru itulah binatang itu mati dan bukan oleh beberapa tusukan jarum yang kau tusukkan ke tubuhnya pada saat ia sekarat. Beruang itu milik kami dan kami akan melakukan apa saja yang kami mau, paham?" Dia sungguh-sungguh mau melaksanakan rencana tetapi saya memberinya peringatan, "Jauhi dia sekarang juga, Mr. Rattler. Kalau tidak saya akan bertindak! Mengerti?" Karena dia tidak mengindahkan larangan saya dan tetap akan menyayatkan pisaunya ke kulit binatang itu, saya mencekiknya, mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi lalu melemparkannya ke pohon terdekat. Dia jatuh membentur batang pohon. Saya tidak peduli sedikit pun apakah dia mengalami patah tulang atau tidak. Ketika dia masih melayang, segera saya menarik pelatuk pistol saya yang masih terisi untuk menantikan serangannya atau balasannya. Dia bangkit kembali, menatap saya dengan pandangan mata penuh amarah, mencabut pisau, dan berseru, "Kau harus merasakan balasan saya. Kau telah melukai saya dan saya tidak akan membiarkan kau untuk menyerang ketiga kalinya." Dia maju selangkah ke arah saya, tapi saya mengacungkan pistol saya kepadanya, "Jika maju satu langkah lagi, peluru ini akan melayang ke kepalamu! Buanglah pisau itu! Pada hitungan ke tiga akan saya tembak, jika pisau itu masih kau pegang. Satu, dua ..." Dia tetap memegang pisaunya dan saya akan menembak, tidak ke arah kepalanya melainkan ke tangannya dengan dua atau tiga peluru untuk membuatnya gentar. Tetapi untunglah, sebelum sempat saya tembakkan, pada saat kritis itu, terdengar suara yang keras berteriak, "Tuan-tuan, apa kalian sudah gila! Sesama kulitputih akan berkelahi dengan senjata? Hentikan!" Kami memandang ke arah suara itu dan tampak seorang laki-laki keluar dari balik sebuah pohon. Badannya kecil, kerempeng, agak bungkuk, dengan pakaian dan senjata seperti orang kulitmerah. Orang tidak bisa memastikan apakah dia seorang Indian atau kulitputih. Wajahnya yang kemerahan karena terbakar matahari menunjukkan bahwa asalnya ia berkulitputih. Dia tidak memakai topi dan rambutnya yang panjang terurai sampai kepada bahunya. Celananya terbuat dari kulit seperti orang Indian, baju berburunya pun terbuat dari kulit dan demikian juga mokassinnya. Dia hanya membawa sebuah senapan dan sebuah pisau. Mataya memancarkan pandangan yang cerdas. Meskipun penampilannya buruk, orang tidak akan menertawakannya. Hanya orang-orang yang bodohlah yang meremehkannya. Melihat orang asing itu Rattler pun berteriak sambil tertawa, "Orang kerdil, siapa engkau dan mengapa di daerah ini ada orang sejelek engkau?" Orang asing itu menatapnya dari atas kebawah dan menjawab dengan suara tenang, "Puji Tuhan! Anda menjadi orang yang sempurna! Bagaimanapun juga seseorang tidak dapat diukur dari fisiknya melainkan dari hati dan jiwanya. Saya katakan pada Anda bahwa saya tidak merasa malu dengan keadaan ini dan tidak perlu malu membandingkan dengan diri Anda." Kemudian dia berpaling pada saya sambil menggerakkan tangannya. "Lengan Anda kuat sekali, Sir! Orang yang besar badannya itu Anda angkat dengan mudah dan Anda lemparkan seolah-olah melempar sepotong ranting. Senang sekali saya melihat perbuatan Anda." Disepaknya bangkai beruang itu, lalu dia berkata dengan suara yang penuh sesal, "Inilah beruang yang kami kejar, sayang sekali, kami datang terlambat!" "Anda hendak membunuhnya?" tanya saya. "Ya, kemarin kami mengikuti jejaknya lalu saya ikuti sampai ke mari. Tetapi kini kami melihat bahwa usaha kami itu sia-sia saja." "Anda selalu menyebut kata 'kami', Sir. Apakah Anda membawa teman?" "Tidak, ada dua orang lain bersama saya." "Siapakah mereka?" "Pertanyaan Anda baru akan saya jawab apabila Anda lebih dulu mengatakan siapakah diri Anda. Di sini orang harus berhati-hati. Karena lebih banyak berkeliaran orang jahat daripada orang baik." Sambil mengucapkan kalimatnya dia mengerlingkan matanya ke arah Rattler, lalu melanjutkan perkataannya, "Saya telah mendengar sebagian percakapan Anda dan saya sudah bisa menebak siapa Anda." "Kami adalah surveyor, Sir," kata saya. "Kelompok kami terdiri dari seorang Insinyur Kepala, empat surveyor, tiga orang penunjuk jalan dan dua belas orang westman yang harus melindungi kami dari serangan." "Hm, saya kira Anda dapat melindungi diri sendiri dan tidak memerlukan bantuan orang lain. Jadi Anda adalah surveyor. Apakah Anda bekerja di daerah ini?" "Ya." "Untuk apa tanah ini diukur? Untuk membuat jalan keretaapi yang akan melewati tanah ini?" "Ya." "Apakah Anda telah membeli tanah ini?" Ketika bertanya, wajahnya berubah serius. Karena dia memerlukan jawabannya, maka saya menjawab, "Saya hanya mendapat perintah untuk mengukur tanah ini, yang lain tidak pernah saya pikirkan." "Hm, ya! Tetapi Anda tentu tahu apa yang Anda lakukan. Tanah tempat Anda sekarang berdiri ini adalah milik bangsa Indian suku Apache, yakni suku Apache marga Mescalero. Saya tahu pasti bahwa mereka tidak pernah menjual atau menghadiahkannya kepada siapa pun juga." "Apa urusanmu dengan hal ini?" Rattler memotong. "Jangan ikut campur dengan urusan orang, urus sendiri urusanmu." "Itulah persisnya yang saya lakukan, Sir, karena saya orang Apache." "Kau? Jangan bercanda. Orang buta saja yang tidak tahu bahwa kau orang kulitputih." "Anda keliru! Anda tidak boleh melihat warna kulit saya, melainkan lihatlah nama saya. Nama saya Klekih-petra. Dalam bahasa Apache Klekih-petra berarti 'Bapak Kulitputih'". Rupa-rupanya Rattler pernah mendengar nama itu. Karena itu dia mundur selangkah lalu berkata, "Oh, Andalah Klekih-petra, kepala sekolah terkenal dari orang Apache. Sayang punggung Anda bongkok. Tentu Anda sering ditertawakan oleh murid-murid Anda yang nakal." "Oh, tidak apa-apa. Saya sudah biasa ditertawakan oleh orang bodoh. Orang yang bijaksana tidak akan berbuat begitu. Sekarang saya tahu siapa Anda dan apa yang Anda kerjakan di sini. Kini giliran saya memperkenalkan teman-teman saya. Itu pun jika Anda setuju." Dia menyerukan kata-kata dalam bahasa Indian yang tidak saya pahami. Lalu dia kembali ke hutan. Kemudian muncullah dua orang yang wajahnya mirip dan sangat menarik perhatian keluar dari semak-semak dan dengan pelan mendekati kami. Mereka orang Indian, dan rupanya ayah bersama anaknya. Orang bisa langsung melihatnya sekilas. Yang lebih tua, perawakannya agak tinggi dan tubuhnya kuat. Wajahnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang bangsawan dan dari gerakannya dapat dilihat bahwa dia seorang yang tangkas. Wajahnya yang serius menunjukkan orang Indian tulen, tetapi tidak terlalu tajam dan runcing, seperti orang kulitmerah pada umumnya. Cahaya matanya menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang tenang dan baik hati, kepalanya tidak tertutup. Pada rambutnya diikatkan bulu burung elang sebagai tanda bahwa dia adalah seorang kepala suku. Dia mengenakan sepatu mokassin, celana berumbai dan pakaian berburu dari kulit. Namun semuanya serba sederhana. Pada ikat pinggangnya terselip sebuah pisau dan tergantung beberapa kantung tempat menyimpan barang-barangnya yang selalu diperlukan oleh orang di daerah Barat. Kantong jimat tergantung pada lehernya. Di sebelahnya tergantung pula calumet[Pipa untuk merokok] dengan kepalanya dari tanah liat suci. Tangannya memegang sebuah senapan berlaras ganda. Bagian yang terbuat dari kayu bertahtakan paku perak. Senapan inilah yang kemudian dibuat terkenal oleh anaknya, Winnetou, dan diberi nama Senapan Perak. Yang lebih muda pakaiannya sederhana juga, akan tetapi pakaiannya lebih halus. Sepatunya dihiasi oleh duri landak dan jahitan celana dan pakaian berburunya dihiasi oleh bordiran merah yang halus. Dia juga membawa kantong jimat di lehernya dan juga calumet. Persenjatannya sama seperti ayahnya yaitu terdiri dari sebuah pisau dan senjata berlaras dua. Dia juga tidak memakai penutup kepala. Rambutnya dikepang tetapi tanpa hiasan bulu. Rambutnya panjang sehingga berjuntai di punggungnya. Pasti banyak wanita merasa iri pada rambutnya yang hitam, indah dan berkilauan itu. Roman mukanya menunjukkan bahwa dia pun seorang bangsawan seperti ayahnya dan warna kulitnya coklat terang. Seperti yang saya duga dan kelak terbukti, dia sebaya dengan saya. Seketika itu juga saya menaruh simpati kepadanya. Saya rasa dia seorang yang baik dan berbakat. Kami saling berpandangan agak lama dengan pandangan yang menyelidik dan saya mempunyai kesan bahwa pada pandangannya yang serius, sekilas terpancar pandangan ramah yang berkilauan bagai beludru, ibarat ucapan salam yang dipancarkan oleh sinar matahari dari balik awan. "Inilah teman-teman saya dan teman seperjalanan saya," kata Klekih-petra. Tuan ini ialah Intschu tschuna (Matahari Cerah) sambil menunjuk pada orang yang lebih tua, "Dia adalah kepala marga Mescaleros dan kepala seluruh suku Apache yang lain. Dan ini anaknya bernama Winnetou. Walaupun masih muda, dia sudah banyak melakukan perbuatan berani melebihi sepuluh orang prajurit dewasa yang melakukannya bersama-sama. Namanya tersohor sampai ke mana-mana." Pujian itu tampaknya berlebih-lebihan akan tetapi kelak saya mengetahui bahwa itu benar. Rattler tertawa mengejek dan berkata, "Anak kecil ini sudah melakukan sekian perbuatan berani? Perbuatan itu niscaya tak lain daripada pencurian atau perampokan. Semua orang sudah tahu, kulitmerah pekerjaannya mencuri dan merampok." Kata-kata itu merupakan penghinaan yang besar bagi kulitmerah. Ketiga orang asing bersikap seolah-olah mereka tidak mendengarnya. Mereka mendekati beruang dan mengamatinya. Klekih-petra berlutut di dekat bangkai binatang itu dan memeriksanya. "Beruang ini mati karena tikaman pisau dan bukan oleh tembakan peluru," katanya sambil berpaling ke arah saya. Diam-diam dia telah mendengar pertengkaran saya dengan Rattler dan dengan perkataannya itu, dia hendak menyatakan bahwa saya ada pada pihak yang benar. "Bukan urusan Anda," kata Rattler. "Seorang guru yang bongkok seperti Anda tahu apa tentang perburuan beruang. Jika binatang ini nanti kami kuliti akan jelas siapa yang benar. Pendek kata saya tak mau dibodohi oleh greenhorn." Kini Winnetou pun mulai memeriksa luka-luka yang masih berdarah itu lalu dia bertanya pada saya dengan bahasa Inggris yang fasih, "Siapa yang menikam binatang ini dengan pisau?" "Saya," jawab saya. "Mengapa Anda tidak menembaknya?" "Karena saya tidak membawa senapan." "Bukankah senjata berserakan di sini." "Itu bukan milik saya. Para pemiliknya membuang senjata-senjata itu dan naik ke atas pohon." "Ketika kami mengikuti jejak beruang ini, kami mendengar orang berteriak ketakutan. Apakah teriakan itu berasal dari sini?" "Ya." "Uff, ternyata di sini ada juga tupai dan sigung[Sejenis musang yang akan mengeluarkan bau busuk jika diganggu] yang akan naik ke atas pohon jika ada bahaya. Seharusnya laki-laki harus melawan, karena jika dia berani, akan dianugerahi kekuatan termasuk mengalahkan binatang yang paling kuat. Saudara mudaku kulitputih ini memiliki keberanian. Mengapa dia disebut greenhorn?" "Karena baru pertama kali dan baru sebentar saya tinggal di daerah Barat ini." "Orang-orang mukapucat[Julukan terhadap kulitputih oleh kulitmerah] memang aneh. Orang yang gagah berani dan sudah membunuh beruang kelabu disebut greenhorn, sementara orang yang lari ke atas pohon ketika ada bahaya disebut westman yang gagah berani. Karena itu, orang kulitmerah lebih adil. Mereka tidak akan menyebut seorang pahlawan pengecut, dan tidak akan menyebut pengecut dengan pahlawan." "Anak saya berkata benar," kata ayahnya dalam Inggris yang agak buruk. "Si mukapucat yang masih muda dan gagah berani ini bukan lagi seorang greenhorn. Siapa yang bisa merobohkan beruang kelabu, maka dia pantas disebut seorang pahlawan besar. Apalagi dia berbuat demikian untuk menolong jiwa sesama manusia. Dia patut mendapat ucapan terima kasih dan bukan cemoohan. Howgh! Marilah kita selidiki apa yang dilakukan orang kulitputih di daerah ini." Betapa berbedanya teman seperjalanan saya yang sama-sama kulitputih dengan mereka yang adalah orang Indian! Makna keadilan bagi bangsa kulitmerah tidak pandang bulu. Bahkan apa yang mereka lakukan merupakan sebuah tindakan yang beresiko. Mereka hanya bertiga dan tidak mengetahui berapa orang kami semuanya. Mereka berada dalam bahaya jika memusuhi para westman. Tetapi nampaknya mereka tidak mau ambil pusing. Mereka berjalan dengan langkah pelan dan bangga melewati kami kemudian keluar dari semak-semak. Kami mengikutinya. Pada saat itu Intschu tschuna melihat tiang pengukur, berdiri di dekatnya, memandang saya, kemudian bertanya, "Apakah yang dikerjakan di sini? Apakah mukapucat mengukur sesuatu di wilayah ini?" "Ya." "Untuk apa?" "Untuk membangun rel keretaapi." Matanya menunjukkan kemarahan. Kemudian bertanya lagi dengan marah, "Anda menjadi bagian dari orang-orang ini?" "Ya." "Dan ikut mengukur juga?" "Ya." "Anda juga mendapat upah untuk pekerjaan ini?" "Ya." Dia memandang saya dengan pandangan menghina dan suaranya pun terdengar sinis ketika dia berbicara pada Klekih-petra, "Apa yang Anda ceritakan tentang sifat-sifat orang kulitputih kedengarannya bagus sekali, akan tetapi pada kenyataannya tidak ada nilainya sama sekali. Hari ini saya bertemu dengan seorang mukapucat yang gagah berani dan mempunyai wajah yang jujur. Akan tetapi ketika ditanya yang dikerjakannya di sini, ternyata dia datang untuk mencuri tanah kita. Orang kulitputih ada yang baik dan ada yang buruk wajahnya akan tetapi batinnya tidak ada yang baik." Jika saya mau jujur, sebenarnyalah ucapan kepala suku Indian itu benar. Karena itu saya tidak bisa membela diri. Saya merasa malu. Dapatkah saya merasa bangga atas pekerjaan saya? Saya sebagai seorang surveyor yang menganut agama Kristen dan sangat moralis. Karena takut beruang, Insinyur Kepala dan ketiga teman sejawatnya bersembunyi di dalam kemah. Mereka mengintipnya melalui sebuah lubang dengan ketakutan. Ketika mereka melihat kami datang, barulah mereka berani menampakkan diri. Tidak kalah herannya ketika mereka melihat orang Indian bersama kami. Pertanyaan mereka yang pertama ialah bagaimana kami melawan beruang itu. Rattler menjawab dengan segera. "Kami telah menembaknya dan malam ini kami akan menikmati daging beruang." Ketiga orang asing itu memandang saya dengan terheran-heran seakan-akan hendak bertanya apakah kebohongan itu akan saya biarkan saja. Karena itu saya berkata, "Dan saya tegaskan, bahwa saya yang menembak beruang itu. Di sini ada tiga orang ahli yang akan membenarkan perkataan saya, tetapi sebaiknya mereka tidak perlu melakukan itu. Jika nanti Hawkens, Stone, dan Parker datang, mereka akan memberikan penilaiannya yang adil tentang kita. Sampai sekarang beruang itu masih tetap tergeletak tidak ada yang berani menyentuh." "Persetan dengan penilaian ketiga orang itu!" Rattler menggerutu. "Saya dan teman-teman saya akan pergi ke sana untuk mengurus beruang itu dan yang lain, jangan coba-coba menghalangi saya kalau tubuh kalian tidak ingin diberondong peluru kami!" "Jangan membual jika tidak ingin saya bungkam, Mr. Rattler! Saya sama sekali tidak takut dengan peluru Anda, tidak seperti Anda yang begitu ketakutan berhadapan dengan seekor beruang. Anda tidak bisa mengusir saya dengan mengatakan itu! Jika Anda ke sana saya sama sekali tidak menghalangi, tetapi saya harap, Anda mengubur dulu teman Anda yang tewas itu. Anda tidak bisa begitu saja membiarkan mayatnya tergeletak di situ." "Ada yang meninggal?" tanya Bancroft kaget. "Ya, Rollins," jawab Rattler. "Akibat ketololan orang jelek ini yang bikin celaka orang lain. Semestinya dia masih bisa diselamatkan." "Kenapa bisa begitu? Karena ketololan siapa?" "Well, dia melakukan apa yang kita lakukan yaitu berlari ke arah pohon. Dia sudah di atas pohon, tetapi kemudian datang si greenhorn berlari dan menarik perhatian beruang itu dengan konyolnya, sehingga beruang itu marah dan menjatuhkan Rollins dan mengoyak-ngoyak tubuhnya." Itu adalah kebohongan yang sudah keterlaluan. Sementara itu saya berdiri saja tercengang dan hanya diam membisu. Kenyataan yang terjadi seperti ini tidak boleh saya biarkan begitu saja. Karena itu saya segera bertanya kepadanya, "Itu keyakinan Anda Mr. Rattler?" "Ya," dia mengangguk dengan pasti. Rattler mencabut pistol revolvernya karena menantikan saya melakukan sesuatu. "Sebenarnya Rollins bisa diselamatkan dan gara-gara saya dia jadi terbunuh, begitu?" "Ya." "Tetapi menurut saya, beruang itu sudah menggigitnya, sebelum saya datang." "Bohong!" "Well, sekarang Anda harus mendengar dan merasakan kebenaran itu." Bersamaan dengan itu saya rebut revolvernya dengan tangan kiri dan tangan kanan menempelengnya dengan kuat, sehingga dia terhuyung-huyung menjauh sekitar enam sampai delapan langkah sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Dia bangkit lagi dan mengeluarkan pisaunya. Dia datang berlari seperti seekor binatang yang sedang mengamuk mendekati saya. Saya tangkis tikaman pisaunya dengan tangan kiri dan memukulnya dengan tinju tangan kanan, sehingga tergeletak pingsan di bawah kaki saya. "Uff, uff!" Intschu tschuna berseru penuh pesona. Karena kekaguman akan tinju saya itu dia lupa akan sikap hati-hati orang Indian yang selama ini diperlihatkan. Sesaat kemudian dia sadar dan menyesali keterus-terangannya tadi. "Lagi-lagi Shatterhand," kata surveyor Wheeler. Saya tidak peduli dengan komentar itu, tapi mata saya lebih terarah pada teman-teman Rattler. Mereka benar-benar terlihat jengkel, tapi tak seorang pun berani bertindak. Mereka menggerutu dan meninggalkan tempat itu. Begitulah tingkah laku mereka. "Mohon pertimbangkan Rattler dengan sungguh-sungguh, Mr. Bancroft," saya meminta dengan sangat kepada Insinyur Kepala itu. "Saya tidak pernah berbuat sesuatu apa pun terhadapnya dan dia selalu mencari gara-gara dengan saya. Saya khawatir, suatu saat akan terjadi pembunuhan di perkemahan ini. Hentikan dia dan jika Anda tidak suka cara ini, biarlah saya yang akan pergi dari sini." "Oho, Sir, saya kira tidak akan terjadi seburuk itu!" "Ya, itu bisa terjadi. Di sini Anda melihat pisau dan revolver Rattler. Jangan boleh dia pegang senjata lagi sampai dia bisa menahan emosi, setelah itu dia baru boleh kembali ke sini. Saya tegaskan kepada Anda, saya hanya membela diri dan jika dia sekali lagi menyerang saya dengan senjatanya, maka saya akan menembaknya. Anda menganggap saya seorang greenhorn, tapi saya tahu hukum prairie. Barang siapa mengancam saya dengan pisau atau senapan, saat itu juga saya boleh menembak." Perkataan saya itu tidak hanya untuk Rattler melainkan juga bagi para westman yang membisu saja ketika mendengarnya. Kepala suku Intschu tschuna berpaling kepada Insinyur Kepala, "Saya mendengar, bahwa di antara kulitputih yang hadir di sini Andalah pemimpinnya. Betulkan begitu?" "Ya," jawab Bancroft. "Kalau begitu, ada sesuatu yang hendak saya bicarakan dengan Anda." "Apa?" "Itu akan saya katakan, apabila kita sudah duduk. Anda masih saja berdiri. Orang yang berunding seharusnya duduk." "Anda hendak menjadi tamu saya?" "Tidak, itu tidak mungkin. Bagaimana saya dapat menjadi tamu Anda, jika Anda berdiri di tanah saya, di hutan saya, di lembah saya, di padang prairie milik saya? Orang kulitputih kiranya duduk. Siapa mukapucat yang baru datang itu?" "Itu pemandu kami." "Suruhlah mereka duduk juga." Yang baru datang itu ialah Sam, Dick, dan Will. Sebagai pemburu prairie yang berpengalaman mereka tidak heran melihat Indian duduk di tengah-tengah kami, akan tetapi mereka menjadi agak cemas ketika mendengar siapa kedua orang Indian itu. "Siapakah orang yang ketiga itu?" tanya Sam kepada saya. "Dia bernama Klekih-petra dan Rattler menyebutnya guru." "Klekih-petra, guru orang Apache? Saya sudah pernah mendengar namanya, kalau saya tidak salah. Seorang yang sangat misterius, seorang kulitputih yang sudah lama tinggal dengan suku Apache. Orang Indian menyebut dia misionaris, walaupun dia bukanlah seorang pastor. Saya senang melihatnya, saya ingin membuktikan kebolehannya, hihihihi." "Jika itu bisa dibuktikan." "Tidakkah saya akan gigit jari? Adakah sesuatu yang lain telah terjadi?" "Ya." "Apa?" "Sesuatu yang penting." "Ceritakanlah!" "Saya telah berhasil melakukan apa yang kemarin engkau peringatkan." "Saya tidak tahu, apa yang Anda maksud. Saya telah banyak memberi peringatan kepada Anda." "Beruang grizzly." "Bagaimana, di mana, apa? Beruang kelabu bukan?" "Ya, semacam itulah!" "Di mana, di mana? Anda cuma bercanda!" "Sama sekali tidak. Itu di sana di belakang semak-semak di dalam hutan, saya telah menyeretnya ke sana." "Sungguh, sungguh? Astaga, dan itu terjadi justru ketika kita tidak ada! Adakah orang yang menjadi korban?" "Seorang, yakni Rollins." "Dan Anda? Apakah yang Anda perbuat? Apakah Anda berada cukup jauh?" "Ya." "Bagus! Tapi saya sepertinya tidak percaya." "Engkau dapat mempercayainya. Saya memang berada jauh dari beruang itu, sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap saya, tapi pisau saya bisa menikam sebanyak empat kali di antara tulang rusuknya." "Wah hebat sekali! Anda menyerang binatang itu dengan pisau?" "Ya, senapan saya tidak terbawa." "Bukan main anak ini! Seorang greenhorn sejati. Anda punya senapan Pemburu Beruang yang berat dan ketika beruangnya datang, Anda membunuhnya dengan pisau, bukannya dengan senapan. Siapa yang mau percaya? Teruskanlah cerita Anda!" "Begini, Rattler ngotot bahwa bukan saya yang membunuh beruang itu melainkan dia." Saya bercerita kepadanya, bagaimana peristiwa yang telah terjadi sesungguhnya dan bagaimana saya kemudian kembali terlibat pertengkaran dengan Rattler. "Ya Tuhan, Anda benar-benar seorang anak yang ceroboh," serunya. "Belum pernah melihat beruang grizzly, tapi menyerangnya dengan pisau seakan-akan beruang itu anjing pudel saja! Saya ingin segera melihat binatang itu. Dick dan Will, ayo! Kalian juga harus melihat, apa yang telah dilakukan greenhorn dengan tikaman-tikaman bodohnya kali ini." Dia akan ke sana, akan tetapi pada saat itu Rattler datang lagi, Sam berpaling kepadanya seraya berkata, "Dengar, Mr. Rattler. Saya akan memberitahu sesuatu kepada Anda. Anda telah bertengkar lagi dengan sahabat muda saya. Jika itu terjadi lagi, saya khawatir, Anda tidak akan sempat lagi menyesalinya. Kesabaran saya sudah habis. Camkan itu!" Dia pergi menjauh bersama Stone dan Parker. Wajah Rattler sangat marah dan memandang saya penuh kebencian, tetapi dia tidak berkata apa-apa. Namun tampak jelas sekali bahwa kemarahannya sewaktu-waktu bisa meledak. Kedua orang Indian dan Klekih-petra telah duduk di atas rerumputan. Insinyur Kepala duduk di hadapan mereka. Mereka masih berdiam diri. Mereka menunggu kedatangan Sam kembali untuk mendengarkan pendapatnya. Tak lama kemudian Sam sudah kembali dan dari jauh dia sudah berseru, "Bodoh benar orang yang menembak grizzly dan kemudian lari. Kalau orang tidak berani melawan, janganlah menembak. Kalau binatang itu tidak diganggu, niscaya ia tidak akan berbuat apa-apa. Kasihan si Rollins! Siapakah yang membunuh beruang itu?" "Saya," jawab Rattler dengan cepat. "Anda? Dengan apa?" "Dengan peluru saya." "Well, cocok, itu benar adanya." "Benar kan!" "Ya, beruang itu mati kena tembak!" "Kalau begitu dia milik saya. Kalian dengar itu! Sam Hawkens membenarkan saya!" seru Rattler penuh kemenangan. "Ya, untuk Anda. Peluru Anda meleset di atas kepalanya dan mengenai ujung telinganya. Karena ujung telinganya luka matilah sang beruang grizzly seketika, hihihihi! Kalau benar beberapa orang telah menembaknya, pastilah mereka menembak dengan penuh ketakutan karena hanya satu peluru saja yang menyerempet ujung telinganya, karena yang lain tidak ada yang mengena. Tetapi empat tikaman jitu ada di situ, dua di samping jantung dan dua lagi langsung tepat menghujam ke jantung. Siapa yang telah menikam beruang itu?" "Saya," jawab saya. "Anda sendiri?" "Tidak ada seorang pun yang lain," "Kalau begitu beruang itu milik Anda. Artinya, karena di sini ada beberapa orang, maka kulitnya akan menjadi milik Anda dan dagingnya milik kita bersama. Meski begitu, Anda yang memutuskan pembagiannya, itulah tradisi orang di daerah Barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini, Mr. Rattler?" "Persetan!" Dia meninggalkan sumpah serapahnya dan berjalan menuju kereta yang bermuatan tong brandy. Saya lihat, dia mulai menuangkan brandynya ke dalam cangkir dan saya tahu dia akan terus minum sampai mabuk. Baru kini terbuka kesempatan bagi Bancroft untuk bertanya kepada Kepala Suku Apache tentang apa yang dikehendakinya. "Saya tidak menghendaki sesuatu, melainkan saya hendak menyampaikan perintah," jawab Intschu tschuna dengan angkuh. "Kami tidak mau menerima perintah," tegas Insinyur Kepala juga sama angkuhnya. Sekilas wajah kepala suku tampak marah, tetapi dia berhasil menguasai diri dan berkata dengan tenang, "Saudaraku kulitputih boleh menjawab beberapa pertanyaan saya, akan tetapi pertanyaan itu hendaknya dijawab dengan jujur. Adakah Anda mempunyai tempat tinggal di sana?" "Ya." "Dan apakah rumah itu juga mempunyai halaman?" "Ya." "Jika ada tetangganya yang hendak membuat jalan yang melalui halaman itu, akankah Anda biarkan?" "Tidak." "Tanah-tanah di seberang Rocky Mountains dan di sebelah timur sungai Mississippi adalah milik mukapucat. Bagaimana sikap mereka seandainya orang Indian datang hendak membuat jalan keretaapi di sana?" "Mereka akan mengusirnya." "Saudaraku kulitputih telah berkata jujur. Tapi sekarang mukapucat datang ke tanah ini, tanah milik kami ini. Mereka memburu mustang-mustang kami, mereka membunuh bison-bison kami, mereka mencari emas dan batu-batu mulia yang ada pada kami. Kini mereka ingin membuat jalan yang sangat panjang, sehingga keretaapi dapat melintas di atasnya. Dengan adanya rel itu nantinya akan datang lebih banyak lagi mukapucat. Sebagian di antara mereka akan menyerang kami dan ada yang akan mengambil milik kami sehingga tidak ada yang tersisa untuk kami. Kalau demikian kami harus berkata apa?" Bancroft terdiam. "Apakah mungkin kami punya hak yang lebih sedikit dari pada kalian? Kalian beragama Kristen dan selalu berbicara tentang cintakasih. Tapi pada saat itu kalian juga berkata bahwa kalian boleh mencuri dan merampok kami. Sejujurnya kami harus melawan kalian. Apakah itu cintakasih? Kalian mengatakan, Tuhan kalian adalah Bapa yang baik untuk semua kulitmerah dan kulitputih. Apakah kami ini anak tirinya? Bukankah tanah ini milik orang-orang kulitmerah? Tapi orang kulitputih telah merampasnya dari kami. Apa yang telah kami peroleh sebagai gantinya? Penderitaan, penderitaan dan hanya penderitaan. Kalian selalu memburu kami dan mendesak kami terus-menerus, sehingga dalam waktu singkat kami akan mati merana. Mengapa kalian lakukan itu? Mungkinkah terpaksa, karena kalian tidak punya ruang gerak lagi? Bukan, melainkan karena keserakahan, karena di negeri kalian masih banyak tempat untuk berjuta-juta manusia. Setiap kulitputih ingin memiliki seluruh negeri, seluruh tanah ini. Tetapi kulitmerah yang menjadi pemilik sebenarnya dari tanah ini tidak dibiarkan hidup tenang di tanahnya sendiri. Klekih-petra yang duduk di sebelah saya ini telah bercerita tentang Alkitab. Di situ diceritakan ada manusia pertama yang mempunyai dua anak laki-laki. Yang satu membunuh yang lainnya, sehingga darahnya memercik ke surga. Bagaimana halnya dengan persaudaraan antara kulitmerah dan kulitputih? Apakah kalian yang menjadi Kain dan kami adalah Abel, yang darahnya memercik ke surga? Untuk itu kalian masih menuntut, agar kami selayaknya dibunuh, tanpa membela diri! Tidak, kami harus membela diri, harus! Kami telah dikejar-kejar dari satu tempat ke tempat lain terus-menerus. Kini kami tinggal di sini, kami kira kami dapat menikmati hidup dengan tenang dan bernafas lega, tetapi ternyata kini kalian datang lagi untuk membuat rel keretaapi. Apakah kami tidak mempunyai hak yang sama seperti Anda di rumah dan halaman Anda sendiri? Jika kami ingin menggunakan hukum kami, maka kami harus membunuh kalian semua. Namun kami hanya berharap, bahwa hukum kalian juga berlaku bagi kami. Bisakah demikian? Tidak! Hukum kalian punya dua sisi. Sisi yang akan diberlakukan kepada kami, adalah yang justru menguntungkan Anda. Anda di sini akan membangun jalan. Sudahkah Anda minta ijin kepada kami?" "Tidak, karena itu tidak perlu." "Mengapa tidak? Apakah tanah ini milikmu?" "Saya pikir begitu." "Bukan. Ini tanah kami. Apakah Anda sudah membelinya dari kami?" "Tidak." "Apakah kami menghadiahkan tanah ini kepadamu?" "Tidak. Tidak kepada saya." "Dan tidak juga kepada yang lain. Sekiranya Anda orang yang jujur dan Anda dikirim ke sini untuk membuat jalan keretaapi, maka seharusnya sejak awal Anda tanyakan kepada orang yang mengirim Anda, apakah dia mempunyai hak atas tanah ini. Jika dia mengiyakan, dia harus menunjukkan bukti kepada Anda. Tetapi Anda tidak melakukannya. Saya melarang kalian untuk melanjutkan pengukuran tanah di sini!" Kalimat terakhir yang diucapkan diberi tekanan khusus dan terdengar sungguh-sungguh. Saya terpesona oleh ucapan orang Indian ini. Sudah banyak buku-buku tentang bangsa kulitmerah dan pidato-pidato yang diucapkan oleh orang-orang Indian yang sudah saya baca, tetapi yang seperti tadi belum pernah saya ketahui. Intschu tschuna berbicara dengan bahasa Inggris yang jelas dan lancar. Jalan berpikirnya logis, cara mengungkapkannya seperti seorang yang terpelajar. Apakah ini berkat ajaran Klekih-petra, guru orang Apache itu? Sang Insinyur Kepala merasa malu. Jika dia mau mengakui kebenaran dan bersikap jujur, maka dia sama sekali tidak dapat menangkis dakwaan-dakwaan yang sudah diajukan tadi. Bancroft mengajukan beberapa alasan, tetapi semuanya terlalu berbelit-belit, berputar-putar dan banyak kesimpulan yang salah, ketika kepala suku kembali menjawab dan memojokkannya, Bancroft berpaling kepada saya, "Tetapi, Sir. Bukankah Anda tadi menyimak apa yang kami bicarakan tadi? Silahkan Anda ikut berkomentar!" "Terima kasih, Mr. Bancroft. Saya seorang surveyor di sini, bukan seorang pengacara. Lakukan apa yang Anda bisa. Tugas saya mengukur tanah, bukan berpidato." Kepala suku berkata dengan penekanan yang penuh arti, "Tidak perlu pidato panjang lebar. Sudah saya katakan, bahwa saya tidak mengijinkan Anda. Saya ingin hari ini Anda pergi dari sini kembali ke tempat asal Anda. Putuskanlah, apakah Anda mau mematuhi perintah saya atau tidak. Sekarang saya akan meninggalkan tempat ini bersama Winnetou, putra saya, dan akan kembali lagi setelah lewat waktu yang oleh orang kulitputih disebut satu jam. Saya harap nantinya Anda sudah punya jawaban untuk kami. Jika Anda pergi, maka kita bersaudara, tetapi jika Anda tidak pergi, maka permusuhan di antara Anda dan kami akan dimulai. Saya Intschu tschuna, Kepala Suku Apache telah berbicara. Howgh!" Howgh adalah semacam kata peneguhan bangsa Indian yang artinya kurang lebih sama dengan amin, sekian, setuju, harap maklum dan tidak dapat diganggu-gugat. Dia dan Winnetou bangkit. Mereka berjalan dan melangkahkan kaki pelan-pelan mendaki lembah sampai mereka menghilang di tikungan. Klekih-petra tetap duduk. Insinyur Kepala menoleh kepadanya dan memohon nasehatnya. Klekih-petra menjawab, "Lakukan apa yang Anda inginkan, Sir! Saya sependapat dengan kepala suku. Telah terjadi kejahatan besar secara terus-menerus pada suku kulitmerah. Tetapi sebagai orang kulitputih, saya juga tahu, bahwa usaha kulitmerah untuk melawan adalah sia-sia belaka. Jika kalian hari ini pergi dari sini, maka besok akan datang orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan kalian. Tetapi saya hendak memperingatkan kalian, kepala suku itu bersungguh-sungguh." "Ke mana dia pergi?" "Dia mengambil kuda kami." "Apakah tadi kalian berkuda?" "Tentu saja, kuda itu kami sembunyikan ketika kami mengetahui bahwa ada beruang grizzly di dekat kami. Beruang grizzly tidak bisa diserang sambil berkuda." Dia berdiri dan berjalan-jalan mencari angin, setidak-tidaknya untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan dan tekanan-tekanan berikutnya. Saya mengikutinya dan bertanya, "Sir, perkenankanlah saya pergi bersama Anda. Saya berjanji tidak akan berkata atau berbuat yang akan mengganggu Anda. Saya sangat tertarik dengan Intschu tschuna dan Winnetou." Bahwa dia sendiri sangat berpengaruh pada saya, saya tidak ingin mengatakan kepadanya. "Ya, silahkan ikut, Sir," jawabnya. Saya sudah menarik diri dari bangsa kulitputih dan semua urusannya. Saya tidak mau lagi berhubungan dengan mereka, tetapi saya tertarik kepada Anda, jadi marilah kita berjalan-jalan bersama. Tampaknya Anda satu-satunya yang dapat memakai akal sehat. Benarkah pendapat saya itu?" "Saya yang paling muda di antara mereka dan masih belum pandai. Saya tidak akan pernah menjadi sempurna. Saya sangat suka dengan penampilan manusia yang berhati baik dan bersemangat!" "Tidak pandai? Semua orang Amerika sama saja." "Saya bukan orang Amerika." "Jadi orang apa? Apakah pertanyaan saya ini tidak menyinggung Anda?" "Sama sekali tidak. Saya tidak punya alasan untuk merahasiakan tanah air saya yang saya cintai. Saya orang Jerman." "Seorang Jerman?" kepalanya dengan cepat menengadah. "Saya ucapkan selamat datang, saudara sebangsa dan setanah-air! Itulah sebabnya, saya segera tertarik kepada Anda. Sebagai orang Jerman, kita adalah manusia yang unik. Hati kita saling terpaut sebagai saudara, sebelum kita saling mengatakan bahwa kita sebangsa. Seorang Jerman yang telah menjadi orang Apache seutuhnya! Bagaimana kesan Anda? Tidakkah itu luar biasa!" "Tidak aneh. Suratan takdir sering mengagumkan, tetapi sangat wajar." "Suratan takdir! Mengapa Anda berbicara tentang Tuhan dan bukannya tentang nasib?" "Karena saya seorang Kristen dan Tuhan saya tidak akan meninggalkan saya!" "Benar sekali, Anda benar-benar orang yang bahagia! Ya, Anda benar. Suratan takdir seringkali mengagumkan, tetapi selalu sangat wajar terjadi. Mukjizat terbesar adalah proses hukum alam dan mukjizat besar lainnya adalah gejala alam yang terlihat sehari-hari. Seorang Jerman, seorang terpelajar, cendekiawan terkenal dan sekarang seorang Apache sejati. Kelihatannya luar biasa, tapi jalan menuju ke tujuan yang saya lalui sangat wajar." Mula-mula dia setengah hati melibatkan saya dengan ceritanya itu, namun sekarang dia merasa gembira bisa mengeluarkan isi hatinya. Saya segera tahu, bahwa dia memiliki karakter yang menonjol. Tetapi saya menghindari bertanya tentang masa lalunya. Dia tidak memperdulikan hal itu dan bertanya dengan polos tentang keadaan saya. Saya ceritakan secara detil dan kelihatan dia suka sekali mendengarnya. Kami berada tidak begitu jauh dari perkemahan dan berbaring di bawah pohon. Garis hidupnya yang pahit tergurat jelas di wajahnya, garis panjang penderitaan, keraguan, kekhawatiran, kecemasan, kehilangan. Betapa sering dia terlihat suram, terancam, gusar, terkadang takut, atau bahkan mungkin putus harapan. Kini di sini semuanya jernih dan tenang seperti danau di tengah hutan, yang tidak beriak karena hembusan angin, namun sedemikian dalamnya sehingga orang tidak bisa melihat apakah di dasarnya juga tenang. Ketika dia telah mendengar semua yang saya ketahui, dia mengangguk pelan dan berkata, "Anda berada di awal perjuangan sedang saya telah tiba pada akhir perjuangan. Namun hal ini bagi Anda hanya lahiriah saja, tidak sampai merasuk ke dalam hati. Anda punya Tuhan yang tidak pernah Anda tinggalkan. Kalau saya lain. Saya sudah kehilangan Tuhan ketika saya meninggalkan tanah air; dan yang terburuk adalah, saya merasa besar seperti Tuhan dengan menawarkan suatu kepercayaan yang kuat yang bisa dimiliki manusia, yaitu suara hati yang jahat." Dia memandang saya penuh rasa ingin tahu, bagaimana reaksi saya ketika mendengar kata-katanya itu. Ketika dia melihat wajah saya tetap tenang, dia bertanya, "Anda tidak terkejut?" "Tidak." "Tapi ini bisikan hati yang jahat! Anda bayangkan itu!" "Pah! Anda bukan pencuri dan bukan pembunuh. Sikap yang lebih jauh lagi dari itu saya kira Anda tidak mungkin mampu melakukannya. Dia menjabat tangan saya dan berkata, "Saya ucapkan terima kasih banyak! Dan Anda telah keliru. Dulu saya adalah pencuri yang besar, ya, banyak sekali melakukan pencurian! Dan yang dicuri adalah barang-barang yang sangat berharga! Saya juga seorang pembunuh. Alangkah banyaknya jiwa yang saya bunuh. Dulu saya seorang guru di sebuah sekolah tinggi, tetapi tidak perlu saya beritahukan di mana-mana. Kebanggaan saya yang terbesar terletak pada jiwa bebas yang merendahkan Tuhan, yang sampai pada titik puncaknya, sehingga bisa meyakinkan orang secara detil, bahwa kepercayaan terhadap Tuhan adalah omong kosong belaka. Saya pintar berpidato dan bisa memukau para pendengar. Bibit-bibit ketidakpercayaan kepada Tuhan itu saya tebarkan secara terbuka hingga tidak ada satu pun yang tertinggal. Saya adalah pencuri dan perampok massal yang membunuh keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan. Kemudian tibalah masa revolusi. Siapa pun yang tidak mengakui Tuhan, maka dia pun tidak akan menghargai raja atau pemimpin." Sebagai pemimpin orang-orang yang tidak puas, secara terbuka saya tampil di muka publik. Mereka menelan mentah-mentah semua kata-kata saya. Ini merupakan racun memabukkan yang, tentu saja, saya anggap sebagai obat yang mujarab. Mereka lalu berkumpul bersama-sama dan mulai mengangkat senjata. Betapa banyaknya orang yang tewas dalam keributan itu! Sayalah pembunuh mereka, tetapi mereka mati bukan semata-mata karena saya, karena yang lainnya meninggal di balik tembok penjara. Tentu saja dengan segala daya-upaya, saya mulai diselidiki. Saya meloloskan diri dan kabur dari tanah air. Tidak ada yang bersedih atas kepergian saya. Tidak ada seorang pun yang menangis dan saya sudah tidak punya lagi ayah, ibu, saudara, juga kerabat. Tidak ada orang yang menangisi saya, tetapi banyak orang yang menangis karena saya. Itu semua sama sekali tak terpikirkan sampai kesadaran akan hal itu datang, seperti sebuah hantaman yang hampir membuat saya tersungkur ke tanah. Pada suatu hari, sebelum saya melintasi batas negeri Jerman, saya dikejar-kejar oleh polisi, yang telah semakin dekat. Pada saat itu saya melintas di sebuah desa yang miskin. Secara kebetulan saya berlari melintasi halaman kecil menuju sebuah gubuk reyot dan tanpa menyebut nama, saya mencari perlindungan pada seorang ibu tua yang bertubuh kecil dan anak perempuannya, yang saya temui di biliknya. Mereka menyembunyikan saya atas kehendak suaminya yang mengatakan bahwa saya ini teman mereka. Kemudian mereka duduk bersama dengan saya di sebuah sudut yang gelap dan bercerita dengan deraian air mata karena hati yang luka. Mereka miskin tetapi bahagia. Anak perempuannya setahun yang lalu sudah menikah. Suaminya mendengar pidato saya dan ikut terhasut. Dia mengajak ayah mertuanya ikut ke dalam perkumpulan, dan racun yang saya tebarkan mulai bereaksi. Saya telah merenggut empat orang yang baik ini dari kebahagiaan hidupnya. Suami anak-perempuan mati di ladang pembantaian dengan mengenaskan dan ayah mertuanya di hukum penjara bertahun-tahun lamanya. Kedua wanita ini menceritakan semuanya kepada saya. Orang yang telah diselamatkannya, yang juga telah berdosa atas semua kemalangan mereka. Mereka menyebut nama saya sebagai seorang penghasut. Itu adalah tamparan bagi saya, bukan secara lahiriah tapi bagi jiwa saya. Murka Tuhan mulai dijatuhkan. Saya tetap masih bebas, tapi hati saya menderita, sehingga tidak ada hukuman yang setimpal atas dosa yang sangat besar itu. Di sini saya mengembara dari satu negara ke negara lain dan berusaha untuk melakukan sesuatu tetapi tidak menemukan kedamaian. Suara hati saya terus menyiksa saya! Betapa seringnya saya ingin bunuh diri, namun selalu ada tangan yang menahan saya - tangan Tuhan. Tuhan telah membimbing saya setelah penderitaan dan penyesalan selama bertahun-tahun, kepada seorang pastor Jerman di Kansas, yang merasakan suasana hati saya dan mendesak saya untuk menceritakan semuanya kepadanya. Saya melakukannya demi kebaikan diri saya. Saya temukan kebebasan setelah sekian lama dalam kebimbangan, pengampunan dan penghiburan, keimanan yang kuat dan kedamaian batin. Tuhan, saya berterima kasih sekali karenanya!" Dia berhenti sejenak, melipat kedua tangannya dan matanya menerawang ke langit. Dia kemudian melanjutkan, "Di dalam hati saya bertekad, meninggalkan urusan dunia dan manusia-manusianya. Saya pergi masuk ke dalam hutan belantara. Namun bukan saja keimanan itu sendiri yang membuat bahagia. Pohon keimanan harus menghasilkan buah. Saya ingin bekerja, sebisa mungkin yang bertentangan dengan pekerjaan saya dahulu. Saya melihat, orang kulitmerah berjuang melawan kepunahan mereka dengan penuh keputus-asaan. Saya melihat mereka terancam mati kelaparan, dan hati saya tersentuh terlebih karena kemarahan, iba hati, dan kasihan. Nasib mereka telah digariskan demikian, saya tidak bisa menolong, namun saya masih mungkin melakukan sesuatu hal yakni sedapat mungkin meringankan sakrat maut yang datang menjemput mereka dan melepas saat-saat terakhirnya dengan cintakasih dan kedamaian. Saya mendatangi suku Apache dan belajar untuk memasukkan pengaruh saya ke dalam kepribadian mereka. Saya telah memperoleh kepercayaan dari mereka dan semuanya berhasil dengan baik. Saya ingin Anda mengenal Winnetou, dia benar-benar anak didik saya yang sesungguhnya. Pemuda ini mempunyai bakat yang baik. Seandainya dia dilahirkan sebagai anak seorang penguasa Eropa, maka niscaya dia akan menjadi panglima yang ulung atau menjadi pemimpin perdamaian yang termasyhur. Namun sebagai pewaris seorang kepala suku Indian dia akan punah seperti bangsanya. Seandainya saya masih hidup pada saat dia masuk Kristen! Setidak-tidaknya saya akan mendampingi dia dalam keadaan bahaya dan darurat sampai akhir hayat saya. Dia adalah anak spiritual saya dan saya menyayanginya lebih daripada diri saya sendiri. Seandainya saya berumur panjang, jika ada peluru yang seharusnya ditujukan ke arahnya, biarlah jantung saya yang akan menahannya, dengan begitu saya akan mati dengan bahagia untuknya dan menganggap kematian itu sekaligus sebagai penebusan dosa bagi dosa-dosa saya di masa lalu." Dia diam dan menundukkan kepalanya. Saya sangat terharu dan tidak mampu berkata apa-apa, karena saya merasakan hampa setelah mendengar pengakuan seperti itu. Tetapi saya pegang tangannya dan menggenggamnya sepenuh hati. Dia memahami saya dan itu ditunjukkannya dengan anggukan pelan dan membalas genggaman saya. Itu berlangsung beberapa saat sampai kemudian dengan perlahan dia bertanya, "Dari mana tadi asalnya hingga saya ceritakan semua ini kepada Anda? Hari ini untuk pertama kalinya saya berjumpa dengan Anda dan mungkin saya tidak akan bertemu Anda lagi. Ataukah ini juga sebuah takdir, bahwa saya dan Anda sekarang bertemu di sini? Anda lihat bukan, saya yang dulunya pendosa, sekarang berusaha kembali ke jalan yang benar. Bagi saya hal ini begitu luar biasa, begitu lembut, begitu menyentuh hati, tetapi tidak menyakitkan. Suasana yang serupa dengan itu adalah ketika daun-daun berjatuhan di musim gugur. Bagaimanakah daun kehidupan saya lepas dari pohonnya? Perlahan, gampang, dan dengan tenang? Ataukah daun itu dipatahkan, sebelum tiba saatnya untuk gugur secara alamiah?" Dia memandang ke arah lembah seolah-olah tanpa disadarinya ada kerinduan di dalam hati. Saya melihat Intschu tschuna dan Winnetou datang ke arah kami. Kini mereka berkuda dan menuntun kuda Klekih-petra di sampingnya. Kami bangkit, lalu berjalan kembali ke perkemahan, di mana kami tiba bersama-sama dengan mereka. Rattler bersandar pada pedati dan memandang kami dengan wajah yang kemerah-merahan dan bengkak serta menghampiri kami. Dalam waktu yang singkat dia telah minum brandy begitu banyak, sehingga kini dia tidak sanggup minum lagi. Manusia ini benar-benar seperti binatang yang mengerikan! Pandangannya tampak bengis seakan-akan pandangan seekor binatang buas yang hendak menyerang. Saya bertekad akan mengawasi dia. Kepala suku dan Winnetou turun dari atas kudanya lalu menghampiri kami. Kami berdiri bersama-sama dan agak berjauhan. "Apakah saudara-saudaraku kulitputih telah mempertimbangkan, apakah ingin tetap tinggal di sini atau meninggalkan daerah ini?" tanya Intschu tschuna. Insinyur Kepala memperoleh gagasan diplomatis. Dia menjawab, "Sebenarnya kami ingin pergi, tapi kami harus tetap berada di sini sebagaimana perintah yang telah kami terima. Saya akan mengirim kurir ke Santa Fe dan bertanya tentang soal ini, kemudian barulah saya bisa memberi jawaban." Itu sama sekali bukan gagasan yang buruk, karena dengan begitu kami harus bisa menyelesaikan pekerjaan kami hingga kurir itu kembali. Tapi kepala suku itu berbicara dengan nada pasti, "Saya tidak bisa menunggu begitu lama. Saudara-saudaraku kulitputih harus segera memutuskan, apa yang hendak Anda lakukan." Rattler memegang mangkuk brandy dan datang menghampiri kami. Saya kira, dia akan menuju ke saya tetapi dia malahan berjalan menuju ke arah kedua orang Indian itu dan berbicara merancau, "Jika orang-orang Indian ini mau minum dengan saya, maka kita akan menuruti kemauan mereka dan meninggalkan tempat ini. Jika tidak mau, kita juga tidak akan pergi. Yang muda boleh minum dulu. Ini air apinya, Winnetou." Dia menyodorkan mangkuk ke Winnetou. Winnetou mundur dan memberi isyarat penolakan dengan tangan. "Apa, kamu tidak mau minum dengan saya? Benar-benar sebuah penghinaan. Kamu mau brandy ini di wajahmu, kulitmerah terkutuk. Jilatilah itu, jika kamu tidak mau meminumnya!" Sebelum salah seorang dari kami bisa mencegahnya, dia sudah melempar mangkuk beserta isinya ke arah wajah pemuda Apache itu. Bagi Indian, itu adalah penghinaan yang pantas dibalas langsung dengan hukuman di tempat, walaupun bukan dengan hukuman yang berat. Lalu Winnetou meninju wajah bajingan itu hingga roboh ke tanah. Dia bangun dengan susah payah. Saya akan turun tangan, karena saya pikir dia akan melangkah untuk berkelahi, tapi ternyata bukan begitu kejadiannya. Dia hanya menatap penuh ancaman pemuda Apache itu, memberi isyarat, kemudian dengan sumpah serapahnya kembali ke pedati. Winnetou menyeka wajahnya yang basah dan menunjukkan roman muka yang mashgul seperti yang ditunjukkan juga oleh ayahnya, dan tak seorang pun mengetahui apa yang ada di benak mereka. "Saya bertanya sekali lagi," kata kepala suku. "Ini untuk terakhir kali. Apakah hari ini mukapucat akan meninggalkan lembah ini?" "Kami tidak boleh," jawab seseorang. "Baiklah kami pergi. Tidak ada lagi perdamaian di antara kita." Saya berusaha untuk menengahi, tapi sia-sia, karena ketiga orang itu sudah menuju ke kuda mereka. Dari arah pedati terdengar suara Rattler, "Enyahlah kalian! Anjing-anjing merah! Tapi anak yang meninju muka saya harus membayar perbuatannya." Secepat kilat tanpa disadari orang lain, dia telah mengambil senapan dari dalam pedati dan dibidiknya ke arah Winnetou yang pada saat itu berdiri bebas tanpa perisai apa pun. Peluru itu pasti menembusnya, karena semua berjalan begitu cepat, sehingga tidak ada yang bisa menyelamatkannya. Klekih-petra berteriak penuh ketakutan, "Berlindung, Winnetou, cepat! " Bersamaan dengan itu pula dia melompat berdiri di depan pemuda Apache itu untuk melindungi. Terdengar bunyi tembakan, Klekih-petra meraba dadanya yang tertembus peluru dengan tangan. Dia berjalan terhuyung-huyung dan kemudian roboh ke tanah. Tapi dalam sekejap Rattler juga roboh oleh tinju saya. Saya sebenarnya sudah berusaha menghalangi tembakan itu dengan meloncat ke arahnya secepat mungkin, tapi ternyata sudah terlambat. Teriakan kaget dari semua yang hadir terdengar nyaring, kecuali kedua orang Indian yang tidak bersuara sedikit pun. Mereka berlutut di sebelah Klekih-petra yang telah mengorbankan dirinya demi Winnetou yang dikasihinya, dan tanpa bersuara mereka memeriksa lukanya. Tembakan itu mengenai dekat jantungnya tepat di dada, dan darah memancar keluar dari luka itu. Saya bergegas ke sana. Klekih-petra berusaha membuka matanya, wajahnya dengan cepat menjadi pucat dan cekung. "Letakkan kepalanya di pangkuanmu," pinta saya kepada Winnetou. "Jika dia nanti membuka matanya dan memandangmu, kematiannya akan membuatnya lebih bahagia." Tanpa berkata apa-apa dia menuruti permintaan saya itu. Matanya tidak berkedip, tetapi pandangannya tidak lepas menatap wajah Klekih-petra yang sedang sekarat. Kedua kelopak matanya dengan perlahan mulai membuka. Dia melihat Winnetou yang berlutut di depannya, senyum bahagia terbersit begitu cepat pada roman mukanya dan dia berbisik, "Winnetou, schi ya Winnetou-Winnetou, oh anakku Winnetou!" Kemudian tampak matanya seperti masih mencari-cari seseorang. Pandangannya tertuju ke arah saya dan dia berkata kepada saya dalam bahasa Jerman, "Dampingilah dia, setialah selamanya, lanjutkan tugas saya...!!" Dia mengangkat tangannya memohon saya memegang tangan itu dan saya menjawab, "Saya lakukan, ya, pasti, akan saya lakukan itu!" Dari wajahnya tampak ajal akan menjemputnya dan dia berdoa dengan suara yang semakin melemah, "Maka gugurlah daun saya... dipatahkan... tidak perlahan... gampang... ini adalah... penebusan dosa terakhir... saya mati seperti... seperti yang saya inginkan. Tuhan, ampuni... ampunilah saya! Ampunilah... Ampunilah! Saya datang menghadapMu .. " Dia melipat kedua tangannya... darah masih mengalir deras dari lukanya dan kepalanya kembali terkulai. Dia sudah tiada! Kini tahulah saya, apa yang dimaksud dengan takdir Tuhan seperti yang telah dia katakan, yakni dengan mencurahkan isi hatinya kepada saya untuk meringankan beban pikirannya. Harapannya untuk mati demi membela Winnetou sudah terlaksana. Betapa cepatnya harapan itu terwujud! Penebusan dosa terakhir telah terkabul. Tuhan adalah pengasih dan penyayang, rasa penyesalan mendalam Klekih-petra telah berakhir. Winnetou meletakkan dengan hati-hati kepala Klekih-petra di atas rumput, bangkit pelan-pelan dan memandang ayahnya seakan-akan hendak bertanya. "Di sana pembunuhnya tergeletak, saya sudah memukulnya," kata saya. "Terserah mau Anda apakan." "Air api!" Hanya jawaban singkat itu saja yang diucapkan oleh sang kepala suku. Tentu saja dengan nada mengejek penuh amarah. "Saya ingin menjadi teman kalian, saudara kalian, saya ingin pergi dengan kalian!" Kalimat itu keluar begitu saja dari bibir saya. Dia meludahi wajah saya dan berkata, "Anjing kudisan! Pencuri tanah demi uang! Coyote busuk! Berani-beraninya mau ikut kami, akan saya lumatkan kamu!" Kalau saja orang lain yang mengatakan, saya akan membalasnya dengan tinju. Kenapa saya tidak melakukannya? Apakah mungkin karena saya memang orang yang masuk tanpa ijin ke tanah orang? Saya tidak membalas karena naluri agar saya meninggalkan kesan menyenangkan bagi mereka. Namun saya tidak bisa menawarkan diri lagi, meskipun demi sumpah yang telah saya ucapkan di depan Klekih-petra. Orang-orang kulitputih itu berdiri membisu, menantikan apa yang akan dilakukan dua orang Apache itu selanjutnya. Keduanya tidak menghiraukan kami. Mereka mengangkat jenasah Klekih-petra ke atas kuda dan mengikatnya dengan kuat, kemudian mereka menaiki pelana kudanya, menegakkan tubuh Klekih-petra yang lunglai dan berjalan pelan-pelan dengan menyangga jenasah itu di kanan-kiri. Mereka tidak berkata tentang balas dendam dan tidak juga sejenak berpaling ke arah kami. Namun itu lebih buruk, jauh lebih buruk daripada jika mereka terus terang bersumpah membalas kami dengan kematian yang mengerikan." "Keterlaluan dan perkara ini masih akan berlanjut!" kata Sam Hawkens. "Bajingan itu terkapar di sana karena terkena pukulan Anda dan karena kebanyakan alkohol. Mau kita apakan dia?" Saya tidak menjawab. Saya memasang pelana pada punggung kuda saya dan pergi. Saya ingin menyendiri untuk mengatasi peristiwa mengerikan setengah jam yang lalu, paling tidak secara lahiriah. Larut malam baru saya pulang kembali ke perkemahan dalam keadaan letih, lelah jiwa dan raga. MENJADI DETEKTIF Tidak lama setelah buku jilid pertama terbit, banyak surat yang dikirimkan kepada saya yang intinya menanyakan kelanjutan kisah Winnetou. Tanggapan positif ini ternyata di luar dugaan saya. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan dengan berkuda, kami tiba di muara Rio Boxo de Natchitoches. Di sana kami berharap bisa bertemu dengan orang Apache yang ditinggalkan Winnetou. Sayang harapan kami itu tidak terwujud. Kami memang menemukan jejak dari orang-orang yang sebelumnya berada di tempat itu, tetapi yang kami lihat di sana sangat memilukan, yakni mayat dua orang trader yang sebelumnya memberikan keterangan kepada kami tentang perkampungan suku Kiowa. Keduanya ditembak. Belakangan saya tahu dari Winnetou bahwa penembaknya adalah Santer. Kedua pedagang itu sebenarnya telah meninggalkan perkemahan Tangua lebih awal, tetapi kano yang dipakai Santer melaju sangat cepat sehingga mereka tiba bersamaan di muara sungai. Santer, yang berkantong kosong karena gagal mendapatkan nugget milik Winnetou, tergiur melihat barang bawaan kedua pedagang itu. Untuk mendapatkannya, dia menembak mati kedua orang yang tak menaruh syak wasangka itu, kemungkinan besar dari belakang. Lalu dia menghilang tanpa jejak dengan membawa kuda bagal mereka. Winnetou mengetahui rentetan kejadian ini setelah menyelidiki jejak di tempat itu. Kelihatannya pembunuh itu tidak mudah menggiring kuda beban tersebut melalui padang sabana yang luas, apalagi dia hanya seorang diri. Selain itu, dia terpaksa bergegas karena tahu dirinya pasti akan dikejar. Sial bagi Winnetou, selama beberapa hari hujan turun lebat sehingga mengaburkan jejak di tanah. Karenanya, dia tak dapat mengandalkan matanya dan terpaksa harus mereka-reka. Kemungkinan besar Santer pergi ke permukiman terdekat untuk menjual hasil rampasannya sehingga sang kepala suku Apache itu tidak mempunyai pilihan selain mendatangi permukiman-permukiman itu satu persatu. Setelah kehilangan waktu beberapa hari, Winnetou akhirnya berhasil menemukan kembali jejak Santer di pos perdagangan Gater. Santer sempat mampir di sana. Dia menjual semua barang rampasannya lalu membeli seekor kuda dan pergi ke arah timur menyusuri tepi Sungai Red River. Winnetou lalu berpamitan kepada orang Apache yang telah menyertainya dalam perjalanan. Dia menyuruh mereka pulang ke rumah, karena mereka bisa menghalangi perjalanannya, dan bertekad mengejar pembunuh itu seorang diri. Dia membawa cukup banyak bijih emas sebagai bekal untuk bertahan dalam waktu yang lama di daerah Timur. Di Natchitoches dia tidak meninggalkan pesan buat kami, karena itu kami tidak tahu keberadaannya dan tidak bisa mengikutinya. Lalu kami berbalik menuju sungai Arkansas dan mengambil jalan darat menuju St. Louis. Saya merasa sangat kecewa karena tidak bisa bertemu lagi dengan sahabat baik saya ini. Tetapi saya tidak mampu mengubah keadaan. Setelah perjalanan panjang dan meletihkan, akhirnya kami tiba di St. Louis. Kala itu hari sudah malam. Tentu saja saya langsung mencari Mr. Henry, kawan lama saya. Dia sedang duduk di bawah lampu di depan mesin bubut dan tidak mendengar suara derit pintu ketika saya masuk ke bengkelnya. "Good evening, Mr. Henry!" saya memberinya salam seolah-olah baru kemarin terakhir berkunjung. "Bagaimana, apakah Anda telah selesai membuat senapan yang baru itu?" Setelah menegurnya, saya kemudian duduk di ujung mesin bubut seperti yang biasa saya lakukan dulu. Dia bangkit dari kursi, menatap saya sejenak seakan tidak percaya lalu bersorak kegirangan, "Anda... Anda... Andakah ini? Guru privat... Surveyor... Old Shatterhand!" Kemudian dia merentangkan kedua tangannya lalu merangkul saya serta mencium pipi saya berulang-ulang, bahkan sampai berbunyi. "Old Shatterhand? Dari mana Anda tahu nama itu?" saya bertanya setelah luapan kegembiraannya agak mereda. "Dari mana? Haruskah Anda bertanya lagi? Di mana-mana orang membicarakan tentang Anda, orang linglung! Anda sudah menjadi westman seperti yang telah ditakdirkan. Mr. White, insinyur dari seksi terdekat, dialah orang pertama yang membawa kabar itu. Dia sangat memuji Anda. Saya sungguh merasa bangga kepada diri Anda, itu harus saya akui. Tetapi yang paling hebat adalah apa yang diceritakan oleh Winnetou." "Apa?" "Dia menceritakan semuanya kepada saya... semuanya!" "Apa? Apa saya tidak salah dengar? Dia sempat datang kemari?" "Tentu saja dia berada di sini!" "Kapan?" "Tiga hari yang lalu. Anda menceritakan kepadanya tentang saya dan tentang senapan Pemburu Beruang yang sudah usang itu. Jadi aneh kalau dia ke St. Louis tanpa mengunjungi saya. Dia mengatakan, Anda telah menjadi seorang westman yang mahir berburu bison, beruang grizzly, dan lain sebagainya. Anda bahkan mendapat kehormatan sebagai seorang kepala suku!" Nada-nada pujian seperti itu terus mengalir dari mulutnya. Berkali-kali saya berusaha memotongnya tetapi tidak berhasil. Dia memeluk saya berulang-ulang. Dia sungguh merasa bahagia karena dirinyalah yang membelokkan jalan hidup saya ke daerah Barat yang liar itu. Pada waktu itu Winnetou terus menelusuri jejak Santer dan mengejarnya dengan cepat hingga ke St. Louis. Dari sana jejak tersebut mengarah ke New Orleans. Karena sangat diburu waktu, dia tiba lebih awal di St. Louis daripada saya. Dia meninggalkan pesan kepada Henry bahwa saya boleh menyusulnya ke New Orleans jika mau. Tanpa berpikir dua kali saya segera memutuskan untuk melakukannya. Karena itu saya harus segera membereskan semua tugas yang akan saya kerjakan pada keesokan harinya. Lalu pagi-pagi saya duduk bersama Hawkens, Stone, dan Parker di balik pintu kaca, tempat dulu saya diwawancarai tanpa sepengetahuan saya. Kawan lama saya Henry tidak tahan untuk tidak ikut serta. Banyak hal yang perlu diceritakan, dilaporkan, dan dijelaskan. Seperti dari semua seksi, seksi sayalah yang mendapatkan pengalaman yang paling menarik dan paling berbahaya. Namun perlu dicatat pula bahwa sayalah satu-satunya surveyor yang tersisa. Sam berusaha sekuat tenaga agar saya bisa memperoleh bonus gaji. Sia-sia belaka! Kami memang segera menerima gaji namun tidak diberi lebih satu sen pun dari gaji pokok. Jujur saya akui, saya sangat kecewa karena gaji itu tidak setimpal dengan jerih payah kami dalam membuat gambar dan catatan kerja. Pimpinan di tempat itu mempekerjakan lima surveyor, tetapi mereka hanya membayar jatah gaji untuk seorang dan menyimpan gaji keempat orang lainnya ke saku sendiri. Ini terjadi justru setelah mereka menerima hasil kerja kami - atau lebih tepat dikatakan hasil jerih payah saya sendiri. Sam yang tidak puas segera menyampaikan keberatannya. Tetapi hasilnya tetap sama. Dia malahan ditertawakan dan diusir bersama Dick serta Will. Dengan lapang dada saya pun meninggalkan tempat itu mengikuti mereka. Jumlah gaji yang saya terima hari itu memang tergolong lumayan. Saya bermaksud menyusul Winnetou. Dia meninggalkan alamat sebuah hotel di New Orleans kepada Mr. Henry untuk saya. Demi kesopanan dan kesetiakawanan di antara kami, saya bertanya kepada Sam dan kedua sahabatnya, apakah mereka mau ikut ke New Orleans. Tapi mereka bermaksud beristirahat di St. Louis dan saya tidak bisa memaksa mereka. Kemudian saya membeli beberapa potong pakaian dalam, juga setelan jas baru untuk menggantikan baju Indian saya. Setelah itu saya menumpang kapal uap dan berlayar ke arah selatan. Beberapa barang yang tidak akan saya bawa, di antaranya senapan Pemburu Beruang yang berat itu, saya serahkan kepada Henry, dan dia berjanji akan menjaganya baik-baik. Kuda putih juga saya tinggalkan karena saya tidak memerlukannya lagi. Kami semua mengira bahwa saya pergi hanya untuk waktu yang singkat. Ternyata yang terjadi sungguh lain. Kami terperangkap di tengah-tengah daerah yang dilanda perang saudara. Hal ini tidak saya singgung sebelumnya karena tidak ada kaitannya dengan rangkaian peristiwa yang terjadi sampai saat ini. Kebetulan Sungai Mississippi saat itu terbuka untuk pelayaran karena Farragut, seorang admiral terkenal, merebutnya kembali ke dalam kekuasaan pihak negara-negara Utara. Walaupun demikian, kapal yang saya tumpangi harus melewati beberapa pos pemeriksaan. Ini tentu penting tetapi justru menyita banyak waktu. Ketika saya tiba di New Orleans dan bertanya kepada hotel yang dimaksud, saya diberitahukan bahwa kemarin Winnetou telah pergi. Dia meninggalkan pesan bahwa dia masih mengejar Santer ke Vicksburg. Karena situasi yang tidak aman, dia menganjurkan supaya saya tidak mengikutinya. Kelak dia akan mengatakan kepada Mr. Henry di St. Louis, di mana dia bisa ditemui. Apa yang harus saya lakukan sekarang? Saya ingin mengunjungi sanak kerabat di kampung yang pasti membutuhkan bantuan saya. Bukankah saya memiliki cukup uang? Atau apakah saya harus kembali ke St. Louis untuk menanti Winnetou di sana? Tidak. Siapa tahu, barangkali dia akan datang sendiri ke sana. Maka pergilah saya menanyakan kapal yang akan berangkat. Ada sebuah kapal, sebuah yankee, yang hendak berlayar ke Kuba dengan memanfaatkan situasi peperangan yang sedang tenang saat itu. Di sana saya bisa mendapat kesempatan untuk pergi ke Jerman atau paling tidak ke New York. Saya membulatkan tekad lalu melangkah ke atas kapal. Alangkah baiknya jika terlebih dahulu saya menyimpan seluruh uang saya di bank. Tetapi bank mana di New Orleans yang bisa dipercaya? Selain itu saya pun tidak mempunyai waktu yang cukup. Membeli tiket saja baru saya lakukan beberapa saat sebelum kapal berangkat. Jadi terpaksa saya membawa semua uang tunai itu di dalam saku. Kesalahan ini cukup fatal karena malam itu kami dihadang badai hurricane. Meskipun cuacanya mendung, perjalanan kami aman dan tidak ada tanda-tanda akan datang angin ribut yang dahsyat pada malam hari. Maka seperti para penumpang lain yang berangkat dari New Orleans, saya pun pergi tidur tanpa rasa khawatir. Lewat tengah malam saya dikejutkan oleh gemuruh dan deru angin ribut yang datang tiba-tiba. Saya pun melompat dari tempat tidur. Pada saat itu kapal terguncang begitu hebat sehingga saya jatuh terpental. Dan kabin, tempat saya dan ketiga penumpang lain tidur, tiba-tiba ambruk menimpa saya. Dalam situasi seperti ini siapa yang akan memikirkan uang? Hidup bisa berubah dalam hitungan detik. Dalam kegelapan dan kepanikan banyak waktu akan terbuang seandainya saya berusaha mencari baju dan tas surat saya. Maka saya bergegas keluar dari reruntuhan lalu lari, atau lebih tepat dikatakan saya berjalan terhuyung-huyung ke atas geladak, karena kapal mulai oleng dan terombang-ambing. Sesampainya di luar saya tidak melihat apa-apa. Semuanya gelap gulita. Badai hurricane menghempaskan tubuh saya ke lantai, sementara itu sebuah gelombang besar menghantam saya. Saya mendengar suara orang menjerit, namun deru topan menutupi suara tersebut. Tidak lama kemudian kilat saling menyambar bersusulan sehingga untuk beberapa saat keadaan menjadi terang. Saya bisa melihat deburan ombak di depan kami. Di belakang deburan itu tampak daratan. Sementara itu rupanya kapal terjepit di antara karang. Dan hempasan gelombang-gelombang besar melambungkan buritan ke atas. Kapal tidak lagi tertolong dan setiap saat bisa hancur berkeping-keping dan sialnya, semua sekoci penyelamat sudah hilang dihanyutkan ombak. Lalu bagaimana saya bisa menyelamatkan diri? Hanya dengan berenang! Kembali kilat menyambar dan saya sempat melihat sekelompok penumpang yang berguling-guling sambil tangannya menggapai-gapai untuk mencari pegangan di dek supaya tidak terseret oleh gelombang. Sebaliknya saya justru berpikir, menghadapi bahaya seperti itu orang harus lebih mengandalkan diri sendiri. Tiba-tiba datang sebuah gelombang setinggi rumah yang tampak berkilat-kilat walaupun dalam kegelapan malam. Gelombang itu menghantam kapal dan kapal berderak. Saya yakin, kapal telah berubah menjadi puing-puing. Saya berpegang erat-erat pada sebuah penyangga besi, tapi kemudian pegangan itu terlepas. Oh Tuhan, tolong selamatkan saya! Saya merasa seolah-olah diangkat begitu tinggi oleh gelombang. Tubuh saya berputar-putar seperti bola kemudian dicampakkan ke sebuah jurang yang dalam lalu terlempar lagi ke atas. Begitu seterusnya. Saya hanya diam karena sekarang semua usaha bakal sia-sia. Tetapi begitu gelombang mencapai pantai, saya harus berjuang agar tidak terseret kembali ke tengah laut. Hanya kira-kira setengah menit saya terperangkap dalam badai yang dahsyat itu, tetapi rasanya seperti berjam-jam lamanya. Tiba-tiba gelombang-gelombang besar itu melemparkan tubuh saya ke udara, mempermainkan saya dan akhirnya menghempaskan saya ke perairan yang tenang di antara batu-batu karang. Sekarang saya tidak boleh lagi terseret! Saya mengerahkan kedua tangan dan kaki lalu berenang dengan sekuat tenaga, yang seumur hidup belum pernah saya lakukan sebelumnya. Yang saya maksudkan dengan 'perairan yang tenang' tadi bukanlah perairan yang sungguh aman. Kini saya tidak lagi berjuang melawan gelombang setinggi rumah. Namun angin masih bertiup kencang dan laut masih bergelora sehingga berkali-kali tubuh saya dihempaskan kian kemari, seperti sepotong ranting yang diaduk-aduk dalam tong air. Syukurlah akhirnya saya bisa melihat daratan. Seandainya daratan itu tidak terlihat sangat mungkin saya sudah binasa. Saya tahu ke arah mana saya harus berenang. Walaupun saya hanya berenang perlahan-lahan dalam amukan badai, tapi pada akhirnya saya berhasil mencapai pantai. Hanya saja semuanya terjadi tidak seperti yang saya kira. Laut kelihatan gelap, begitu juga daratan. Dalam kegelapan ini saya tidak bisa membedakan antara keduanya, karena itu saya tidak tahu di mana tempat yang cocok. Kepala saya tiba-tiba membentur keras pada dinding karang. Rasanya kepala saya seperti dihantam oleh sebuah palu. Tetapi saya tidak kehilangan akal dan segera memanjat ke atas karang. Setelah itu saya jatuh pingsan. Ketika saya kembali sadar ternyata badai hurricane belum mereda. Kepala saya terasa nyeri, tetapi saya tidak menghiraukannya. Yang lebih mencemaskan saya adalah kenyataan bahwa saya tidak tahu, di mana saya kini berada. Apakah saya terbaring di pantai atau di atas sebuah karang yang biasanya tersembul di atas permukaan laut? Saya tidak boleh beranjak dari sana. Tempat itu datar dan licin. Dengan susah payah saya bertahan di situ karena dengan mudah dapat dihanyutkan kembali oleh angin yang masih bertiup kencang. Setelah beberapa lama badai berangsur-angsur mereda dan kembali tenang. Sama seperti biasanya, kali ini pun semuanya berlangsung tidak lama. Topan itu tiba-tiba berlalu, hujan pun berhenti dan tampak bintang-bintang kembali bersinar di angkasa. Di bawah cahaya bintang saya bisa mengamati keadaan di sekeliling. Ternyata saya terdampar di pesisir pantai. Di belakang saya terdengar deburan ombak, sementara itu di depan tampak beberapa pohon yang tumbuh satu-satu. Saya melangkah ke sana. Pohon-pohon itu mampu bertahan terhadap amukan angin ribut. Sementara itu kebanyakan pohon lain sudah tercabut akarnya dan tumbang, bahkan ada yang terlempar cukup jauh. Pada saat itu saya melihat kerlap-kerlip cahaya di kejauhan. Pasti di tempat itu ada orang. Saya bergegas ke sana. Tampak banyak orang berdiri di dekat beberapa bangunan yang porak poranda akibat badai. Bahkan ada atap sebuah rumah yang hilang diterbangkan angin. Betapa tercengangnya penduduk di sana ketika melihat saya. Mereka memandang saya penuh keheranan seolah-olah melihat hantu. Dan karena laut masih bergejolak, maka kami harus berbicara keras agar bisa saling mengerti. Ternyata mereka adalah para nelayan. Badai telah menghempaskan kapal kami ke Pulau Tortugas. Di pulau ini terdapat benteng Jefferson dan dulu dalam benteng ini diasingkan para tawanan perang negara federal. Dengan sangat ramah mereka menyambut dan memberikan saya baju ganti serta beberapa pakaian lainnya karena saya hanya berpakaian tipis seperti lazimnya orang yang hendak tidur. Kemudian tanda bahaya dibunyikan sebagai peringatan agar mereka segera ke pantai untuk mencari korban yang mungkin masih bisa diselamatkan. Hingga keesokan harinya ada enam belas orang yang ditemukan. Tetapi hanya tiga yang masih bertahan hidup, yang lainnya sudah mati. Ketika hari siang, saya pergi ke pantai dan melihat puing-puing yang berserakan di pesisir. Kapal kami memang hancur berkeping-keping. Hanya anjungannya saja yang tersisa dan bagian itu sekarang tergeletak di atas batu karang. Sekarang saya menjadi orang yang benar-benar miskin dalam arti yang sesungguhnya, karena saya tidak memiliki apa-apa lagi. Uang yang sebenarnya bisa saya gunakan untuk bersenang-senang kini sudah tenggelam ke dasar laut. Tentu saya menyesal atas kehilangan itu, tetapi saya bisa terhibur karena hanya saya dan ketiga orang itu yang selamat. Ini merupakan nasib yang sangat mujur. Komandan benteng menyambut kami di rumahnya dan kami mendapatkan semua yang kami butuhkan. Bahkan dia memberi kesempatan kepada saya untuk pergi menuju New York dengan kapal. Ketika tiba di sana, saya jauh lebih miskin daripada ketika saya dulu untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di kota itu. Saya tidak memiliki apa pun selain keberanian untuk memulai hidup yang baru. Mengapa saya memutuskan untuk bertolak ke New York dan bukannya ke St. Louis, padahal di sana saya mempunyai banyak kenalan dan paling tidak bisa mengharapkan pertolongan dari Mr. Henry? Itu semata karena saya sudah banyak berhutang budi padanya dan saya tidak mau membebani dia sekali lagi. Ya, lain halnya jika sudah pasti bahwa saya akan bertemu dengan Winnetou di tempat itu. Sayang sekali hal itu sama sekali belum dapat dipastikan. Usahanya memburu Santer bisa berlangsung berbulan-bulan atau bahkan lebih lama lagi. Di mana saya harus mencarinya? Saya memang berniat untuk bertemu dengan dia kembali, tentu saja untuk itu saya harus menuju ke Barat, ke Pueblo di Rio Pecos. Untuk mencapai tujuan ini pertama-tama saya harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk biaya perjalanan. Dan dalam situasi seperti ini rasanya New York adalah tempat terbaik untuk mencari uang. Perkiraan saya tidak meleset. Saya bernasib mujur. Di New York saya berkenalan dengan Mr. Josh Tailor, pemimpin sebuah kantor detektif privat yang ternama dan saya melamar untuk bergabung dalam lembaga itu. Ketika dia tahu siapa saya dan apa yang saya kerjakan dalam waktu-waktu terakhir, dia mengatakan ingin terlebih dahulu membuat tes kelayakan kerja. Dia selalu beranggapan, orang Jerman tidak terampil untuk profesi detektif. Tetapi saya akhirnya berhasil melewati tes. Dan hal ini bukan karena kepandaian saya melainkan lebih karena faktor kebetulan. Lambat laun saya pun memperoleh kepercayaan yang semakin besar sehingga dia mulai menyukai saya dan mempercayakan kepada saya pekerjaan-pekerjaan yang berat namun mendatangkan pemasukan yang memuaskan. Suatu hari, setelah pengarahan, dia memanggil saya ke kantornya. Di dalamnya sudah duduk seorang pria berumur yang kelihatan cemas. Kami berkenalan. Namanya Ohlert dan dia adalah seorang pemilik bank. Maksud kedatangannya adalah meminta bantuan kami untuk suatu urusan pribadi. Kasus ini sangat meresahkan hatinya sekaligus membahayakan perusahaannya. Dia memiliki seorang anak tunggal, seorang anak laki-laki bernama William Ohlert. Umurnya dua puluh lima tahun dan belum menikah. Dalam urusan bisnis ini dia mempunyai hak yang setingkat dengan ayahnya. Ayahnya sendiri berdarah Jerman dan menikahi seorang wanita Jerman. William kelihatannya lebih menyibukkan diri dengan hal-hal ilmiah dan seni serta buku-buku bernuansa metafisis daripada buku kas. Dan dia bukan saja menganggap diri sebagai seorang sarjana hebat melainkan juga seorang penyair. Keyakinan itu semakin diperkuat setelah beberapa puisinya dimuat dalam koran berbahasa Jerman di New York. Suatu hari dia berkeinginan menulis cerita tragedi dengan tokoh utama seorang penyair gila. Untuk bisa menulis cerita ini dia beranggapan, dia harus banyak belajar tentang penyakit gila. Sejumlah besar buku tentang tema itu didatangkannya. Akibatnya sungguh mengejutkan. Dari hari ke hari William makin mengidentifikasikan dirinya dengan penyair imajinatif tersebut dan bahkan menganggap dia sendiri pun sudah menjadi gila. Beberapa waktu yang lalu ayahnya mendatangi seorang dokter yang telah lama bercita-cita mendirikan sebuah pusat rehabilitasi orang gila. Ada sumber yang menyebutkan, dulu dia pernah menjadi asisten dokter spesialis penyakit jiwa yang terkenal. Karena itu pemilik bank tadi segera mempercayai orang itu sepenuhnya. Dia kemudian meminta dokter itu untuk berkenalan dengan anaknya dengan harapan semoga akhirnya dia bisa menyembuhkan penyakit anak semata wayang tersebut. Sejak saat itu tumbuh ikatan persahabatan yang erat antara sang dokter dengan pasiennya, Ohlert yunior. Tanpa diduga, suatu hari keduanya tiba-tiba menghilang. Setelah menyelidiki lebih jauh, baru pemilik bank itu mendapat keterangan bahwa ternyata dokter itu adalah salah satu dari sekian banyak dokter gadungan yang masih terus membuka praktek di Amerika tanpa terjerat sedikit pun oleh hukum. Tailor bertanya, siapakah nama dokter gadungan tersebut. Ketika orang menyebut namanya, Gibson, serta alamat rumahnya, barulah kami sadar bahwa kini kami kembali berurusan dengan seorang musuh lama yang dulu pernah saya mata-matai karena suatu kasus. Bahkan saya masih memiliki sebuah fotonya. Foto itu tersimpan di kantor. Dan ketika saya menunjukkan potret tersebut kepada Ohlert, dia segera mengenali orang itu, yang tak lain adalah dokter dan sahabat anaknya. Gibson sebenarnya seorang penipu kelas wahid yang sudah lama beroperasi dengan berbagai kedok di Amerika Serikat dan Mexico. Kemarin pemimpin bank itu pergi ke rumah penginapan tempat Gibson bermalam, dan diberitahu bahwa Gibson sudah membayar semua biaya penginapannya lalu pergi. Entah ke mana, tak seorang pun tahu. Sementara itu William membawa uang kontan dalam jumlah yang besar. Pada hari berikutnya datang telegram dari sebuah bank di Cincinnati yang bekerjasama dengan bank Ohlert yang isinya memberitahukan bahwa William telah menarik uang sebanyak lima ribu dollar lalu pergi ke Louisville untuk menjemput kekasihnya. Berita yang terakhir ini tentu saja bohong. Dari semua fakta di atas dapat disimpulkan bahwa dokter gadungan itu menjadikan pasiennya sebagai sandera untuk meminta uang tebusan yang besar. William dikenal secara dekat oleh banyak pemilik bank ternama dan dia bisa mendapatkan dari mereka semua yang diinginkannya. Kami diminta untuk membekuk penculiknya dan membawa William pulang ke rumah. Penyelesaian kasus berat ini dipercayakan kepada saya. Saya mendapat surat kuasa dan beberapa petunjuk serta sebuah potret wajah William Ohlert, lalu segera naik kapal menuju Cincinnati. Karena Gibson mengenal saya, maka saya juga membawa perlengkapan yang diperlukan untuk menyamar seandainya situasi memintanya demikian. Setibanya di Cincinnati saya mengunjungi pemimpin bank yang disebut di atas. Dia mengatakan bahwa Gibson memang bersama-sama dengan William Ohlert. Dari sana saya berangkat ke Louisville. Di sana saya diberitahu bahwa kedua orang itu telah memesan tiket kapal dengan jurusan St. Louis. Tentu saja saya menyusul ke sana. Saya baru menemukan jejak mereka setelah pencarian yang panjang dan melelahkan. Tentu saja di sana saya bisa memperoleh bantuan dari kawan lama saya, Mr. Henry, yang tentu saja segera saya kunjungi begitu tiba di kota itu. Dia agak terkejut ketika mengetahui bahwa saya bekerja sebagai seorang detektif. Dia ikut prihatin karena saya kehilangan uang ketika kapal karam itu. Dan ketika kami akan berpisah, saya harus berjanji kepadanya bahwa setelah tugas ini selesai, saya akan melepaskan profesi sebagai detektif dan pergi ke Barat. Di sana saya harus mencoba senapan pemburu yang berhasil dirakitnya. Dia juga menganjurkan supaya saya menyimpan senapan Pembunuh Beruang. Ohlert dan Gibson rupanya telah berangkat ke New Orleans dengan menumpang kapal uap melalui Sungai Mississippi. Maka saya pun menyusul ke sana. Beruntung Ohlert senior menyerahkan daftar nama bank-bank yang selama ini selalu menjalin kerjasama dengannya. Di Louisville dan St. Louis saya menemui beberapa pegawai bank dan saya diberitahu bahwa sebelumnya William berada di situ dan kembali menarik sejumlah uang. Hal yang sama pun dilakukannya di dua bank lainnya di New Orleans yang menjadi rekan bisnis ayahnya. Kepada pegawai tersebut saya mengingatkan sekaligus meminta agar mereka melaporkan kepada saya jika William datang lagi ke tempat itu. Hanya begitulah keterangan yang berhasil saya kumpulkan. Dan kini saya terperangkap dalam lautan manusia yang memadati jalan-jalan di New Orleans. Sudah tentu saya juga meminta bantuan kepada polisi, dan saya tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu hasil yang mereka peroleh. Tetapi supaya tidak hanya duduk berpangku tangan saja, saya menerobos ke dalam kerumunan orang sambil mencari-cari. Siapa tahu barangkali saya bisa menemukan hal-hal penting tanpa diduga-duga. Kota New Orleans memiliki karakter yang sangat kuat dipengaruhi oleh budaya daerah Selatan. Ini terutama terlihat pada bangunan di bagian kota tua. Di sana jalan-jalan dan rumah tampak kotor dan sempit dan dipenuhi dengan bangunan-bangunan yang belum rampung serta balkon. Di situ tinggal orang-orang yang hidupnya tersembunyi dari keramaian umum. Semua warna kulit bisa ditemukan di sana, mulai dari warna putih pucat kekuning-kuningan hingga warna hitam yang paling legam. Para pemusik jalanan, penyanyi musiman, dan pemain gitar memperdengarkan kemampuannya dengan cara yang sangat memekakkan telinga. Terdengar suara laki-laki yang berteriak-teriak sementara perempuan menjerit-jerit. Ada seorang pelaut yang menarik rambut kuncir seorang Tionghoa yang kemudian balas memaki dirinya. Terlihat juga dua orang Negro yang sedang berkelahi, dikelilingi oleh penonton yang tertawa senang. Pada sudut yang lain tampak dua kuli pemikul barang yang tidak sengaja bertabrakan, tetapi lalu melepaskan pikulannya kemudian saling memukul dengan penuh amarah. Seorang temannya datang terburu-buru untuk melerai mereka, tetapi malahan dihujani dengan pukulan yang sebenarnya tidak dimaksudkan baginya. Kesan yang lebih baik saya jumpai di daerah pinggiran kota. Di sana terdapat rumah-rumah indah bermotif pedesaan yang dihiasi dengan taman-taman yang ditata rapi. Di atas taman itu tumbuh mawar, pohon palem, dan berbagai tumbuhan berbuah lain seperti suduayah, pir, ara, persik, jeruk, dan limau. Di sana para penduduknya bisa menikmati ketenangan serta kedamaian setelah mereka disibukkan oleh hiruk-pikuk kota. Yang paling ramai tentu saja di daerah pelabuhan. Di tempat itu berseliweran kapal dan kendaraan dari berbagai jenis dan ukuran. Tampak juga gulungan bola-bola kapas dan tong-tong berukuran raksasa, juga ratusan pekerja yang sibuk bekerja di antaranya. Orang merasa seolah-olah sedang berada di pasar kapas di Hindia Timur. Saya terus ngeluyur menyusuri kota sambil tetap membuka mata lebar-lebar - tapi tak ada hasil! Saat itu hari sudah siang dan udara menjadi panas. Saya berada di Common Street, sebuah jalan yang lebar dan indah. Dari jauh mata saya menangkap tulisan pada papan nama sebuah kedai minum Jerman. Saya berpikir, seteguk bir pilsener pada cuaca sepanas ini tentu sangat menyegarkan. Saya pun melangkah masuk. Kesukaan orang terhadap bir ini bisa diamati dari sejumlah pengunjung yang duduk di dalam kedai. Setelah mencari sejenak akhirnya saya melihat sebuah tempat duduk yang masih kosong di pojok bagian belakang. Di sana terdapat sebuah meja kecil dengan dua tempat duduk. Sebuah bangku sudah ditempati seorang pria dengan tampang yang cukup menyeramkan sehingga tak ada pengunjung yang berani mengambil tempat di depannya. Tanpa peduli saya melangkah ke sana lalu meminta izin kepadanya supaya boleh minum di tempat itu. Di wajahnya terlihat senyum iba. Dia menatap saya dengan pandangan menyelidik, seperti agak menghina lalu bertanya, "Anda mempunyai cukup uang, Master?" "Tentu saja!" saya menjawab tetapi juga merasa heran mendengar pertanyaan seperti itu. "Jadi Anda bisa membayar bir juga tempat duduk yang hendak Anda pakai?" "Saya pikir, ya!" "Well, lalu mengapa Anda meminta izin saya supaya boleh duduk di sini? Menurut perhitungan saya, Anda seorang Jerman, seorang greenhorn di daerah ini. Enyahlah ke neraka semua orang yang bermaksud menghalang-halangi saya untuk duduk pada tempat yang saya sukai. Sekarang duduklah! Letakkan kaki ke sana seperti yang Anda inginkan dan tendanglah tengkuk orang yang coba-coba melarang Anda." Harus saya akui dengan jujur, cara dan gaya bicara orang ini sungguh mengesankan. Saya merasa tiba-tiba pipi saya memerah. Sejujurnya harus saya katakan, ucapan tadi kedengaran seperti menghina saya. Saya merasa tersinggung dan ingin menunjukkan bahwa kata-katanya tidak berkenan di hati saya. Paling tidak saya harus mencoba membela diri. Maka setelah duduk, saya menyahut, "Jika Anda menganggap saya orang Jerman, maka tebakan Anda sungguh tepat, Master! Tetapi saya tidak suka disebut Dutchman'. Jika tidak, saya terpaksa membuktikan kepada Anda, bahwa sesungguhnya saya bukan seorang greenhorn. Orang boleh bersikap ramah dan itu tidak berarti bahwa dia kurang pengalaman." "Pshaw!" jawabnya tenang. "Di mata saya Anda kelihatan tidak begitu pandai. Tetapi jangan terburu-buru marah, tak ada gunanya. Saya sama sekali tidak bermaksud jelek terhadap Anda. Saya pun sungguh tidak tahu bagaimana Anda begitu berani duduk di hadapan saya. Old Death tidak membiarkan ketenangannya terusik oleh ancaman orang lain." Old Death! Ah, ternyata orang ini Old Death! Sudah sering saya mendengar tentang westman terkenal ini. Ketenarannya bahkan terdengar hingga ke daerah perkemahan di seberang Sungai Mississippi, juga merambah hingga ke negara-negara di bagian Timur. Walaupun hanya sekitar sepuluh atau dua puluh persen dari semua yang diceritakan tentang dirinya mendekati kebenaran, orang harus mengangkat topi dan mengakui dia sebagai pemburu dan scout[Pencari jejak atau pemandu. Mereka adalah westman yang bertugas memandu pasukan serdadu, atau imigran di Wild West.] yang luar biasa. Sejak lama dia mengembara di daerah Barat dan meskipun menghadapi banyak bahaya maut, belum pernah dia terluka sedikit pun. Karena kenyataan ini, mereka yang percaya kepada takhayul menganggap dia kebal peluru. Tak seorang pun tahu, siapa nama orang ini sebenarnya. Old Death lebih merupakan nom de guerre[Perancis: Nama julukan], mungkin karena tubuhnya yang sangat kurus. Seperti 'mayat hidup'! Ketika saya duduk di hadapannya dan memperhatikan dia, baru saya mengerti mengapa orang sampai menyebutnya demikian. Dia mempunyai perawakan yang sangat tinggi. Badannya yang bungkuk kelihatan seperti hanya terdiri dari kulit dan tulang. Celana kulit yang dipakainya tampak terlalu pendek. Baju berburunya yang terbuat dari kulit pun kelihatan semakin menyusut bersamaan dengan waktu, sehingga lengan baju tersebut hanya sedikit melewati sikunya. Pada bagian ini orang bisa melihat kedua tulang hasta dan tulang pengumpilnya dengan jelas seperti membedakan satu tulang dari tulang-belulang lainnya. Kedua lengannya juga terlihat seperti kerangka manusia. Dari dalam baju berburunya menjulur lehernya yang kurus dan panjang. Sementara itu jakunnya menggantung seperti sebuah pundi-pundi kulit. Dan sekarang kepalanya! Kepala itu tampak seperti tak berisi daging. Matanya sangat cekung dan di atas kepalanya tidak tumbuh sehelai rambut pun. Pipinya kurus, dagunya panjang dengan tulang rahang yang menonjol, hidungnya yang pesek dengan lubang hidung yang besar... sungguh, kepala itu tak ubahnya seperti tengkorak mayat. Dan orang akan merasa ngeri seandainya tiba-tiba berpapasan dengannya. Kesan tentang kepalanya juga diperkuat oleh hidung saya. Saya mencium bau sulfur dan amoniak yang menyengat. Karena bau ini orang bisa kehilangan selera makannya. Telapak kakinya yang panjang dan kurus terbungkus oleh sepatu tinggi yang terbuat dari sepotong kulit kuda yang dijahit. Pada sepatu itu dipasang penggertak berukuran raksasa yang terbuat dari uang logam Peso Mexico. Di sampingnya, di atas lantai tergeletak sebuah pelana kuda beserta tali kekang dan semua perlengkapannya. Di atasnya bersandar sepucuk senapan Kentucky sepanjang satu hasta[1 hasta = 60 - 80 cm]. Senjata seperti itu jarang ditemui karena tidak lagi dijual di toko. Dia juga mempersenjatai diri dengan sebilah pisau Bowie dan dua pucuk revolver besar. Popor senjata yang disebut terakhir tampak menyembul dari sabuk senjatanya. Sabuk senjata itu terbuat dari kulit berbentuk mirip tas pinggang dan dihiasi dengan kulit scalp sebesar telapak tangan. Kulit scalp itu bukan berasal dari mukapucat, jadi bisa dipastikan bahwa kulit itu berasal dari kepala orang Indian yang telah dibunuhnya. Seorang boardkeeper datang mengantar bir yang saya pesan. Ketika saya mendekatkan gelas ke bibir untuk minum, tiba-tiba pemburu itu menahan saya, "Tunggu sebentar!" katanya. "Jangan terburu-buru, boy! Kita harus bersama-sama mengangkat gelas lalu bersulang. Bukanlah hal itu menjadi adat kebiasaan di negeri Anda?" "Ya, tapi itu hanya dilakukan bersama kenalan dekat!" jawab saya tanpa menghiraukan permintaannya. "Jangan salah mengerti! Sekarang kita duduk bersama dan kita tidak perlu bersitegang. Jadi marilah kita bersulang! Saya bukan seorang mata-mata atau pembohong. Dan Anda boleh bersantai sejenak bersama saya barang seperempat jam." Nada suaranya terdengar lebih ramah daripada sebelumnya. Saya menyentuhkan ujung gelas pada gelasnya lalu berkata, "Saya tahu siapa Anda, Sir! Seandainya Anda sungguh Old Death, saya tidak perlu khawatir karena berteman dengan orang yang salah." "Jadi Anda mengenal saya? Kalau begitu saya tidak perlu lagi bercerita tentang diri sendiri. Lebih baik kita bercerita tentang diri Anda. Apa alasan paling mendasar sehingga Anda datang ke kota ini?" "Alasan yang sama yang juga mengantar semua orang lain datang ke tempat ini. saya ingin coba mengadu nasib di sini." "Saya mengerti! Di sana, di daratan Eropa, orang berpikir bahwa di sini kita hanya perlu membuka dompet dan membiarkan lembaran-lembaran dollar melayang sendiri ke dalamnya. Jika seseorang bernasib mujur, semua koran akan memuat berita tentang dia. Sedangkan tentang ribuan orang yang tenggelam dalam perjuangan melawan gelombang kehidupan dan akhirnya menghilang tanpa jejak tidak pernah diberitakan. Apakah Anda sudah menemukan keberuntungan ataukah Anda masih harus menantinya?" "Saya kira, saat ini saya masih harus menanti." "Kalau begitu berkonsentrasilah agar jangan sampai Anda melewatkan lagi peluang yang ada! Saya tahu benar, betapa sulitnya bertahan dalam penantian seperti itu. Mungkin Anda sudah tahu kalau saya seorang scout yang bisa disejajarkan dengan seorang westman, hanya hingga kini saya selalu gagal mengejar nasib mujur. Berkali-kali saya mengira bahwa saya tinggal menangkapnya. Tapi begitu saya mengulurkan tangan, tiba-tiba keberuntungan itu lenyap seperti castle in the air (tak berbekas), seolah-olah semuanya hanya bayang-bayang belaka." Dia mengucapkan kalimat ini dengan nada sedih lalu menunduk dalam-dalam dan menatap ke tanah. Karena saya tidak menanggapinya, dia kemudian memandang saya setelah beberapa saat lalu berkata, "Anda pasti tidak mengerti mengapa saya sampai berkata demikian. Sangat mudah. Saya selalu merasa prihatin bila melihat orang Jerman, apalagi orang Jerman yang masih muda belia. Karena saya harus mengatakan kepadanya bahwa dia pun pasti akan gagal. Anda harus tahu, ibu saya orang Jerman dan dari dia saya belajar bahasa Anda. Apabila Anda mau, kita boleh berbicara dalam bahasa Jerman. Pada detik-detik kematiannya ia menunjukkan kepada saya jalan-jalan yang mestinya saya lalui supaya akhirnya saya bisa menuai kebahagiaan. Tetapi saya merasa diri lebih pintar dan berjalan ke arah yang lain. Master, Anda lebih bijaksana daripada saya! Tapi tampaknya apa yang terjadi pada saya akan terulang juga pada diri Anda." "Sungguh? - Mengapa?" "Anda terlalu lembut. Tubuh Anda harum. Apabila orang Indian melihat potongan rambut Anda, mereka pasti akan jatuh pingsan karena terkejut. Pada kemeja Anda pun tidak terdapat bercak noda atau pun debu. Karena itu keliru jika Anda hendak mengadu nasib di daerah Barat ini!" "Saya sama sekali tidak berniat mengadu nasib di sini." "Oh ya? Apakah Anda bersedia mengatakan kepada saya, kira-kira apa keahlian atau bidang Anda?" "Saya lulusan perguruan tinggi!" Saya mengucapkan hal ini dengan nada agak bangga. Tetapi dia hanya tersenyum kecil menatap saya - kelihatan seperti senyum menyeringai di wajahnya yang mirip mayat -, menggeleng-gelengkan kepala lalu berkata, "Lulusan perguruan tinggi! Astaga! Jadi Anda sungguh berharap banyak dari gelar itu? Justru orang-orang seperti Andalah yang paling tidak mampu mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Tentang itu saya punya cukup pengalaman. Apakah Anda memiliki sebuah pekerjaan tetap?" "Ya, di New York!" "Pekerjaan apa?" Pertanyaan ini diucapkannya dengan suara yang sangat lain sehingga tidak mungkin saya menolak untuk menjawabnya. Tetapi karena saya tidak boleh mengatakan hal yang sebenarnya, maka saya hanya menjawab, "Saya bekerja pada seorang pemilik bank. Dan dia menugaskan saya untuk menyelesaikan suatu urusan di tempat ini." "Pemilik bank? Ah! Kalau begitu jalan hidup Anda lebih mulus daripada yang saya bayangkan sebelumnya. Jagalah terus posisi itu, Sir! Tidak semua orang yang berpendidikan bisa bekerja pada seorang hartawan Amerika. Apalagi di New York! Anda pasti mendapat kepercayaan yang luar biasa besar walaupun usia Anda masih muda. Jika tidak, tentu orang tidak berani mengirim Anda dari New York ke daerah Selatan ini. Maaf kalau tadi saya salah menebak Anda, Sir! Jadi persoalan yang hendak Anda tuntaskan menyangkut uang?" "Ya, kira-kira seperti itu." "Hm, bagus, bagus!" Sekali lagi dia menatap saya dengan pandangan memeriksa kemudian tersenyum menyeringai seperti sebelumnya lalu berkata, "Saya kira, saya sudah bisa menebak tujuan keberadaan Anda di sini." "Saya tidak yakin." "Tidak apa-apa. Tetapi saya ingin memberikan satu nasihat baik buat Anda. Kalau Anda tidak ingin diketahui orang lain bahwa Anda ke tempat ini untuk mencari seseorang, maka Anda harus membuka mata lebar-lebar. Anda telah mengamati semua pengunjung di dalam kedai ini satu persatu dan kini pandangan Anda terarah ke jendela untuk memantau orang-orang yang lewat di sana. Jadi Anda sedang mencari seseorang. Bukankah demikian?" "Benar, Master. Saya bermaksud bertemu dengan seseorang. Hanya tempat tinggalnya tidak saya ketahui." "Kalau begitu tanyakan saja ke hotel-hotel!" "Saya sudah mencobanya, tetapi sia-sia. Bahkan saya pun sudah meminta bantuan polisi, tetapi hasilnya tetap sama." Senyum kembali menghias wajahnya. Lalu dia tertawa sendiri, menepuk-nepuk punggung saya dan berkata, "Master, walaupun demikian Anda tetap seorang greenhorn, seorang greenhorn sejati. Saya harap Anda tidak tersinggung, tetapi yang saya katakan ini benar." Pada saat itu saya baru sadar bahwa saya sudah terlalu banyak bicara. Dia rupanya menangkap kesan ini, karena itu katanya, "Jadi Anda datang kemari karena suatu persoalan yang berhubungan dengan uang, seperti yang Anda katakan tadi. Orang yang bertanggung jawab atas kasus ini sedang dicari polisi. Dan tugas ini dilimpahkan kepada Anda. Karena itu Anda berkeliling di setiap sudut jalan serta kedai-kedai minum untuk menemukan dia. Saya tidak layak digelari Old Death jika saya tidak tahu, siapa orang yang sekarang duduk di hadapan saya." "Kalau begitu siapa saya, Sir?" "Seorang detektif, seorang polisi swasta yang diberi tugas menguraikan suatu persoalan. Dan persoalan itu lebih terkait dengan masalah keluarga ketimbang kejahatan murni." Orang ini ternyata mempunyai kemampuan analisa yang tajam. Haruskah saya berterus terang dengan mengatakan bahwa analisanya benar? Tidak! Karena itu saya menyahut, "Analisa Anda sangat tajam, Sir! Tapi kali ini Anda salah!" "Saya kira tidak." "Tentu, Anda salah!" "Well! Entah Anda bersedia mengakuinya atau tidak, itu urusan Anda. Saya tidak bisa dan tidak mau memaksa Anda. Tetapi jika Anda ingin agar orang tidak mengenali Anda, maka jangan bersikap begitu kentara. Urusan ini menyangkut uang. Sebagai seorang greenhorn, Anda dipercayakan tugas ini, tentu agar tidak menyolok. Anda harus bertindak hati-hati karena orang yang berada di balik kasus ini adalah seorang kenalan dekat atau mungkin anggota keluarga dari korban. Tentu kasus ini berbau kriminal, jika tidak pasti para polisi di sini tidak mengerahkan bantuannya untuk Anda. Barangkali sang korban mempunyai seorang penasehat yang selalu bersama-sama dengan dia dan ingin mengeruk semua hartanya. Ya, ya, Anda boleh memandang saya seperti itu, Sir! Apakah Anda heran atas analisa saya? Baiklah, seorang westman sejati sanggup merancang sebuah jalan panjang dari sini hingga ke Canada hanya dengan membaca dua jejak kaki di tanah. Dan sangat jarang dia keliru." "Anda membuat suatu analisa yang berlebihan, Master!" "Pshaw! Anda boleh terus menyangkal. Saya tidak dirugikan sedikit pun. Di sini saya dikenal banyak orang dan saya bisa memberikan petunjuk-petunjuk yang berguna kepada Anda. Tapi jika Anda berpikir, Anda lebih cepat mencapai tujuan dengan cara Anda sendiri, maka Anda pantas dipuji. Namun apakah cara itu cukup bijaksana, saya masih meragukannya." Dia bangkit, mengeluarkan sebuah pundi-pundi kulit yang sudah usang dari dalam saku dan membayar minumannya. Saya khawatir kalau saya telah melukai perasaannya melalui sikap saya yang kurang percaya. Karena itu untuk memperbaiki keadaan, saya berkata, "Ada beberapa persoalan, di mana orang lain atau paling tidak orang tak dikenal tidak boleh dibiarkan tahu terlalu banyak. Saya sama sekali tidak bermaksud menghina Anda dan saya pikir... " "Ya, ya!" potongnya sambil meletakkan sekeping uang di atas meja. "Itu bukanlah penghinaan. Saya mempunyai maksud baik terhadap Anda, sebab Anda memiliki sesuatu dalam diri Anda yang sungguh menarik hati saya." "Barangkali kita akan bertemu lagi!" "Sangat sulit. Hari ini saya akan pergi ke Texas lalu masuk ke Mexico. Saya tidak bisa memastikan bahwa Anda pun nanti akan menempuh jurusan yang sama. Karena itu. Farewell, Sir! Ingatlah selalu bahwa saya menamai Anda seorang greenhorn! Sedangkan tentang nama saya Old Death, Anda boleh menyebutnya demikian karena saya tidak malu dengan nama itu. Dan tak ada salahnya kalau seorang anak muda seperti Anda sedikit lebih merendah." Dia mengenakan topi sombrero yang tergantung di dinding di atasnya, menaikkan pelana dan kekang kuda ke pundaknya lalu menenteng senjatanya dan pergi. Namun setelah tiga langkah, dia berpaling lalu kembali ke tempat saya dan berkata, "Segala sesuatu pasti ada gunanya, Sir! Dulu saya pernah belajar di perguruan tinggi. Dan kini saya baru sadar, betapa tololnya saya waktu itu. Good bye!" Kali ini dia keluar meninggalkan ruangan tanpa menoleh untuk kedua kali. Pandangan mata saya terus mengikuti dia hingga tubuhnya - yang sangat menyolok sehingga beberapa pengunjung di kedai ini tertawa - hilang dalam kerumunan manusia. Sebenarnya saya ingin mengumpatnya. Bahkan saya ingin sekali mendampratnya, akan tetapi saya tak sampai hati. Tampangnya mengundang belas kasihan. Kata-katanya memang kurang ramah, tetapi suaranya kedengaran lembut dan bermaksud baik. Dan dari suaranya sangat jelas bahwa dia sungguh-sungguh berniat baik terhadap saya. Tetapi apakah dengan itu saya lalu membiarkan dia tahu tentang maksud kedatangan saya ke sini? Tentu saja hal ini bukan hanya tindakan yang kurang hati-hati melainkan juga ceroboh, walaupun saya sadar, kalau saya berterus terang, mungkin dia bisa memberikan petunjuk penting bagi pemecahan masalah ini. Saya tidak merasa risih dengan gelar greenhorn yang disebutnya. Sudah sering saya disapa demikian oleh Sam Hawkens dan sebutan itu tidak membuat saya malu. Di pihak lain saya pun tidak perlu mengatakan kepadanya bahwa dulu saya pernah berada di daerah Barat. Saya duduk termenung sambil bertopang dagu di atas meja. Tiba-tiba pintu dibuka dan seseorang masuk ke dalam. Dan orang itu adalah... Gibson. Dia berdiri di ambang pintu dan mengamati semua orang yang hadir satu persatu. Ketika saya merasa bahwa pandangannya tertuju ke arah saya, saya segera membalikkan tubuh dan duduk membelakangi pintu. Di sini tak ada lagi tempat duduk yang masih kosong, selain tempat yang baru saja ditinggalkan Old Death. Pasti Gibson akan ke sini dan duduk di hadapan saya. Diam-diam saya merasa senang membayangkan bagaimana dia nanti terkejut begitu sorot mata saya menghujam tubuhnya. Ternyata dia tidak datang. Saya mendengar suara derit pintu ditutup lalu cepat-cepat membalikkan tubuh. Benar, rupanya dia telah melihat saya dan langsung menghilang. Saya melihatnya berjalan keluar lalu pergi dengan langkah terburu-buru. Saya segera memakai topi, melemparkan uang bayaran kepada pelayan dan berlari menyusul dia. Nah, itu dia! Dia membelok ke kanan, mungkin berusaha menghilang di balik kerumunan manusia yang banyak. Dia menoleh sejenak ke belakang dan menatap saya. Langkahnya lalu dipercepat. Saya pun mempercepat ayunan langkah saya. Ketika melewati kerumunan itu saya melihatnya menghilang di sebuah gang kecil. Ketika saya baru mencapai gang itu, dia sudah membelok pada sudut yang lain. Tetapi sebelumnya dia berbalik sekali lagi, mengangkat topi lalu melambai-lambaikannya kepada saya. Ini tentu membuat saya marah. Tanpa peduli, apakah orang-orang di sekeliling menertawakan saya, saya langsung berlari kencang. Saat itu tak satu pun polisi yang terlihat, dan meminta bantuan kepada orang lain tentu tidak berguna. Tak ada seorang pun yang mau menolong saya. Ketika tiba di sudut gang itu, saya memasuki sebuah lapangan kecil. Di sebelah kiri dan kanannya berdiri deretan rumah-rumah kecil dengan pintu yang tertutup. Di hadapan saya ada villa-villa yang dihiasi taman yang sangat indah. Di lapangan itu berkumpul banyak orang, tetapi Gibson tidak terlihat di sana. Dia telah menghilang. Tampak seorang pria Negro sedang bersandar pada pintu sebuah salon cukur. Kelihatannya dia sudah lama berdiri di sana sehingga pasti dia melihat orang yang kabur tadi. Saya mendekatinya, mengangkat topi dengan sopan lalu bertanya, apakah dia melihat seorang gentleman kulitputih yang berlari keluar dari gang ini. Dia tertawa sambil memamerkan giginya yang panjang kekuning-kuningan dan menjawab, "Ya, Sir. Saya melihatnya. Berlari dia sangat cepat, sangat cepat. Dan masuk ke situ." Dia menunjuk ke sebuah villa kecil. Setelah mengucapkan terimakasih, saya bergegas ke sana. Pintu gerbang baja yang menuju ke taman di depan rumah itu dalam keadaan tertutup. Lima menit lamanya saya membunyikan bel sampai seorang pria, lagi-lagi seorang pria Negro, membukakan pintu dan berkata dengan bahasa Inggris yang jelek, "Pertama pada Massa[Maksudnya: Master (logat Negro dari daerah Selatan)] bertanya. Tanpa izinan dari Massa saya tidaklah boleh membuka." Dia masuk ke dalam dan saya berdiri di sana paling sedikit selama sepuluh menit. Rasanya seperti berdiri di atas bara api. Akhirnya dia kembali dengan membawa pesan, "Tidak bisa membuka. Massa melarang. Tidak ada masuk orang hari ini. Pintu selalu tertutup. Jadi harus kamu pergi segera, sebab jika kamu melompati pagar, maka perlu Massa menjaga keamanan tempat tinggalnya dan dia akan dengan revolver menembak Anda." Saya berdiri sendirian di sana. Apa yang harus saya lakukan? Saya tidak boleh menerobos masuk dengan jalan kekerasan. Dan saya yakin, pemilik rumah pasti tidak segan-segan menembak saya. Orang Amerika tidak pernah main-main dalam urusan keamanan tempat tinggalnya. Saya tidak mempunyai pilihan lain, selain pergi ke polisi. Dengan hati kesal saya berjalan pulang melewati lapangan. Pada waktu itu datanglah seorang anak kecil berlari-lari menghampiri saya. Dia memegang selembar kertas di tangan. "Sir, Sir!" serunya. "Tunggu sebentar! Beri saya sepuluh sen untuk surat ini." "Dari siapa?" "Seorang gentleman yang baru saja berada di sana," dia bukannya menunjuk ke villa melainkan ke arah yang berlawanan. "Dia keluar dari rumah itu. Dia menulis nota ini dan menyuruh saya membawanya kemari. Namun sepuluh sen dulu, baru Anda bisa mendapatkannya." Saya memberinya uang dan menerima kertas itu. Anak itu segera berlari menghilang. Di atas secarik kertas kumal yang disobek dari buku harian itu tertera tulisan, "Yang terhormat, Master Dutchman. Apakah Anda datang ke New Orleans karena saya? Bisa saya duga, karena Anda terus mengejar-ngejar saya. Saya selalu memandang Anda sebagai orang yang bodoh, tapi saya tidak menyangka Anda bisa sebodoh itu hendak menangkap saya. Siapa yang memiliki otak tidak lebih dari setengah lot,[1 lot = 1/30 pon atau kurang lebih 60 gram] tidak pantas menjalankan tugas ini. Kembalilah ke New York dan sampaikan salam saya buat Master Ohlert. Saya sudah berusaha agar dia tidak melupakan saya. Saya pun berharap semoga sewaktu-waktu Anda pun mengenang kembali pertemuan kita hari ini, suatu pertemuan yang tentu sangat mengecewakan Anda. Gibson." Bisa dibayangkan betapa marahnya saya setelah membaca surat ini. Saya meremas kertas itu, memasukkan ke dalam saku lalu pergi. Mungkin secara diam-diam dia mengawasi saya. Sungguh, saya tidak ingin membiarkan orang ini melihat saya tertimpa kegagalan. Saya menatap ke semua sisi lapangan untuk memeriksa. Gibson sama sekali tidak kelihatan. Pria Negro di depan salon rambut pun sudah tak tampak. Saya pun tidak menemukan anak kecil itu lagi sehingga saya tak bisa bertanya kepadanya tentang Gibson. Dia pasti diperintahkan untuk segera menghilang. Ketika tadi saya berbantah untuk mendapatkan izin masuk ke villa, dengan tenang Gibson memakai kesempatan untuk menulis sebuah surat sebanyak dua puluh tiga baris. Pria Negro itu telah mempermainkan saya. Dari tempat persembunyiannya Gibson pasti menertawakan saya. Anak kecil tadi pun menunjukkan raut wajah aneh dan dari raut itu saya bisa membaca kesan bahwa dia tahu kalau saya sedang diperdaya. Saya sungguh sangat kesal karena baru saja dipermalukan dengan teramat sangat. Dan saya tidak boleh BERANI?? mengadukan kepada polisi bahwa saya telah bertemu Gibson. Karena itu dengan diam-diam saya pergi dari sana. Tanpa melewati lapangan itu lagi, saya memeriksa semua gang yang bermuara ke lapangan itu. Tentu saja tanpa hasil sedikit pun, sebab Gibson pasti sudah terburu-buru meninggalkan kota pinggiran yang tidak aman ini. Dugaan saya, dia akan berusaha secepat mungkin kabur dari New Orleans. Walaupun otak saya hanya seberat setengah lot, saya kira dugaan terakhir ini sangat kuat. Karena itu saya memutuskan untuk pergi ke pelabuhan dan mengecek kapal-kapal yang hendak berangkat ke sana. Dua orang polisi yang berpakaian preman menolong saya... ternyata usaha mereka juga sia-sia. Rasa marah karena saya telah dibohongi mentah-mentah membuat saya tidak ingin beristirahat. Saya terus keluyuran dan menyelidiki semua restoran serta kedai-kedai minum dan ke jalan-jalan hingga larut malam. Ketika saya merasa benar-benar letih, saya kembali ke penginapan dan tidur. Saya bermimpi. Dalam mimpi saya dipindahkan ke sebuah rumah sakit jiwa. Beratus-ratus orang gila yang menyebut diri penyair, menyodorkan buku-buku syair yang tebal kepada saya untuk dibaca. Tentu saja isinya tentang cerita tragedi dengan tokoh utama seorang penyair gila. Saya harus membaca dan terus membacanya, karena Gibson berdiri di samping saya dengan revolver di tangan dan mengancam akan segera menembak jika saya berhenti sesaat. Saya terus membacanya sampai butir-butir keringat mengalir di kening. Untuk menyekanya saya mengeluarkan saputangan dari saku, berhenti sesaat dan. kemudian ditembak oleh Gibson! Bunyi tembakan membuat saya terjaga, tapi bunyi itu bukan dalam mimpi melainkan bunyi sungguhan. Karena panik, saya berguling-guling di atas tempat tidur. Dengan maksud menjatuhkan pistol dari tangan Gibson, tanpa sadar saya memukul lampu yang terletak di atas meja kecil di tempat tidur. Keesokan harinya saya harus membayar denda delapan dollar untuk kerusakan itu. Dengan tubuh bermandi keringat, saya bangun. Kemudian saya minum teh dan pergi ke Danau Pontchartrain yang indah. Di sana saya berenang sampai tubuh saya kembali segar. Setelah itu saya melanjutkan lagi pencarian. Saya pergi lagi ke kedai Jerman tempat saya bertemu Old Death kemarin. Saya melangkah masuk tanpa sedikit pun bermaksud menemukan hal baru di situ. Pada hari ini kedai minum itu tidak ramai dikunjungi seperti hari sebelumnya. Kemarin saya tidak melihat koran di sana. Tetapi hari ini tampak banyak koran berserakan di atas meja tak terbaca. Saya lalu mengambil Deutsche Zeitung[Jerman: Harian Jerman], sebuah koran terbaik yang dulu terbit di New Orleans. Koran itu masih terus bertahan hingga kini, walaupun sudah berkali-kali berganti penerbit dan redakturnya menurut kepentingan orang Amerika. Tanpa bermaksud membaca secara terperinci, saya membolak-balikkan koran tersebut. Tiba-tiba mata saya terpaku pada sebuah puisi, padahal biasanya saya membaca kolom puisi di koran hanya sekilas saja atau tidak membacanya sama sekali. Judul puisi itu mirip dengan judul sebuah roman duka. Saya hanya sedikit tergerak. Judulnya: Malam Paling Mengerikan. Saya sudah bermaksud membuka halaman berikut, tapi lagi-lagi mata saya kembali melihat dua huruf yang tertera pada bagian akhir puisi tersebut, "W.O." Kedua huruf itu adalah huruf awal dari nama William Ohlert, orang yang sejak lama menyita perhatian saya! Tidak heran kalau saya langsung menghubungkan kedua huruf itu dengan dia. Memang Ohlert yunior menganggap dirinya penyair. Apakah dia lantas menggunakan kesempatan selagi masih di New Orleans untuk menampilkan karangannya kepada publik? Barangkali tulisan itu langsung diterbitkan karena dia membayar biaya pemuatannya. Jika dugaan ini benar maka dengan bantuan puisi itu saya bisa diantar kembali menuju ke arah jejak kedua orang yang saya cari. Saya mulai membaca. Malam Paling Mengerikan Tahukah engkau malam yang menyelimuti bumi seiring angin kencang dan terpaan hujan deras, malam tanpa gemerlap bintang-bintang surgawi, tatkala mata terhalang gelap tiada batas? walau malam itu sedemikian kelam, namun esok pun 'kan tiba; Oh berbaringlah tenang dan tidurlah tanpa wasyangka. Tahukah engkau malam yang menyelimuti hidup, ketika maut datang ke pembaringan terakhir dan keabadian memanggil tak lagi sayup, hingga denyut nadimu pun berhenti mengalir? walau malam itu sedemikian kelam, namun esok pun 'kan tiba; Oh berbaringlah tenang dan tidurlah tanpa wasyangka! Tahukah engkau malam yang menyelimuti jiwa, saat permohonan ampun tiada digubris, malam bagai beludak yang membelit sukma dan meracuni pikiran dengan seribu iblis? Oh jauhkanlah dirimu dari kengerian ini sebab malam yang ini tak berujung pagi! W.O. Saya mengakui, tulisan itu sungguh menggugah hati. Dipandang dari sudut sastra, puisi ini tidak berharga. Namun ia mengandung jeritan keputusasaan seorang manusia berbakat yang sia-sia berjuang melawan cengkeraman kegilaan dan merasa dirinya tidak bisa tertolong lagi. Tapi saya segera menepis rasa haru dalam hati karena sekarang saya harus bertindak! Saya cukup yakin bahwa William Ohlert adalah pengarang puisi tersebut. Maka saya mencari di katalog alamat redaksi koran itu, dan bergegas ke sana. Ekspedisi dan redaksi berada dalam satu bangunan. Di ruangan pertama saya membeli selembar koran hari itu, kemudian melaporkan diri pada bagian redaksi. Di sana saya kemudian tahu bahwa dugaan saya ternyata benar. Seseorang bernama William Ohlert datang sendiri ke tempat itu sehari sebelumnya untuk mengantar tulisannya, sekaligus meminta supaya tulisan itu segera dimuat. Tetapi karena redaktur menolak permintaannya, penyair itu menyodorkan sepuluh dollar dan menetapkan persyaratan bahwa tulisannya harus terbit pada nomor hari itu. Mereka pun harus mengirimkan sebuah revisi[Redaksi akhir] buatnya. Tingkah laku penyair itu sangat sopan, hanya kadang-kadang dia menatap ke sekeliling dengan cemas. Dia pun selalu menekankan bahwa puisi itu ditulis dengan darahnya. Ini adalah suatu gaya bahasa yang biasa dipakai oleh penulis berbakat maupun penulis murahan. Karena alasan pengiriman revisi itulah, maka dia harus menyerahkan alamat rumahnya. Dari sini saya akhirnya bisa mendapatkan alamatnya. Dia tinggal atau pernah tinggal pada sebuah penginapan yang mahal dan terkenal di daerah kota baru. Saya segera berangkat ke sana. Sebelum meninggalkan kamar, saya menyamar agar tidak dikenal. Dan penyamaran kali ini sangat sempurna. Lalu saya menjemput dua polisi untuk pergi bersama ke alamat yang dimaksud. Keduanya akan berdiri berjaga-jaga di pintu gerbang, sementara itu saya sendirilah yang akan masuk. Saya sendiri cukup yakin, penangkapan buronan itu beserta sanderanya akan berjalan lancar. Dengan perasaan menggebu-gebu, saya membunyikan lonceng rumah. Di atas lonceng kecil itu terpampang selempeng aluminium kecil bertuliskan "First class pension for Ladies and Gentlemen". Jadi saya berada pada alamat yang benar. Rumah dan toko di sampingnya adalah milik seorang perempuan berumur. Penjaga rumah membukakan pintu, menanyakan keperluan saya, dan menyuruh saya melaporkan diri terlebih dahulu kepada pemilik rumah. Kepadanya saya memberikan kartu nama. Tetapi pada kartu itu tertera nama palsu, bukan nama saya yang sebenarnya. Kemudian saya diantar ke ruang dalam dan menunggu sang lady selama beberapa saat. Ia berpakaian rapi dan kelihatan anggun. Usianya kira-kira lima puluh tahun. Melihat rambutnya yang keriting serta kukunya yang agak kehitam-hitaman, saya bisa memastikan bahwa ia mewarisi sedikit keturunan orang kulithitam. Ia menampakkan kesan seorang wanita yang ramah dan menerima saya dengan penuh sopan santun. Saya memperkenalkan diri sebagai redaktur dari rubrik puisi pada Deutsche Zeitung lalu menyerahkan satu eksemplar dari koran tersebut. Saya menyampaikan bahwa saya harus bertemu dengan penulis puisi itu. Untuk itu saya mendapat alasan yang masuk akal, yakni karena ingin membayar honor dan meminta beberapa karangan lagi. Ia mendengarkan saya dengan tenang, lalu memperhatikan saya dengan seksama dan berkata, "Jadi Tuan Ohlert telah memberikan puisinya untuk diterbitkan di koran Anda? Sungguh menarik! Sayang saya tidak mengerti bahasa Jerman, jika tidak saya pasti meminta Anda untuk membacakannya buat saya. Apakah puisinya bagus?" "Ya, luar biasa! Saya harus katakan kepada Anda bahwa saya sungguh tertarik!" "Senang sekali mendengarnya. Di mata saya, Tuan Ohlert selalu memberikan kesan bahwa dia seorang terpelajar, seorang gentleman sejati. Sayang dia tidak banyak bicara dan tidak bergaul dengan orang lain. Hanya sekali saja dia keluar, ya, ketika pergi mengantar puisi itu kepada Anda." "Sungguh? Dari percakapan singkat dengannya saya menduga, dia menarik sejumlah uang di kota ini dan untuk maksud itu mestinya dia lebih sering keluar rumah." "Hal itu terjadi ketika saya tidak berada di rumah. Mungkin juga sekretarisnya yang pergi mengambil uang tersebut." "Jadi dia mempunyai seorang sekretaris? Tentang itu dia tak pernah menyinggungnya. Kalau begitu dia pasti seorang yang sangat kaya." "Benar! Dia memberikan gaji yang besar dan makanan yang enak. Sekretarisnya, Master Clinton, mengatur keuangannya." "Clinton! Jika sekretaris itu bernama Clinton, rasanya saya sudah pernah bertemu dengannya pada sebuah perkumpulan. Dia berasal dari New York atau paling kurang dari daerah sekitarnya dan dia seorang yang pandai menjalin relasi dengan orang lain. Kami bertemu kemarin siang ." "Betul," dia menyela. "Kemarin dia keluar rumah." "Dan kami menjadi akrab satu sama lain," lanjut saya, "sampai-sampai dia menghadiahkan sebuah potretnya untuk saya. Pada waktu itu saya tidak membawa potret saya, tetapi saya berjanji untuk memberinya sekarang, karena hari ini kami akan bertemu kembali. Ini gambarnya," saya menunjukkan gambar Gibson yang selalu saya bawa ke mana-mana. "Benar, inilah sekretarisnya," katanya setelah melihat potret itu. "Sayang Anda tidak akan bertemu lagi dengan mereka. Dan Anda tidak mendapat puisi lain dari Master Ohlert, karena keduanya sudah pergi." Saya terkejut tetapi lalu cepat-cepat menguasai diri dan berkata, "Oh... sayang sekali. Keputusan untuk pergi dari sini pasti muncul secara tiba-tiba." "Tampaknya begitu. Ini sebenarnya suatu peristiwa yang mengharukan. Master Ohlert pasti tidak pernah menyinggungnya, karena tak seorang pun mau menikam pisau ke dalam luka sendiri. Tetapi sekretarisnya menceritakan semuanya kepada saya, tapi dengan janji bahwa saya harus tutup mulut. Anda pun harus tahu, saya selalu merasa bahagia atas kepercayaan yang diberikan oleh orang-orang yang menginap di tempat ini." "Saya percaya itu. Gaya Anda yang lembut serta tutur kata Anda yang halus mampu menggerakkan hati orang untuk segera mempercayai Anda," kata saya dengan sangat lancang. "Ah bisa saja!" jawabnya sambil tersipu malu. "Cerita ini membuat saya hampir menangis. Namun saya merasa bahagia karena anak muda itu melarikan diri pada waktu yang tepat." "Melarikan diri? Kedengarannya seolah-olah dia dikejar!" "Ya, begitulah persoalannya." "Ah! Sangat menarik! Seorang penyair, berbakat luar biasa, dan cerdas namun dikejar-kejar! Dalam posisi sebagai redaktur, atau boleh dikatakan rekan dari korban, saya mempunyai hasrat yang sangat besar untuk mengetahui lebih jauh tentang hal tersebut. Koran memiliki kekuatan yang sangat berpengaruh. Barangkali saya bisa memuat kisah ini dalam sebuah tulisan. Betapa sayangnya jika kisah menarik ini tidak diterbitkan karena Anda tidak boleh membuka rahasia." Pipinya memerah. Ia menarik sebuah sapu tangan yang tidak terlalu bersih dari saku untuk berjaga-jaga kalau ia menangis. Lalu ia berkata, "Saya pun tidak lagi merasa wajib menutup mulut, Sir, karena kedua Master itu telah pergi. Hanya saya tahu, orang mengartikan koran sebagai kekuasaan. Dan saya sangat bahagia apabila Anda mampu menolong penyair malang itu." "Saya pasti akan mengerahkan seluruh kekuatan saya untuk membantu. Hanya terlebih dahulu saya harus diberitahu tentang apa yang telah terjadi." Harus saya akui, saya harus bersusah payah menyembunyikan rasa penasaran. "Anda akan mengetahuinya sekarang. Hati saya mendesak untuk menceritakan semua kepada Anda. Peristiwa ini berhubungan dengan kisah cinta sejati, kisah cinta yang tidak berakhir dengan kebahagiaan." "Sudah saya bayangkan sebelumnya. Karena sejauh yang saya tahu, cinta yang putus di tengah jalan adalah sebuah penderitaan terbesar yang mampu mencabik-cabik perasaan orang." Tentu saja saya tidak memiliki sedikit pun pengetahuan tentang cinta. "Betapa Anda sungguh simpatik dengan kata-kata indah itu, Sir. Apakah Anda pernah mengalami penderitaan sepahit itu?" "Belum." "Kalau begitu Anda sungguh beruntung. Saya pernah mengalami penderitaan seperti itu. Rasanya seperti mau mati saja. Ibu saya seorang peranakan. Saya bertunangan dengan putra seorang petani Perancis, yang juga anak campuran. Kebahagiaan kami tercabik-cabik karena ayah calon suami saya tidak mau menerima seorang coloured-lady[Inggris: Perempuan kulit berwarna] di tengah keluarganya. Karena itu saya sangat prihatin melihat nasib penyair malang itu. Mungkin dia tidak bahagia karena alasan yang serupa." "Jadi dia jatuh cinta pada seorang perempuan berkulit gelap?" "Ya, seorang peranakan Negro. Ayahnya melarang hubungan cinta itu dan dengan cara yang licik dia membuat surat keterangan lalu memaksa gadis itu menandatanganinya. Isinya, gadis itu harus melepaskan kebahagiaan yang akan ia rajut bersama William Ohlert." "Sungguh seorang ayah yang kejam!" saya berkata sedih. Wanita itu memandang saya dengan penuh simpati. Kelihatannya ia percaya pada semua hal yang diceritakan Gibson. Tentu saja sebelumnya wanita ini bercerita tentang kisah cintanya kepada Gibson. Gibson lalu mengarang sebuah dongeng yang mirip untuk menumbuhkan rasa prihatin di dalam hati wanita ini. Dengan itu dia mempunyai alasan yang kuat, mengapa dia harus segera pergi. Keterangan bahwa dia sekarang menyebut dirinya Clinton tentu sangat penting bagi saya. "Ya, seorang ayah yang kejam!" ia mengulang perlahan. "Tetapi William tetap setia kepada kekasihnya dan keduanya melarikan diri hingga ke sini. William kemudian menyerahkan gadis itu ke sebuah penginapan." "Tetapi saya belum mengerti, mengapa dia harus meninggalkan New Orleans?" "Karena orang yang mengejarnya pun sudah datang ke sini." "Ayahnya menyuruh seseorang untuk membuntutinya ke sini?" "Ya, seorang Jerman. Lagi-lagi orang Jerman. Saya membenci mereka. Mereka dinamakan bangsa yang suka berpikir tetapi mereka tidak mampu mencintai. Dengan berbekal surat kuasa di tangan, orang Jerman itu memburu William dari kota ke kota hingga kemari." Dalam hati, saya hanya tertawa mendengar kecaman wanita itu terhadap seseorang yang saat ini sedang berbicara dengan dirinya. "Dia seorang polisi. Dia harus menangkap William dan membawanya pulang ke New York," katanya lebih lanjut. "Apakah sekretarisnya menggambarkan kepada Anda, bagaimana kira-kira rupa keparat tersebut?" saya bertanya dengan hati berdebar-debar menanti tanggapannya tentang diri saya. "Ya, karena mungkin saja si barbar itu menemukan rumah penginapan William dan akan ke sini. Tetapi saya akan menyambut kedatangannya! Dan saya sudah mempertimbangkan baik-baik setiap kata yang akan saya ucapkan di hadapannya. Dia tidak akan diberitahu, ke mana William pergi. Justru saya akan menyuruhnya pergi ke jurusan yang berlawanan." Dia menerangkan tentang si 'barbar' itu dan menyebut juga namanya -sama persis dengan nama saya dan gambarannya cocok pula dengan diri saya. Hanya ia mengungkapkannya dengan cara yang lebih halus. "Setiap detik saya menunggu dia datang," katanya lebih lanjut. "Ketika saya diberitahu bahwa Anda datang, saya sempat berpikir, inilah orang yang saya nanti-nantikan. Tapi untunglah saya keliru. Anda bukanlah orang yang memburu kedua manusia yang lagi dimabuk asmara itu. Anda juga bukan orang yang mau merebut kebahagiaan mereka, bukan orang yang mencintai kejahatan dan pengkhianatan. Dari tatapan mata Anda yang polos saya bisa melihat, Anda akan menulis sebuah artikel di surat kabar untuk mengecam orang Jerman itu dan memberikan perlindungan terhadap orang yang dikejar." "Jika saya bisa, saya akan melakukannya dengan senang hati. Tetapi pertama-tama saya harus tahu, di mana William Ohlert sekarang. Saya harus menyurati dia. Semoga Anda mau mengatakan tempat tinggalnya saat ini." "Saya tahu pasti kemana dia pergi. Tetapi saya tidak bisa memastikan bahwa dia masih berada di tempat itu, apabila surat Anda tiba. Orang Jerman itu tentu akan saya suruh pergi ke arah barat laut. Namun kepada Anda saya katakan, William telah pergi ke selatan, ke Texas. Dia bermaksud menyeberang ke Mexico dan mendarat di Veracruz. Saat ini tak ada kapal yang segera berlayar ke sana. Karena bahaya yang mengancam dia harus bertindak dengan cepat, lalu dia menumpang kapal Delphin yang berlayar ke Quintanna." "Anda tahu pasti?" "Ya, sangat pasti. Dia harus bergegas. Dia hanya mempunyai sedikit waktu untuk menaikkan kopornya ke geladak kapal. Pelayan saya mengurus semuanya sampai dia tiba di geladak. Di sana dia berbicara sejenak dengan anak buah kapal dan mendapat informasi bahwa Delphin betul-betul berlayar ke Quintanna tetapi singgah dulu sebentar ke Galveston. Sungguh, Master Ohlert yunior pergi dengan kapal uap itu. Pelayan saya masih menunggu sampai kapal itu berangkat." "Apakah kekasihnya serta sekretaris itu juga ikut berlayar?" "Tentu! Pelayan saya memang tidak melihat gadis itu, karena ia sudah lebih dulu masuk ke kabin wanita. Pelayan itu pun tidak bertanya panjang lebar karena semua karyawan saya sudah dilatih untuk menjaga mulut dan tahu menghormati tamu. Yang jelas, William tidak meninggalkan kekasihnya dan dia ingin terus menghindar dari bahaya karena takut ditangkap oleh orang Jerman itu. Saya sangat senang jika keparat itu datang ke sini. Saya sudah menyiapkan adegan kecil yang menarik. Pertama-tama, saya akan mencoba melunakkan hatinya dan jika hal ini tidak berhasil, maka saya akan menyemburkan sumpah serapah ke wajahnya. Dan saya akan terus menyerang sampai dia akhirnya tertunduk malu di hadapan saya." Wanita lemah lembut itu kini sedang dikuasai emosi. Rupanya persoalan itu sangat meluluhlantakkan hatinya. Sekarang ia bangkit dari tempat duduk, mengepalkan tinju, menghadap pintu, dan berteriak mengancam, "Ya, datanglah, datanglah kau, setan Dutchman. Tatapan mata saya akan menusuk tubuhmu dan kata-kata saya akan meremukkan tulang-belulangmu." Sekarang rasanya saya sudah cukup mendengarkan keterangan yang perlu dan saya bisa pergi. Orang lain pun akan berbuat yang sama dan meninggalkan wanita itu dalam kekhilafannya. Tetapi bagi saya, saya merasa wajib menjelaskan pokok persoalan ini kepadanya. Ia tidak boleh dibiarkan terus menganggap seorang biadab sebagai seorang yang berhati tulus. Dan tidak salah juga seandainya saya berterus terang. Karena itu saya lalu berkata, "Saya pikir, Anda tidak akan mendapat kesempatan untuk mencaci maki orang itu." "Mengapa tidak?" "Karena pokok persoalan yang sebenarnya sungguh lain daripada yang Anda kira. Juga Anda tidak akan berhasil menyuruh keparat itu pergi ke arah barat laut. Karena dia sendiri lebih suka langsung menyusul ke Quintanna untuk menangkap William serta orang yang disebut sebagai sekretarisnya." "Tetapi dia tidak tahu di mana mereka tinggal." "Tidak, dia tahu. Karena Anda sudah mengatakan kepadanya." "Saya? Tidak mungkin! Saya tahu apa yang saya katakan. Kapan saya memberitahukannya?" "Baru saja." "Sir, saya tidak mengerti maksud Anda!" wanita itu bertanya dengan penuh keheranan. "Saya akan membantu Anda agar bisa mengerti persoalan ini lebih baik. Tapi pertama-tama izinkanlah saya mengubah sedikit penampilan." Setelah itu saya melepaskan rambut hitam, janggut tebal, serta kacamata dari wajah. Ia mundur beberapa langkah karena terkejut, "Ya Tuhan!" serunya. "Anda bukan seorang redaktur melainkan orang Jerman itu! Anda telah membohongi saya!" "Saya terpaksa berbuat demikian, karena sebelumnya Anda telah ditipu orang. Cerita tentang wanita peranakan itu dari awal hingga akhir adalah suatu kebohongan besar. Orang telah mempermainkan kebaikan hati Anda dan menjadikannya lelucon. Clinton itu bukan sekretaris dari William. Sebenarnya dia bernama Gibson dan dia adalah seorang penipu yang sangat berbahaya. Dan saya ingin membekuknya." Ia jatuh terduduk tanpa daya di atas kursi dan berkata, "Tidak, tidak! Semua ini tidak mungkin. Orang yang baik, ramah, dan menawan itu tidak mungkin menjadi seorang penipu. Saya tidak mempercayai Anda." "Anda akan percaya jika mendengarkan cerita saya. Baik, saya akan menceritakan semuanya." Saya menerangkan tentang pokok persoalan yang sebenarnya. Dan saya berhasil mempengaruhi bahkan mengubah rasa simpatinya terhadap sekretaris yang baik hati itu menjadi kemarahan yang meluap-luap. Ia sadar, ia telah ditipu mentah-mentah. Akhirnya ia mengaku bahagia karena saya datang dengan pakaian menyamar. "Jika Anda tadi tidak menyamar," katanya, "tentu Anda tidak mendapat keterangan yang benar dan Anda pasti sudah berlayar ke utara, ke Nebraska atau Dakota sesuai petunjuk saya. Tindak tanduk orang yang bernama Gibson, atau Clinton itu harus diganjar dengan hukuman yang keras. Saya berharap Anda segera mengejarnya. Saya juga minta supaya Anda menyurati saya dari Quintanna untuk memberitahukan, apakah Anda sudah berhasil menangkap keparat itu. Sebelum menyeretnya ke New York Anda harus membawanya kemari supaya saya bisa mengatakan kepadanya, betapa rendahnya dia di mata saya." "Itu tidak mungkin. Sungguh tidak gampang membekuk seseorang di Texas lalu menyeretnya ke New York. Saya sudah merasa puas apabila saya berhasil melepaskan William Ohlert dari tangan penculiknya dan paling tidak bisa menyelamatkan sebagian uang yang diambil keduanya selama pelarian. Tetapi untuk saat ini saya akan merasa sangat bahagia kalau Anda cukup mengatakan bahwa Anda tidak lagi menganggap orang Jerman sebagai bangsa barbar, bangsa yang tidak bisa mencintai. Saya sedih mendengar bangsa saya dikecam tanpa alasan, seperti yang baru saja Anda lakukan." Jawaban yang keluar dari mulutnya adalah sebuah permintaan maaf. Ia juga meyakinkan saya bahwa ia telah mengubah pandangannya yang salah. Kami lalu berpisah dalam suasana yang penuh keakraban. Kepada kedua polisi yang menunggu di luar, saya mengatakan bahwa urusannya sudah selesai. Saya memberikan mereka sejumlah uang lelah, lalu segera beranjak pergi. Tentu saja saya harus secepat mungkin pergi ke Quintanna. Pertama-tama saya harus mencari kapal yang akan berangkat ke sana. Sayang waktunya tidak tepat buat saya, karena walaupun ada sebuah kapal uap yang siap untuk berlayar ke Tampico, namun kapal itu akan singgah di beberapa tempat. Sedangkan kapal-kapal dengan jurusan Quintanna baru akan berangkat beberapa hari lagi. Akhirnya saya menemukan sebuah kapal layar yang dipakai untuk mengangkut barang-barang ke Galveston yang akan berangkat sore ini, dan saya bisa berlayar dengan kapal itu. Di Galveston saya berharap bisa mendapat sarana yang lebih cepat untuk pergi ke Quintanna. Dengan segera saya mengepak barang-barang dan naik ke atas kapal. Sayang harapan saya untuk berlayar dari Galveston menuju Quintanna tidak terwujud. Tetapi, masih ada kemungkinan lain bagi saya untuk berlayar melampaui tempat tujuan hingga ke Matagorda di muara timur Sungai Colorado. Orang mengatakan, lebih gampang untuk berangkat lagi dari sana menuju ke Quintanna. Pertimbangan ini membulatkan tekad saya untuk memilih kemungkinan yang terakhir. Di kemudian hari baru jelas bahwa saya tidak perlu menyesali keputusan itu. Pada waktu itu perhatian pemerintah di Washington tertuju pada daerah Selatan, Mexico. Negara ini masih terus menderita akibat peperangan antara aliran republik dan aliran yang mendukung sistem kerajaan. Amerika Serikat mengakui Benito Juarez sebagai Presiden Republik Mexico. Penduduk Mexico menolak mati-matian kalau akhirnya dia harus kalah melawan Maximillian. Sama seperti sebelumnya, mereka tetap menganggap Kaisar Maximillian sebagai penguasa ilegal. Karena itu mereka melakukan tekanan politis terhadap Napoleon. Napoleon dituntut membuat pernyataan guna menarik pasukannya dari Mexico. Melalui kemenangan bangsa Prusia dalam peperangan di Jerman, secara tidak langsung Napoleon dipaksa untuk menepati perjanjian. Di sinilah awal keruntuhan Maximillian. Ketika pecah perang saudara, Texas menyatakan diri mendukung sesessionisme[Aliran yang memperjuangkan hak untuk memisahkan diri dari pemerintah Union] dan dengan itu berpihak pada negara-negara yang ingin mempertahankan sistem perbudakan. Kekalahan negara tersebut tidak membawa kedamaian bagi rakyat. Orang menjadi kecewa terhadap negara-negara Utara dan mereka menunjukkan sikap yang menentang politik negara tersebut. Sebenarnya rakyat Texas menganut aliran republik. Orang mengelu-elukan Juarez sebagai pahlawan suku Indian, karena dia tidak gentar mengangkat senjata melawan Napoleon dan para sekutunya dari Dinasti Habsburg. Namun karena pemerintahan di Washington bersekutu dengan pahlawan ini, maka diam-diam orang pun mulai menentang dia. Jadi dalam kemelut ini rakyat Texas terbagi menjadi dua kelompok: yang satu secara terang-terangan menyuarakan dukungannya terhadap Juarez, sedangkan yang lainnya menyatakan penolakan terhadap dirinya. Namun penolakan itu tidak didasarkan pada keyakinan, tetapi semata-mata karena mereka ingin menentang semua bentuk undang-undang. Akibat ketegangan yang timbul dari pertentangan itu, maka sangat sulit untuk bepergian melalui daerah ini. Usaha seseorang untuk menyembunyikan paham politiknya hanyalah tindakan yang sia-sia belaka, karena setiap orang dipaksa untuk mendukung satu dari kedua orang di atas. Orang Jerman yang menetap di Texas pun tidak sepaham. Sebagai orang Jerman, mereka menyatakan simpati terhadap Maximillian. Tetapi hal itu tidak sesuai dengan semangat patriotisme mereka, karena Maximillian pergi ke Mexico di bawah bendera Napoleon. Sudah cukup lama mereka hidup dalam suasana yang didominasi oleh paham republik, sehingga mereka percaya bahwa penyerbuan bangsa Perancis ke daerah Montezuma tidak bisa dibenarkan. Penyerbuan itu hanya dimaksudkan untuk meraih kembali kejayaan bangsa Perancis yang telah pudar, dan dengan itu, pandangan rakyat Perancis dialihkan dari situasi dalam negeri sendiri yang kacau balau. Karena alasan-alasan ini orang-orang Jerman lebih suka memilih diam dan menjauhkan diri dari urusan politik. Tetapi pada saat yang sama, sebenarnya selama perang sesessionis mereka memihak negara-negara Utara dan menentang kaum bangsawan yang mempekerjakan budak. Suasana seperti inilah yang kami alami ketika berada di tanjung yang luas yang memisahkan Teluk Matagorda dari Teluk Mexico. Kami bisa berlayar melalui Paso Caballo, tetapi kemudian kami harus segera menurunkan jangkar karena perairan itu dangkal sehingga kapal-kapal yang besar bisa terancam kandas. Di balik tanjung itu berlabuh beberapa kapal kecil. Sedangkan agak ke tengah berlabuh kapal-kapal besar, kapal bertiang tiga, dan sebuah kapal uap. Dengan perahu saya cepat-cepat pergi ke Matagorda untuk menanyakan jadwal kapal ke Quintanna. Sayang saya diberitahu bahwa baru dua hari lagi sebuah kapal akan berlayar ke sana. Saya tertahan sekali lagi. Sungguh saya merasa sangat kesal karena Gibson bisa empat hari lebih cepat daripada saya, dan kesempatan ini bisa dipakainya untuk menghilang tanpa jejak. Saya hanya bisa menghibur diri dengan mengatakan bahwa dalam situasi terjepit, saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Tiada pilihan lain bagi saya selain harus menunggu dengan sabar. Maka saya segera mencari sebuah hotel dan menyuruh orang mengambil barang-barang saya dari kapal. Dulu Matagorda belum seluas sekarang. Kota ini terletak di teluk bagian timur dan merupakan sebuah kota pelabuhan yang kurang terkenal apabila dibandingkan misalnya dengan Galveston. Seperti semua daerah di Texas, pantai di tempat itu pun sangat kotor dengan bagian landai yang penuh lumpur tetapi lembab. Dalam waktu singkat orang bisa terserang sakit demam. Karena itu rasanya tidak bijaksana jika saya harus berlama-lama di sana. 'Hotel' tempat saya menginap ini bisa dibandingkan dengan penginapan kelas tiga atau kelas empat di Jerman. Sedangkan kamar saya lebih mirip sebuah kamar tidur kapal yang sempit. Bahkan tempat tidurnya sedemikian pendek sehingga saat tidur, kaki dan kepala saya menjulur ke luar. Setelah semua barang diantar ke kamar, saya keluar sebentar untuk melihat-lihat kota. Untuk keluar dari kamar menuju tangga, saya harus melewati sebuah kamar yang sedang terbuka pintunya. Saya menengok sepintas ke dalam ruangan itu. Kamar itu dilengkapi dengan perabot yang sama seperti yang di kamar saya. Di atas lantai, di dekat dinding tergeletak sebuah pelana kuda dan di atasnya tergantung tali kekang. Di sudut dekat jendela bersandar sepucuk senapan Kentucky. Tanpa sadar tiba-tiba saya teringat kepada Old Death! Tapi mungkin saja barang-barang itu milik orang lain. Setelah keluar dari bangunan, saya berjalan perlahan menyusuri gang. Tapi pada saat hendak membelok di tikungan, saya bertabrakan dengan seseorang yang muncul dari depan. Dia tidak melihat saya sebelumnya karena terhalang oleh tikungan. "Thunder-storm!" teriaknya. "Hati-hatilah, Sir! Jangan tergesa-gesa pada belokan seperti ini!" "Jika Anda berpikir, langkah sepelan ini sudah dianggap secepat badai, pasti Anda juga akan mengatakan, laju seekor siput sama cepatnya dengan sebuah kapal di Sungai Mississippi," jawab saya sambil tertawa. Dia mundur selangkah, menatap saya dan berkata, "Ini rupanya greenfish Jerman yang kemarin tidak mau mengaku bahwa dia seorang detektif! Apa yang ingin Anda cari di Texas dan di daerah Matagorda ini, Sir?" "Tentu bukan Anda yang saya cari, Master Death!" "Ya, saya tahu! Kelihatannya Anda termasuk orang-orang yang selalu gagal menemukan apa yang mereka cari. Dan Anda seperti mereka yang terus saja berlomba bersama dengan orang lain yang sulit mereka kalahkan. Tetapi sekarang Anda tentu lapar dan haus. Mari kita beristirahat di satu tempat di mana kita bisa minum bir. Kedai bir Jerman kelihatan kian menyebar ke mana-mana. Di tempat terpencil seperti ini pun terdapat sebuah kedai bir. Saya kira, bir adalah sesuatu yang terbaik dari negeri Anda. Anda sudah mendapat penginapan?" "Ya, di bawah sana, di Hotel Uncle Sam." "Bagus! Wigwam saya juga di hotel itu." "Barangkali dekat ruangan, di mana saya melihat pelana dan tali kekang serta senjata, sebelum tangga naik?" "Ya. Anda tahu, ke mana pun saya pergi, barang-barang itu selalu dibawa. Kuda bisa ditemukan di semua tempat, tetapi pelana yang bagus tidak. Tetapi marilah, Sir! Baru saja saya masuk ke sebuah kedai minum yang menawarkan bir dingin. Minum bir pada hari panas di bulan Juli seperti ini merupakan suatu kenikmatan sejati. Saya juga masih bersedia untuk minum satu atau beberapa gelas lagi." Dia membawa saya ke sebuah kedai tempat orang menjual bir dengan harga mahal. Hanya kami berdua yang berada di situ. Saya menawarkan cerutu tetapi dia menolak. Sebagai gantinya dia mengeluarkan sebungkus tembakau kunyah dari saku lalu membaginya menjadi beberapa bagian kecil yang cukup untuk lima orang. Kemudian dia memasukkannya ke dalam mulut dan mendorongnya dengan lidah ke samping, sehingga pipinya mengembung. Lalu dia berkata, "Sekarang saya selesai. Hanya saya ingin tahu, apa alasan yang mendorong Anda menyusul saya ke sini. Apakah alasan itu penting? "Justru sebaliknya." "Jadi sebenarnya Anda tidak bermaksud datang ke sini?" "Tidak, semestinya saya pergi ke Quintanna. Tapi karena tak ada kapal, maka saya datang ke sini. Sebab katanya, dari sini orang lebih gampang mendapatkan kapal ke Quintanna. Sayang ternyata saya harus menunggu dua hari lagi." "Bersabarlah, Master. Hiburlah diri Anda dengan kata-kata manis bahwa memang Anda lagi sial." "Hiburan yang menyenangkan! Apa Anda kira, saya akan mengirimkan Anda kartu ucapan terimakasih untuk nasehat itu?" "Oh... bukan itu maksud saya," dia tertawa. "Saya selalu memberikan nasehat dengan cuma-cuma. Selain itu, nasib saya pun sama seperti Anda. Saya duduk di sini tanpa berbuat apa-apa karena saya terlalu lamban. Sebenarnya saya hendak pergi ke Austin dan terus ke sana melalui Rio Grande del Norte. Saat ini adalah musim yang tepat. Setiap hari hujan turun dan Sungai Colorado menampung cukup air sehingga kapal jurusan Austin bisa berlayar di atasnya. Sungai ini biasa kekurangan air sepanjang tahun." "Saya pernah mendengar, ada sebuah gosong di dalam sungai yang menghambat pelayaran kapal." "Sebenarnya bukan gosong melainkan endapan kayu-kayu besar yang dihanyutkan oleh sungai ke sana, sehingga sekitar delapan kilometer dari sini sungai itu terbagi menjadi anak-anak sungai. Tetapi setelah gosong itu, airnya kembali dalam hingga ke Austin. Karena pelayaran terhalang, maka orang harus lebih dahulu berjalan hingga ke gosong itu dan kemudian naik kapal di sana. Saya juga mau pergi ke sana, tetapi bir Jerman yang nikmat ini telah menahan saya untuk tinggal lebih lama. Saya minum dan terus minum dan tinggal terlalu lama di Matagorda. Ketika saya tiba di gosong, kapal baru saja berangkat. Jadi saya harus membawa pulang pelana dan menunggu sampai besok pagi di mana kapal berikutnya akan berlayar ke sana." "Jadi nasib kita sama dan Anda pun bisa menghibur diri dengan ucapan yang baru saja Anda tujukan kepada saya. Anda juga sedang sial." "Sama sekali tidak. Saya tidak mengejar seorang pun. Dan bagi saya sama saja, apakah hari ini atau minggu depan saya tiba di Austin. Tetapi yang membuat saya jengkel, saya ditertawakan oleh greenfrog (katak hijau) yang bodoh itu. Dia lebih cepat dari saya dan menyiuli saya dari geladak ketika saya tertinggal di pelabuhan. Jika saya bertemu lagi orang itu, dia akan menerima pelajaran yang lebih keras daripada yang dulu pernah didapatnya di atas kapal." "Anda berkelahi dengan dia, Sir?" "Berkelahi? Apa maksud Anda, Sir? Old Death tidak pernah berkelahi. Tapi saat itu, di atas kapal Delphin ada orang yang merasa lucu karena postur tubuh saya, lalu tertawa, begitu dia menatap saya. Saya kemudian bertanya, apa yang membuatnya merasa lucu. Ketika dia menjawab bahwa dia geli melihat tulang-tulang saya, saya langsung menghadiahkan sebuah slap in the face[Inggris: Tamparan di wajahnya] hingga dia terjungkal. Lalu dia mencabut revolver hendak menembak saya, tetapi tiba-tiba datang sang kapten kapal dan menyuruhnya untuk segera enyah dari tempat itu. Itu pantas baginya, karena dia telah menghina saya. Mungkin karena itu pula maka dia tertawa ketika saya terlambat tiba di gosong dan tidak bisa menumpang kapal. Hanya saja saya kasihan melihat teman seperjalanannya! Kelihatannya gentleman itu baik, hanya wajahnya murung dan sedih. Dia menatap dengan pandangan kosong, seperti seseorang yang terganggu jiwanya." Kalimatnya yang terakhir membangkitkan rasa ingin tahu saya. "Seperti orang gila?" tanya saya. "Mungkin Anda mendengar orang menyebut namanya?" "Kapten memanggilnya dengan Master Ohlert!" Saya terkejut, seolah-olah saya baru saja mendapat sebuah pukulan di kepala. Dengan tergesa-gesa saya bertanya, "Ah! Dan temannya?" "Jika saya tidak salah, namanya Clinton." "Bagaimana mungkin..." saya berseru sambil melompat bangkit dari tempat duduk. "Jadi keduanya berada bersama Anda di atas kapal?" Dia memandang saya penuh keheranan lalu bertanya, "Apakah Anda sudah mabuk, Sir? Anda begitu cepat berubah. Apakah kedua orang itu punya sangkut paut dengan Anda?" "Ya! Merekalah orang yang harus saya temukan." Kembali dia tersenyum simpul. Senyum seperti itu selalu berulang kali menghiasi wajahnya. "Hm... hm... " dia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Akhirnya Anda berterus terang bahwa Anda sedang mencari dua orang. Mengapa harus kedua orang itu? Hm! Anda sungguh seorang greenhorn, Sir! Anda hanya sendirian mengejar buruan!" "Maksud Anda?" "Karena di New Orleans Anda tidak bersikap jujur terhadap saya." "Saya toh tidak boleh berterus terang," jawab saya. "Semua orang boleh berbuat apa saja untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik. Jika saat itu Anda menjelaskan persoalannya kepada saya, maka kini keduanya sudah berada di tangan Anda. Saya langsung mengenali mereka begitu mereka tiba di kapal, dan saya bisa menjemput atau menyuruh orang memanggil Anda. Anda mengerti sekarang, Sir?" "Tetapi siapa yang tahu sebelumnya bahwa Anda akan bertemu mereka. Lagipula mereka tidak bermaksud berangkat ke Matagorda melainkan ke Quintanna." "Mereka hanya berkata demikian. Tetapi sebenarnya mereka tidak turun dari kapal. Semoga Anda bersikap bijak dan mau menceritakan seluruh kejadian kepada saya. Barangkali saya bisa menolong Anda untuk menangkap kedua orang itu." Orang ini bermaksud baik terhadap saya. Dia sama sekali tidak ingin menyulitkan saya. Tetapi saya merasa malu. Beberapa waktu yang lalu, saya tidak bersedia memberi keterangan kepadanya. Tetapi hari ini setelah melihat sikapnya, saya terdorong untuk menceritakan semuanya. Perasaan saya melarang saya untuk membuka mulut, tetapi akal saya lebih kuat. Saya mengeluarkan kedua foto, menyodorkan kepadanya sambil berkata, "Sebelum saya menjelaskan, tolong perhatikan dulu kedua gambar ini. Apakah kedua orang ini yang Anda maksudkan?" "Ya, ya, merekalah orangnya!" jawabnya setelah melihat wajah kedua orang itu. "Tidak salah lagi." Secara jujur saya menceritakan inti persoalan. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian. Ketika saya selesai, dia menggeleng-gelengkan kepala lalu berkata dengan nada prihatin, "Setelah saya mendengar dari Anda, sekarang semuanya menjadi jelas. Hanya satu hal yang masih membuat saya bingung. Apakah William Ohlert benar-benar sudah menjadi gila?" "Saya kira tidak. Saya tidak mengerti banyak tentang penyakit jiwa. Tetapi saya hanya melihat gejala monomania[Lihat telaah tentang monomania di lampiran buku ini]. Oleh karenanya, dia bisa mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kecuali dalam satu hal. "Yang tidak jelas bagi saya adalah, mengapa dia membiarkan dirinya begitu kuat dipengaruhi oleh Gibson. Dia kelihatan taat dan menuruti Gibson dalam segala hal. Mungkin keparat itu mau menggunakan penyakit monomania Ohlert untuk memeras dia. Nah, semoga kita bisa segera membuka kedoknya!" "Anda sungguh yakin bahwa keduanya kini sedang dalam perjalanan menuju Austin? Atau barangkali mereka ingin turun di tengah jalan?" "Tidak. Ohlert mengatakan kepada kapten bahwa dia hendak pergi ke Austin." "Ini membingungkan! Semestinya dia tidak mengatakan ke mana dia akan pergi." "Mengapa tidak? Mungkin Ohlert belum tahu kalau dia sedang dibuntuti, sehingga dia mengambil jalan yang salah. Barangkali dia percaya bahwa sejauh ini dia telah bertindak benar dan hidup demi idealismenya. Semua yang lain menjadi urusan Gibson. Orang yang bingung itu merasa tidak bodoh dengan mengatakan Austin sebagai tujuan perjalanannya. Dan kapten itu meneruskan keterangan ini kepada saya. Sekarang apa yang hendak Anda perbuat?" "Tentu saya akan menyusul dia ke sana, dan selekas mungkin." "Anda harus sabar menunggu sampai besok pagi. Sebelum waktu itu tak ada kapal yang berangkat ke sana." "Kalau begitu kapan kita akan sampai di sana?" "Melihat keadaan air saat ini, mungkin baru lusa." "Itu terlalu lama." "Coba Anda bayangkan, kedua orang itu pun terlambat tiba di sana karena permukaan air masih surut. Tidak bisa dihindari bahwa kapal akan kandas. Orang harus menunggu lama sebelum permukaan air naik lagi, di mana kapal bisa berlayar." "Andaikan kita tahu apa yang direncanakan Gibson dan ke mana dia akan melarikan Ohlert!" "Ya, itu masih menjadi teka-teki. Pasti dia mempunyai rencana tertentu. Uang yang hingga kini diambilnya sudah cukup untuk membuatnya menjadi kaya raya. Dia bisa mengambil sebanyak yang dia inginkan, lalu meninggalkan Ohlert begitu saja. Tetapi hal ini tidak dilakukannya. Ini pertanda bahwa dia masih ingin memeras Ohlert. Saya sungguh tertarik pada kasus ini. Dan karena kita, sekurang-kurangnya untuk saat ini, mempunyai tujuan yang sama, saya bisa menolong Anda. Jika Anda membutuhkan saya, saya bersedia." "Terimakasih atas kesediaan Anda, Sir. Saya menaruh kepercayaan pada diri Anda. Maksud baik Anda sungguh menggembirakan. Saya yakin, pertolongan Anda akan sangat berguna bagi saya." Kami saling berjabatan tangan lalu segera mengosongkan gelas di depan kami. Kalau saja dari dulu saya mempercayai orang ini! Gelas kami kembali diisi, ketika terdengar adanya keributan di luar. Suara orang menjerit serta suara lolongan anjing terdengar mendekat. Tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar. Lalu masuklah enam orang yang kelihatan sudah meneguk alkohol melampaui batas, sehingga tak seorang pun yang terlihat masih waras. Mereka dilengkapi dengan senapan, pisau, revolver atau pistol. Selain itu, mereka juga membawa cambuk yang tergantung di pinggang dan masing-masing membawa seekor anjing yang diikat dengan tali. Anjing-anjing itu berukuran besar dan merupakan ras unggul yang dipelihara secara khusus. Di negara-negara Selatan binatang itu digunakan untuk menangkap orang Negro yang melarikan diri. Karena itu orang menyebutnya anjing darah atau anjing penangkap manusia. Keenam orang asing itu masuk tanpa memberikan salam dan memelototi kami dengan pandangan kurang ajar. Mereka kemudian menjatuhkan diri ke atas kursi sampai kursi-kursi itu berderak. Mereka lalu menaikkan kaki ke atas meja dan saling beradu tumit di atasnya. Dengan cara itu mereka hendak memberi tanda agar si pemilik kedai datang mendekat. "Hei, ada bir?" salah seorang di antaranya berteriak. "Bir Jerman?" Pemilik kedai yang ketakutan itu hanya mengangguk. "Kami ingin minum bir itu. Apa kamu juga orang Jerman?" "Tidak." "Syukurlah! Kami suka minum bir Jerman tetapi kami membenci orang-orang Jerman. Sebaiknya mereka semua dipanggang di neraka. Sebagai kaum abolisionis[Aliran yang memperjuangkan penghapusan sistem perbudakan], mereka telah menolong negara-negara Utara dan merekalah yang bersalah sehingga kami harus kehilangan pekerjaan." Pemilik kedai buru-buru pergi ke belakang supaya secepat mungkin melayani tamu-tamu istimewa itu. Tanpa sengaja saya menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang baru saja berbicara. Ternyata dia juga melihat saya. Saya yakin, pandangan saya tidak mengandung maksud penghinaan terhadap dirinya, tetapi rupanya dia tidak mau dipandang seperti itu atau barangkali dia hanya ingin mencari gara-gara dengan orang lain. Dia berteriak kepada saya, "Mengapa kamu memandang saya seperti itu? Apakah saya mengucapkan sesuatu yang salah?" Saya kembali membalikkan tubuh ke posisi semula dan tidak menjawab apa-apa. "Hati-hatilah!" bisik Old Death kepada saya. "Mereka adalah kaum rowdy[Panggilan bagi orang yang kasar tabiatnya dan suka berkelahi] yang paling brutal. Dahulu mereka sebenarnya pengawas budak yang kehilangan pekerjaan karena majikannya bangkrut akibat penghapusan sistem perbudakan, dan sekarang mereka berkumpul bersama hanya untuk membuat onar. Lebih baik kita jangan memperhatikan mereka. Mari kita habiskan minuman ini lalu segera pergi dari sini." Tetapi ketika melihat kami berbisik-bisik, orang itu tidak suka. Dia berteriak ke arah kami, "Apa yang kamu bisikkan, Tulang Tua? Jika kamu berbicara tentang kami, maka bicaralah yang keras. Jika tidak kami akan membantu membuka mulutmu!" Old Death mengangkat gelas ke mulutnya dan minum tanpa berkata sepatah kata pun. Pemilik kedai datang membawa bir dan mereka segera mencicipinya. Bir itu memang enak. Tetapi karena sedang dongkol, mereka menuangkannya ke lantai. Orang yang tadi membentak saya mengangkat gelas di tangannya dan berkata, "Jangan tuang ke lantai! Di sana duduk dua orang. Kelihatannya cairan ini pantas mereka terima. Dan mereka akan mendapatkannya." Dia mengangkat gelas lalu menumpahkan bir dari seberang meja ke arah kami berdua. Dengan tenang Old Death mengeringkan wajahnya yang basah dengan lengan baju. Saya tidak tahan lagi hanya berdiam diri seperti dia dan menerima perlakuan kurang ajar ini. Topi, baju, dan semua yang saya pakai basah kuyup akibat terkena siraman. Maka saya berbalik dan menegur dia, "Sir, saya minta dengan sangat supaya Anda jangan melakukannya untuk kedua kali! Bersenang-senanglah bersama teman Anda, kami tidak melarangnya. Tetapi jangan mengganggu kami." "Oh ya? Jadi apa yang akan Anda lakukan, jika saya menyiram sekali lagi ke kepala Anda?" "Akan terjadi sesuatu." "Akan terjadi sesuatu? Baik, kita segera lihat, apa yang akan terjadi. Hei, bawa lagi bir ke sini!" Teman-temannya tertawa dan menyoraki matadornya. Dan kelihatannya orang itu akan mengulangi lagi tindakan kurang ajar tadi. "Ya Tuhan! Sir, jangan mencari gara-gara dengan orang itu!" kata Old Death memperingatkan saya. "Anda takut?" saya balik bertanya. "Sedikit pun tidak! Tapi mereka pasti segera mencabut senjatanya. Dan melawan peluru, orang yang paling berani sekali pun tidak mampu berbuat apa-apa. Pikirkan juga, mereka mempunyai anjing!" Pengacau-pengacau itu menambatkan anjing pada kaki meja. Supaya tidak digigit dari belakang, saya lalu pindah dan duduk pada tempat yang lain dengan sisi kanan menghadap para rowdy itu. "Aha! Dia duduk dengan posisi menantang!" kata pemimpinnya tertawa. "Rupanya dia mau melawan. Tetapi begitu dia bergerak, saya akan menyuruh Pluto menyerangnya. Anjing ini sudah terlatih untuk menyerang manusia." Dia melepaskan anjing dari kaki meja dan memegang talinya. Pemilik kedai belum juga mengantar bir yang dipesan. Kami masih mempunyai sedikit waktu untuk meletakkan uang pembayaran di atas meja lalu pergi. Tetapi saya yakin, kawanan itu tidak akan membiarkan kami pergi begitu saja. Saya pun tak mau menyingkir dari manusia-manusia busuk itu. Bagi mereka tindakan seperti itu dianggap pengecut. Saya memasukkan tangan ke dalam saku dan meraba revolver. Saya berdiri dalam posisi siap. Hanya saya agak ragu, apakah saya akan berhasil mengalahkan anjing. Tetapi saya pernah memelihara binatang-binatang yang dilatih untuk menyerang manusia, karena itu kini saya tidak terlalu cemas menghadapi hewan itu. Sekarang datanglah si pemilik kedai. Dia meletakkan gelas-gelas di atas meja dan berkata dengan nada memelas kepada tamu-tamunya yang membuat onar, "Gentlemen, saya merasa senang atas kunjungan kalian. Tetapi saya minta, jangan mengganggu kedua orang di sana. Mereka juga tamu saya." "Bangsat!" bentak salah seorang dari mereka. "Kamu mau menggurui kami? Tunggu, kami akan segera meredam ambisimu!" Orang itu lalu menyiram dua atau tiga gelas bir ke atas kepala pemilik kedai. Dia langsung menghilang ke belakang karena menurutnya itulah cara yang terbaik. "Sekarang giliran si mulut besar di sana!" dia berteriak ke arah saya. "Dia juga harus merasakannya!" Sambil memegang tali anjing dengan tangan kiri, dia menyiram isi gelas ke tubuh saya dengan tangan kanan. Cepat-cepat saya bangkit dari kursi dan bergerak sedikit ke samping supaya terhindar dari guyuran. Kemudian saya mengepalkan tinju dan menghampirinya untuk memberikan hukuman yang setimpal. Tetapi dia lebih cepat. "Ayo Pluto, go on!" dia berteriak dan melepaskan tali di tangannya sambil menunjuk ke arah saya. Saya masih mempunyai sedikit waktu untuk berkelit mundur ke dinding ketika binatang raksasa itu melompat ke arah saya. Dia berada kira-kira hanya lima langkah di depan saya, dan jarak ini bisa dijangkaunya dengan sekali lompatan. Anjing besar itu pasti akan menancapkan taringnya ke leher saya jika saya tetap berdiri diam. Maka, pada saat ia melompat dan hendak menggigit, saya mengelak ke samping sehingga tubuhnya melayang menabrak tembok. Akibat benturan yang keras ke tembok, anjing darah itu nyaris lumpuh. Hewan itu lalu roboh ke lantai. Dengan gerakan sangat cepat, saya memegang kedua kaki belakangnya, mengangkatnya tinggi-tinggi dan mengayunkan tubuhnya lalu melemparkan hewan itu ke dinding dengan kepala lebih dulu. Tulang kepalanya remuk. Suasana menjadi hiruk-pikuk. Semua anjing melolong keras sambil menarik-narik tali ikatan sehingga meja-meja tergeser dari tempatnya. Mereka semua bangun dan pemilik anjing yang mati itu maju hendak menghadang saya. Tetapi Old Death yang lebih dulu bangkit mengarahkan kedua revolvernya dan mengancam, "Stop! Sekarang semuanya sudah cukup, boys. Siapa yang coba-coba maju selangkah atau menyentuh senjatanya, dia akan saya tembak! Kalian belum mengenal siapa kami. Saya Old Death, si pencari jejak. Semoga kalian pernah mendengar tentang saya. Sedangkan orang ini, seorang Sir, sahabat saya. Seperti saya, dia juga tidak takut sedikit pun kepada kalian. Sekarang duduk dan minumlah bir kalian dengan tenang. Dan jangan pernah memasukkan tangan ke dalam saku. Akan saya tembak!" Peringatan terakhir ini ditujukan kepada seorang dari pengawas budak yang menggerakkan tangan ke sakunya, tentu dengan maksud mencabut pistol. Saya pun segera mengeluarkan senjata saya. Kami berdua memiliki delapan belas peluru. Sebelum seorang dari kaum perusuh itu menyentuh senjatanya, pasti dia sudah diterjang peluru kami. Saat itu Old Death, sang pencari jejak tua, tampak sebagai sosok yang sangat lain. Tubuhnya yang biasanya bungkuk kini berdiri tegak. Matanya bersinar dan pada raut wajahnya terpancar kekuatan yang membuat orang tidak berani memberikan perlawanan. Saya merasa lucu melihat bagaimana para pengacau itu tiba-tiba patuh di hadapan Old Death. Mereka bergumam satu sama lain dengan berbisik-bisik, lalu duduk kembali di tempatnya. Bahkan pemilik anjing yang mati tidak berani mendekati bangkai anjingnya karena binatang itu tergeletak di dekat saya. Kami berdua masih berdiri sambil mengancam dengan revolver di tangan, ketika seorang pengunjung baru masuk ke dalam... seorang Indian. Dia memakai baju berburu berwarna putih yang dihiasi dengan manik-manik yang menjadi corak khas Indian. Celananya pun dibuat dari bahan yang sama dan jahitan pada rumbai-rumbainya dibubuhi dengan rambut scalp. Tidak ada noda atau debu yang terlihat pada baju dan celananya. Kakinya yang kecil dibungkus oleh mokkasin[Moccasin: Sepatu khas Indian] yang disulam dengan mutiara dan dihiasi dengan duri landak. Di lehernya tergantung kantung jimat dan sebuah pipa perdamaian yang dipahat indah, serta sebuah kalung dari kuku beruang yang diambilnya setelah membunuh binatang buas itu di Rocky Mountains. Pinggangnya dibelit sabuk senjata nan lebar dari kain santillo yang mahal. Dari balik sabuk itu tersembul gagang pisau dan dua pucuk revolver. Tangan kanannya memegang sepucuk senapan berlaras ganda. Gagang senapan itu dihiasi dengan paku-paku perak. Dia tidak memakai penutup kepala. Rambutnya yang panjang, tebal, dan berwarna hitam kebiru-biruan dirajut menjadi kepang dan diikat ujungnya dengan kulit dari sejenis ular pematuk yang sangat beracun. Walaupun rambutnya tidak dihiasi dengan bulu-bulu burung rajawali atau tanda pengenal lainnya, orang bisa langsung tahu bahwa pemuda itu adalah seorang kepala suku atau seorang prajurit yang terkenal. Raut wajahnya yang terkesan dingin dan tampan sangat mirip dengan raut wajah orang Romawi. Tulang pipinya tidak menonjol. Bibirnya kelihatan penuh tapi lembut dan dia tidak berjenggot. Kulitnya berwarna coklat terang dan agak kemerah-merahan. Ya, dialah Winnetou, sang kepala suku Apache, yang juga saudara sedarah saya. Dia berdiri sejenak di ambang pintu. Matanya yang hitam menatap tajam, seperti menyelidiki seluruh ruangan dan semua orang yang duduk di sana. Lalu dia duduk di dekat kami, jauh dari kawanan pengacau yang terus menatap dia dengan penuh keheranan. Sebenarnya saya sudah ingin melangkah ke depan untuk menyambut dan menyalaminya, tetapi dia sama sekali tidak mempedulikan saya walaupun dia sendiri telah melihat saya dan sudah sejak lama mengenal saya. Dia pasti mempunyai pertimbangan tertentu. Karena itu saya kembali duduk dan berusaha bersikap acuh tak acuh terhadapnya. Tampaknya dia segera memahami situasi yang sedang berkecamuk. Dia memicingkan matanya sinis saat memandang ke arah para lawan kami. Ketika kami berdua duduk dan menyimpan kembali revolver, dia tersenyum tapi sangat halus dan tidak kentara. Wibawa yang terpancar dari kepribadiannya begitu besar sehingga setelah dia masuk, suasana di dalam kedai menjadi hening seperti di dalam gereja. Suasana tenang seperti ini membuat pemilik kedai mengira bahwa bahaya telah berlalu. Dia menjulurkan kepala dari balik daun pintu yang hanya sedikit terbuka. Setelah yakin bahwa tidak ada lagi yang perlu dicemaskan, baru dengan hati-hati dia keluar menampakkan seluruh tubuhnya. "Saya minta segelas bir, bir Jerman!" kata orang Indian itu dengan suara lantang dan dalam lafal Inggris yang bagus dan lancar. Para rowdy heran mendengarnya. Mereka saling merapatkan kepala dan mulai berbisik-bisik. Dengan diam-diam mereka memandanginya. Ini pertanda bahwa mereka sedang membicarakan sesuatu yang buruk terhadap dirinya. Pemilik kedai datang membawa bir yang diminta. Orang Indian itu menerima, mendekatkan gelas pada jendela yang agak terang, lalu memeriksa bir itu sebentar, dan meminumnya. "Well!" katanya kepada pemilik kedai sambil berdecak puas. "Bir Anda enak rasanya. Manitou Agung dari orang kulitputih telah mengajarkan banyak keterampilan kepada mereka. Teknik membuat bir ini adalah salah satu di antaranya." "Orang akan segera percaya bahwa dia orang Indian asli!" saya berbisik pelan kepada Old Death dan berlagak seolah-olah tidak mengenali Winnetou. "Memang, dia seorang Indian! Seorang Indian yang hebat!" jawab si Tua dengan pelan namun penuh tekanan. "Anda mengenalinya? Pernahkah Anda bertemu atau melihatnya?" "Melihatnya belum pernah. Tetapi saya mengenalinya dari bentuk tubuh, pakaian, umur, dan yang paling jelas dari senjatanya. Senjata itu adalah Senapan Perak yang sangat terkenal dan pelurunya belum pernah salah sasaran. Anda beruntung, bisa berkenalan dengan kepala suku Indian yang termasyhur dari Amerika Utara ini, Winnetou, kepala suku Apache. Dia seorang yang paling istimewa dari semua orang Indian. Namanya diceritakan di setiap istana, di rumah-rumah perkampungan, dan di setiap kemah. Dia seorang yang adil, cerdas, jujur, setia, penuh percaya diri, berani dan mahir menggunakan semua senjata, dan tidak ada kepalsuan dalam dirinya. Dia adalah sahabat dan pelindung semua orang yang membutuhkan pertolongan, serta tidak memandang warna kulit, apakah orang itu kulitmerah atau kulitputih. Dia terkenal di segenap penjuru Amerika bahkan di luar negeri sebagai seorang pahlawan hebat dari daerah Barat." "Tetapi bagaimana dia bisa berbicara bahasa Inggris begitu fasih dan memiliki kepribadian seperti seorang gentleman kulitputih?" tanya saya kembali. "Dia banyak bertualang di daerah Timur. Menurut cerita, ada seorang sarjana berdarah Eropa yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam kurungan oleh orang-orang Apache. Namun dia diperlakukan sangat baik selama dalam tahanan sehingga setelah bebas, dia memutuskan untuk tetap tinggal bersama mereka dan mengajarkan orang Indian tentang hidup damai. Dialah yang menjadi guru orang ini. Tetapi pandangannya tentang cintakasih terhadap musuh rupanya tidak diterima lalu lama-kelamaan dia akhirnya disingkirkan." Dia menjelaskannya dengan suara yang sangat pelan, bahkan saya sendiri pun hampir tidak mendengar apa-apa. Tetapi orang Indian yang duduk kira-kira lima hasta jauhnya itu, berpaling ke arah teman baru saya dan berkata, "Anda keliru, Old Death! Sarjana kulitputih itu datang kepada suku Apache dan dia disambut dengan penuh keramahan. Dia kemudian menjadi guru Winnetou dan mengajarinya agar menjadi orang yang berguna, yang bisa membedakan kesalahan dari keadilan dan kebenaran dari kepalsuan. Dia tidak disingkirkan melainkan sangat dihargai. Dia tidak berkeinginan kembali kepada orang kulitputih. Ketika dia meninggal, kami memasang sebuah batu nisan di kuburnya dan menanam bunga di sekelilingnya. Kini dia telah beralih ke padang perburuan abadi, tempat orang-orang mati tidak lagi dibunuh dan mereka boleh menikmati kebahagiaan abadi di hadapan Manitou. Di sanalah Winnetou akan bertemu dia kelak dan akan melupakan semua dendam yang pernah ada di muka bumi." Alangkah bahagianya Old Death karena dia pun dikenal oleh Winnetou. Wajahnya memancarkan binar-binar kegembiraan, ketika dia menanyai orang asing itu, "Sir, Anda mengenal saya? Sungguh?" "Saya belum pernah melihat Anda, tetapi saya segera mengenali Anda begitu saya masuk ke sini. Anda adalah seorang scout ulung yang namanya menggema hingga ke Las Animas." Setelah selesai mengucapkan kalimat ini dia kembali berpaling. Selama berbicara tampak wajahnya tidak menoleh kepada saya. Sekarang dia duduk diam dan kelihatan termenung seorang diri. Hanya telinganya bergerak sebentar, sepertinya dia menangkap suatu gelagat yang bakal terjadi. Para rowdy masih terus berbisik-bisik di antara mereka lalu memandangi dia penuh tanda tanya dan mengangguk-anggukkan kepala. Rupanya mereka telah menyusun suatu rencana. Mereka tidak mengenal orang Indian ini, juga tidak bisa memastikan dari tutur katanya, siapakah dia sebenarnya. Tapi mereka ingin membalas kekalahan yang mereka derita dari kami. Karena itu mereka mau menunjukkan bahwa mereka sangat membenci kulitmerah. Dalam hal ini mereka hendak menunjukkan bahwa saya dan Old Death tidak mampu berbuat apa-apa untuk membela orang Indian itu, sebab seandainya bukan kami yang dipermalukan, maka menurut aturan umum, kami harus bersikap tenang dan hanya menonton bagaimana seorang lemah diperlakukan secara tidak wajar. Maka tampillah salah seorang dari mereka, yakni orang yang tadi bersitegang dengan saya. Dia berjalan pelan dengan gaya menantang ke arah orang Indian itu. Saya mengeluarkan revolver dari saku lalu menaruhnya di atas meja sehingga gampang diraih seandainya dibutuhkan. "Tidak perlu," bisik Old Death kepada saya. "Seseorang seperti Winnetou bisa membela diri melawan orang sebanyak dua kali jumlah rowdy ini." Si rowdy tadi berdiri tegap di hadapan Winnetou dengan tangan mencekak pinggang. Dia berkata, "Apa yang sebenarnya kamu cari di Matagorda sini, hai kulitmerah? Kami tidak menerima orang biadab dalam masyarakat kami." Winnetou tidak menghiraukan orang itu. Dia mengangkat gelasnya lalu minum seteguk dan meletakkan kembali di atas meja. Lalu dia mendecak dengan lidahnya. "Hei, keparat kulitmerah, kamu dengar apa yang saya katakan?" dia bertanya lantang. "Saya ingin tahu, apa yang kamu kerjakan di sini. Kamu mengendap-endap kemari guna mendengarkan semua pembicaraan kami dan memata-matai kami. Semua kulitmerah bersekutu dengan Juarez, pembohong yang juga berkulitmerah. Tetapi kami berpihak pada Kaisar Maximillian dan kami akan menggantung semua orang Indian yang coba menghalang-halangi usaha kami. Jika kamu tidak ikut berseru 'Hiduplah Kaisar Maximillian!' maka kami akan segera melingkarkan tambang ke lehermu!" Winnetou diam dan tidak berkata sedikit pun. Raut wajahnya tetap tidak berubah. "Anjing, kamu mengerti maksud saya? Saya butuh jawaban!" seorang yang lain berteriak penuh amarah, sambil mengepalkan tinjunya di atas bahu Winnetou. Tiba-tiba Winnetou menengadahkan wajahnya ke atas dengan cepat. "Mundur!" serunya dengan nada memerintah. "Saya tidak membiarkan jika seekor coyote menggonggong saya seperti itu." Coyote adalah nama yang diberikan kepada serigala prairie yang dikenal sebagai hewan pengecut dan karena itu secara umum dianggap sebagai hewan yang sangat memalukan. Orang Indian menggunakan kata makian ini jika mereka marah dan ingin menghina lawannya. "Seekor coyote?" teriaknya. "Ini suatu penghinaan yang harus segera dibalas." Dia mencabut revolver. Tetapi tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak dibayangkan sebelumnya. Winnetou memukul jatuh senjatanya kemudian mencengkeram pinggang orang itu, mengangkatnya ke atas lalu melemparkan tubuhnya ke luar jendela. Tentu kaca jendela hancur dan jatuh bersama tubuhnya ke arah jalan. Semuanya berlangsung begitu cepat. Seiring dengan bunyi pecahnya kaca, terdengar pula lolongan anjing dan teriakan marah para sahabatnya. Ini menyebabkan suasana di dalam ruangan menjadi hiruk-pikuk. Walaupun demikian suara Winnetou mengatasi semua keributan itu. Dia maju mendekati kawanan itu dan dengan tangan menunjuk ke jendela dia berkata, "Ada lagi yang mau dilempar keluar? Katakanlah!" Dia berdiri terlalu dekat dengan seekor anjing. Binatang itu hendak menggigitnya, tetapi mendapat tendangan keras dari Winnetou sehingga akhirnya merintih kesakitan di bawah kolong meja. Semua pengawas budak itu mundur ketakutan dan tidak berani bersuara sedikit pun. Winnetou tidak memegang senjata di tangan, tetapi kewibawaannya sangat memukau. Tidak seorang pun dari kawanan itu yang mampu menentang dia. Orang Indian ini bagaikan seorang pawang binatang dalam sirkus, yang masuk ke dalam arena pertunjukan dan mampu memaksa singa serta harimau agar duduk hanya dengan sorot matanya. Tiba-tiba pintu kembali terbuka. Pria malang yang tadi dilemparkan lewat jendela, melangkah masuk. Wajahnya terluka akibat terkena pecahan kaca. Dia mencabut pisau dan dengan teriakan penuh kemarahan dia maju menyerang Winnetou. Orang Indian itu mengelak ke samping dan dengan cepat menangkap tangannya yang menggenggam pisau. Lalu dia mencengkeram pinggang orang itu, seperti sebelumnya, mengangkatnya tinggi-tinggi lalu membanting tubuhnya ke lantai. Seketika orang itu langsung pingsan dan tidak bergerak. Tak seorang pun dari temannya yang berancang-ancang membalas menyerang. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, Winnetou mengambil birnya dengan tenang dan meminumnya sampai habis. Kemudian dia melambaikan tangan kepada pemilik kedai yang sebelumnya bersembunyi di balik pintu menuju kamar karena ketakutan. Dia mengambil sebuah pundi-pundi kulit dari sabuk senjatanya dan meletakkan sebuah benda kecil berwarna kekuning-kuningan di tangan orang itu sambil berkata, "Ambillah ini untuk pembayaran bir dan jendela yang rusak, Master Landlord! Anda lihat sendiri, orang biadab seperti saya mau membayar birnya. Semoga Anda juga menerima pembayaran serupa dari manusia-manusia beradab itu. Mereka tidak menerima kulitmerah. Winnetou, sang kepala suku Apache, akan pergi dari sini, tetapi bukan karena dia takut terhadap mereka melainkan karena dia tahu, pada mukapucat hanya kulitnya saja yang putih, bukan jiwanya. Dan Winnetou tidak mau bergabung bersama mereka." Setelah mengambil senjatanya, dia keluar meninggalkan kedai tanpa memandang seorang pun. Dia juga tidak memandang saya. Sekarang para rowdy kembali bergerak. Tampaknya rasa ingin tahu mereka lebih besar daripada rasa marah, malu, atau rasa prihatin terhadap nasib temannya yang masih pingsan. Mereka menghampiri pemilik kedai dan bertanya tentang barang yang baru saja diterimanya dari orang asing tadi. "Sebutir nugget!" jawab pemilik kedai sambil memperlihatkan emas sebesar ibu jari kepada mereka. "Sebutir nugget yang berharga paling kurang dua belas dollar. Dan uang itu cukup untuk memperbaiki jendela yang rusak. Jendela itu sudah tua dan lapuk serta banyak kacanya yang retak. Orang itu kelihatan memiliki pundi-pundi yang penuh dengan butiran nugget!" Para rowdy kesal dan iri karena seorang pria kulitmerah memiliki emas dalam jumlah yang besar. Butiran nugget itu berpindah dari tangan ke tangan dan mereka mencoba menaksir harganya. Kami menggunakan kesempatan ini untuk membayar minuman lalu pergi meninggalkan tempat itu. "Sekarang, apa pendapat Anda tentang orang Apache itu, Master?" tanya saya kepada Old Death ketika kami sudah berada di luar. "Apakah ada orang Indian lain seperti dia? Pengacau-pengacau itu mundur ketakutan di hadapannya, seperti tikus melihat kucing. Sayang saya tidak bisa bertemu lagi dengannya. Sebenarnya kita bisa mengikuti dia, sebab saya ingin tahu, apa yang dikerjakannya di sini. Selain itu apakah dia bermukim di luar kota ataukah menginap di sebuah hotel. Dia pasti menambatkan kudanya di suatu tempat, karena mustahil seorang Apache atau juga Winnetou bepergian tanpa menunggang kuda. Tetapi terlepas dari semua itu, Sir, Anda tadi luar biasa. Hampir-hampir saya mati ketakutan, karena berurusan dengan orang-orang seperti itu bisa berakibat fatal. Tetapi ketika Anda membunuh anjing itu dengan sikap tenang dan penuh percaya diri, saya lalu berpikir, tidak pantas lagi Anda terus menyandang gelar greenhorn. Tetapi kini kita sudah berada di dekat hotel. Apakah kita harus masuk sekarang? Lebih baik tunggu dulu. Seorang pemburu tua seperti saya tidak suka mengurung diri di dalam kamar. Saya lebih senang jalan-jalan dulu untuk menghirup udara di alam terbuka. Jadi marilah kita berjalan sedikit lagi untuk mengelilingi kota Matagorda ini. Saya tidak tahu bagaimana kita bisa mengisi waktu luang ini. Atau apakah Anda lebih suka bermain kartu?" "Tidak. Saya tidak bisa bermain dan saya pun tidak ingin menjadi seorang pemain kartu." "Bagus, anak muda! Di sini hampir setiap orang bermain kartu dan di Mexico lebih parah lagi. Di sana bukan hanya suami dan istri melainkan juga segenap anggota keluarga pun ikut bermain. Dan mereka sangat cepat meraih pisau. Mari kita menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan! Setelah itu kita pergi makan lalu tidur. Di daerah yang indah ini orang tidak pernah tahu, bagaimana dan di mana orang bisa tidur pada malam hari." "Tempat ini tentu saja tidak seburuk yang Anda gambarkan!" "Jangan lupa, Sir, Anda sekarang berada di Texas dan situasi di sini tidak sepenuhnya aman. Kita misalnya bisa berangkat ke Austin. Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah kita bisa tiba di sana dengan selamat. Kejadian-kejadian di Mexico telah menyebarkan pengaruh yang luas hingga melewati Rio Grande. Sekarang muncul banyak peristiwa yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dan dalam situasi seperti ini kita harus mengusut perkara Gibson. Apabila dia tiba-tiba berpikir untuk membatalkan perjalanannya ke Austin dan singgah di suatu tempat, maka kita pun terpaksa berbuat yang sama." "Tetapi bagaimana kita tahu bahwa dia sudah turun dari kapal?" "Kita harus bertanya. Kapal-kapal yang berlayar di Sungai Colorado biasanya berlabuh agak lama. Di sini orang tidak terburu-buru seperti di Sungai Mississippi atau di tempat lain. Jadi di setiap pelabuhan kita masih mempunyai waktu seperempat jam untuk mengumpulkan keterangan. Tapi kita pun harus bersiap-siap mendarat di suatu tempat, dimana tidak terdapat perumahan atau hotel, dan kita pun harus bisa tidur di mana saja." "Tetapi bagaimana dengan kopor saya?" Dia tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan saya. "Kopor, kopor!" serunya. "Membawa kopor dalam perjalanan adalah kebiasaan lama dari zaman sebelum Nabi Nuh. Semua orang yang berakal sehat tidak akan mau membawa banyak barang dalam perjalanan! Jika saya membawa semua barang yang saya butuhkan untuk perjalanan dan petualangan saya, maka pasti saya tidak akan berjalan sejauh ini. Anda hanya boleh membawa barang yang penting untuk saat ini, yang lainnya bisa Anda beli kelak jika dibutuhkan. Barang-barang penting apa saja yang tersimpan di dalam kopor Anda?" "Baju, pakaian dalam, perlengkapan untuk merawat tubuh, beberapa helai baju untuk menyamar, dan lain-lain." "Barang-barang itu bagus, tetapi orang bisa mendapatkannya di setiap tempat. Apa yang kita perlukan, bisa kita beli kelak. Anda cukup mengenakan sehelai baju hingga baju itu usang lalu membeli yang baru. Perlengkapan untuk perawatan tubuh? Jangan marah, Sir, tetapi sisir dan pembersih kuku, minyak rambut serta sikat untuk janggut dan sejenisnya hanya menghambat diri Anda sendiri. Lalu pakaian untuk menyamar? Pakaian itu dulu mungkin berguna, tapi sekarang barang itu tidak dibutuhkan lagi. Di sini Anda tidak perlu menyamar dengan rambut palsu. Ide-ide gila seperti ini tidak mendukung usaha Anda. Yang berlaku di sini adalah segera bertindak jika bertemu Gibson. Dan... " Dia masih berdiri, memperhatikan saya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, lalu tersenyum kecil dan berkata, "Melihat penampilan Anda saat ini, lebih baik Anda masuk ke salon wanita atau tampil di atas panggung teater. Tapi Texas bukan salon kecantikan atau teater. Bisa saja setelah dua atau tiga hari baju Anda sudah compang-camping dan topi silinder yang indah itu telah menjadi pipih seperti akordeon. Anda tahu, ke mana Gibson akan melarikan diri? Menetap di Texas rasanya bukanlah rencananya. Dia ingin menghilang dan pasti dia sudah melewati perbatasan Amerika. Karena dia mengambil jurusan itu, kita bisa menduga bahwa dia memilih Mexico sebagai tujuan pelariannya. Dia bisa bersembunyi di negara yang tengah dilanda kemelut politik itu. Dan tidak ada seorang pun, juga polisi, yang akan membantu Anda untuk menemukan dia dalam situasi seperti ini." "Barangkali Anda benar. Tetapi saya pikir, apabila dia sungguh-sungguh hendak pergi ke Mexico, maka dia pasti sudah berangkat ke salah satu pelabuhan di sana." "Mustahil! Dia harus secepatnya meninggalkan New Orleans dan dia terpaksa menumpang kapal apa saja yang berlayar lebih dulu. Selain itu pelabuhan-pelabuhan di Mexico berada di bawah kekuasaan orang Perancis. Barangkali Anda tahu apakah dia bersahabat dengan orang-orang Perancis itu? Rupanya tidak ada pilihan lain baginya, dia harus menempuh jalan darat dan berusaha sedapat mungkin agar tidak dipergoki orang di tempat-tempat yang ramai. Jadi sangat mungkin, dia tidak sampai ke Austin melainkan sudah turun dari kapal di pelabuhan sebelumnya. Lalu dia pergi ke Rio Grande, tentu saja dengan berkuda, melewati daerah yang gersang itu. Apa Anda mau menyusul dia ke sana dengan semua kopor sambil mengenakan topi silinder dan jas mahal ini? Jika itu rencana Anda, maka saya harus menertawakan Anda." Saya tahu, dia memang benar. Tetapi sekedar untuk bergurau, saya pura-pura bersungut-sungut ketika menanggalkan pakaian. Dia kemudian menepuk-nepuk pundak saya sambil tertawa dan berkata, "Jangan menyesal karena harus melepaskan pakaian itu. Bukankah pakaian itu tidak praktis? Mari kita pergi ke toko dan menjual semua barang bekas ini lalu mencari pakaian lain buat Anda. Anda harus memakai pakaian berburu yang kuat dan tahan lama. Dalam perhitungan saya, Anda punya cukup uang untuk itu, bukan?" Saya mengangguk. "Kalau begitu apa lagi yang harus Anda pikir? Buanglah semua barang rombengan ini! Anda juga bisa menunggang kuda dan menembak, bukan?" Saya kembali mengiyakan. "Anda harus memiliki seekor kuda. Tetapi kita tidak bisa membeli kuda di daerah pesisir seperti ini. Di sini tidak ada kuda yang bagus dan harganya pun mahal. Di daerah pedalaman para petani bisa menjual kudanya kepada Anda, tapi tanpa pelana. Perlengkapan itu harus dibeli di sini." "Ya ampun! Jadi saya harus bepergian sambil terus memikul pelana di punggung seperti Anda?" "Ya, kenapa tidak? Apakah Anda malu dilihat orang? Siapa yang merasa terganggu jika saya memikul pelana? Tidak seorang pun! Jika saya mau, saya bahkan bisa berkeliling sambil memikul sofa, biar sesekali saya bisa beristirahat di atasnya, entah di padang prairie atau di hutan belantara. Dan siapa yang berani menertawakan saya akan menerima hadiah sebuah tonjokan di hidungnya, biar matanya berkunang-kunang. Kita hanya boleh merasa malu jika melakukan sesuatu yang tidak benar atau sesuatu yang kekanak-kanakan. Jika kita menduga bahwa Gibson dan William telah mendarat di suatu tempat, membeli kuda lalu menghilang, maka Anda baru mengerti betapa pentingnya memiliki sebuah pelana. Lakukan apa yang Anda suka. Tetapi jika Anda ingin agar saya tetap bersama Anda, maka turutilah nasehat saya. Jadi sekarang putuskan segera!" Tanpa menunggu jawaban dari saya, dia meraih tangan, membalikkan tubuh saya dan menunjukkan sebuah bangunan yang merupakan toko besar. Di atasnya terpampang tulisan "Store for all things". Dia menarik saya masuk, lalu dengan agak keras saya didorong ke dalam sampai-sampai saya tersandar pada beberapa barang yang dipajang. Dia sendiri masuk dengan perlahan-lahan. Ternyata papan nama di depan tadi sesuai dengan isi toko. Toko itu sangat besar dan di sana dijual semua barang yang sangat dibutuhkan orang di daerah ini, termasuk pelana dan senapan. Kejadian berikutnya sungguh sangat unik. Saya berdiri di sana seperti seorang anak sekolah yang berada di pasar malam bersama ayahnya. Dia malu-malu mengungkapkan keinginannya tetapi pada akhirnya harus menerima saja apa yang dicarikan oleh ayahnya. Begitu tiba di sana Old Death langsung membuat kesepakatan dengan pemilik toko bahwa kami boleh menukar baju yang sedang saya pakai dan semua isi kopor saya dengan apa yang ingin kami beli. Orang itu setuju dan segera menyuruh storekeeper pergi mengambil kopor saya. Setelah pelayan tersebut kembali, semua barang itu ditaksir harganya. Lalu Old Death mulai mencarikan segala sesuatu yang penting buat saya. Saya mendapat sebuah celana kulit berwarna hitam, sepasang sepatu tinggi dengan penggertaknya, sebuah kemeja wol berwarna merah, sebuah rompi yang juga berwarna merah dengan banyak saku, sehelai syal berwarna hitam, sebuah baju polos dari kulit rusa, sabuk senjata dari kulit kira-kira selebar dua telapak tangan dan tentu dengan saku di dalamnya, kantong untuk peluru, tempat tembakau, pipa untuk merokok, kompas, dan sekitar dua puluh perlengkapan kecil lainnya. Dia juga membeli kain lap kaki sebagai pengganti kaus kaki, sebuah topi sombrero yang lebar, selimut wol yang dilubangi di tengahnya sebagai tempat masuknya kepala, seutas laso, tabung penyimpan mesiu, pemantik, sebilah pisau Bowie, pelana yang dilengkapi dengan saku, dan tali kekang. Lalu kami pergi mencari senjata. Old Death bukan seorang yang suka barang-barang modern. Dia menyingkirkan semua barang keluaran terbaru dan lebih suka memilih sebuah bedil tua yang sama sekali tidak saya perhatikan sebelumnya. Setelah senjata itu ditelitinya dengan seksama, dia mengisinya dengan peluru. Dia keluar sebentar dari toko dan membidik ujung atap sebuah rumah yang terletak di kejauhan. Tembakannya tepat. "Well!" angguknya puas. "Alat ini berfungsi baik. Pasti senjata ini dirawat dengan baik dan dia lebih berharga daripada pakaian rombengan Anda. Saya sangat yakin, senjata ini dibuat oleh seorang yang ahli dan saya berharap, semoga Anda nanti bangga menggunakan hasil karyanya ini. Kini kita masih harus membeli cetakan peluru, setelah itu lengkaplah semua kebutuhan kita. Kita pun bisa membeli timbal di sini. Lalu kita pulang ke rumah dan membuat campuran bahan peledak yang nantinya akan dipakai untuk mengejutkan orang-orang di Mexico." Setelah itu saya masih membeli beberapa barang kebutuhan kecil seperti sapu tangan dan lain-lain. Tentu saja Old Death tidak suka karena menganggapnya berlebihan. Lalu saya menuju ke ruangan di sebelahnya untuk berganti pakaian. Ketika saya kembali, si Tua memandang saya dengan puas. Dalam hati saya berharap semoga dialah yang memikul pelana kuda yang baru dibeli. Ternyata tidak! Dia menaikkan barang-barang itu ke punggung saya dan mendorong saya ke luar. "Baiklah," katanya setelah kami tiba di luar. "Sekarang dengarlah, Anda tidak perlu merasa malu! Setiap orang yang berakal sehat pasti akan menganggap Anda sebagai orang yang bijaksana. Dan tutuplah telinga Anda terhadap komentar orang-orang yang tidak waras!" Sekarang saya tidak lagi berharap pada Old Death dan terpaksa harus memikul sendiri beban berat itu sampai ke hotel. Sementara itu dia berjalan dengan bangga di samping saya dan merasa senang karena saya bisa memikul barang sendiri. Ketika kami tiba di 'hotel', dia segera beristirahat. Sedangkan saya sendiri pergi ke luar mencari Winnetou. Bisa dibayangkan betapa bahagianya hati ketika saya melihat Winnetou di kedai minum tadi. Pada saat itu saya harus menahan diri untuk tidak mendekatinya. Tetapi bagaimana dia bisa datang ke Matagorda dan apa yang sedang dicarinya di sini? Mengapa dia berbuat seolah-olah tidak mengenali saya? Pasti dia mempunyai alasan tertentu. Tapi apa? Saya ingin berbicara dengan dia dan dia pun pasti mempunyai keinginan yang sama. Barangkali dia menunggu saya di suatu tempat. Karena sudah mengenal kebiasaannya, saya tidak sulit mencarinya. Tentu saja dia sudah mengamati kami dan melihat kami masuk hotel. Jadi dia pasti berada di sekitar hotel ini. Saya pergi ke bagian belakang hotel yang berbatasan dengan sebidang tanah kosong. Ternyata benar! Di kejauhan, sekitar beberapa ratus langkah, saya melihat dia sedang bersandar pada sebatang pohon. Setelah melihat saya datang, dia beranjak dari tempat itu lalu berjalan pelan masuk ke hutan. Tentu saja saya mengikutinya ke sana. Di bawah naungan pohon dia menunggu saya lalu menyambut kedatangan saya dengan wajah berseri-seri. "Scharlih, saudaraku terkasih!" katanya bahagia. "Betapa senangnya hati saya karena bisa bertemu lagi dengan kamu! Ibarat kegembiraan sang fajar menyongsong mentari yang menampakkan diri setelah malam yang gelap!" Dia merangkul dan mencium saya. Saya menjawabnya, "Sang fajar pasti tahu, mentari akan terbit lagi. Sedangkan kita berdua tidak bisa memastikan sebelumnya bahwa kita akan bertemu lagi di sini. Saya sungguh merasa bahagia karena bisa mendengar lagi suaramu!" "Apa alasanmu datang ke kota ini? Adakah suatu urusan penting yang harus dikerjakan di sini atau kamu hanya singgah sebentar di Matagorda sebelum meneruskan perjalananmu ke tempat kami di Rio Pecos?" "Saya memikul suatu tugas yang harus diselesaikan. Itulah sebabnya saya datang kemari." "Maukah saudaraku kulitputih mengatakan kepadaku tentang tugas itu? Dan menceritakan kepadaku, di mana dia berada selama ini, terutama setelah kita berpisah di seberang Red River?" Dia menarik tangan saya dan berjalan agak ke tengah hutan. Di sana kami lalu duduk berdampingan dan saya mulai menceritakan semua peristiwa yang saya alami. Ketika saya selesai bercerita, dia mengangguk-anggukkan kepala sambil berpikir dengan sungguh-sungguh. Kemudian katanya, "Dulu kita bersama-sama mengukur jalan untuk kuda-api supaya kamu bisa mendapatkan banyak uang. Sayang badai hurricane telah menenggelamkan semua uangmu. Apabila dulu kamu tetap tinggal bersama prajurit-prajurit Apache yang hingga kini masih tetap mencintaimu, pasti kamu tidak akan membutuhkan uang tersebut. Tapi sekurang-kurangnya kamu telah bertindak tepat karena tidak berangkat ke St. Louis untuk menanti saya di tempat Mr. Henry, karena saya tidak pernah datang lagi ke sana." "Apakah engkau telah menangkap Santer, sang pembunuh itu?" "Tidak. Roh jahat masih melindunginya dan Manitou yang agung dan baik telah membiarkannya lolos dari tangan saya. Dia lalu pergi ke tempat tentara-tentara negara Selatan dan menghilang di sana. Mata saya memang tidak lagi mengawasinya di antara ribuan orang itu, tetapi dia tidak akan lolos dari saya! Saya tidak akan pulang ke Rio Pecos sebelum menghukumnya. Selama musim dingin para prajurit kami berkabung atas kematian Intschu tschuna dan adik perempuan saya. Setelah itu saya harus membuat perjalanan jauh untuk mengunjungi suku-suku Apache dan membatalkan rencana mereka untuk pergi ke Mexico dan mengambil bagian dalam peperangan di sana. Pernahkah saudaraku mendengar tentang Juarez, presiden berkulitmerah itu?" "Ya." "Siapa yang berada di pihak yang benar, dia atau Napoleon?" "Juarez." "Saudaraku mempunyai pendirian yang sama seperti saya. Tetapi tolong jangan tanyakan kepada saya, apa yang saya kerjakan di Matagorda ini! Bahkan terhadap kamu pun saya harus menutup mulut, sebab saya telah membuat janji dengan Juarez ketika saya bertemu dengan dia di El Paso del Norte. Jadi setelah ini apakah kamu akan terus mengejar kedua mukapucat itu?" "Saya harus mengejar mereka. Betapa senangnya hati saya jika engkau menemani saya dalam tugas ini! Apakah hal ini mungkin?" "Tidak. Saya harus menyelesaikan suatu tugas yang sama pentingnya seperti tugasmu. Hari ini saya masih tinggal di sini, tetapi besok saya akan berlayar ke La Grange. Dari sana saya melanjutkan perjalanan ke Rio Grande del Norte melalui benteng Inge." "Kalau begitu kita akan berlayar dengan kapal yang sama. Hanya saya tidak tahu sampai sejauh mana engkau akan berlayar. Tetapi besok kita masih bisa bersama-sama lagi." "Tidak." "Tidak? Mengapa tidak?" "Karena saya tidak mau menyeret saudaraku dalam urusan saya. Karena alasan ini pula, maka dulu saya berlagak pura-pura tidak mengenal kamu. Selain itu karena Old Deathlah, maka saya tidak mau berbicara dengan kamu." "Kenapa dia? Ada apa?" "Apakah dia tahu bahwa kamu adalah Old Shatterhand?" "Tidak. Nama itu tidak pernah disebut-sebut dalam pembicaraan kami." "Tetapi dia mengenal nama itu. Selama ini kamu hanya berada di daerah Timur sehingga kamu tidak tahu betapa sering orang membicarakan namamu di daerah Barat. Old Death tentu pernah mendengar nama Old Shatterhand. Tapi rupanya dia lebih menganggapmu sebagai seorang greenhorn." "Benar apa yang engkau katakan." "Kelak dia akan sangat terkejut kalau akhirnya tahu, siapa sebenarnya greenhorn yang satu ini. Dan saya tidak ingin merugikan kamu gara-gara hal ini. Karena itu kita akan berangkat sekapal tetapi kita tidak boleh berbicara satu sama lain. Setelah kamu menangkap Ohlert dan penyanderanya, baru kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama-sama. Kamu akan mengunjungi kami lagi, bukan?" "Tentu saja!" "Kalau begitu sekarang kita harus berpisah, Scharlih. Di tempat ini ada beberapa mukapucat yang juga sedang menanti saya." Dia lalu berdiri. Saya menghargai sikapnya untuk menutup rapat-rapat rahasia yang dipegangnya. Kemudian saya berpisah darinya... semoga hanya untuk waktu yang singkat. Keesokan harinya kami menyewa dua kuda bagal lalu memacunya menuju gosong. Di sana bersandar sebuah kapal yang sedang menunggu penumpang. Pelana dinaikkan ke atas punggung kuda sehingga kami tidak perlu repot-repot memikulnya. Kapal ini berbentuk datar dan dibangun menurut konstruksi Amerika. Banyak penumpang sudah berjejal di atasnya. Sambil memikul pelana di punggung, kami naik melewati tangga menuju ruang penumpang. Pada saat itu terdengar seseorang berteriak, "By Jove! Lihatlah, ada sepasang keledai berkaki dua sedang naik ke kapal sambil memikul pelana! Apakah kalian pernah melihat hal seperti itu? Ayo minggir, beri mereka jalan! Biarkan mereka masuk ke ruang bawah. Binatang-binatang seperti mereka tidak pantas berada bersama para gentlemen seperti kita!" Kami mengenal suara itu. Ruang terbaik di atas kapal, yang ditutupi dengan atap kaca, memang ditempati oleh para rowdy yang kemarin membuat keributan dengan kami di kedai. Orang yang suka berteriak-teriak kemarin, yang rupanya menjadi pemimpin gerombolan itu, menyambut kami dengan kata-kata penuh penghinaan. Saya memandang Old Death. Tetapi karena dia tidak mengindahkan penghinaan tersebut, saya pun hanya diam saja, seakan-akan tidak mendengarnya sama sekali. Kami lalu mengambil tempat di hadapan orang-orang itu dan menyorongkan pelana ke bawah tempat duduk. Old Death duduk dengan tenang. Dia mengeluarkan revolvernya dari saku, menimangnya lalu meletakkan benda itu di sampingnya. Saya pun berbuat yang sama untuk berjaga-jaga. Para pengacau itu merapatkan kepala satu sama lain dan berunding, tapi mereka tidak berani lagi mengeluarkan kata-kata penghinaan. Semua anjingnya masih setia menunggui mereka, tapi tentu saja jumlahnya sudah berkurang satu. Pemimpinnya memandang kami dengan tatapan yang sangat memusuhi. Tubuhnya masih bungkuk akibat kejadian kemarin, di mana dia dilempar oleh Winnetou keluar jendela dan setelah itu mendapat pukulan keras darinya. Di wajahnya pun masih terlihat bekas luka akibat pecahan kaca. Nahkoda datang dan menanyai kami, sampai kemana kami akan berlayar. Old Death menyebut daerah Columbus dan kami membayar tiket hingga ke tempat itu. Jika kami mau, di sana kami bisa membeli tiket untuk perjalanan selanjutnya. Tetapi Old Death berpendapat, Gibson pasti tidak akan berlayar sampai ke Austin. Lonceng kapal sudah berbunyi dua kali ketika seorang penumpang datang. Dan orang itu adalah... Winnetou. Dia menunggang seekor kuda pacuan Indian yang sangat gagah dan baru turun dari kudanya setelah tiba di atas geladak kapal. Dia kemudian menuntun hewan itu ke bagian buritan. Di sana disediakan tempat khusus untuk menambatkan kuda. Tempat itu dilengkapi dengan papan penahan setinggi bahu. Lalu tanpa mempedulikan siapa pun, dia duduk bersandar pada pagar pengaman di bagian buritan. Para rowdy mengamati semua gerak-geriknya. Mereka berdehem-dehem lalu batuk-batuk keras untuk memancing perhatiannya. Tetapi gagal. Sambil bertopang di atas senjatanya, dia duduk tenang dengan posisi agak menyamping dan kelihatannya sama sekali tidak menanggapi suara mereka. Sekarang lonceng kapal dibunyikan untuk terakhir kali. Kapal itu masih menunggu beberapa saat, barangkali masih ada penumpang yang datang. Kemudian roda-roda kapal berputar dan kapal pun mulai bergerak maju. Perjalanan kami tampaknya aman. Di atas kapal semuanya tenang hingga kami tiba di Wharton. Di sana hanya ada seorang penumpang yang turun tetapi sebagai gantinya banyak penumpang yang naik. Old Death turun ke darat selama beberapa menit untuk bertanya tentang Gibson kepada seorang agen kapal. Dia mendapat keterangan bahwa kedua orang yang dimaksud tidak mendarat di tempat itu. Keterangan yang sama juga diperolehnya di Columbus. Karena itu kami harus membayar tiket ekstra dari Columbus ke La Grange. Jarak dari Matagorda ke Columbus ditempuh kapal dalam waktu yang kira-kira sama dengan lima puluh jam jika orang berjalan kaki, sehingga ketika kami tiba di sana, hari sudah petang. Selama kurun waktu itu Winnetou hanya sekali saja meninggalkan tempat duduknya, yakni untuk memberi kudanya air minum dan biji jagung. Kelihatannya para rowdy sudah melupakan rasa dendamnya terhadap Winnetou dan terhadap kami. Begitu ada penumpang baru yang naik, mereka segera mendekatinya. Biasanya mereka tidak disambut ramah oleh orang itu. Tapi mereka lalu mulai menjual idenya yang menentang penghapusan sistem perbudakan. Mereka bertanya tentang pendapat pribadi orang tersebut dan memaki orang yang tidak sepaham dengan mereka. Kata-kata umpatan seperti "Terkutuklah orang-orang republik", "Paman orang Negro", "Budak yankee" dan makian lain yang lebih keras keluar dari mulut mereka. Akibatnya, tentu orang-orang itu menarik diri dan tidak mau berurusan dengan mereka. Itu juga yang menjadi alasan mengapa mereka kemudian bergabung dengan kami. Para rowdy tidak berhasil mendapatkan dukungan untuk menentang kami. Seandainya ada lebih banyak pendukung sesessionis di atas kapal, pasti suasana tenang itu akan berubah menjadi gaduh. Di Columbus banyak penumpang yang turun, tapi pada waktu itu banyak pula penumpang yang naik, yang rupanya suka membuat huru-hara. Mereka adalah segerombolan pemabuk, yang jumlahnya sekitar lima belas orang. Mereka berjalan terhuyung-huyung melewati pagar pengaman, sehingga menimbulkan kesan yang sangat jelek. Mereka disambut oleh kaum rowdy dengan sorak gembira, sedang para penumpang yang baru naik itu langsung bergabung dengan mereka. Dalam waktu singkat makin terasa bahwa keributan di atas kapal bertambah. Orang-orang bejat itu langsung duduk tanpa bertanya terlebih dulu apakah penumpang lain merasa terganggu atas kehadiran mereka. Mereka bahkan berdesak-desakan di antara para penumpang yang sudah duduk tenang di sana, lalu berbuat seakan-akan hendak menunjukkan bahwa merekalah yang berhak duduk di tempat itu. Kapten kapal membiarkan mereka bertindak semaunya. Mungkin dia berpendapat, yang terbaik adalah tidak mempedulikan mereka sejauh mereka tidak mengganggu jalannya kapal, dan dia membiarkan penumpang lain membela diri terhadap kelompok pengacau itu. Kapten itu tidak berpakaian seperti yankee. Tubuhnya kekar dan dia tidak kelihatan seperti orang Amerika. Wajahnya selalu dihiasi senyum. Saya sangat yakin, orang itu keturunan Jerman. Sejumlah besar pendukung aliran sesessionisme itu kemudian pergi ke restoran kapal. Dari sana terdengar teriakan yang memekakkan telinga. Terdengar pula botol-botol minuman yang dipecahkan. Tidak lama kemudian seorang pria kulithitam yang bekerja sebagai pelayan restoran berlari ke luar sambil menjerit keras. Dia naik ke ruang kapten dan mengadu dengan keluhan yang kedengaran tidak jelas. Saya hanya mendengar sepintas, dia baru saja dicambuki dan diancam akan digantung pada salah satu cerobong asap di kapal. Kini sang kapten menunjukkan wajah serius. Dia memeriksa sebentar, apakah kapal berlayar pada posisi yang benar, lalu turun ke bawah menuju restoran. Dari depan datanglah kondektur menghampirinya. Keduanya bertemu di dekat kami sehingga kami turut mendengarkan apa yang mereka bicarakan. "Capt'n," lapor kondektur "Kita tidak boleh terus berdiam diri. Orang-orang itu sedang merencanakan sesuatu yang jahat. Suruh orang Indian itu turun ke darat! Mereka ingin menggantungnya, karena kemarin dia memukul salah seorang dari mereka. Selain itu ada juga dua mukapucat di sini, hanya saya tidak tahu siapa yang dimaksud. Mereka pun akan dianiaya karena mereka juga berada bersama dia kemarin. Kedua orang itu dituduh sebagai mata-mata Juarez." "Astaga! Kalau begitu keadaannya kini sudah gawat! Di mana kedua orang itu?" dia memandang sekeliling untuk mencari. "Kami ada di sini, Sir," saya menjawab lalu berdiri dan menghampirinya. "Anda? Jadi Anda berdua adalah mata-mata Juarez? Oh... hancurlah kapal ini!" katanya sambil menatap saya dengan tajam. "Saya bukan mata-mata! Saya seorang Jerman dan saya tidak mau mencampuri urusan politik negara kalian." "Orang Jerman? Kalau begitu kita sebangsa. Saya dilahirkan di Neckar. Saya tidak membiarkan sesuatu terjadi pada diri Anda. Karena itu saya segera merapatkan kapal ke tepi supaya Anda bisa menyelamatkan diri ke tempat yang aman." "Saya tidak mau turun dari kapal! Saya harus meneruskan perjalanan dengan kapal ini dan saya tidak mau membuang-buang waktu." "Sungguh? Rasanya itu bukan sikap yang bijaksana... tetapi tunggu sebentar!" Dia pergi menghampiri Winnetou dan mengatakan sesuatu kepadanya. Orang Apache itu mendengar dengan penuh perhatian lalu menggeleng-gelengkan kepala dengan tegas dan segera membalikkan tubuhnya. Kapten itu kembali ke tempat kami dengan wajah kecewa lalu berkata, "Sudah saya duga sebelumnya. Kulitmerah memang keras kepala. Orang Indian itu pun tidak mau turun dari kapal." "Jika demikian, dia beserta kedua mukapucat ini akan binasa, sebab pengacau-pengacau itu akan membunuh mereka," kata kondektur dengan cemas. "Kita hanya beberapa orang, karena itu kita tidak mampu berbuat apa-apa melawan kelompok sebesar itu." Kapten kapal menunduk termenung. Tetapi kemudian terbayang senyum jenaka di wajahnya, sepertinya dia telah menemukan jalan keluar yang tepat. Dia berpaling kepada kami dan berkata, "Saya akan memperdayai orang-orang itu dengan satu permainan yang tak akan mereka lupakan seumur hidup. Tetapi kalian semua harus berbuat sesuai dengan perintah saya. Dan jangan sekali-kali menggunakan senjata. Simpanlah semua senapan kalian di bawah tempat duduk di dekat pelana. Memberikan perlawanan hanya akan membuat suasana bertambah keruh." "All devils! Jadi apakah kami harus membiarkan diri disiksa, Master?" tanya Old Death penasaran. "Tidak. Engkau melawan tetapi dengan sikap pasif! Pada saat yang tepat siasat ini akan berfungsi baik. Kita akan menceburkan bedebah-bedebah itu ke dalam air dingin. Percayakan semuanya kepada saya! Tidak ada waktu lagi untuk penjelasan lebih rinci. Lihat, mereka sudah datang mendekat." Benar, gerombolan itu kini naik dari restoran. Kapten segera berbalik meninggalkan kami dan membisikkan perintah kepada kondektur. Dengan segera kondektur bergegas mendatangi juru mudi kapal. Di samping juru mudi berdiri dua orang anak buah kapal. Tidak lama kemudian saya melihat orang itu mendekati kelompok penumpang yang dari tadi tidak terlibat dalam huru-hara dan membisikkan beberapa petunjuk kepada mereka. Saya tidak bisa terus memperhatikan dia karena saya dan Old Death lebih disibukkan oleh kaum sesessionis yang mendekat. Hanya sejauh yang saya perhatikan, sepuluh menit sesudahnya para penumpang itu bergerak dan berkumpul bersama di buritan kapal. Sambil meninggalkan restoran dalam keadaan mabuk, pengacau-pengacau itu datang mengepung kami berdua. Seperti petunjuk kapten, kami sudah melepaskan senjata kami. "Ini dia orangnya!" seru pemimpinnya sambil menunjuk saya. "Seorang mata-mata dari negara Utara yang berpihak pada Juarez. Kemarin dia masih berkeliling dengan mengenakan pakaian a la gentleman. Hari ini dia sudah memakai pakaian berburu. Untuk apa dia harus mengubah penampilannnya? Anjing saya dibunuhnya dan kedua orang ini mengancam kita dengan revolver kemarin." "Benar, dia seorang mata-mata!" teriak teman-temannya yang lain bersahut-sahutan. "Buktinya dia telah mengganti pakaiannya untuk menyamar. Dan dia orang Jerman. Bentuklah sebuah dewan pengadilan. Dia harus segera digantung! Hancurlah negara-negara Utara, orang-orang yankee dan para pengikutnya!" "Apa yang terjadi di situ, gentlemen?" seru kapten dari atas. "Saya menginginkan suasana tenang dan tertib di atas kapal. Jangan mengganggu penumpang lain!" "Diam!" bentak seorang dari antara mereka. "Kami juga menginginkan suasana tenang dan kami akan berusaha menciptakannya. Apakah Anda berpikir, mengangkut seorang mata-mata di atas kapal termasuk kewajiban Anda?" "Saya mempunyai kewajiban untuk mengantar semua orang yang sudah membayar tiket. Seandainya ada pemimpin sesessionis datang kepada saya, mereka pun boleh menumpang kapal, asalkan mereka membayar tiket dan menunjukkan etiket baik. Itulah prinsip yang saya pegang. Dan jika kalian melanggar aturan ini dengan perilaku yang meresahkan, maka saya akan menurunkan kamu ke darat dan kalian bisa mencari jalan sendiri untuk sampai ke Austin." Mereka menanggapinya dengan gelak tawa sinis. Sementara itu, saya dan Old Death semakin dikurung sehingga kami tidak lagi merasa tenang. Tentu saja kami menentangnya, tapi suara kami tertelan oleh teriakan hiruk-pikuk kawanan itu. Mereka lalu mendorong kami dari tempat itu ke geladak atas, sampai ke tempat cerobong asap. Pada tiang itu kami akan diikat. Di sana terlihat beberapa cincin besi dan di bawahnya tergantung tali yang besar, yang tampaknya sangat praktis untuk menggantung seseorang. Orang hanya perlu meregangkan tali itu dan mengalungkannya ke leher kami, supaya kami terangkat ke atas. Di tempat itu dibentuk sebuah barisan melingkar dan sebuah dewan pengadilan yang akan memutuskan tentang nasib kami. Dewan pengadilan seperti ini hanya membuat orang tertawa lucu. Saya yakin, keparat-keparat itu tidak akan bertanya, mengapa kami hanya diam bergeming dan tidak melawan. Mereka tahu bahwa kami memiliki pisau dan revolver, walaupun kami tidak menggunakannya. Tentu ada alasan di baliknya. Old Death berjuang keras supaya tetap kelihatan tenang. Berkali-kali tangannya bergerak meraba sabuk senjatanya untuk mencabut senjata. Tapi begitu tatapan matanya beradu dengan kapten, sang kapten memberikan isyarat melarang. "Baiklah," kata Old Death kepada saya dalam bahasa Jerman supaya orang-orang itu tidak paham. "Saya akan menurut. Tetapi jika mereka bertindak berlebihan, maka dalam semenit kedua puluh empat peluru kita akan bersarang di tubuh mereka. Anda boleh menembak jika saya lebih dulu memulainya!" "Kalian dengar itu?" teriak seorang rowdy yang sering disebut-sebut sebelumnya. "Mereka berbicara dalam bahasa Jerman. Kini terbukti bahwa keduanya adalah Dutchmen terkutuk dan mereka termasuk kelompok yang paling gigih membela negara Utara. Apa yang ingin mereka lakukan di Texas ini? Mereka adalah mata-mata dan pengkhianat. Maka kita jangan mengulur-ulur waktu untuk mengadili mereka!" Usul itu diterima dengan sorak yang riuh rendah. Kapten memberikan mereka sebuah peringatan keras, tetapi mereka malahan menertawakannya. Lalu mereka berunding, siapakah yang harus digantung lebih dulu, Winnetou ataukah kami. Mereka memutuskan untuk mendahulukan Winnetou. Maka pemimpinnya mengirim dua orang untuk menjemput orang Indian itu. Karena dikelilingi oleh orang banyak, kami tidak bisa melihat Winnetou. Tapi tiba-tiba terdengar sebuah jeritan keras. Rupanya Winnetou memukul jatuh seorang di antara kedua perusuh itu dan menceburkan yang lainnya ke dalam air. Kemudian dia masuk bersembunyi di dalam kabin kondektur yang terletak di ruang mesin. Ruangan ini memiliki jendela kecil dan dari celah kecil ini tampak ujung senapan Winnetou menyembul keluar. Tentu saja ulahnya ini membuat suasana menjadi ribut. Semua berlari ke sisi kapal dan orang berteriak agar si kapten menyuruh seseorang turun ke air menggunakan sekoci penolong untuk menyelamatkan pria yang sial itu. Dia menurut dan segera memberikan tanda kepada seorang anak buah kapal. Orang itu melompat ke atas sekoci penolong, melepaskan tali dari gantungannya lalu segera mendayung ke tempat korban. Syukurlah pria naas itu bisa berenang sedikit dan berjuang supaya tidak tenggelam. Saya berdiri sendirian bersama Old Death. Untuk sementara para rowdy sudah lupa pada rencananya untuk menggantung kami. Kami melihat, tatapan juru mudi kapal dan semua anak buah kapal tertuju kepada sang kapten. Dia melambaikan tangannya supaya kami mendekat lalu berkata dengan suara lirih, "Perhatian, Mesch'schurs! [Logat Barat, asal kata Perancis: Tuan-tuan] Sekarang saya akan memandikan mereka. Apa pun yang akan terjadi, kalian harus tetap tinggal di atas kapal. Tapi kalian harus berteriak sekeras mungkin!" Dia menyuruh mematikan mesin kapal. Dan kapal bergerak perlahan-lahan mundur menuju ke pinggir sungai sebelah kanan. Di sana ada sebuah tempat, di mana airnya tampak beriak, karena dasar sungai yang landai. Memang dari tempat itu hingga ke pinggir sungai airnya tidak dalam. Sekali lagi kapten memberikan isyarat, juru mudi mengangguk tersenyum dan membiarkan kapal bergerak menabrak onggokan pasir di perairan yang dangkal itu. Terdengar bunyi derak. Sebuah benturan yang cukup keras sehingga semua penumpang terhuyung-huyung, bahkan ada yang jatuh terpental. Dan tiba-tiba kapal tidak lagi bergerak. Hal ini mampu mengalihkan perhatian orang-orang dari sekoci penolong di atas air dan mereka sangat cemas kalau kapal akan karam. Sekelompok penumpang yang sebelumnya sudah diberitahu oleh kondektur berteriak ketakutan, seolah-olah kini mereka sedang menghadapi bahaya maut. Sementara itu penumpang lain, yang percaya bahwa telah terjadi kecelakaan juga ikut menjerit histeris. Kemudian muncullah seorang anak buah kapal. Sambil berlari dia mendatangi kapten dan melapor dengan penuh ketakutan, "Capt'n, air masuk ke dalam ruangan kapal! Lunas kapal sudah terbelah dua. Dalam dua menit kapal ini akan karam." "Kita akan tenggelam!" teriak kapten. "Selamatkan diri masing-masing! Dari sini hingga ke tepi sungai airnya tidak dalam. Ayo, terjunlah segera!" Dia berlari turun meninggalkan tempatnya, melepaskan baju, rompi serta topinya lalu membuka sepatu dengan tergesa-gesa kemudian melompat ke sungai. Dalamnya air hanya sebatas lehernya. "Lompat, lompatlah segera!" teriaknya dari dalam air. "Mumpung masih ada waktu. Jika kapal sudah tenggelam, maka kamu semua akan terkubur dalam pusaran air!" Tak seorang pun dari mereka yang menyangka bahwa kapten itulah yang mula-mula menyelamatkan diri dan lebih dahulu membuka pakaiannya. Tiba-tiba mereka dihinggapi oleh rasa kepanikan yang hebat, lalu berloncatan dari kapal dan cepat-cepat berenang ke tepi sungai. Karena begitu panik mereka tidak memperhatikan bahwa sebenarnya kapten berenang ke sisi lain dari kapal lalu memanjat tangga tali yang digantung di sana. Sekarang kapal telah dikosongkan dari kawanan itu. Jika satu menit sebelumnya suasana diliputi oleh kepanikan, maka kini terdengar suara gelak tawa orang-orang di atas kapal. Ketika para rowdy yang menyelamatkan diri sudah naik ke darat, kapten memberi perintah supaya mesin kembali dihidupkan. Bagian bawah kapal yang lebar dan keras tidak mengalami kerusakan sedikit pun. Dan kapal pun mulai bergerak maju seiring putaran roda. Sambil melambai-lambaikan baju sebagai bendera, sang kapten berteriak ke seberang sungai, "Farewell, gentlemen! Apabila kalian masih ingin membentuk dewan pengadilan, maka gantung saja diri kalian sendiri. Semua barang kalian yang masih tertinggal di atas kapal akan saya turunkan di La Grange. Kalian bisa mengambilnya sendiri di sana!" Bisa dibayangkan bagaimana reaksi mereka terhadap olok-olok yang memalukan itu. Mereka berteriak dengan geram lalu menantang kapten supaya membiarkan mereka kembali lagi ke kapal. Mereka bahkan mengancam dia akan melapor ke polisi atau menembak mati serta ancaman-ancaman lain. Kemudian dengan beberapa senjata yang tadi tidak basah terkena air, mereka menembak ke arah kapal. Tetapi tidak timbul kerusakan. Akhirnya seorang di antaranya berteriak kepada kapten dengan sangat marah, "Anjing! Kami akan menunggu sampai kamu kembali ke tempat ini dan kami akan menggantungmu pada cerobong asap di kapalmu sendiri!" "Well, Sir! Naiklah segera kemari! Tapi sebelumnya sampaikan salam saya buat Jenderal Mejia dan Marquez!" Sekarang mesin kapal kembali panas dan kami pun melaju dengan kecepatan tinggi untuk mengejar waktu yang sudah terbuang. ORANG-ORANG KUKLUX Sampai sekarang kata 'Kuklux' masih menjadi teka-teki walaupun banyak yang sudah merumuskan definisi atau mencoba mengartikannya dari berbagai sudut. Menurut pendapat segelintir orang, nama Kukluxklan, atau yang juga ditulis Ku-Klux-Klan, hanya merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh pelatuk senapan. Sementara itu, sebagian orang lagi mengatakan bahwa kata itu terbentuk dari susunan kata cuc yang berarti peringatan, gluck bunyi yang timbul ketika orang meneguk air dan clan, satu kata dari bahasa Skotlandia yang berarti suku, keluarga, atau perkumpulan. Kata tersebut bisa diartikan apa saja, tergantung orang yang memakainya, dan tidak ada definisi yang pasti. Bahkan anggota Ku-Klux-Klan sendiri pun tidak tahu tentang asal dan arti kata tersebut. Tapi bagi mereka, hal itu tidak penting. Barangkali dulu kata itu diucapkan tanpa sengaja oleh salah seorang dari mereka kemudian diteruskan oleh anggota yang lain tanpa mempedulikan arti dari bunyi tersebut. Terlepas dari ketidakjelasan makna ini perkumpulan tersebut mempunyai tujuan yang jelas. Mula-mula kelompok ini berkembang di beberapa puri di daerah Carolina Utara lalu menyebar dengan cepat ke Carolina Selatan, Georgia, Alabama, Mississippi, Kentucky, dan Tennesse. Belakangan anggotanya pun dikirim ke Texas untuk berjuang demi tercapainya cita-cita perkumpulan. Perkumpulan ini sendiri terdiri dari sekelompok orang yang menjadi musuh besar negara-negara Utara. Dengan segala cara, bahkan dengan cara yang paling keji dan kejam, mereka berjuang melawan semua bentuk peraturan yang dikeluarkan setelah berakhirnya perang saudara di negara-negara Selatan. Karena itu bisa dibayangkan, aksi Kuklux menimbulkan kekacauan selama bertahun-tahun di sana: harta benda menjadi tidak aman, juga perkembangan industri dan perdagangan terhambat. Tindakan tegas yang diambil untuk menghentikan perbuatan yang keterlaluan itu pun tidak membuahkan hasil. Perkumpulan rahasia ini terbentuk akibat munculnya undang-undang rekonstruksi yang terpaksa dikeluarkan pemerintah terhadap negara-negara Selatan yang kalah dalam peperangan. Anggota kelompok ini direkrut dari para pendukung sistem perbudakan dan mereka menjadi musuh Partai Union serta Partai Republik. Semua anggota harus disumpah untuk menyimpan rapat-rapat rahasia perkumpulan. Hukuman mati siap dijatuhkan kepada anggota yang membocorkan rahasia. Mereka tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan pembunuhan. Secara teratur mereka mengadakan pertemuan rahasia. Bila hendak melakukan perbuatan jahat, mereka datang dengan menunggang kuda dan menyamar. Pastor yang sedang berkhotbah di atas mimbar atau hakim yang sedang duduk di meja pengadilan ditembak. Para kepala keluarga yang tidak bersalah diserang kemudian mayat mereka ditinggalkan di tengah-tengah keluarganya dengan punggung yang tercabik-cabik. Tak ada penjahat dan pembunuh yang lebih menakutkan daripada Ku-Klux-Klan. Kelompok ini makin lama makin meresahkan sehingga gubernur Carolina Selatan mengajukan permohonan kepada Presiden Grant untuk mengirimkan bantuan militer mengingat kelompok ini tak bisa ditaklukkan lagi. Grant mengajukan usul itu dalam rapat kongres. Maka terbentuklah sebuah Undang-Undang Anti Ku-Klux yang memberikan kuasa penuh kepada presiden untuk membubarkan mereka dan undang-undang ini terpaksa menyetujui penggunaan cara-cara kekerasan. Hal ini merupakan bukti bahwa baik secara individu maupun kolektif, seluruh bangsa telah terjerumus ke dalam krisis akibat ulah Kuklux. Lambat laun perhimpunan ini berubah menjadi kawah mengerikan yang memuntahkan berbagai pemikiran revolusioner. Suatu hari, dari atas mimbar seorang pastor mendoakan keselamatan arwah keluarga yang telah dibunuh anggota Kuklux di siang bolong. Dalam khotbah dan nasihat bijaknya, sang pastor mengumpamakan perbuatan anggota Kuklux seperti pertempuran antara anak-anak setan melawan anak-anak Tuhan. Tiba-tiba dari balkon di bagian belakang gereja muncul seseorang yang menyamar dan menembak kepala pastor itu. Sebelum umat sadar dari keterkejutannya, setan itu sudah lebih dulu menghilang. Ketika kapal kami tiba di La Grange, hari sudah malam. Kapten kapal menjelaskan kepada kami, bahwa hari itu dia tidak berani meneruskan pelayaran karena di dalam sungai akan ada saja bahaya yang mengancam. Jadi kami terpaksa mendarat di La Grange. Winnetou turun lebih dahulu melalui tangga kapal lalu segera menghilang di antara rumah-rumah yang diliputi kegelapan malam. Di La Grange terdapat juga agen kapal yang siap mengurus kepentingan para penumpang. Old Death segera menuju ke tempat itu. "Sir, kapan kapal terakhir dari Matagorda tiba di sini dan apakah semua penumpangnya sudah turun?" "Kapal terakhir telah tiba dua hari yang lalu, kira-kira pada jam yang sama seperti hari ini. Semua penumpang turun ke darat karena kapal itu baru berangkat lagi keesokan harinya." "Dan Anda berada di sini ketika kapal itu berangkat?" "Tentu, Sir." "Jika demikian barangkali Anda bisa memberikan informasi kepada saya. Kami mencari dua orang teman yang berlayar dengan kapal tersebut dan tentu turun juga di sini. Kami ingin tahu apakah mereka meneruskan perjalanannya atau tidak." "Hmmm, saya tidak bisa menjawabnya. Saat itu hari sudah gelap dan para penumpang tergesa-gesa turun dari kapal sehingga saya tidak bisa memperhatikan mereka satu persatu. Bisa jadi semua penumpang melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya. Tapi seseorang yang bernama Clinton tidak." "Clinton? Ya, dialah yang saya maksudkan. Mari, mendekatlah ke lampu! Teman saya akan memperlihatkan sebuah potret kepada Anda untuk memastikan, apakah orang itu benar Master Clinton." Dengan penuh keyakinan sang agen mengatakan bahwa memang dialah orang yang dimaksud. "Tahukah Anda, di mana dia sekarang?" tanya Old Death. "Saya tidak tahu pasti. Tapi sangat mungkin dia tinggal di rumah Sennor[Spanyol: Senor (Senyor) = Tuan] Cortesio karena orang yang mengambilkan kopornya adalah anak buah Sennor Cortesio. Dia adalah seorang agen untuk semua urusan dan dia berasal dari Spanyol. Saya yakin, saat ini dia sedang sibuk mengurus penyelundupan senjata secara rahasia ke Mexico." "Apakah dia termasuk orang baik-baik?" "Sir, pada zaman sekarang ini setiap orang mengaku dirinya orang baik-baik, meskipun dia memikul pelana kuda di bahunya." Tentu saja itu merupakan suatu sindiran bagi kami berdua yang berdiri di hadapannya sambil memikul pelana kuda. Namun sindiran itu tidak dimaksudkan untuk mengejek kami. Karena itu Old Death bertanya dengan nada yang tak kalah halusnya, "Apakah tidak jauh dari sini ada sebuah penginapan, di mana orang bisa tidur nyenyak tanpa diganggu oleh manusia atau nyamuk?" "Di tempat ini hanya ada sebuah penginapan. Tapi karena Anda sudah sekian lama bercakap-cakap dengan saya di sini, tentu penumpang lain sudah mendahului Anda dan mengisi beberapa kamar yang kosong." "Ini sungguh tidak menyenangkan," jawab Old Death yang pura-pura tidak mempedulikan sindiran itu. "Apa kami tidak boleh menumpang di rumah-rumah penduduk?" "Hmmm, Sir. Saya tidak mengenal Anda. Dan saya pun tak bisa menerima Anda di tempat saya karena rumah saya sangat kecil. Tapi saya mempunyai seorang kenalan yang tidak akan mengusir Anda dari pintu rumahnya jika Anda orang jujur. Dia seorang Jerman, seorang pandai besi yang datang dari Missouri." "Nah," sahut Old Death, "teman saya ini juga orang Jerman dan saya pun lancar berbahasa Jerman. Kami bukan orang jahat. Kami mampu dan mau membayar sewa penginapan. Jadi dalam perhitungan saya, kenalan Anda tak perlu khawatir menerima kami. Maukah Anda menunjukkan rumahnya?" "Seandainya tak ada pekerjaan lagi di kapal, tentu saya akan mengantar kalian ke sana. Sekarang Master Lange, demikian namanya, tidak berada di rumah. Biasanya pada saat seperti ini dia berada di kedai minum. Demikianlah kebiasaan orang Jerman di sini. Jadi tanyakan saja nama Master Lange dari Missouri. Katakan kepadanya bahwa agen kapal yang menyuruh kalian datang menemuinya. Berjalanlah terus dan setelah melalui rumah kedua dari sini, Anda mesti belok kiri. Kemudian Anda akan melihat rumah makan itu karena di sana cahaya lampunya sangat terang. Kedai itu pasti masih buka." Saya memberikan tip pada lelaki itu atas informasi yang diberikannya. Kami melanjutkan perjalanan sambil memikul pelana kuda. Kedai ini tak hanya dikenal karena lampu-lampunya tapi juga karena suara gaduh yang terdengar melalui jendela yang terbuka. Di atas pintu terpampang gambar binatang yang menyerupai penyu raksasa tapi memiliki sayap dan hanya dua kaki. Di bawahnya tertera tulisan "Hawks Inn". Penyu itu melambangkan burung pemangsa dan rumah itu adalah penginapan bagi 'elang-elang pemangsa'. Ketika pintu dibuka, asap rokok yang tebal dan berbau tajam langsung menerpa kami. Rupanya tamu-tamu itu memiliki paru-paru yang sangat kuat karena mereka tidak hanya dapat menahan asap yang pengap itu melainkan juga merasa nyaman berada di sana. Di samping itu kekuatan paru-paru mereka juga tampak dari cara mereka saat berbicara. Tak ada seorang pun yang berkata pelan, setiap orang harus berteriak. Tak seorang pun yang sabar mendengarkan omongan rekannya. Suasana benar-benar hiruk-pikuk. Kami berdiri selama beberapa saat di ambang pintu dan membiasakan mata melihat ke dalam asap tebal sampai bisa mengenali orang-orang dan benda-benda yang ada di sana. Kami lihat, kedai ini memiliki dua buah ruang. Ruang yang besar untuk tamu biasa dan ruang yang kecil untuk tamu yang lebih terhormat. Di Amerika penataan seperti ini sungguh berbahaya karena sebagai negara demokratis, penduduk negara itu tidak mengakui perbedaan tingkat atau derajat sosial. Karena semua kursi di ruang depan telah penuh, dengan diam-diam kami berjalan menuju ruang belakang tanpa sepengetahuan pengunjung kedai lainnya. Di tempat itu masih ada dua kursi kosong. Setelah meletakkan pelana di pojok ruangan, kami duduk. Di sekeliling meja duduk beberapa pria yang tengah meneguk bir dan bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Sekilas mereka memandang kami dengan tajam, seperti ingin tahu. Begitu tahu kami mendekat, mereka segera mengalihkan pokok pembicaraan. Ini terlihat dari isi pembicaraan mereka yang tiba-tiba menjadi tidak karuan. Dua orang di antara mereka berwajah mirip. Sepintas orang bisa menduga bahwa mereka adalah ayah dan anak. Perawakan mereka tegap. Garis wajah mereka tegas dan tangan mereka kekar; ciri khas orang yang selalu bekerja keras. Wajah mereka mencerminkan kejujuran dan kepolosan. Tapi pada waktu itu raut wajah mereka tampak tegang, sepertinya mereka tengah memperbincangkan suatu hal yang menggelisahkan. Ketika kami duduk, kedua orang itu menggeser tempat duduknya agak jauh sehingga ada jarak di antara kami. Suatu isyarat halus bagi kami bahwa mereka tak ingin bercakap-cakap dengan kami. "Tetaplah duduk, Mesch'schurs!" kata Old Death. "Kami bukan orang yang berbahaya meskipun sejak pagi tadi kami belum makan. Dapatkah kalian mengatakan kepada kami, di mana kami bisa mendapatkan makanan agar perut kami ini tidak lagi keroncongan?" Seseorang dari mereka, tampaknya ayah dari orang yang satunya, memicingkan sebelah matanya lalu menjawab sambil tertawa. "Apa yang diinginkan oleh orang terhormat seperti Anda, tentu akan kami sediakan, Sir! Tapi bukankah Anda ini Old Death? Saya kira, Anda tak perlu malu menyembunyikan identitas diri Anda yang sebenarnya." "Old Death? Siapakah orang itu?" tanya sahabat saya ini sambil berlagak bodoh. "Seorang yang sangat terkenal. Dia adalah seorang westman dan pencari jejak. Dalam sebulan dia lebih banyak mengumpulkan petualangan daripada orang lain sepanjang hidupnya. Anak saya, Will, pernah melihatnya." Pemuda yang dimaksud lelaki itu kira-kira berusia dua puluh enam tahun. Mukanya coklat akibat sengatan matahari. Kesannya seolah-olah dia dapat berkelahi menghadapi dua belas orang sekaligus. Old Death mengamati pemuda itu dari samping dan bertanya, "Anak Anda pernah melihatnya? Di mana?" "Pada tahun enam puluh dua di Arkansas, tidak lama sebelum meletus pertempuran di dekat Pea Ridge. Tapi Anda pasti tidak mengetahui peristiwa itu." "Mengapa tidak? Saya sering mengembara di Arkansas. Saya yakin, pada waktu itu saya berada tidak jauh dari tempat itu." "Oh ya? Jika saya boleh bertanya, partai manakah yang Anda dukung saat itu? Keadaan yang terjadi sekarang di daerah kami memaksa kami mengetahui aliran politik yang dianut orang yang duduk semeja dengan kami." "Jangan khawatir, Master! Saya kira, Anda tidak memihak kepada kaum pemilik budak belian yang kini sudah ditaklukkan. Saya pun demikian. Anda pun dapat menyimpulkan bahwa saya bukan termasuk orang seperti itu. Saya orang Jerman, buktinya saya sudah berbicara dengan Anda dalam bahasa Jerman." "Selamat datang, Sir! Tapi Anda jangan salah paham. Bahasa Jerman bukanlah tanda pengenal yang dapat dipercaya. Beberapa orang dari pihak asing memahami bahasa Jerman dan menggunakan bahasa itu hanya untuk mendapat kepercayaan dari kami. Saya sudah seringkali mengalaminya. Tapi sekarang kita bicara saja tentang Arkansas dan Old Death. Barangkali Anda sudah tahu bahwa negara bagian ini hendak memihak kepada Partai Union pada saat pecahnya perang saudara. Namun kenyataannya sungguh lain. Banyak orang kritis yang sebelumnya tidak menyetujui perbudakan dan menganggap terbentuknya kelompok bangsawan di negara Selatan sebagai tindakan kekejaman, kemudian bersatu dan menyatakan penolakan terhadap pemisahan. Namun dengan cepat para pemberontak, di dalamnya termasuk juga para bangsawan, berhasil merebut kekuasaan yang sah. Para cendekiawan diteror. Akhirnya Arkansas jatuh ke tangan negara Selatan. Tentu saja hal ini menimbulkan kepedihan di kalangan penduduk keturunan Jerman. Untuk sementara mereka tak dapat berbuat apa-apa dan terpaksa membiarkan bagian utara negeri yang indah itu mengalami penderitaan luar biasa akibat peperangan. Pada waktu itu saya tinggal di Missouri, di Poplar Bluff, dekat perbatasan Arkansas. Anak saya yang duduk di depan Anda ini tentu saja masuk menjadi anggota pasukan Jerman. Mereka hendak menolong Partai Union di Arkansas dan mengirimkan pasukan kecil melewati perbatasan untuk melakukan mata-mata. Will ikut dalam pasukan itu. Tiba-tiba mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sangat besar jumlahnya. Lalu pasukan Jerman itu berhasil dikalahkan setelah mereka melakukan perlawanan sengit." "Jadi mereka ditawan? Saat itu pasti sangat berat. Kita tahu bagaimana pasukan negara Selatan memperlakukan tawanannya, karena dari seratus tawanan paling kurang delapan puluh orang meninggal akibat siksaan yang sangat kejam. Tapi yang lain pun pasti tidak bisa bertahan hidup, bukan?" "Oho! Anda keliru besar. Para pemberani itu mempertahankan dirinya dengan gigih. Mereka menembak terus hingga pelurunya habis lalu menyerang dengan gagang senapan dan pisaunya. Akibatnya kelompok sesessionis mengalami kerugian yang sangat besar. Mereka sangat marah atas kejadian itu dan m mutuskan membunuh semua tawanan. Will adalah anak saya satu-satunya. Hampir saja saya kehilangan anak ini. Bahwa kini dia masih hidup, semua ini berkat jasa Old Death." "Bagaimana, Master? Anda membuat saya penasaran. Apakah pencari jejak itu membawa bala bantuan untuk membebaskan para tawanan?" "Tidak, jika demikian halnya maka tentu semuanya sudah terlambat dan pembunuhan itu pasti telah terjadi sebelum tiba bantuan. Dia bertindak seperti seorang westman sejati yang gagah berani. Dia sendirian yang membebaskan para tawanan." "Bukan main , benar-benar tindakan yang nekat!" "Memang! Dia merayap masuk ke dalam perkemahan seperti orang Indian. Dengan mudah dia menyelinap karena malam itu terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir dan memadamkan api unggun. Kemudian penjaga yang berada di garis depan ditusuknya dengan pisau. Kelompok sesessionis menduduki sebuah tanah pertanian. Satu batalion berada di tempat itu. Semua opsir menempati rumah khusus dan serdadu-serdadu ditempatkan di bagian lain. Sementara itu para tawanan yang berjumlah lebih dari dua puluh orang dikurung dalam gudang gula. Pada setiap sisi gudang ditempatkan empat penjaga untuk mengawasi mereka. Keesokan harinya orang-orang malang itu akan ditembak mati. Pada malam harinya, tidak lama setelah pertukaran penjaga, para tawanan mendengar bunyi aneh di atas kepala mereka. Namun suara itu bukan bunyi air hujan. Mereka memasang telinga dengan lebih seksama. Tiba-tiba terdengar bunyi berderak. Atap gudang yang terbuat dari kayu lapuk itu terkuak. Rupanya seseorang telah melubangi atap itu hingga air hujan masuk ke dalam. Tapi selama sepuluh menit kemudian keadaan masih sunyi senyap. Setelah itu sebatang pohon yang masih tampak sisa-sisa cabangnya diturunkan dari atas atap. Pohon itu cukup kuat sehingga bisa dipanjat naik turun. Lalu seorang demi seorang memanjat batang pohon itu dan naik ke atap yang rendah lalu melompat ke tanah. Di sana mereka melihat keempat penjaga yang bukannya tertidur melainkan terbaring di tanah dan tidak lagi bergerak. Para tawanan segera melucuti senjata mereka. Dengan cerdik sang penyelamat itu membawa tawanan keluar dari sana dan menunjukkan jalan menuju perbatasan yang sudah diketahui oleh mereka. Di tempat itu barulah mereka tahu bahwa orang yang menolong mereka dengan mempertaruhkan nyawa sendiri itu ialah Old Death, sang pencari jejak." "Lalu apakah dia melanjutkan perjalanan bersama mereka?" tanya Old Death. "Tidak. Dia mengatakan bahwa masih ada urusan penting yang harus dikerjakannya. Kemudian dia menghilang dalam guyuran hujan lebat di tengah kegelapan malam tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk mengucapkan terima kasih atau menatap wajahnya. Malam itu sangat gelap sehingga mereka tak dapat mengenali wajah seseorang. Yang dapat dilihat oleh Will hanya badannya yang tinggi dan kurus. Tapi dia sempat bercakap-cakap dengan orang itu. Sampai sekarang dia masih ingat perkataan orang yang gagah berani itu. Jika kami nanti berjumpa dengan Old Death, maka dia akan tahu bahwa kami orang Jerman adalah bangsa yang tahu berterima kasih dan kami akan berterimakasih kepadanya." "Tentu dia sudah tahu akan hal itu. Dalam perhitungan saya, anak Anda bukan orang Jerman pertama yang dijumpainya. Omong-omong, Sir, barangkali Anda mengenal seseorang yang bernama Master Lange dari Missouri?" Anaknya tercengang. "Lange?" dia bertanya. "Mengapa Anda menanyakannya?" "Saya khawatir, kami tidak mendapat lagi tempat di rumah penginapan ini. Maka kami bertanya kepada agen kapal di pinggir sungai apakah ada seseorang yang bisa memberi kami tumpangan. Dia menyebut nama Master Lange dan menganjurkan agar kami mengatakan kepadanya bahwa agen itulah yang menyuruh kami datang ke sini. Dan dia tahu, kami akan bertemu dengan orang itu di sini." Lelaki yang lebih tua itu memandang kami dengan tatapan menyelidik dan berkata, "Memang benar apa yang dikatakan sang agen, karena saya sendirilah Master Lange. Karena dia yang menyuruh Anda datang ke mari dan karena saya menganggap Anda orang yang jujur, maka saya ucapkan selamat datang. Siapakah teman seperjalanan Anda yang duduk di sana dan dari tadi hanya diam saja?" "Dia sebangsa dengan Anda dan berasal dari Saksen. Bahkan dia seorang terpelajar yang datang ke sini untuk mengadu nasib." "Ya, Tuhan! Orang di negeri itu mengira bahwa mereka hanya duduk berpangku tangan menunggu datangnya rejeki. Dengar baik-baik, Sir, orang yang datang ke negeri ini harus bekerja lebih keras dan mengalami lebih banyak kekecewaan daripada di tanah airnya sendiri. Tapi bukan berarti semuanya tidak bisa diraih. Saya berharap, semoga Anda berhasil dan saya mengucapkan selamat datang kepada Anda." Dia juga berjabat tangan dengan saya. Old Death menganggukkan kepala dan berkata, "Dan jika Anda masih ragu-ragu dan belum mempercayai kami, saya hendak berbicara sebentar dengan anak Anda. Dialah nanti yang akan membuktikan bahwa saya tidak patut dicurigai." "Anak saya? Will?" tanya Lange heran. "Ya, yang saya maksud anak Anda dan bukan orang lain. Tadi Anda mengatakan bahwa dia telah bercakap-cakap dengan Old Death dan masih ingat setiap perkataan yang diucapkannya pada waktu itu. Anak muda, maukah Anda mengatakan kepada saya apa yang dibicarakan waktu itu? Saya ingin mengetahuinya." Will menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya itu dengan bersemangat, "Saat Old Death membawa kami ke jalan yang harus kami tempuh, dia berjalan paling depan. Saya menderita luka tembak di lengan. Rasanya sakit sekali, karena luka itu tidak dibalut dan lengan baju saya melekat pada luka itu. Kami berjalan melewati semak-semak. Old Death tiba-tiba membuang sebuah dahan dan dahan itu mengenai lengan saya yang luka. Bukan main sakitnya sehingga saya berteriak kesakitan dan..." "Dan si pencari jejak itu menyebut Anda keledai," sela Old Death. "Dari mana Anda tahu?" tanya Will keheranan. Old Death tidak menjawab dan melanjutkan perkataannya, "Kemudian Anda berkata kepadanya bahwa lengan Anda kena tembak dan luka itu bernanah. Dia juga menganjurkan Anda untuk membasahi lengan baju dengan air agar tak melekat pada luka serta mengompres luka dengan getah way-bread yang berkhasiat mencegah luka melepuh." "Ya, itu betul! Bagaimana Anda bisa tahu semuanya, Sir?" seru pemuda itu terkejut. "Mengapa Anda masih bertanya? Saya sendirilah yang memberikan nasihat itu kepada Anda. Tadi ayah Anda mengatakan bahwa saya mirip dengan Old Death. Nah, betul katanya, karena saya serupa benar dengan dia bagaikan pinang dibelah dua." "Jadi. jadi. jadi Andalah Old Death?" seru Will girang. Dia bergegas bangkit dari kursinya sambil merentangkan tangan hendak memeluk Old Death. Namun ayahnya menghalangi maksudnya dan menariknya agar duduk kembali. Ayahnya berkata, "Tunggu anakku! Jika kamu ingin memeluknya, maka sebagai seorang ayah sebenarnya sayalah yang memiliki hak dan kewajiban pertama untuk memeluk dewa penolong ini. Tapi hal itu harus kita tangguhkan, karena kamu tahu, di mana kita sekarang berada. Semua gerak-gerik kita selalu diamati orang. Duduklah dengan tenang!" Sambil berpaling kepada Old Death, dia melanjutkan perkataannya, "Tolong jangan tersinggung atas penolakan ini, Sir! Saya mempunyai alasan kuat untuk mencegahnya memeluk Anda. Di sini berkeliaran banyak setan. Percayalah! Saya sangat berterima kasih kepada Anda. Karena itu saya merasa berkewajiban mencegah segala sesuatu yang bisa membahayakan Anda. Seperti yang saya ketahui dan sering saya dengar, Anda dikenal sebagai penganut paham abolisionis[Kaum penentang perbudakan]. Selama peperangan Anda telah melakukan pemberontakan yang membuat nama Anda terkenal di mana-mana. Namun tindakan itu menyebabkan negara-negara Selatan mengalami kerugian besar. Anda ikut serta dalam pasukan tentara negara Utara sebagai pemimpin pasukan dan penunjuk jalan. Anda membawa tentara melalui jalan yang tidak akan ditempuh oleh orang lain, hingga menyusup jauh ke belakang garis pertahanan musuh. Kami sangat menghormati Anda. Tapi sampai sekarang musuh pihak Utara masih menyebut Anda mata-mata. Nah, kini Anda tahu, apa pokok permasalahannya. Jika Anda jatuh ke tangan sesessionis barangkali Anda akan digantung." "Saya pun tahu, Master Lange. Tapi saya tidak mempedulikan semua itu," jawab Old Death acuh tak acuh. "Saya sebenarnya tidak mau digantung, namun seringkali orang mengancam ingin menggantung saya. Hingga kini ancaman itu tidak pernah terwujud. Baru saja ada segerombolan rowdies yang hendak menggantung kami berdua pada cerobong asap di kapal. Mereka pun tidak berhasil melakukannya." Old Death menceritakan peristiwa sebelumnya yang terjadi di atas kapal. Setelah dia selesai bercerita, Lange berkata dengan suara berat, "Capt'n kapal itu sungguh berani. Namun tindakan itu bisa membahayakan nyawanya sendiri. Dia harus tinggal di La Grange sampai besok pagi. Barangkali rowdies itu akan tiba di sini malam hari dan akan membalas dendam. Mungkin juga nasib Anda akan lebih buruk lagi." "Pah! Saya tidak takut kepada kawanan kecil itu. Saya pernah berkelahi dengan orang-orang yang lebih berbahaya daripada mereka." "Jangan terlalu yakin, Sir! Di sini rowdies memiliki banyak sekutu yang akan memberikan bantuan. Sejak beberapa hari yang lalu situasi di La Grange tidak terkendali. Banyak orang asing yang tak dikenal berdatangan dari segala penjuru. Mereka berdiri bergerombol di tiap-tiap sudut dan melakukan sesuatu secara diam-diam. Di sini mereka tidak berdagang, karena hanya berkeliaran tanpa melakukan apa pun yang berhubungan dengan perdagangan. Saat ini mereka duduk di ruangan sebelah dan berteriak-teriak sehingga telinga kita pekak dibuatnya. Mereka sudah tahu bahwa kami orang Jerman, lalu mereka iseng-iseng mengajak kami bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Jika kami melayani percakapan mereka, pasti akan mengakibatkan pembunuhan atau pemukulan. Omong-omong, hari ini saya tidak ingin berlama-lama duduk di sini. Anda tentu juga ingin beristirahat. Tetapi tampaknya makan malam kita tidak begitu nikmat. Karena saya seorang duda, maka kehidupan kami bagaikan kehidupan lelaki bujang. Pada siang hari kami selalu makan di rumah makan. Beberapa hari yang lalu saya sudah menjual rumah saya, karena menurut saya situasi di sini sudah mulai memanas. Tapi bukan berarti saya tidak menyukai orang-orang yang ada di sini. Sebenarnya mereka tidak lebih buruk daripada orang-orang di tempat lain. Namun di negeri Amerika ini peperangan yang mengerikan tak kunjung berakhir dan akibatnya masih terasa di tempat ini. Di Mexico orang masih saling membantai, dan Texas terletak tepat di antara kedua negeri itu. Yang dialami di sini hanyalah kengerian. Gerombolan perusuh dari berbagai daerah datang kemari sehingga saya merasa tidak betah lagi tinggal di sini. Karena itu saya memutuskan untuk menjual rumah saya dan pergi ke rumah anak perempuan saya yang sudah menikah. Di tempat suaminya saya bisa mendapat pekerjaan, meski pekerjaan itu tidak lebih baik dari yang saya harapkan. Tak disangka-sangka ternyata ada orang yang merasa cocok dengan rumah saya dan ingin membelinya serta langsung membayar harganya dengan uang tunai. Dua hari yang lalu dia sudah menyerahkan uangnya, jadi saya bisa pergi kapan pun saya mau. Saya akan ke Mexico." "Apa Anda sudah gila?" seru Old Death. "Saya? Mengapa?" "Baru saja Anda mengeluh tentang keadaan Mexico. Anda bilang, di sana orang masih terus membunuh dan sekarang malah Anda sendiri ingin pergi ke sana!" "Tak ada jalan lain bagi saya, Sir. Lagipula keadaan di tempat yang akan saya tuju tidak sama dengan keadaan di wilayah Mexico lainnya. Tempat itu terletak di belakang Chihuahua. Di sana peperangan sudah berakhir. Mula-mula Juarez memang harus mengungsi ke El Paso, namun dia segera datang kembali dan dengan gigih mengusir orang Perancis ke arah selatan. Waktu mereka sangat terbatas. Tak lama lagi mereka akan diusir dari negeri itu dan Maximilian yang malang harus menanggung akibatnya. Sayang kejadian ini harus terjadi. Saya sendiri orang Jerman dan saya berdoa semoga dia baik-baik saja. Perang yang hebat berkecamuk di sekeliling ibukota. Sementara itu propinsi yang terletak di bagian utara tidak mendapat gangguan dan aman-aman saja. Nah, menantu saya tinggal di propinsi tersebut. Ke sanalah saya dan Will akan pergi. Semua yang kami harapkan sedang menunggu di sana, Sir. Menantu saya yang jujur itu adalah pemilik pertambangan perak yang kaya raya. Hingga saat ini dia sudah tinggal di Mexico selama satu setengah tahun. Dalam suratnya yang terakhir dia mengatakan bahwa anak laki-lakinya telah lahir, dan sekarang anak itu sudah bisa memanggil-manggil nama kakeknya. Persetan dengan semuanya! Apalagi yang menahan saya di sini? Saya akan mendapat pekerjaan yang bagus di pertambangan, begitu juga Will, anak saya ini. Selain itu saya bisa mengajari cucu saya berdoa sebelum tidur dan menghitung perkalian. Anda lihat sendiri, Mesch'schurs, saya tidak bisa tinggal lebih lama lagi di tempat ini. Seorang kakek memang harus mendampingi cucunya. Jika tidak, kakek itu berada di tempat yang salah. Jadi saya akan pergi ke Mexico dan saya akan senang sekali jika Anda mau pergi bersama kami." "Hmmm!" gumam Old Death. "Jangan bercanda, Sir! Karena bisa jadi kami akan memegang janji Anda." "Apa? Jadi Anda mau ikut? Ide yang bagus! Putuskan sekarang juga, Sir! Lalu kita pergi bersama-sama." Dia mengulurkan tangannya kepada orang itu. "Tunggu, tunggu dulu!", kata Old Death sambil tertawa. "Memang kami bermaksud pergi ke Mexico, tapi itu belum pasti. Dan jika kami akan pergi, kami masih belum tahu jalan mana yang akan kami tempuh." "Jika demikian, saya akan ikut ke mana pun Anda pergi, Sir. Semua jalan yang ada di sini menuju ke Chihuahua. Tidak menjadi soal, apakah saya tiba di sana hari ini atau besok. Saya tadi sedikit egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Anda adalah seorang westman yang berpengalaman dan pencari jejak yang handal. Jika saya boleh pergi bersama Anda, pasti saya akan tiba di sana dengan aman. Apalagi saat kacau seperti ini, keamanan menjadi barang yang mahal. Ke mana Anda akan pergi sekarang?" "Ke rumah seseorang yang bernama Sennor Cortesio. Barangkali Anda mengenal laki-laki itu?" "Bagaimana mungkin saya tidak mengenalnya. La Grange ini kota kecil, sehingga semua orang saling mengenal. Selain itu Sennor Cortesiolah yang telah membeli rumah saya." "Tapi yang paling ingin saya ketahui, apakah dia seorang bajingan atau seorang lelaki yang jujur?" "Dia orang yang jujur. Tentu saja saya tidak peduli dengan aliran politik yang dianutnya. Tidak masalah apakah negara ini akan diperintah oleh seorang kaisar atau presiden. Yang paling penting dia mau menjalankan kewajibannya dengan baik. Kelihatannya Sennor Cortesio menjalin hubungan dengan orang yang tinggal di seberang perbatasan. Tiap malam saya mengamati tempat itu dan melihat kuda-kuda yang mengangkut peti-peti berat. Secara diam-diam orang berkumpul di rumahnya lalu pergi ke Rio del Norte. Dari kejadian-kejadian itu saya dapat mengambil kesimpulan bahwa dia menyelundupkan senjata dan peluru untuk pengikut Juarez dan mengirimkan juga pasukan khusus yang akan bertempur melawan tentara Perancis. Tindakannya sungguh berani. Dalam situasi seperti ini, orang akan bersedia melakukannya jika dia merasa yakin akan tetap mendapatkan keuntungan meskipun usahanya gagal." "Di mana tempat tinggalnya? Sekarang juga saya harus berbicara dengannya." "Anda bisa bertemu dengannya pukul sepuluh nanti. Sebenarnya masih ada yang harus saya bicarakan dengan dia. Namun pada intinya urusan kami sudah selesai sehingga tak perlu lagi dibicarakan. Dia mengatakan bahwa saya boleh mengunjunginya pada pukul sepuluh dan dia akan tiba di rumah sesaat sebelumnya." "Apakah pernah dia dikunjungi tamu ketika Anda ke rumahnya?" "Ya, saat itu ada dua orang laki-laki yang duduk bersamanya. Yang satu masih muda dan yang seorang lagi lebih tua." "Tahukah Anda, siapa nama mereka?" tanya saya penasaran. "Ya, hampir satu jam kami duduk bersama-sama. Dalam waktu selama itu, tentu saya bisa mengetahui nama-nama mereka. Yang lebih muda bernama Ohlert dan yang tua bernama Sennor Gavilano. Orang terakhir ini tampaknya teman Cortesio, karena keduanya berbicara tentang pertemuan mereka beberapa tahun lalu di ibukota Mexico." "Gavilano? Saya tidak mengenalnya. Apakah sekarang Gibson kembali mengubah namanya?" Pertanyaan ini sebenarnya ditujukan kepada saya. Saya mengeluarkan potret dan menunjukkannya kepada tukang besi itu. Dia langsung mengenalinya dan berkata, "Ya, merekalah orangnya, Sir! Pria berwajah kurus dan pucat ini adalah Sennor Gavilano. Sedangkan yang satu ini bernama Master Ohlert, dan dia beberapa kali menyulitkan saya dengan pertanyaannya tentang orang yang belum pernah saya temui dalam hidup, misalnya tentang seorang Negro bernama Othello, tentang seorang gadis muda dari Orleans bernama Johanna, yang pada mulanya menggembalakan biri-biri, lalu pergi berperang bersama raja, juga tentang Master Fridolin, seorang yang menjadi anggota geng setelah melepaskan pekerjaannya sebagai pembuat palu besi, tentang Lady Maria Stuart yang malang, yang kepalanya dipenggal di Inggris, tentang sebuah lonceng yang seharusnya mendentangkan lagu dari Schiller, juga tentang seorang Sir yang sangat puitis, namanya Ludwig Uhland. Dia mencaci maki dua orang penyanyi, walaupun demikian dia memperoleh simpati dari seorang ratu. Ohlert sangat bangga ketika bertemu dengan saya yang juga orang Jerman. Kemudian secara berturut-turut dia menyebut berbagai hal seputar nama orang, puisi dan naskah drama, yang membuat saya pusing tujuh keliling, seperti yang sudah saya singgung tadi. Semuanya berputar-putar di dalam kepala saya seperti roda kincir air. Master Ohlert tampaknya seorang baik hati dan tidak berbahaya, tapi saya berani bertaruh bahwa dia seorang yang aneh. Pada saat terakhir, dia mengeluarkan selembar puisi lalu membacakannya untuk saya. Puisi itu menceritakan tentang tiga malam yang sangat mengerikan. Malam pertama dan kedua berakhir dengan datangnya fajar, sedangkan malam ketiga tidak pernah berakhir. Dia juga menyinggung tentang hujan dan badai, bintang-bintang, kabut, keabadian, denyut kehidupan, jeritan jiwa yang ingin melepaskan diri dari belenggu, setan yang sudah merasuki pikiran dan ular yang membelit jiwanya. Singkatnya tentang hal-hal yang membingungkan yang sama sekali mustahil dan saling bertentangan. Saya sendiri juga benar-benar tidak tahu, apakah saya harus tertawa atau menangis." Tidak diragukan lagi, dia telah berbicara dengan William Ohlert. Sementara itu Gibson, orang yang selalu menemaninya, sudah mengganti namanya dua kali. Mungkin juga nama Gibson bukan nama sebenarnya. Saya sudah tahu kalau wajah orang yang menculik dan melarikan William itu pucat kekuning-kuningan, karena saya pernah melihatnya. Mungkin dia benar-benar berasal dari Mexico dan dulu namanya Gavilano, dan nama itulah yang diperkenalkannya kepada Sennor Cortesio. Gavilano[Ejaan seharusnya: Gavillano] artinya burung elang kecil, sebuah sebutan untuk orang-orang terhormat. Hal paling penting yang ingin saya ketahui adalah alasan di balik usahanya melarikan William. Barangkali alasan bahwa William Ohlert sakit jiwa sangat menarik untuk disimak dan mungkin berkaitan erat dengan ide untuk menulis sebuah tragedi tentang penyair gila tersebut. Mungkin Ohlert juga menyinggungnya kepada pandai besi itu. Karena itu, saya bertanya, "Bahasa apa yang digunakan pemuda itu selama berbicara dengan Anda?" "Dia berbicara dalam bahasa Jerman dan banyak bercerita tentang lakon sedih yang ingin ditulisnya. Tapi katanya, sangat penting jika orang lebih dulu mengumpulkan pengalaman sebelum menulis cerita." "Sungguh tidak masuk akal!" "Tidak masuk akal? Saya justru berpikir sebaliknya, Sir. Orang sering dianggap gila karena mampu melakukan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan oleh orang yang berpikiran waras. Dia sering menyela dengan cerita tentang seorang wanita bernama Sennorita[Spanyol: Senorita, Senyorita: Nona] Felisa Perilla. Gadis itu akan diculiknya dengan bantuan temannya tadi." "Itu sudah gila, benar-benar gila! Jika dia ingin membuat cerita tragedi itu menjadi kenyataan, maksud tersebut harus dihalangi. Apa dia masih berada di La Grange?" "Tidak, dia sudah pergi kemarin. Dia juga pergi bersama dengan Sennor Cortesio ke pertanian Hopkin, dan dari sana terus ke Rio Grande." "Sungguh menjengkelkan, benar-benar menjengkelkan! Kita harus pergi secepat mungkin, kalau bisa hari ini. Anda mungkin tahu, di mana orang bisa membeli dua ekor kuda yang bagus di sini?" "Ya, di tempat Sennor Cortesio. Dia selalu mempunyai kuda untuk dijual khusus kepada orang-orang yang mau direkrutnya untuk mendukung Juarez. Tapi saya menganjurkan Anda supaya tidak berkuda pada malam hari. Anda tidak tahu jalan ke sana, karena itu Anda pasti membutuhkan juga seorang pemandu. Sayang saat ini hari sudah malam, Anda tidak bisa lagi mendapatkan seorang pemandu." "Barangkali masih bisa. Kami akan berusaha agar bisa berangkat hari ini. Tapi terlebih dahulu kami harus berbicara dengan Cortesio. Sekarang sudah jam sepuluh lewat, dan sekitar jam ini pasti dia sudah ada di rumah. Kalau bisa Anda bisa menunjukkan rumahnya sekarang." "Dengan senang hati. Ayo kita berangkat jika Anda mau, Sir!" Saat kami berdiri dan hendak berangkat, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda di depan rumah. Beberapa menit kemudian masuklah beberapa orang ke ruangan depan. Saya tercengang. Dengan perasaan yang tidak menentu saya memandangi mereka. Mereka adalah sembilan atau sepuluh orang sesessionis yang diturunkan nakhoda kapal di tepi sungai siang tadi. Mereka tampaknya mengenal orang-orang yang sudah ada di sana, karena mendapat sambutan yang hangat. Dari perbincangan mereka, kami sempat mendengar sesuatu. Rupanya kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu. Mereka lalu asyik berbicara satu sama lain sehingga tidak sempat memperhatikan kami. Bagi kami hal itu menguntungkan karena kami juga tidak menghendaki jika perhatian mereka beralih ke kami. Karena itu kami kemudian duduk lagi. Jika kami pergi sekarang, kami harus berlalu di depan mereka dan pasti kesempatan ini akan digunakan untuk mencari persoalan baru dengan kami. Ketika Lange mengetahui siapa mereka, dia menutup pintu penyekat ruangan supaya kami terlindung, tetapi kami bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Selain itu, kami bertukar tempat duduk sehingga Old Death dan saya duduk membelakangi mereka. "Mereka tidak perlu melihat Anda," kata pandai besi itu. "Sejak tadi situasi di luar sana tidak menguntungkan bagi kita. Jika mereka melihat Anda dan menganggap Anda sebagai mata-mata, maka Anda akan segera digantung, dan berakhirlah huru-hara itu." "Bagus," jawab Old Death. "Tapi apakah Anda pikir, kami senang duduk terus di sini sampai mereka pergi? Tak ada waktu untuk itu. Kami harus segera pergi menemui Cortesio." "Jika itu keinginan Anda, Sir, terserahlah! Kita akan melalui jalan lain sehingga mereka tidak bisa melihatnya." Old Death menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan kemudian bertanya, "Di mana? Kita hanya bisa melewati kamar depan." "Tidak! Lewat di sana rasanya lebih aman," katanya sambil menunjuk ke sebuah jendela. "Apa Anda bersungguh-sungguh?" tanya si pencari jejak itu. "Anda rupanya penakut! Apakah kita harus menuruti pepatah Perancis: ibarat tikus yang menyelinap ke lubang sempit karena takut dimangsa kucing? Orang akan tertawa terbahak-bahak melihat kita." "Saya tidak mengenal rasa takut. Tetapi ada juga pepatah Jerman yang sudah tua namun masih sarat makna: orang pandai sebaiknya mengalah. Rasanya itu sudah cukup. Saya hanya mau mengatakan, saya tidak melakukan hal itu karena takut, melainkan karena ingin berhati-hati. Saya pun tidak gentar, walaupun yang duduk di luar sana jumlahnya sepuluh kali lebih besar daripada kita. Kaum perusuh itu akan berang dan bersikap membabi buta. Mereka tidak akan membiarkan kita pergi tanpa mencari gara-gara, dan saya bukan orang yang mau membiarkan perbuatan seperti itu. Anda juga bukan orang yang mau menerima hal itu begitu saja. Itu artinya akan terjadi baku hantam. Saya tidak takut berkelahi dengan tangan, kaki, atau dengan patahan kaki meja. Saya seorang pandai besi dan saya tahu benar, bagaimana menghantam kepala orang dengan palu. Tetapi pistol adalah senjata paling terkutuk. Orang paling pengecut sekalipun dapat merobohkan seorang raksasa berbadan tegap hanya dengan sebutir peluru sebesar biji kacang. Karena itu saya lebih menganjurkan supaya kita mengelabui mereka dengan cara kabur diam-diam melalui jendela. Mereka akan lebih marah karena dibodohi dengan siasat ini daripada jika kita menampakkan diri lalu membiarkan kepala kita dipalu satu per satu. Hidung kita tentu akan berdarah dan mungkin terjadi hal yang lebih buruk lagi." Dalam hati saya membenarkan pendapatnya. Tak lama kemudian kata Old Death, "Pendapat Anda memang tidak salah. Saya pun akan menerobos jendela yang sempit itu sambil membawa semua barang saya. Tapi coba dengarkan obrolan mereka! Saya kira, mereka sedang berbicara tentang pengalaman di atas kapal." Dia benar. Kelompok yang baru datang itu bercerita tentang peristiwa yang mereka alami di atas kapal uap, lalu menyebut-nyebut tentang Old Death, seorang Indian, dan saya. Juga tentang tipu daya sang kapten. Tapi mereka rupanya tidak sepakat tentang cara membalas dendam. Ada enam rowdies dan para pengikutnya yang ingin menunggu kedatangan kapal, tapi yang lainnya tidak setuju karena tidak memiliki waktu. "Tentu kami tidak bisa duduk berlama-lama di tepi sungai," cerita salah seorang dari mereka. "Kami harus segera ke sini karena sedang ditunggu. Untunglah kami bisa menemukan pertanian yang tidak jauh dan di tempat itulah kami bisa meminjam beberapa ekor kuda." "Meminjam?" tanya salah seorang sambil tertawa. "Ya, meminjam. Tapi tentunya meminjam dengan cara kita. Sayang jumlah binatang itu tidak cukup. Dengan demikian setiap kuda harus ditunggangi dua orang. Tapi kesulitan ini selanjutnya teratasi setelah kami sampai di pertanian lainnya. Akhirnya setiap orang bisa menunggangi seekor kuda." Semua tertawa terbahak-bahak mendengar cerita pencurian itu. Lalu dia melanjutkan, "Apakah semuanya beres? Apakah orang-orang yang dicari itu sudah ditemukan?" "Ya, sudah." "Dan pakaian itu?" "Kami sudah membawa dua peti, itu sudah cukup." "Sekarang kita boleh bersenang-senang. Mata-mata dan si kapten itu akan mendapat bagiannya. Kapal itu akan berlabuh malam ini di La Grange. Jadi kapten itu mudah ditemukan, begitu juga orang Indian dan kedua mata-mata itu. Kita tidak akan membutuhkan waktu yang lama karena mereka sangat mudah dikenali. Salah seorang mengenakan pakaian pemburu yang masih baru dan keduanya membawa pelana tapi tanpa kuda." "Pelana?" seseorang bertanya dengan nada gembira. "Bukankah kedua orang yang baru masuk tadi dan sekarang duduk di dalam kamar sana membawa..." Dia mengatakannya dengan suara yang sangat pelan. Tentu maksudnya adalah kami. "Mesch'schurs," kata sang pandai besi. "Kini saatnya kita harus melarikan diri karena tidak lama lagi mereka akan ke mari. Cepat naik ke jendela! Pelana Anda akan kami turunkan nanti." Dia benar. Tanpa malu-malu saya cepat-cepat melompat keluar melalui jendela, kemudian diikuti Old Death. Lange memegangi barang-barang dan senjata kami lalu menurunkannya dari jendela. Kemudian dia pun melompat. Kami sudah berada di sebuah kebun kecil yang berpagar dan berumput. Saat hendak melompati pagar, kami melihat tamu-tamu yang lain yang tadi berada di dalam ruangan kecil itu juga keluar melalui jendela yang sama. Rupanya mereka pun tak ingin diperlakukan sewenang-wenang oleh kaum sesessionis itu. Mungkin mereka berpikir, jalan keluar terbaik hanyalah dengan meniru tindakan kami. "Kini," kata Lange sambil tertawa. "Mereka akan tercengang jika melihat kita sudah hengkang dari tempat itu. Ini memang benar-benar jalan terbaik." "Tapi perbuatan kita merupakan sesuatu yang sangat memalukan!" kata Old Death bersungut-sungut. "Rasanya saya mendengar mereka tertawa mengejek kita." "Biarkan mereka tertawa! Nanti giliran kitalah yang akan menertawakan mereka. Saya akan membuktikannya kepada Anda, bahwa saya tidak takut mereka, hanya saya tidak mau membuat keributan di dalam rumah makan." Pandai besi itu dan anaknya menurunkan pelana dari punggung kami lalu memikulnya. Mereka bilang, tamu tidak boleh dibiarkan memikul bebannya sendiri. Tak lama kemudian kami sudah berdiri di antara dua bangunan. Bangunan di sebelah kiri benar-benar gelap, sedangkan yang di sebelah kanan tampak terang. Ini terlihat dari cahaya lampu yang menerobos keluar melalui celah jendela. "Sennor Cortesio ada di rumah," kata Lange. "Dia tinggal di sana, di rumah yang diterangi lampu itu. Anda hanya tinggal mengetuk pintunya, dia akan membukakannya untuk Anda. Jika urusan Anda sudah selesai, maka datanglah ke gedung sebelah kiri, ke tempat tinggal kami. Ketuklah jendela yang terletak di samping pintu! Selama Anda masih di sana, kami akan menyiapkan makan malam." Keduanya lalu pergi menuju ke rumahnya, sedangkan kami berdua berbelok ke kanan. Setelah kami mengetuk, pintu hanya dibuka sedikit, lalu terdengar suara orang bertanya dari dalam, "Siapa adalah di luar?" "Dua orang teman," jawab Old Death. "Apakah Sennor Cortesio ada di rumah?" "Mau apakah dari Sennor?" Dari caranya bertanya bisa dipastikan bahwa pemilik suara itu seorang Negro. "Sebuah urusan yang harus kami selesaikan dengan dia." "Apa? Sebuah urusan? Katakanlah! Jika tidak, dilarang boleh masuk!" "Katakan bahwa Master Lange mengutus kami ke sini!" "Massa Lange? Dia adalah baik. Kalau begitu boleh masuk. Tapi tunggu sebentar!" Dia menutup pintu sebentar tapi kemudian membukanya lagi setelah beberapa saat dan berkata, "Silakan masuk! Sennor telah berujar boleh berbicara dengan manusia asing." Kami berjalan melalui lorong sempit menuju ke sebuah kamar kecil yang kelihatannya digunakan sebagai kantor. Di sana ada sebuah meja tulis, meja biasa, dan beberapa kursi kayu. Di samping meja tulis berdiri seorang laki-laki yang tinggi dan kurus. Wajahnya mengarah ke pintu. Dari potongan wajahnya sudah kelihatan kalau dia orang Spanyol. "Buenos tardes![Spanyol: Selamat Petang/Malam]" katanya menjawab salam kami. "Sennor Lange mengutus Anda? Boleh saya tahu, mengapa Anda kemari, Sennores?" Saya penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Old Death. Dia sudah meminta saya untuk menyerahkan semua urusan ini ke tangannya. "Mungkin ini suatu urusan bisnis atau mungkin juga hanya sebuah pertanyaan, Sennor. Kami sendiri juga belum tahu," kata Old Death. "Kita lihat saja nanti. Silahkan duduk dan ambillah zigarillo itu." Dia menyodorkan kami satu bungkus cerutu dan pemantik. Tentu kami tidak bisa menolaknya. Orang-orang Mexico tidak bisa bekerja apalagi berbincang-bincang atau merundingkan sesuatu tanpa rokok. Old Death yang lebih menyukai rokok lintingan daripada cerutu terbaik, menggulung sebatang cerutu, lalu membakarnya. Hanya setelah beberapa tarikan, cerutu itu sudah menjadi puntung kecil. Saya sendiri menikmati cerutu saya perlahan-lahan. "Kami datang kepada Anda," kata Old Death memulai pembicaraan, "bukan karena suatu alasan yang penting. Terpaksa kami datang malam-malam karena sepanjang hari Anda tidak bisa ditemui. Kami tidak ingin menunda kunjungan ini sampai besok pagi karena keadaan di sekitar sini sangat mengkhawatirkan. Kami tidak bisa berlama-lama di sini. Kami bermaksud pergi ke Mexico dan menawarkan bantuan kami pada Juarez. Tentu saja kami tidak dapat berbuat seperti itu tanpa perhitungan. Sebelumnya kami sudah mendapat kabar bahwa kami akan disambut dan diterima dengan baik. Jadi kami mencari keterangan di mana-mana dan kami diberitahu bahwa kami akan diterima dengan baik di La Grange ini. Karena orang menyebut nama Anda, Sennor, jadi kami datang kemari. Sekarang katakanlah, apakah kami benar berada di rumah orang yang dimaksud." Orang Mexico itu tidak langsung menjawab melainkan menatap kami dengan pandangan penuh selidik. Matanya memandang saya puas. Saya masih muda dan terlihat kuat. Old Death rupanya kurang berkenan di hatinya. Badan si Tua yang kurus dan bungkuk itu tampaknya tidak tahan menderita dalam peperangan. Lalu dia bertanya, "Siapakah orang yang memberitahu nama saya, Sennor?" "Seorang pria yang kami jumpai di atas kapal," jawab Old Death berbohong. "Kemudian tanpa sengaja kami juga bertemu dengan Master Lange dan mengetahui dari dia, bahwa sebelum jam sepuluh malam Anda tidak berada di rumah. Kami orang Amerika Utara berdarah Jerman dan telah berperang melawan negara Selatan. Kami juga memiliki pengalaman militer sehingga kami berharap bisa menyumbangkan tenaga kami buat Presiden Mexico." "Hmmm! Kedengarannya bagus, Sennor. Tapi saya harus berkata terus terang, dari bentuk tubuh Anda, tampaknya Anda tidak akan kuat menanggung penderitaan selama peperangan." "Ya, memang benar juga, Sennor," kata Old Death sambil tertawa. "Tapi saya hanya ingin menyebut nama saya supaya Anda bisa percaya. Nama saya Old Death." "Old Death?" seru Cortesio terkejut. "Sungguh? Jadi Anda pencari jejak terkenal, yang sudah menimbulkan kerugian besar bagi negara Selatan?" "Ya, sayalah orangnya. Lihatlah sendiri badan saya." "Tentu, tentu saja, Sennor. Saya harus berhati-hati. Tak seorang pun yang boleh tahu kalau saya menampung orang-orang yang mendukung Juarez. Terutama pada saat ini saya dituntut bertindak ekstra hati-hati. Tapi karena Anda Old Death, tak ada alasan bagi saya untuk berhati-hati. Saya dapat mengatakan terus terang, bahwa Anda masuk ke alamat yang tepat. Dengan senang hati saya siap menerima Anda. Saya bahkan bisa memberikan jaminan keamanan istimewa kepada Anda, karena seorang seperti Old Death harus diperlakukan secara khusus dan tidak boleh ditempatkan bersama para prajurit biasa." "Saya pun berharap demikian, Sennor. Dan mengenai sahabat saya ini, mungkin dia akan ditempatkan bersama prajurit biasa, namun dia akan segera menunjukkan kehebatannya. Meskipun masih muda, dia telah mencapai pangkat kapten karena sukses berperang di pihak abolisionis. Namanya Muller. Tapi barangkali Anda sudah mendengar tentang dia. Dia bergabung bersama pasukan Sheridan dan sebagai letnan, dia sendiri berjalan paling depan untuk memimpin pasukan yang terkenal itu melewati Missionary Ridge. Anda tentu tahu, apa akibat dari raids (penyerbuan) itu. Muller lalu menjadi anak kesayangan Sheridan. Dia bahkan mendapat kehormatan untuk memimpin pasukan khusus itu jika ada tugas penting. Dia pulalah prajurit berkuda yang dihormati karena sukses membebaskan Jenderal Sheridan yang tertangkap dalam pertempuran yang dahsyat di Five Forks. Karena itu menurut saya, tidak ada salahnya jika dia juga diterima dalam pasukan Anda, Sennor!" Old Death menceritakan kebohongan yang tiada taranya! Tapi haruskah saya menghukumnya atas kebohongan itu? Saya merasa pipi saya memerah. Namun Cortesio menyangka bahwa saya tersipu-sipu malu. Karena itu dia meraih tangan saya lalu sambil membual seperti seorang wartawan dia berkata, "Anda tidak usah malu-malu mendengar pujian itu, Sennor Muller. Saya telah mendengar tentang Anda dan semua perbuatan Anda. Kini saya mengucapkan selamat datang kepada Anda. Tentu saja Anda akan segera mendapat pangkat perwira. Sekarang saya akan menyerahkan sejumlah uang kontan kepada Anda untuk membeli barang-barang yang Anda perlukan." Sebenarnya Old Death pun menyetujui tawaran itu. Saya bisa membaca gelagat ini di wajahnya, tapi cepat-cepat saya menyela, "Tidak perlu, Sennor. Kami tidak mau dibebani dengan berbagai barang. Pada saat ini tak ada yang kami butuhkan selain dua ekor kuda, yang mungkin bisa kami dapatkan dari Anda. Kami sendiri sudah memiliki pelana." "Ya, benar sekali. Saya bisa menyerahkan dua ekor kuda yang bagus kepada Anda. Jika Anda benar-benar ingin membayarnya, maka saya akan menetapkan harganya. Besok pagi kita bisa pergi ke kandang. Di sana saya akan menunjukkan kuda-kuda terbaik yang saya miliki. Apakah Anda sudah mendapat tempat menginap untuk malam ini?" "Ya, Master Lange akan menampung kami di rumahnya." "Luar biasa. Jika Anda belum mendapat penginapan, saya akan mengajak Anda tinggal di rumah saya, meski tempat ini sangat sempit. Bagaimana pendapat Anda, apakah urusan lainnya akan diselesaikan sekarang atau besok pagi?" "Lebih baik sekarang," jawab Old Death. "Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi?" "Untuk sekarang tidak ada. Karena Anda sendiri yang membayar semuanya, maka Anda baru akan diangkat sumpah jika sudah diterima dalam pasukan. Satu-satunya yang harus saya lakukan adalah memberi Anda surat pengantar dan surat rekomendasi yang memberi jaminan sehingga Anda diberi kedudukan yang sesuai dengan kemampuan Anda. Lebih baik saya segera menyelesaikan semua dokumen itu sekarang, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Bersabarlah barang seperempat jam. Saya akan bergegas mengurusnya. Di sana ada zigarillos. Saya juga akan menyediakan sebotol minuman yang enak yang tidak pernah saya suguhkan kepada orang lain. Sayang hanya tinggal sebotol saja." Dia menyodorkan cerutu dan mengambil sebotol anggur, kemudian melangkah menuju meja tulis. Old Death menyeringai di belakang orang Mexico itu. Tampaknya dia merasa begitu puas dengan tipu muslihatnya. Dia mengisi penuh gelasnya dengan minuman lalu bersulang untuk kesejahteraan Cortesio dan langsung menghabiskannya dengan sekali teguk. Sejauh ini saya tidak begitu puas seperti Old Death, karena kedua orang yang saya kejar belum disinggung dalam pembicaraan. Maka saya berbisik kepada Old Death. Dia menjawab dengan memberi isyarat, bahwa persoalan itu akan segera beres. Seperempat jam kemudian Old Death sudah menghabiskan seluruh isi botol seorang diri saja. Cortesio pun sudah selesai menulis dokumen. Sebelum diberi cap, surat itu dibacanya. Kami sangat puas dengan isi surat. Anehnya, dia tidak hanya memberikan kami dua lembar surat melainkan empat. Jadi masing-masing dari kami mendapatkan dua lembar. Saya sungguh terkejut, karena yang disodorkan adalah paspor. Yang satu ditulis dalam bahasa Perancis dan yang lainnya dalam bahasa Spanyol. Yang pertama ditandatangani oleh Bazaine dan yang kedua oleh Juarez. Cortesio segera menangkap keheranan saya. Sambil tersenyum puas dia berkata, "Anda lihat sendiri, Sennor. Kami mampu memberikan perlindungan kepada Anda seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bagaimana saya bisa mendapatkan paspor berbahasa Perancis, Anda tidak perlu tahu. Anda pun tidak tahu, apa yang akan Anda jumpai. Jadi mulai dari sekarang lebih baik keamanan Anda diprioritaskan. Saya tidak akan memberikan paspor ganda ini kepada orang lain. Surat ini hanya dicetak terbatas. Para prajurit yang saya kirim dari sini pun tidak mendapat paspor dari saya." Ucapan itu memberi kesempatan kepada Old Death untuk mengajukan pertanyaan yang sudah lama saya nanti-nantikan. "Sejak kapan pasukan terakhir pergi dari sini?" "Kemarin. Saya sendirilah yang mengantar lebih dari tiga puluh prajurit yang baru direkrut hingga ke pertanian Hopkin. Tapi kali ini ada dua orang sipil yang ikut serta." "Aha, jadi Anda juga mempekerjakan orang sipil?" tanya Old Death pura-pura heran. "Tidak, hal itu bisa berbahaya. Tapi kemarin ada pengecualian karena seorang dari kedua pria itu adalah kenalan baik saya. Omong-omong Anda mendapatkan kuda yang bagus. Anda bisa menyusul detachement[Detasemen. Kelompok prajurit yang bergerak terpisah dari induk satuannya] itu sebelum mereka tiba di Rio Grande, jika Anda berangkat pagi-pagi benar dari sini." "Di mana mereka akan menyeberangi sungai?" "Mereka menuju ke Eagle-Pass. Karena keberadaan pasukan itu harus dirahasiakan maka mereka berjalan sedikit ke arah utara. Mereka melintasi jalan kuda yang terletak di antara Rio Nueces dan Rio Grande. Jalan itu membentang dari San Antonio melalui Benteng Inge, tapi benteng itu pun dihindari. Lalu mereka melewati Sungai Rio Grande. Mereka memilih jalan di antara dua sungai kecil Las Moras dan Moral. Di sana ada jalan yang mudah dilalui dan hanya diketahui oleh pemandu kami. Dari sana mereka bergerak ke arah barat lalu melewati Baya, Cruces, San Vincente, Tabal, dan San Carlos hingga akhirnya tiba di kota Chihuahua." Semua tempat ini terdengar seperti nama-nama dusun udik di daerah Bohemia. Saya tidak mengenalnya. Namun Old Death mengangguk-anggukkan kepala dan mengulang nama setiap tempat itu dengan suara keras seolah-olah dia telah mengenalnya dengan baik. "Kami pasti akan menyusul mereka kalau kuda kami lebih bagus daripada kuda mereka," katanya. "Tapi apakah mereka membiarkan kami ikut bergabung?" Cortesio mengangguk pasti. Tapi teman saya terus bertanya, "Tapi apakah kedua pria yang tadi Anda sebut sebagai orang sipil juga setuju?" "Tentu saja. Mereka tidak berhak melarangnya. Mestinya mereka bersyukur karena boleh pergi dengan pengawalan detachement. Karena Anda akan bertemu mereka, maka saya menasehati supaya Anda memperlakukan mereka sebagai lelaki terhormat. Salah seorang dari keduanya adalah kelahiran Mexico, namanya Gavilano dan dia adalah kenalan baik saya. Saya pernah mengalami masa-masa yang indah bersamanya di ibukota. Dia mempunyai seorang adik perempuan yang meluluhlantakkan hati banyak pemuda." "Kalau begitu dia pun pasti tampan." "Tidak, wajah mereka jauh berbeda, karena gadis itu adalah saudari tirinya. Namanya Felisa Perillo. Dulu ia cantora (penyanyi) yang mempesona sekaligus ballerina (penari balet) yang mengagumkan di kalangan bangsawan. Tak lama kemudian ia menghilang dan baru sekarang saya mendengar dari saudaranya bahwa ia tinggal di daerah sekitar Chihuahua. Alamat yang pasti tidak bisa saya berikan karena dia sendiri pun harus mencari dulu adiknya setelah tiba di sana." "Boleh saya tanya, apa sebenarnya pekerjaan Sennor itu?" "Penyair." Old Death menampakkan raut wajah kaget, tapi kemudian tersenyum menyeringai. Cortesio melanjutkan, "Sennor Gavilano menulis puisi hanya untuk bersenang-senang tanpa meminta bayaran. Dia memiliki banyak harta dan tidak mau puisinya dibayar." "Pasti orang lain akan merasa iri." "Semua orang merasa iri kepadanya sehingga dia difitnah dan dibenci. Bahkan dia terus didesak untuk meninggalkan kota dan negaranya. Sekarang dia datang kembali dengan seorang yankee yang ingin mengenal Mexico dari dekat. Orang itu meminta Gavilano untuk mengajarinya seni sejati tentang puisi. Keduanya ingin membangun teater di ibukota." "Semoga cita-cita mereka berhasil! Jadi apakah Gavilano tahu, bahwa Anda sekarang tinggal di La Grange?" "Oh, tidak. Kebetulan saya berdiri di pinggir sungai ketika kapal itu merapat sehingga penumpangnya dapat bermalam di sini. Saya langsung mengenali Sennor itu lalu mengundang dia bersama rekan seperjalanannya untuk menginap di tempat saya. Saya juga diberitahu, bahwa keduanya akan pergi ke Austin lalu dari sana melewati perbatasan. Saya lalu menunjukkan tempat penyeberangan yang paling cepat dan aman. Karena bagi orang asing, apalagi jika dia bukan pengikut sesessionis, sama sekali tidak dianjurkan untuk tinggal di sini. Sekarang di Texas berkeliaran banyak orang yang suka memancing di air keruh. Mereka disokong oleh banyak gerombolan penjahat yang sangat berbahaya yang asal dan tujuan hidupnya pun tidak jelas. Di mana-mana terdengar cerita tentang tindak kekerasan, perampokan, kekejaman dengan alasan yang tak pernah diungkapkan. Pelakunya menghilang tanpa jejak seperti halnya kedatangan mereka. Dan polisi pun tidak berdaya menindak kejahatan itu." "Mungkinkah perbuatan itu dilakukan Ku-Klux-Klan?" tanya Old Death. "Banyak orang menduga seperti itu. Dalam beberapa hari terakhir baru diketahui bahwa kemungkinan besar pelakunya adalah gerombolan rahasia itu. Dua hari yang lalu ditemukan dua mayat di Halletsville. Pada tubuh mereka disematkan kertas dengan tulisan "Yankee Hounds"[Inggris: Anjing Yankee. Yankee: nama olok-olok orang Amerika Serikat bagian Utara]. Di Shelby ada keluarga yang hampir mati dicambuk karena ayah mereka ikut berperang di bawah pimpinan Jenderal Grant. Dan hari ini saya mendengar bahwa penduduk Lyons menemukan selubung kepala berwarna hitam dengan potongan kain putih yang dijahit menyerupai cecak putih." "Astaga! Topeng semacam ini memang dipakai orang Kuklux!" "Ya, mereka menutup wajahnya dengan selubung hitam dengan gambar figur-figur tertentu yang berwarna putih. Tiap-tiap orang mempunyai gambar yang berbeda sebagai tanda pengenal, karena mereka tidak mengenal nama masing-masing." "Jadi bisa dipastikan bahwa perkumpulan rahasia itu pun mulai mengembangkan sayapnya di sini. Berhati-hatilah, Don Cortesio. Mereka pasti akan datang ke sini. Mula-mula mereka berada di Halletsville. Sebuah selubung kepala mereka ditemukan di Lyons. Bukankah letak Lyons lebih dekat ke sini daripada ke Halletsville?" "Tentu, Sennor. Anda benar! Mulai hari ini saya akan mengunci jendela dan pintu rapat-rapat. Saya juga akan menyiapkan senjata." "Itu cara yang tepat. Penjahat itu tak boleh diberi hati, karena mereka pun tidak mengenal belas kasihan. Siapa yang menyerah tanpa perlawanan, dan mengharapkan pengampunan dari mereka, maka dia sungguh keliru. Saya hanya akan menjawab mereka dengan peluru dan mesiu. Omong-omong, suasana di rumah makan tadi tampaknya tidak terlalu menggembirakan. Di sana saya melihat beberapa orang yang tidak bisa dipercaya. Anda sungguh cerdik bisa menyembunyikan paham yang Anda anut sehingga mereka tidak tahu bahwa sebenarnya Anda berpihak pada Juarez. Peliharalah terus sikap hati-hati itu hari ini. Lebih baik Anda berhati-hati, walaupun tampaknya berlebihan, karena akibat kelalaian kecil saja Anda bisa dicambuk atau bahkan ditembak mati. Saya kira, sekarang urusan kita sudah selesai. Besok pagi kita akan bertemu lagi. Atau barangkali masih ada yang ingin Anda katakan?" "Tidak, Sennores. Untuk hari ini tidak ada lagi. Saya sangat senang bisa berkenalan dengan Anda dan saya harap kelak saya bisa mendengar kabar baik dari Anda. Saya yakin, Anda akan mendapat keuntungan besar dalam kerjasama dengan Juarez dan segera mendapat kenaikan pangkat." Dengan kalimat ini maka urusan kami selesai. Dengan ramah Cortesio menjabat tangan kami, dan kemudian kami pun pergi. Ketika pintu ditutup dan kami menyeberangi jalan menuju ke rumah Lange, saya tidak dapat lagi menahan diri untuk menggamit Old Death. Saya bertanya, "Tapi Sennor, apa yang sudah merasuki pikiran Anda sehingga Anda mengarang cerita bohong yang begitu indah? Kebohongan Anda tadi sudah keterlaluan." "Oh ya? Hmmm! Anda belum memahaminya, Sir? Sejak awal saya sudah waswas, mungkin saja kita akan ditolaknya. Karena itu saya berusaha merebut simpati dari Sennor itu agar dia bisa mempercayai kita." "Bukankah Anda juga ingin menerima uangnya? Perbuatan itu jelas-jelas sebuah penipuan!" "Hmmm, belum tentu, karena dia sama sekali tidak tahu kalau sedang ditipu. Lalu mengapa saya tidak mau menerima sesuatu yang ditawarkan dengan suka rela?" "Karena kita tidak bermaksud mencari uang dengan bekerja untuknya!" "Ya! Pada saat ini kita memang tidak berniat demikian. Tapi dari mana Anda tahu bahwa kita tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada Juarez? Mungkin saja kelak kita terpaksa menempuh cara itu demi kelangsungan hidup kita sendiri. Tapi saya tidak mau menyalahkan Anda. Syukurlah kita tidak menerima uang darinya. Karena sebagai gantinya kita diberikan paspor dan surat rekomendasi. Dan yang terpenting dari semuanya, sekarang kita tahu, ke mana Gibson kabur. Saya tahu benar jalan ke sana. Besok kita akan berangkat pagi-pagi buta. Saya yakin, kita dapat menyusulnya. Jika kita menunjukkan surat-surat kita, pasti komandan pasukan tidak akan ragu-ragu menyerahkan kedua orang itu." Kami tidak perlu mengetuk pintu rumah Lange. Dia sudah berdiri di bawah ambang pintu. Kami diantarnya masuk. Rumah itu memiliki tiga jendela dan ketiganya ditutup rapat dengan tirai tebal. "Jangan heran melihat tirai-tirai itu, Mesch'schurs!" katanya. "Saya memang sengaja menggantungkannya di sana. Dan kalau boleh, sedapat mungkin kita berbicara dengan suara pelan. Orang-orang Kuklux itu tidak boleh tahu, bahwa kini Anda berada di rumah kami." "Jadi Anda sudah melihat bajingan-bajingan itu?" "Belum, tapi mata-matanya sudah kelihatan. Ketika Anda masih di rumah Sennor Cortesio, saya merasa bosan. Maka saya pergi ke luar untuk menunggu Anda, agar Anda tidak perlu mengetuk pintu kalau kembali. Pada saat itulah saya mendengar seseorang mengendap-endap dari samping, dari arah rumah makan. Saya membuka pintu sedikit dan mengintip melalui celah. Tampak tiga orang datang dan berdiri diam di dekat pintu. Meskipun suasana gelap, saya dapat melihat tubuh mereka yang sangat tinggi. Mereka memakai celana lebar juga jaket lebar dan penutup kepala, yang menutupi seluruh wajahnya. Semua pakaiannya terbuat dari bahan berwarna gelap dan ditambal dengan gambar berwarna terang." "Kedengarannya seperti pakaian yang biasa dipakai orang Kuklux." "Tepat sekali. Dua dari mereka tetap berdiri di dekat pintu. Sedangkan orang ketiga menyelinap ke depan jendela dan berusaha mengintip melalui celah-celah jendela. Setelah kembali ke temannya, dia melapor bahwa di dalam kamar hanya ada seorang anak muda, tampaknya seperti Lange yunior. Lange sendiri tidak ada, tetapi ada makanan tersedia di atas meja. Karena itu salah seorang dari mereka berkata, bahwa sekarang kami akan makan malam dan kemudian pergi tidur. Mereka ingin mengelilingi rumah untuk mencari jalan terbaik agar bisa menyusup ke dalam rumah. Tiba-tiba mereka menghilang di sudut, dan tidak lama kemudian Anda datang, setelah kami menggantungkan tirai jendela. Oh ya, karena bajingan-bajingan itu, saya hampir lupa bahwa saya sedang mendapat tamu. Mari, silahkan duduk! Makan dan minumlah! Hanya makanan sederhana ini yang dapat saya suguhkan. Tapi semua yang saya miliki, saya berikan dengan tulus hati. Sambil makan kita juga bisa membicarakan bahaya yang kini sedang mengancam." "Tentu saja kami tidak akan membiarkan Anda dalam bahaya," kata Old Death. "Tapi di mana putra Anda?" "Ketika Anda keluar, dia pun menyelinap pergi. Saya memiliki beberapa teman baik, mereka orang Jerman yang dapat dipercaya. Mereka harus dijemput dengan diam-diam ke sini. Dua dari mereka telah Anda kenal. Ketika di rumah makan, mereka duduk semeja dengan kita." "Mereka berusaha masuk ke rumah ini secara diam-diam? Hal itu tentu menguntungkan Anda! Orang-orang Kuklux pasti menganggap bahwa mereka hanya akan menghadapi Anda dan putra Anda." "Jangan khawatir! Teman-teman saya sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Lagipula saya sudah membisikkan ke telinga Will, apa yang harus dilakukannya." Makanan yang dihidangkan hanya berupa daging yang diiris tipis, roti, dan bir. Ketika kami baru saja mulai makan, tiba-tiba terdengar suara anjing menyalak, hanya beberapa rumah jauhnya dari tempat kami. "Itu isyaratnya," kata Lange sambil berdiri tegang. "Mereka sudah datang!" Dia beranjak ke depan untuk membukakan pintu kemudian kembali seraya disertai anaknya beserta lima lelaki yang bersenjatakan senapan, revolver, dan pisau. Tanpa bersuara, mereka mencari sesuatu yang bisa dijadikan alas duduk. Tak seorang pun yang berbicara. Mereka semua memandang tegang ke jendela, apakah jendela itu sudah cukup rapat tertutup dengan tirai. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang tepat. Tidak berbicara, hanya diam membisu, namun siap untuk bertindak. Di antara mereka ada seorang yang sudah tua, berambut uban dan berjenggot abu-abu. Tak henti-hentinya dia memandang Old Death. Dia adalah orang pertama yang memecahkan kesunyian. "Maaf, Master! Will telah mengatakan kepada saya tentang orang yang akan saya jumpai di sini. Dan saya benar-benar sangat senang, karena rasanya dulu kita sudah pernah bertemu." "Mungkin saja!" jawab Old Death. "Saya telah bertemu dengan sekian banyak orang." "Anda tidak ingat lagi pada saya?" Old Death memperhatikan orang itu lebih seksama lalu berkata, "Dalam perhitungan saya, rasanya kita memang pernah bertemu. Tapi saya sendiri sudah lupa, di mana." "Di California, kira-kira dua puluh tahun yang lalu, di sebuah pemukiman orang Tionghoa. Coba Anda ingat baik-baik! Pada waktu itu orang ramai-ramai bermain judi dengan taruhan yang besar sambil mengisap opium[Sejenis narkoba]. Saya mempertaruhkan seluruh uang saya, jumlahnya hampir mendekati seribu dollar. Pada akhirnya saya hanya mempunyai sekeping dollar di saku. Namun saya tidak ingin memasang untuk taruhan, melainkan membeli opium. Setelah itu saya berniat menembakkan peluru ke kepala sendiri. Saya adalah seorang penjudi kelas kakap dan sudah kehilangan segala-galanya karena...." "Ya! Sekarang saya mulai ingat!" kata Old Death menyela. "Tidak perlu Anda meneruskan cerita itu lagi!" "Oh, tidak, Sir! Karena Anda telah menyelamatkan saya. Waktu itu Anda memenangkan kembali setengah dari jumlah uang yang saya pertaruhkan. Lalu Anda mengembalikan uang itu kepada saya dengan perjanjian, bahwa saya tidak boleh lagi bermain judi dan saya harus melepaskan ketergantungan pada opium untuk selama-lamanya. Saya mengucapkan janji itu di hadapan Anda dan hingga kini saya masih menepatinya, walaupun godaan terus datang silih berganti. Anda telah menyelamatkan saya. Sekarang saya sudah menjadi orang yang sukses. Dan saya akan merasa lebih bahagia, jika Anda bersedia menerima kembali uang Anda." "Saya tidak sebodoh itu," jawab Old Death sambil tertawa. "Sudah lama saya merasa bangga karena sudah melakukan perbuatan baik. Saya tidak bermaksud menukar terimakasih itu dengan uang Anda. Kelak jika saya mati, tidak ada sesuatu pun yang dapat saya bawa kecuali kebaikan ini. Tidak, saya tidak ingin mengambilnya kembali! Mari kita bicarakan hal lain yang jauh lebih penting saat ini. Dulu saya memperingatkan Anda akan dua setan, yang juga telah berhasil menghancurkan hidup saya. Tapi sebenarnya kemauan Andalah yang telah menarik Anda keluar dari dunia kelam. Ah, lebih baik kita tidak perlu mengungkit-ungkit masa lalu!" Mendengar ucapan pemburu itu, tiba-tiba saya teringat akan ceritanya dulu. Di New Orleans dia pernah mengatakan kepada saya, sebelum meninggal ibunya telah menunjukkan kepadanya jalan menuju kebahagiaan. Tapi dia menempuh jalannya sendiri. Sekarang dia sendiri mengakui, bahwa dulu dia seorang penjudi dan pengisap opium. Apakah dia bisa memperoleh kekuatan untuk bertobat setelah memperhatikan nasib orang lain? Sangat sulit. Saya kira, dulu dia sendiri adalah seorang penjudi ulung, mungkin juga sampai sekarang. Dan mengenai opium, bukankah tubuhnya yang kurus kering seperti kerangka itu sudah menjadi bukti bahwa dirinya digerogoti oleh bubuk kenikmatan itu? Apakah sekarang dia masih mengisap opium secara sembunyi-sembunyi? Mungkin tidak lagi, karena racun opium mengakibatkan orang lupa diri selama waktu yang lama. Dan dalam perjalanan kami, saya tahu benar, bahwa dia tidak memiliki banyak waktu untuk terbuai dalam kenikmatan itu. Mungkin dulu dia adalah seorang pecandu. Tapi tampaknya sampai sekarang pun dia masih bergantung pada bahan berbahaya ini. Jika tidak tentu badannya lambat laun kembali kuat dan berotot. Kali ini saya menatap si Tua dengan pandangan yang lain dari biasanya. Ada perasaan hormat sekaligus belas kasihan. Betapa berat perjuangannya melawan kedua setan maksiat itu! Tapi harus diakui, dia memiliki tubuh yang luar biasa dan mental baja, sehingga racun berbahaya itu tidak mampu menghancurkannya! Semua pengalaman yang penuh penderitaan dan kerasnya kehidupan di padang belantara telah terekam dalam sanubarinya. Namun tampaknya semuanya itu belum berarti dibandingkan dengan perjuangan batinnya sendiri. Mungkin perjuangannya melawan nafsu jahanam itu sama hebatnya dengan perjuangan bangsa Indian yang sia-sia melawan kekuatan mukapucat yang tak terbendung. Dia tahu, setiap perjuangannya selalu berakhir dengan kegagalan. Tapi meskipun sudah tersungkur di tanah dan tak mampu lagi melawan, dia selalu bangkit dan memulai lagi yang baru. Old Death! Mulai sekarang nama itu terdengar begitu mengerikan di telinga saya. Scout terkenal itu ditakdirkan untuk binasa. Kematian mungkin menjadi jalan terbaik agar dia keluar dari lingkaran setan yang membelenggunya. Kata-katanya yang terakhir: "Lebih baik kita tidak perlu lagi mengungkit-ungkit masa lalu" diucapkannya dengan tegas, sehingga orang Jerman yang tua itu pun tidak berani membantahnya. Dia menjawab, "Well, Sir! Sekarang kita akan menghadapi musuh yang sama-sama berbahaya dan kejam seperti judi dan opium. Tapi untunglah musuh kita kali ini lebih mudah dikalahkan daripada musuh di masa lalu. Dan mereka pasti akan kita kalahkan. Orang Kuklux membenci semua yang berbau Jerman. Kita semua harus melawan, bukan saja mereka yang ditimpa penderitaan karena ulah kaum Kuklux. Mereka adalah makhluk-makhluk biadab yang anggotanya terdiri dari ribuan atau bahkan jutaan orang. Memberi mereka pengampunan adalah kesalahan yang fatal, karena pasti mereka akan membalasnya secara sadis. Pada penyerangan kali ini harus kita tunjukkan, bahwa kita pun tidak mengenal belas kasihan. Jika perkumpulan rahasia itu dibiarkan berkembang di sini, maka kita semua akan binasa. Mereka akan menyerang dan menghabisi kita satu per satu. Karena itu menurut hemat saya, hari ini kita harus menyiapkan penyambutan yang matang. Mereka harus dibuat kapok, sehingga tidak berani lagi datang ke mari. Saya harap, kalian sependapat dengan saya." Yang lainnya setuju dengan pendapatnya. "Bagus!" katanya lagi. Dia dibiarkan terus berbicara karena dianggap orang yang paling tua. "Jadi kita harus mengadakan persiapan sebaik mungkin. Rencana mereka sajalah yang boleh gagal. Selain itu mereka sendiri pun harus merasakan akibat dari tindak-tanduknya sendiri. Mungkin ada di antara kalian yang ingin mengajukan usul? Siapa saja yang mempunyai usul, dia boleh mengungkapkannya." Setelah mengucapkan kalimat itu, pandangan orang itu dan semua yang lain tertuju kepada Old Death. Sebagai seorang westman berpengalaman, tentu dia tahu lebih baik bagaimana orang harus menghadapi musuh semacam ini. Dia membalas tatapan penuh pengharapan dari mereka. Dalam tatapan mereka terkandung permintaan yang tidak terucapkan. Lalu dia tersenyum menyeringai, mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata, "Jika tak ada usul lain, maka saya ingin mengatakan beberapa hal, Mesch'schurs. Pertama-tama harus kita pikirkan, bahwa mereka tidak mungkin datang sebelum Master Lange tidur. Bagaimana Anda menutup pintu belakang, Master Lange? Dengan palang?" "Tidak, dengan kunci sebagaimana semua pintu yang lain." "Well! Pasti mereka pun mengetahuinya. Dalam perhitungan saya, mereka datang dengan membawa kunci-kunci palsu. Bodoh sekali, jika mereka tidak memiliki kunci-kunci tersebut. Perkumpulan itu pasti juga memiliki anggota yang berprofesi sebagai tukang kunci atau yang sekurang-kurangnya mengetahui cara membuka pintu rahasia. Jadi mereka pasti dapat masuk ke sini. Hal terpenting yang harus kita lakukan sekarang adalah berunding dan menentukan siasat terbaik untuk menyambut kedatangan mereka." "Tentu saja dengan senjata. Kita langsung menembak mereka!" "Dan mereka juga akan menembak Anda, Sir! Dari percikan api pada moncong senapan Anda mereka akan tahu, di mana Anda berdiri, di mana Anda bersembunyi. Tidak, jangan sekali-kali menembak. Dalam perhitungan saya, cara terbaik menghadapi mereka adalah dengan menangkap mereka hidup-hidup. Kita tidak perlu menentang bahaya diterjang oleh peluru-peluru mereka." "Anda yakin, ide itu bisa diterapkan?" "Saya sangat yakin, inilah ide yang paling mudah. Kita bersembunyi di dalam rumah dan membiarkan mereka masuk. Begitu mereka berada di kamar Anda, kita segera menutup pintu dan menguncinya dari luar. Beberapa orang dari kita menjaga di depan pintu ini, sementara yang menjaga di luar, di depan jendela. Jadi mereka tidak dapat keluar karena terkepung dan terpaksa harus menyerah." Orang Jerman tua itu menggelengkan kepalanya tidak setuju dan tetap bersikeras menembak gerombolan yang mau membobol rumah itu. Old Death memicingkan sebelah matanya ketika mendengar penolakan si tua itu. Lalu dia memasang wajah jenaka sehingga semua orang yang melihatnya pasti akan tertawa geli, seandainya suasananya tidak setegang sekarang. "Mengapa Anda menunjukkan raut wajah seperti itu, Sir?" tanya Lange. "Apakah Anda tidak setuju?" "Ya, Master. Usul dari teman kita ini tampaknya begitu praktis dan mudah dilaksanakan. Tapi dalam perhitungan saya, yang terjadi nanti justru sangat lain daripada yang dia bayangkan. Perkumpulan rahasia itu tidak terlalu tolol seperti yang disangkanya. Dia pikir, bajingan-bajingan itu akan masuk serempak ke dalam lalu berbaris di depan moncong senapan kita dan siap menjadi sasaran empuk peluru kita. Jika mereka benar-benar melakukannya, berarti mereka tidak memiliki otak. Saya justru berpikir sebaliknya, mereka akan membuka pintu belakang perlahan-lahan. Kemudian satu atau dua orang dibiarkan mengendap-endap ke dalam untuk memeriksa keadaan. Tentu saja salah satu atau kedua-duanya dapat kita tembak. Namun yang lainnya pasti berusaha secepat mungkin kabur dari kamar dan akan kembali lagi untuk membalas dendam. Tidak, Sir, rencana Anda terlalu beresiko. Kita harus membiarkan mereka semua masuk sehingga mudah ditangkap. Untuk itu saya juga masih memiliki alasan lain yang sangat kuat dan beralasan. Jika rencana Anda berhasil, saya pun tidak sampai hati mengirim orang sebanyak itu ke akhirat, tanpa memberi kesempatan bagi mereka untuk bertobat dan merenungkan dosa-dosanya. Kita adalah sesama manusia, kita juga umat Kristiani, Mesch'schurs. Kita memang ingin mengangkat senjata melawan mereka dan membuat mereka tidak berani lagi datang ke mari. Tetapi hal itu dapat kita lakukan tanpa harus menumpahkan darah. Jika Anda tetap bersikeras menembak mereka seperti kawanan binatang liar, silahkan saja. Saya dan teman saya tidak akan ikut campur. Kami akan pergi dan mencari tempat lain untuk bermalam. Kami tak ingin merasa tertekan karena terus dihantui rasa bersalah." Penjelasan ini sungguh keluar dari hatinya yang paling dalam. Karena itu kata-katanya mampu menggugah perasaan semua yang hadir. Mereka mengangguk-anggukkan kepala. Lalu kata si Jerman Tua, "Kalimat terakhir yang Anda ucapkan tadi benar, Sir, dan hal itu sangat beralasan. Sebelumnya saya mengira, sambutan semacam itu akan mengusir mereka untuk selama-lamanya dari La Grange. Tapi saya tidak memikirkan tanggung jawab moral yang harus kita pikul akibat tindakan itu. Karena itu saya akan menerima usul Anda, walaupun sebenarnya saya masih ragu-ragu, apakah usul Anda tersebut akan berhasil." "Setiap rencana, bahkan rencana terbaik sekali pun, dapat juga gagal, Sir! Saya yakin, rencana kita bukan hanya manusiawi, melainkan juga sangat luhur jika kita membiarkan mereka masuk, kemudian menguncinya dari luar. Dengan cara itu kita bisa menangkap mereka hidup-hidup. Percayalah, itu jauh lebih baik daripada jika kita menembak. Pikirkan juga, seluruh gerombolan itu akan menaruh dendam pada Anda, jika Anda berhasil membunuh begitu banyak anggotanya. Tentu Anda tidak akan mengusir orang Kuklux itu dari La Grange. Malahan sebaliknya, Anda hanya mengundang mereka ke sini untuk membalas dendam secara kejam atas kematian teman-temannya. Karena itu saya minta supaya Anda menuruti rencana saya. Inilah yang terbaik yang dapat Anda lakukan. Agar tidak ada kendala yang dapat menggagalkan rencana kita, sekarang saya akan ke luar mengintai di sekeliling rumah ini. Mungkin akan ditemukan sesuatu yang bisa mempermudah rencana kita." "Saya rasa sebaiknya Anda mengurungkan niat itu, Sir!" kata Lange. "Tadi Anda sendiri mengatakan, mungkin mereka menempatkan seorang mata-mata di luar. Orang ini pasti akan melihat Anda." "Melihat saya?" tanya Old Death sambil tertawa. "Belum pernah saya mendengar orang berkata seperti itu! Old Death tidak sebodoh itu. Dia tak akan membiarkan dirinya terlihat, jika sedang memata-matai rumah atau orang! Master, hal itu menggelikan! Jika Anda memiliki sebatang kapur tulis, coba gambarkan denah rumah Anda dan halamannya di atas meja, supaya saya mendapat gambaran umum dan bisa menyusun strategi selanjutnya. Saya akan keluar melalui pintu belakang. Tunggulah sampai saya kembali. Nanti saya tidak akan mengetuk pintu, melainkan menggaruknya dengan tangan. Jadi jika ada yang mengetuk pintu, itu pasti orang lain dan Anda tidak boleh membukanya." Lange mengambil sebatang kapur di ambang pintu dan menggambar keadaan di sekeliling rumah. Old Death memperhatikannya dengan cermat dan tersenyum puas. Kemudian kedua orang itu pergi ke pintu. Ketika mereka sudah berada di depan pintu, tiba-tiba Old Death berpaling dan bertanya pada saya, "Pernahkah Anda mengintai orang, Sir?" "Belum," jawab saya bohong karena janji saya kepada Winnetou. "Jadi sekarang Anda memiliki kesempatan emas untuk melihat sendiri, bagaimana orang melakukannya. Jika Anda mau, Anda boleh ikut!" "Jangan, Sir!" potong Lange. "Perbuatan itu terlalu berbahaya. Teman Anda baru saja mengaku sendiri bahwa dia tidak berpengalaman dalam urusan ini. Jika terjadi kesalahan kecil saja, mata-mata itu akan segera melihat Anda berdua dan hancurlah seluruh rencana kita!" "Tidak mungkin! Saya memang belum lama mengenal Master muda ini, tapi saya tahu, dia memiliki potensi yang besar untuk menjadi seorang westman handal. Dia pasti akan berusaha tidak membuat kesalahan. Ya, tapi jika kini kami pergi mengintai seorang kepala suku Indian, tentu saya tidak berani mengajaknya. Tapi saya tegaskan kepada Anda, tak seorang pun di antara kaum Ku-Klux-Klan yang berpengalaman seperti seorang pemburu prairie. Maka bisa dipastikan, mata-mata itu juga masih butuh banyak latihan dan keterampilan supaya bisa memergoki kami. Kalaupun misalnya dia melihat kami, Old Death akan tampil untuk memulihkan situasinya. Saya akan membawa anak muda ini. Dia harus ikut! Ayo, Sir! Tapi tinggalkan dulu topi sombrero Anda di sini. Saya pun akan meninggalkan kepunyaan saya. Anyaman topi yang berwarna menyala bisa berbahaya karena orang akan tahu di mana kita. Jatuhkan rambut Anda ke atas dahi dan tinggikan kerah baju, sehingga wajah Anda tertutup. Anda harus tetap mengikuti saya dari belakang dan melakukan semua yang saya lakukan. Kita lihat saja nanti, apakah orang Klux atau Klex itu bisa melihat kita!" Tak ada seorang pun yang berani membantah lagi. Kami berjalan melalui lorong menuju pintu belakang, lalu Lange melepas kepergian kami. Dia membuka pintu perlahan-lahan dan setelah kami berada di luar, dia kembali menutupnya. Begitu kami berada di luar, Old Death langsung berjongkok. Saya pun melakukan yang sama. Dia mencoba melihat menembusi kegelapan malam. Beberapa kali dia mengendus-endus dengan hidungnya. "Dalam perhitungan saya, tidak ada seorang pun di depan kita," bisik si Tua sambil menunjuk sebuah kandang di seberang halaman. "Tetapi bagaimanapun juga, saya harus memeriksanya. Orang harus selalu bertindak hati-hati. Barangkali waktu kecil Anda pernah belajar meniru suara jangkrik dengan cara menjepit daun alang-alang di antara dua jari?" "Ya," jawab saya pelan. "Di sana, di depan pintu itu tumbuh banyak rumput. Ambillah sehelai daun dan tunggulah sampai saya kembali. Jangan beranjak dari tempat itu! Tapi jika terjadi sesuatu, buatlah bunyi jangkrik. Saya akan segera datang!" Dia merebahkan dirinya di atas tanah. Dalam posisi merangkak, dia menghilang dalam kegelapan malam. Setelah sepuluh menit, dia kembali. Anehnya saya sama sekali tidak melihat ketika dia datang. Hanya dari bau tubuhnya saya tahu, kalau dia sudah berada di dekat saya. "Seperti yang saya duga," bisiknya pelan. "Tak seorang pun terlihat di halaman, juga di sudut atau di samping rumah. Tetapi di sudut depan jendela kamar tidur berdiri seseorang. Rebahkan diri Anda dan merangkaklah di belakang saya! Tapi caranya bukan seperti ular melainkan seperti kadal, yakni merangkak dengan menggunakan ujung jari tangan dan kaki. Telapak kaki Anda jangan sampai menyentuh tanah. Lebih dulu periksa tanahnya dengan tangan, biar Anda tidak tersandung pada ranting. Kancinglah baju Anda rapat-rapat, supaya tidak ada bagian yang menggelantung ke tanah! Sekarang, mari kita pergi!" Kami merangkak sampai ke sudut rumah. Di tempat itu Old Death berhenti. Saya pun ikut berhenti. Beberapa saat kemudian dia menoleh kepada saya dan berbisik, "Di sana ada dua orang. Berhati-hatilah!" Dia kembali merangkak maju dan saya mengikutinya sekali lagi. Di dekat dinding rumah dia tidak berhenti, melainkan terus merayap menuju pagar tinggi yang dijalari anggur liar atau tanaman sejenisnya. Pagar itu mengelilingi sebuah kebun. Dari pagar itu kami merangkak maju dan berusaha sejajar dengan bagian samping rumah, namun dengan jarak kira-kira sepuluh langkah. Sambil merayap tiba-tiba saya melihat onggokan berwarna hitam yang kelihatan hampir seperti tenda. Kemudian saya tahu bahwa benda itu adalah tonggak atau tiang yang ditanam sebagai tempat menjalarnya kacang panjang. Di tiang-tiang itu terdengar suara orang yang berbisik-bisik. Old Death mundur sejenak lalu menarik leher baju saya supaya lebih dekat, sampai mulutnya berada persis di samping telinga saya. Kemudian dia berbisik, "Lihat, mereka duduk di sana. Kita harus mendengarkan pembicaraan mereka. Sebenarnya saya bisa pergi ke sana sendirian, karena Anda masih seorang greenhorn yang dapat merusak semua rencana ini. Tapi dua orang akan mendengar lebih baik daripada satu orang. Apakah Anda berani merayap sampai begitu dekat sehingga dapat mendengarkan pembicaraan mereka?" "Ya," jawab saya. "Kalau begitu mari kita coba. Anda mendatangi mereka dari sini dan saya dari sisi yang lain. Begitu Anda sudah di dekat mereka, tundukkan wajah ke tanah agar mereka tidak melihat kilatan mata Anda. Namun jika Anda sampai terlihat, mungkin karena Anda bernapas terlalu keras, maka kita harus segera melumpuhkan mereka!" "Mereka harus dibunuh?" tanya saya berbisik. "Tidak. Tidak boleh ada keributan. Keduanya bisa dihabisi dengan pisau, tapi untuk itu Anda sama sekali belum terampil. Jangan sekali-kali menembak, karena suara tembakan pistol bisa menimbulkan kecurigaan. Begitu mereka memergoki Anda atau saya, maka saya akan menyerang salah seorang dan Anda yang lainnya. Cekik lehernya dengan kedua tangan lalu tekan batang tenggorokannya kuat-kuat sehingga dia tidak bisa mengeluarkan suara. Untuk melakukan hal itu Anda harus merobohkannya ke atas tanah. Akan saya katakan pada Anda, apa yang harus Anda lakukan selanjutnya. Tapi yang paling penting, jangan ada keributan! Saya tahu, Anda berbadan kekar. Apa Anda yakin dapat merobohkan mereka tanpa menimbulkan suara?" "Tentu saja," jawab saya "Baiklah. Kalau begitu mari kita mulai, Sir!" Dia merayap perlahan-pelan mengelilingi tiang kebun kacang. Saya merayap dari sisi yang lain. Sekarang saya sudah sampai di tempat tiang-tiang yang ditanam membentuk piramida. Kedua bajingan itu duduk berdekatan, sedang menghadap ke rumah. Tanpa menimbulkan bunyi, saya berhasil menghampiri mereka. Jarak di antara kami sangat dekat, bahkan tubuh mereka hanya berada satu hasta dari kepala saya. Kini saya menelungkup dan menundukkan wajah ke tanah dengan beralaskan kedua tangan. Saya segera sadar, cara ini memberikan keuntungan ganda. Pertama, kulit wajah saya yang berwarna terang tidak akan terlihat. Dan kedua, saya bisa mendengar lebih baik dalam posisi itu daripada jika mendongakkan kepala. Mereka berbicara dengan berbisik-bisik, namun semuanya bisa saya tangkap. "Kapten itu tidak perlu lagi kita ganggu," kata seorang yang duduk paling dekat dengan saya. "Dia memang telah menurunkan kalian ke darat, tetapi secara umum hal itu bisa dimengerti karena sebenarnya dia hanya melakukan kewajibannya. Tahukah kamu, Locksmith, dia memang seorang Jerman yang brengsek! Tak ada untungnya jika kita membunuhnya, justru sebaliknya kita sendirilah yang akan dirugikan. Jika kita ingin menyebarkan pengaruh di Texas dan mau tinggal di sini, maka kita tidak boleh bertindak kasar terhadap orang-orang kapal." "Benar! Tepat seperti yang Anda katakan, Capt'n. Orang Indian itu lolos dari tangan kita, seperti yang sudah saya duga. Tapi tak seorang Indian pun yang mau pergi dan bermalam di La Grange untuk menunggu keberangkatan kapal pada keesokan harinya. Sedangkan kedua orang lainnya, anjing Jerman yang ingin kita gantung itu, pasti masih berkeliaran di tempat ini. Mereka adalah mata-mata dan harus dihukum mati. Seandainya kita tahu di mana mereka! Seperti udara, mereka menghilang dari ruang tamu di rumah makan, lalu kabur melalui jendela. Dasar pengecut!" "Kita pasti segera menemukan mereka. Untuk itulah si 'Siput' tetap tinggal di rumah makan. Dia tidak akan beranjak dari tempatnya sebelum tahu di mana mereka bersembunyi. Dia memang dewa pembawa keberuntungan. Berkat jasanya kita akhirnya tahu bahwa Lange telah menjual rumahnya kepada orang Mexico itu dan sudah menerima uangnya. Jadi kita bisa mendapat keuntungan berlipat ganda dan boleh hidup berfoya-foya. Anak si Lange itu seorang perwira dan dia pernah bertempur melawan kita, karena itu dia juga harus dihukum. Ayahnya telah membelikannya seragam tentara, kini dia harus membayar mahal semua kesalahannya. Tapi kita tidak akan menggantungnya. Dia akan dicambuki, sampai semua daging di punggungnya terkelupas. Kemudian dia dilempar ke luar dan rumahnya kita bakar." "Dia tidak akan dirugikan karena rumah itu bukan lagi miliknya!" bantah temannya. "Orang Mexico itu pasti akan lebih kebakaran jenggot jika tak ada lagi orang yang dikirimnya ke seberang Rio Grande untuk bertempur demi Juarez. Tempat ini akan kita bumi hanguskan kemudian kita layangkan sepucuk surat ancaman kepadanya supaya dia sadar. Orang-orang itu sudah diperalat. Tapi Locksmith, apa kamu benar-benar yakin, bahwa semua kuncimu cocok?" "Jangan membuat saya malu, Capt'n! Saya sungguh menguasai bidang saya. Semua pintu rumah itu dapat dibuka dengan kunci palsu yang saya buat." "Kalau begitu semuanya sesuai rencana. Seandainya keparat-keparat itu tidur lebih awal! Orang-orang kita sudah tidak sabar lagi. Mereka sudah pegal-pegal karena terlalu lama menunggu dalam semak di belakang kandang. Lange telah menanam pecahan kaca di tempat itu. Saya ingin agar Anda segera pergi dan memberi tanda kepada teman-teman kita. Saya sendiri akan pergi sekali lagi ke dekat kamar untuk memeriksa apakah orang-orang Jerman itu masih terjaga. Dasar burung hantu!" Kapten itu bangkit lalu melangkah perlahan-lahan menuju jendela kamar. Dia disapa Capt'n oleh rekannya. Dari julukan atau sapaan ini bisa disimpulkan bahwa dia memegang pucuk pimpinan perkumpulan. Yang seorang lagi dipanggil "Locksmith". Kata itu artinya tukang kunci. Tapi mungkin memang itulah namanya. Tapi mungkin juga karena pekerjaannya sebagai tukang kunci, dia dijuluki demikian. Pada saat dia sedikit bergerak, saya mendengar suara gemerincing kunci. Jadi dia memiliki kunci-kunci palsu. Konsentrasi saya tiba-tiba buyar karena kaki saya ditarik dari belakang. Saya merayap mundur. Ternyata Old Death berbaring di belakang saya, di antara tiang-tiang. Saya merapatkan wajah ke wajahnya. Dia bertanya dengan suara pelan, apakah saya mendengar dan mengerti semua pembicaraan mereka. Saya mengangguk. "Jadi sekarang kita tahu, apa yang harus kita lakukan. Bajingan itu akan kita permainkan, sehingga dia hanya bisa menggeleng-geleng kepala tanpa henti seakan tak percaya. Seandainya Anda bisa diandalkan untuk tugas ini!" "Percayakan tugas itu kepada saya! Apa yang harus saya lakukan?" tanya saya. "Mencekik leher salah seorang dari keduanya!" "Well, Sir. Akan saya lakukan!" "Bagus, agar semuanya bisa berjalan dengan lancar, terlebih dahulu saya ingin menjelaskan bagaimana Anda harus melakukannya. Dengar! Dia pasti tidak akan datang sampai ke mari, ke tempat tiang-tiang ini!" Pada saat itu, kapten itu kembali. Untunglah dia segera duduk kembali di tempatnya semula. Menurut Old Death, kami tidak perlu lagi menguping pembicaraan mereka. Dia berbisik ke telinga saya, "Baik, akan saya jelaskan, bagaimana Anda harus membekuknya. Anda merangkak ke sana, tapi harus tetap berada di belakangnya. Setelah Anda mendengar teriakan agak keras dari saya, Anda harus segera mencekik lehernya, tapi dengan cara yang tepat. Anda mengerti? Kedua ibu jari harus Anda tekan ke tengkuknya sampai kedua ujungnya beradu. Sedangkan kedelapan jari lain harus Anda cengkeramkan di sekeliling lehernya. Dengan kedelapan ujung jari itu Anda harus menekan kerongkongannya kuat-kuat, semampu Anda!" "Dia pasti akan mati lemas!" "Tidak mungkin! Secepat itu orang tidak akan mati, apalagi karena cekikan. Semua penjahat, manusia biadab dan bajingan seperti mereka tergolong binatang buas yang sangat sulit dibinasakan. Jika Anda sudah menangkapnya, robohkan dia ke tanah. Dengan cara itu Anda makin mudah melumpuhkannya. Tapi jangan gegabah! Saya ulangi sekali lagi, Anda harus tetap berada di belakangnya. Dia tidak boleh ditarik ke tubuh Anda. Anda harus membantingnya ke kiri. Setelah dia roboh dan jatuh telungkup di tanah, loncatlah segera dan duduklah di atas punggungnya. Saat itu dia pasti sudah tidak berdaya lagi. Karena Anda masih asing dengan teknik ini, mungkin dia akan mengeluarkan suara, tapi paling-paling hanya terdengar "beehhh". Jika dia tidak bergerak lagi, Anda harus mengawasinya sampai saya datang. Anda sanggup melakukannya?" "Jangan khawatir. Dulu saya sering berkelahi!" "Berkelahi?" kata si Tua heran, "Itu belum berarti apa-apa! Anda jangan lupa bahwa badan sang Capt'n lebih tinggi daripada yang lainnya. Jangan membuat malu guru Anda, Sir! Dan jangan sampai semua orang di dalam rumah nanti menertawakan ketololan Anda. Ayo maju! Tunggu sampai saya memberi tanda!" Dia kembali merangkak menjauhi saya. Saya merangkak ke tempat semula, di mana saya tadi berbaring. Ya, saya maju mendekati kapten lalu menekuk rapat kedua lutut. Kini saya berada dalam posisi siap menyerang. Kedua orang Ku-Klux itu melanjutkan percakapannya. Rupanya mereka kesal seperti teman-temannya yang lain, karena sudah menunggu terlalu lama. Lalu keduanya menyinggung nama kami dan berharap semoga si "Siput" bisa mengendus tempat persembunyian kami. Pada saat itu saya mendengar Old Death memberikan tanggapan setengah berbisik, "Kami ada di sini Mesch'schurs! Waspadalah!" Dengan cepat saya melompat ke belakang kapten dan mencekik lehernya, seperti petunjuk Old Death. Sambil menekan ujung jari kuat-kuat ke pangkal tenggorokannya, saya membantingnya ke tanah. Dengan lutut saya membaliknya sehingga wajahnya menelungkup ke tanah. Lalu saya langsung menindihnya dengan lutut. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya tangan dan kakinya meronta-ronta sejenak tetapi kemudian lunglai dan tidak bergerak. Tiba-tiba muncul Old Death dari depan. Si Tua itu lantas menghantam kepala kapten dengan gagang revolver. Dia menarik tangan saya, "Jangan diteruskan, Sir, nanti dia benar-benar mati lemas! Sebagai seorang pemula, Anda telah melakukan awal yang sangat baik. Kelihatannya Anda memiliki bakat alam. Dalam perhitungan saya, kelak Anda akan menjadi seorang penjahat terkenal atau seorang westman tangguh. Pikullah orang ini dan ikutilah saya!" Dia memikul seorang dan saya memikul seorang lagi, lalu kami kembali ke pintu belakang. Begitu tiba di sana Old Death mulai menggaruk pintu seperti yang sudah disepakati. Lange membiarkan kami masuk. "Apa yang Anda pikul?" dia bertanya pelan. Walaupun gelap, dia tahu kalau kami sedang memikul sesuatu. "Lihat saja nanti," jawab Old Death jenaka. "Tutup dulu pintunya dan masuklah!" Betapa terkejutnya mereka, ketika kami meletakkan kedua tawanan tersebut ke atas lantai papan. "Astaga!" seru si Jerman tua. "Dua orang Kuklux! Apa mereka sudah mati?" "Semoga saja tidak," jawab Old Death. "Anda lihat, saya telah bertindak tepat dengan membawa Master muda ini. Dia sangat berani, bahkan dia mampu mengalahkan pemimpin gerombolan itu!" "Pemimpinnya? Wah, sungguh luar biasa! Tapi, di mana anak buahnya? Mengapa Anda membawa keduanya kemari?" "Haruskah saya menjelaskannya lagi kepada Anda? Mudah sekali, kami berdua yakni saya dan Sir muda ini, akan memakai baju kedua penjahat ini kemudian menggiring gerombolan yang masih bersembunyi di kandang ke sini." "Apakah Anda sudah gila? Anda hanya mempertaruhkan nyawa sendiri. Bagaimana seandainya mereka tahu bahwa Anda orang Kuklux palsu?" "Tidak ada yang bakal tahu," jawab scout itu dengan pasti. "Old Death adalah manusia cerdik dan Master muda ini pun tidak bodoh meskipun penampilannya kurang meyakinkan." Old Death menceritakan semua yang telah kami dengar dan apa saja yang telah kami perbuat. Lalu dia menjelaskan rencana selanjutnya kepada mereka. Saya akan pergi ke belakang kandang dan menyamar sebagai Locksmith untuk memancing orang-orang Kuklux itu ke dalam rumah. Old Death sendiri akan memakai pakaian kapten yang ukurannya kebetulan persis sama dengan tubuhnya. Dia akan menyamar dan memainkan peran sebagai pemimpin gerombolan itu. "Tentu saja," Old Death menambahkan, "kita harus berbicara pelan-pelan. Dan pada waktu berbisik, suaranya harus tetap sama." "Baiklah, jika Anda berani melakukannya, silahkan!" kata Lange. "Bukan nyawa kami yang dipertaruhkan, melainkan nyawa Anda sendiri. Tetapi selama Anda pergi, apa yang harus kami kerjakan?" "Pertama-tama, menyelinaplah ke luar dan ambillah beberapa tiang atau balok yang kuat. Semuanya akan kita gunakan untuk mengganjal pintu kamar, sehingga pintu tidak bisa dibuka dari dalam. Setelah itu padamkan lampu dan bersembunyilah di dalam rumah. Itu saja yang harus Anda kerjakan. Apa yang terjadi selanjutnya, belum dapat diramalkan sekarang." Ayah dan anaknya itu pergi ke pekarangan untuk mengambil tiang yang dimaksud. Sementara itu kami melucuti pakaian kedua tawanan. Pakaian itu berwarna hitam dan di atasnya dijahit simbol khusus berwarna putih. Pakaian kapten dibubuhi simbol berupa pedang pada topi, bagian dada dan pahanya. Sedangkan pada pakaian Locksmith tampak gambar kunci. Jadi pedang adalah simbol untuk sang pemimpin. Seorang lagi disebut dengan julukan si "Siput". Dialah yang duduk di rumah makan untuk memantau tempat persembunyian kami. Dia juga pasti mengenakan pakaian yang sama, tentu dengan gambar siput. Celana yang dipakai kapten mirip potongan celana yang biasa dipakai oleh petani di Swiss dengan bagian kaki yang sempit. Ketika kami menggulungnya sampai ke lutut, tiba-tiba dia siuman. Dia memandang kami dengan bingung bercampur heran. Lalu dia ingin berdiri dan meraba-raba sekujur tubuhnya untuk mencari tasnya yang berisi revolver. Tapi Old Death segera menendangnya sehingga dia terjatuh lagi ke tanah. Lalu dia mengarahkan ujung pisau Bowie ke dada orang itu sambil mengancam, "Tenang, anakku! Suara atau gerakan kecil saja yang mencurigakan, maka besi tajam ini akan menusuk ke dadamu!" Pria Kuklux itu berumur kira-kira tiga puluh tahun. Janggutnya dipotong pendek seperti tentara. Potongan wajahnya yang mencolok, berwarna sedikit kehitam-hitaman dan agak keriput menunjukkan bahwa dia berasal dari daerah Selatan. Dengan kedua tangannya dia mengelus-elus kepalanya yang nyeri terkena gagang revolver. Lalu dia bertanya, "Di mana saya sekarang? Lalu siapakah Anda?" "Anda berada di dalam rumah Lange, orang yang ingin Anda rampok, boy. Saya dan anak muda ini adalah orang Jerman, dan sebenarnya kamilah yang ingin dicari si Siput. Lihat, sekarang engkau berada di tempat yang sudah lama kau impi-impikan." Orang itu menggigit bibirnya. Dia melayangkan pandangan ke sekeliling lalu tampak bingung dan terkejut. Pada saat itu Lange dan anaknya kembali. Mereka membawa beberapa tonggak dan sebuah gergaji. "Tali-tali untuk mengikat sudah ada, cukup untuk dua puluh orang," kata Lange. "Kalau begitu berikan kemari. Untuk sementara cukup dulu untuk kedua orang ini." "Tidak, saya tidak mau diikat!" seru Capt'n sambil berusaha sekali lagi untuk bangun. Tapi dengan segera Old Death menodongkan pisau dan berkata, "Jangan coba-coba bergerak! Rupanya orang lupa memberitahu kamu, siapa saya sebenarnya. Orang memanggil saya Old Death dan engkau akan tahu apa arti nama itu. Atau apa kau kira, saya bersahabat dengan para pedagang budak atau orang-orang Kuklux?" "Jadi... Anda... Old... Old Death?" ulangnya dengan suara terbata-bata karena terkejut. "Ya, anakku, sayalah orangnya. Sekarang jangan bertindak bodoh. Saya tahu, kamu berencana mencambuk Lange hingga tubuhnya hanya menyisakan tulang, lalu menggantung anaknya kemudian membakar hangus rumah ini. Bagus, jika kamu berharap mendapat keringanan, maka jangan berbuat yang bukan-bukan." "Old Death, Old Death!" katanya sekali lagi dengan wajah pucat pasi. "Kini tamatlah riwayat saya!" "Oh, belum. Kami bukan pembunuh yang tidak mengenal perikemanusiaan seperti kalian. Kami akan membiarkan kalian tetap hidup, jika kalian menyerah tanpa syarat. Tapi jika kalian tidak menurut, maka besok pagi orang akan melihat mayat kalian mengapung di sungai. Sekarang pasang telinga baik-baik, apa yang hendak saya katakan. Jika kamu ingin hidup, maka enyahlah segera dari county[Sebuah bentuk daerah pemerintahan] ini dan kalau perlu dari daerah Texas. Dan jangan pernah kembali lagi! Jika kamu melanggarnya, maka seluruh anggotamu akan turut binasa. Sekarang saya akan memancing mereka ke sini. Mereka pun akan ditawan seperti dirimu. Perintahkan agar mereka menyerah. Jika kamu menolak, maka kami akan menembaki kalian dengan membabi buta, seperti menembak kawanan merpati liar di atas pohon!" Kami mengikatnya dan menyumbat mulutnya dengan sepotong kain. Yang seorang lagi rupanya telah sadar, tapi dia lebih suka diam. Dia juga diikat dan disumbat mulutnya. Kemudian keduanya digotong ke tempat tidur yang biasanya dipakai Lange dan anaknya. Lalu mereka diikat kuat-kuat pada tempat tidur sehingga tidak dapat bergerak sama sekali. Sebuah selimut dibentang di atas tubuh mereka sampai ke leher. "Bagus!" Old Death tertawa puas. "Sekarang sandiwara bisa dimulai. Kita akan membuat bedebah-bedebah itu tercengang, jika mereka akhirnya tahu, bahwa yang sedang tidur pulas di sini ternyata temannya sendiri. Ini akan menjadi tontonan yang sangat menyenangkan! Tapi katakan, Master Lange, jika mereka sudah tertangkap, bagaimana kita dapat berbicara dengan mereka, tanpa terlihat dan tersentuh oleh mereka, tapi pada saat yang sama kita tetap bisa mengawasi mereka?" "Hmmm!" orang yang ditanya bergumam lalu menunjuk ke atap. "Dari atas sana. Atap itu hanya tersusun dari lembaran-lembaran papan. Kita bisa membongkar salah satu di antaranya." "Bagus, mari kita keluar. Bawalah senjata kalian. Naiki tangga itu dan tinggallah di sana sampai tiba saatnya untuk bertindak. Tapi sebelumnya kita harus menyiapkan palang kayu yang pas untuk pintu." Beberapa tiang dipotong pendek menggunakan gergaji sehingga menjadi ukuran yang sesuai dengan rencana kami. Kemudian persiapan dimulai. Saya mengenakan celana dan baju Locksmith, sedangkan Old Death baju bosnya. Tak lupa saya memasukkan rangkaian kunci palsu ke kantong celana. "Anda sama sekali tidak memerlukannya," kata Old Death. "Anda bukan seorang tukang kunci, bukan pula seorang pencuri, dan Anda akan ketahuan karena kurang terampil. Lebih baik cabutlah kunci asli dari gagang pintu dan bawalah. Tapi buatlah seolah-olah Anda membuka dengan kunci palsu. Pisau dan revolver kita bawa. Sedangkan senjata kita dititipkan saja buat sobat-sobat kita. Mereka segera ke atap dan membongkar sebilah papan begitu kita keluar rumah. Namun terlebih dahulu semua lampu harus dipadamkan." Perintah itu segera dijalankan. Lalu pintu dibuka agar kami bisa keluar. Setelah tiba di luar, saya mengunci semua pintu di rumah itu. Saya juga membawa tiga kunci, yakni kunci pintu depan, kunci kamar samping dan kunci kamar tidur. Old Death memberikan saya petunjuk-petunjuk secara lebih gamblang daripada sebelumnya. Ketika terdengar suara papan di atap mulai dibongkar, kami segera berpisah. Dia pergi ke bagian samping rumah, di mana berdiri tiang-tiang untuk kacang, sedangkan saya berjalan melalui pekarangan untuk menjemput "para sahabat saya" yang sudah tidak sabar lagi menunggu. Di sana saya berbelok menuju ke kandang. Dengan sengaja saya berjalan dengan langkah yang agak keras supaya didengar dan ditegur. Dengan cara ini mereka tidak menaruh curiga. Ketika saya mencapai pojok rumah, hampir saja saya tersandung pada tubuh seseorang yang tiba-tiba bangkit dari tanah. "Stop!" katanya. "Apakah itu kamu, Locksmith?" "yes. Sekarang kalian boleh ke sana, tetapi harus pelan-pelan." "Saya akan melapor dulu pada letnan. Tunggu di sini!" Dia menghilang dengan diam-diam. Jadi mereka juga memiliki seorang letnan! Tampaknya Ku-Klux-Klan memiliki struktur organisasi seperti militer. Belum sampai satu menit, datang lagi seorang. Dengan suara berbisik, dia berkata, "Kita telah lama menunggu. Apakah orang-orang Jerman biadab itu sudah tidur?" "Ya! Bahkan sangat nyenyak sekarang. Hari ini mereka terlalu banyak minum brandy." "Kalau begitu, pekerjaan kita akan lebih mudah. Bagaimana dengan pintu-pintunya?" "Semuanya sudah beres." "Kalau begitu kita bisa pergi sekarang. Waktu sudah menunjukkan pukul satu. Dan penyerangan yang sama akan terjadi di rumah Cortesio seperti yang sudah direncanakan. Tunjukkan kami jalannya!" Di belakangnya muncul sekelompok orang yang menyamar dan mereka segera mengikuti saya. Ketika kami tiba di dekat rumah, Old Death berjalan pelan-pelan menghampiri kami. Dalam kegelapan tak seorang pun yang dapat membedakannya dengan sang kapten. "Ada perintah khusus, Capt'n?" tanya orang kedua. "Tidak," jawab Old Death dengan nada yang pasti dan penuh percaya diri. "Kita baru akan bertindak setelah mengetahui situasi di dalam rumah. Ayo, Locksmith, kita harus membuka pintu rumah itu." Saya melangkah ke pintu sambil memegang kunci asli. Namun tentu saja berlagak seolah-olah berkali-kali saya kesulitan membukanya. Setelah pintu itu berhasil dibuka, mereka dibiarkan masuk. Saya dan Old Death tetap berdiri di luar. Letnan juga berdiri bersama kami. Ketika semua sudah masuk dengan pelan-pelan, dia bertanya, "Haruskah kita nyalakan lenteranya?" "Untuk sementara ini hanya milik Anda." Kemudian kami melangkah masuk. Saya kembali menutup pintu namun tidak menguncinya. Dari saku celananya letnan mengeluarkan sebuah lentera yang terang cahayanya. Pakaiannya ditandai dengan gambar putih berbentuk pisau Bowie. Mereka semua berjumlah lima belas orang. Tiap orang memakai simbol yang berbeda. Ada simbol peluru, bulan sabit, salib, ular, bintang, katak, roda, hati, gunting, burung, binatang-binatang berkaki empat dan figur-figur lain. Tampaknya letnan senang memberi perintah. Sementara yang lain diam berdiri, dia menerangi sekelilingnya dan kemudian bertanya, "Haruskah seseorang berjaga di pintu?" "Untuk apa?" tanya Old Death. "Tidak perlu. Locksmith sudah menguncinya, jadi tak seorang pun dapat masuk ke sini." Dengan segera saya menguncinya untuk meyakinkan letnan itu, tetapi kunci itu saya biarkan tertancap pada pintu. "Kita semua harus masuk," kata Old Death. "Pandai besi biasanya orang-orang yang sangat kuat." "Hari ini perilaku Anda lain dari biasanya, Capt'n!" "Karena situasinya juga lain. Ayo maju!" Dia mendorong saya ke pintu kamar dan peristiwa yang sama pun kembali terulang. Saya berbuat seolah-olah saya kesulitan menemukan kunci yang cocok. Lalu kami semua masuk. Old Death mengambil lentera dari tangan letnan dan mengarahkan ke pintu kamar. "Ke sana!" katanya. "Tapi pelan-pelan!" "Bukankah sebaiknya kita juga mengeluarkan lentera-lentera yang lain?" "Jangan, nanti setelah kita tiba di kamar." Old Death mencegahnya supaya orang yang sedang tidur pulas itu tidak segera dikenali, walau kamar tidurnya mampu menampung kelima belas orang itu. Yang penting sekarang, bagaimana memasukkan semua orang itu sehingga mereka tidak harus terkepung di lorong rumah. Sekarang saya membuka pintu kamar dengan lebih pelan dan sangat berhati-hati. Pintu berhasil dibuka. Old Death membiarkan cahaya lentera menerangi kamar tidur. Sejenak dia melongok ke dalam dan berbisik, "Mereka sedang tidur. Ayo, cepat masuk! Tapi pelan-pelan! Letnan lebih dulu!" Dia tidak memberikan kesempatan kepada letnan untuk membantah dan berpikir. Orang itu ditariknya masuk dan yang lain mengikutinya sambil berjalan berjinjit. Setelah orang terakhir masuk, saya segera menutup pintu lalu menguncinya. "Cepat ambil baloknya!" kata Old Death. Potongan balok itu terletak di sana dan cukup panjang, sehingga dapat dipakai untuk mengganjal bingkai jendela dan daun pintu. Kami melakukannya dengan baik. Mungkin hanya seekor gajah yang mampu mendobrak pintu itu. Saya cepat-cepat pergi ke luar menuju ke tangga. "Anda bisa mendengarkan saya?" tanya saya sambil menengadah ke atap. "Mereka sudah masuk perangkap. Turunlah!" Mereka melompat turun dengan tergesa-gesa. "Mereka semua terkurung di kamar tidur. Tiga orang dari kalian harus segera ke luar, ke depan jendela untuk menahan jendela itu dengan palang. Jika ada yang ingin melompat melalui jendela, langsung tembak!" Saya membuka pintu belakang dan tiga orang segera pergi keluar. Yang lain mengikuti saya ke ruang tengah. Pada saat itu dari dalam kamar terdengar suara yang sangat gaduh. Rupanya bajingan-bajingan itu sudah sadar bahwa mereka terkurung. Mereka mengeluarkan lentera dan dengan bantuan cahaya tersebut mereka mengenali siapa yang terbaring di tempat tidur. Caci maki dan sumpah serapah terdengar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu pintu pun digedor-gedor dengan keras. "Buka, buka, kalau tidak semuanya akan kami hancurkan!" terdengar teriakan dari dalam. Ketika ancaman mereka sama sekali tidak membuahkan hasil, mereka mencoba mendobrak pintu. Tetapi tentu saja pintu tidak goyah sedikit jua, tiang penopangnya berdiri terlalu kokoh. Lalu kami mendengar mereka membuka jendela dan mencoba mendorong daun jendela. "Tidak bisa!" teriak seseorang dengan marah. "Jendela ini telah dipalang dari luar". Dari luar terdengar teriakan teman kami yang mengancam, "Mundurlah dari jendela! Kalian sudah terperangkap. Jika ada yang ingin menerobos jendela, dia akan ditembak!" "Ya, " sahut Old Death dengan keras dari dalam kamar. "Pintu ini juga dijaga. Di sini berdiri cukup banyak orang yang siap mengirim kalian ke neraka. Tanyakan pada Capt'n, apa yang harus kalian lakukan!" Lalu dengan suara pelan dia berbisik kepada saya, "Mari ikut saya ke atas. Bawa lentera dan senapan Anda! Teman-teman yang lain boleh menyalakan lampu di sini." Kami menuju ke atas, ke kamar loteng yang berada tepat di atas kamar tidur. Dengan sangat mudah kami menemukan papan yang dibongkar. Setelah lentera kami ditutup dan topeng penutup wajah diturunkan, kami menyingkirkan papan itu. Kini kami dapat melihat kamar tidur di bawahnya yang terang karena lentera-lentera gerombolan itu. Mereka berdiri berdesak-desakan. Ikatan dan sumbat mulut dari kedua tawanan sudah dilepaskan. Kapten berbicara kepada anak buahnya dan perintahnya terdengar tegas. "Oho!" kata letnan itu lebih keras. "Kita harus menyerah! Memangnya berapa jumlah musuh yang harus kita hadapi?" "Cukup banyak sehingga bisa menembak mati kalian semua hanya dalam lima detik!" teriak Old Death dari atas. Semua mata menengadah ke atas. Pada saat itu terdengar bunyi tembakan dari luar, lalu disusul tembakan kedua. Old Death segera memahami maksud dari tembakan itu. Dia berkata, "Kalian dengar itu?" lanjutnya. "Teman-teman kalian juga sudah ditembak di rumah Cortesio. Seluruh penduduk La Grange kini bangkit melawan kalian. Semua orang sudah tahu bahwa kalian datang ke sini dan mereka sudah siap menyambut kalian tanpa kalian duga. Kami tidak membutuhkan Ku-Klux-Klan. Di kamar di sampingmu ada dua belas orang, di luar di depan jendela ada enam dan kami di atas atap berjumlah enam orang. Nama saya Old Death. Mengerti? Saya memberi waktu sepuluh menit. Letakkan senjata kalian, maka kalian akan kami perlakukan dengan baik. Tapi jika kalian menolak, maka kami akan menghujani kalian semua dengan peluru. Selanjutnya tidak ada lagi penjelasan dari saya, ini ucapan saya yang terakhir. Pikirkan baik-baik!" Dia kembali menutup atap dengan papan itu lalu berbisik kepada saya, "Sekarang cepat turun dan bantu Cortesio!" Kami juga membawa dua orang lain sehingga hanya tinggal Lange dan anaknya di kamar itu. Dua orang yang bertugas di dekat jendela juga ikut, karena untuk sementara satu penjaga saja sudah cukup. Jadi jumlah kami lima orang. Tiba-tiba terdengar lagi bunyi tembakan. Kami merangkak ke sana dan memergoki empat atau lima orang yang sedang menyamar. Dari belakang rumah Cortesio pun datang lima orang lain. Salah seorang darinya berteriak keras, "Mereka juga menembak dari belakang rumah. Kita tidak bisa masuk ke dalam!" Saya menelungkup ke tanah dan merangkak lebih dekat. Lalu saya mendengar salah seorang dari mereka yang berdiri di depan menjawab, "Sialan! Siapa yang mengira semuanya akan menjadi seperti ini? Orang Mexico itu telah mengendus gelagat kita dan dia membangunkan penduduk dengan bunyi tembakannya. Lihat, di rumah penduduk lampu-lampu kembali dihidupkan. Di belakang sana bahkan sudah terdengar derap langkah orang. Dalam beberapa saat kita akan terkepung. Mari kita pergi sekarang. Kita dobrak saja pintu itu dengan gagang senapan! Kalian setuju?" Saya tidak menunggu jawaban mereka. Dengan cepat saya merangkak kembali mendapati teman-teman saya dan meminta mereka, "Mesch'schurs! Cepat, mari kita hadang kawanan itu dan pukul mereka dengan gagang senapan! Mereka ingin mendobrak pintu rumah Cortesio." "Well, well! Ayo maju!" jawab mereka. Beberapa saat kemudian gagang senapan sudah melayang dengan cepat seperti sambaran petir dan menghantam kepala bajingan yang kebingungan itu. Mereka lari tercerai-berai sambil berteriak dan meninggalkan keempat temannya yang cedera dan tidak bisa lari. Semua senjata mereka kami lucuti. Kemudian Old Death melangkah ke pintu rumah Cortesio dan mengetuknya. "Siapa di luar?" terdengar seseorang bertanya dari dalam. "Old Death, Sennor. Kami sudah mengusir semua bedebah yang ingin merenggut nyawa Anda. Mereka sudah kabur. Tolong bukakan pintunya!" Pintu dibuka dengan hati-hati. Pria Mexico itu segera mengenali Old Death meskipun scout itu masih menyamar dengan celana dan kemeja kapten. Lalu dia bertanya, "Benarkah mereka sudah pergi?" "Sudah sangat jauh. Tapi empat orang berhasil kami tangkap. Apakah Anda tadi melepaskan tembakan?" "Ya. Syukurlah, Anda telah mengingatkan saya. Jika tidak, pasti nasib saya menjadi lain. Saya menembak di depan rumah dan pelayan Negro saya di belakang, sehingga mereka tidak bisa masuk. Lalu dengan jelas saya melihat Anda datang menyerang mereka." "Ya, kami telah membebaskan Anda dari bahaya. Sekarang bantulah kami! Mereka tidak akan kembali lagi ke rumah Anda. Tapi masih ada lima belas orang yang kami tahan di sana. Dan kami tak ingin mereka lolos. Suruh pelayan Negro itu berlari dari rumah ke rumah dan membuat suara gaduh. Seluruh penduduk La Grange harus bangkit dan menghukum penjahat-penjahat itu." "Kalau begitu dia harus pergi mencari sherif. Dengar itu, orang-orang sudah datang! Saya juga akan segera ke sana, Sennor." Dia masuk lagi ke rumahnya. Dari arah kanan datang dua orang dengan senjata di tangan dan bertanya apa maksud dari tembakan tadi. Setelah kami memberikan penjelasan, mereka langsung menyatakan siap menolong kami. Bahkan penduduk La Grange yang pro sesessionis pun tidak lagi berpihak pada orang-orang Ku-Klux karena perbuatan pengikutnya yang secara politis sangat kejam. Kami mencengkeram kerah baju kedua orang yang terluka itu dan menyeretnya ke kamar Lange. Seorang dari mereka berusaha mempengaruhi kami dengan dalih, sampai sekarang orang-orang Ku-Klux tidak berbuat onar. Sennor Cortesio datang kemudian dan segera disusul oleh penduduk La Grange. Mereka datang berduyun-duyun, sehingga kamar itu tidak cukup lagi untuk menampung semuanya. Kebanyakan dari mereka harus tetap tinggal di luar. Suara orang-orang itu menimbulkan kegaduhan, ditambah lagi dengan derap langkah yang terburu-buru ke sana kemari, sehingga orang-orang Ku-Klux dapat menduga apa yang kini terjadi. Old Death mengajak saya kembali ke atas loteng. Setelah papan disingkirkan, kami melihat wajah-wajah yang putus asa. Para tawanan itu bersandar di dinding, ada yang duduk di tempat tidur atau merebahkan diri di lantai dan ada lagi yang menundukkan kepala. "Sekarang," kata Old Death, "sepuluh menit sudah lewat. Apa yang kalian putuskan?" Tak terdengar jawaban. Salah seorang memaki-maki dengan kasar. "Semuanya diam? Baik, saya mengartikannya bahwa kalian tidak mau menyerah. Kalau begitu kami mulai menembak." Dia membidikkan senjatanya dan saya pun melakukan yang sama. Anehnya, tak seorang pun dari mereka yang meraih senjatanya dan balas membidik ke arah kami. Bajingan-bajingan itu ternyata pengecut. Mereka hanya berani melawan orang-orang yang tidak bersenjata. "Jawablah sekarang atau saya tembak!" teriak Old Death mengancam. "Ini kata-kata saya terakhir." Tak seorang pun menjawab. Lalu Old Death berbisik kepada saya, "Tembak saja mereka. Kita harus mencederai mereka, jika tidak mereka tidak akan patuh kepada kita. Bidiklah tangan sang letnan! Saya sendiri akan membidik Capt'n-nya!" Kedua tembakan kami melesat secara bersamaan. Peluru-peluru kami tepat mengenai sasaran. Kedua perwira itu berteriak keras, lalu semua anak buahnya ikut berteriak dan menjerit panik. Rupanya tembakan kami terdengar juga di kejauhan. Orang-orang mengira, kami sedang terlibat baku tembak dengan orang Ku-Klux. Karena itu terdengar tembakan sahutan dari dalam rumah dan di luar jendela. Peluru-peluru beterbangan menembus pintu rumah dan jendela menuju ke kamar tidur. Beberapa Ku-Klux terkena timah panas. Mereka semua merebahkan diri ke lantai agar terhindar dari peluru, lalu berteriak keras seolah-olah mereka akan dipanggang di tiang siksaan. Kapten berlutut di depan tempat tidur. Dia membalut tangannya yang berdarah dengan sapu tangan linen lalu menengadah dan berkata kepada kami, "Hentikan! Kami menyerah!" "Bagus!" jawab Old Death. "Semuanya minggir dari tempat tidur! Buang senjata kalian ke atasnya, setelah itu baru kalian akan digiring ke luar. Siapa yang coba-coba menyimpan senjatanya secara diam-diam, dia harus siap-siap menerima peluru di tubuhnya! Kalian dengar, di luar sana sudah berdiri ratusan orang. Kalian hanya bisa selamat seandainya menyerah tanpa syarat." Situasi yang dihadapi perkumpulan rahasia itu benar-benar tidak memberikan pilihan lain. Tak ada kemungkinan untuk melarikan diri. Mereka tahu hal itu. Tapi jika mereka menyerah, apa yang akan kami lakukan pada diri mereka? Rencana mereka belum dilaksanakan. Jadi mereka tidak bisa divonis bersalah atas suatu tindakan yang belum dilakukan. Tentu saja lebih baik jika mereka menyetujui tawaran Old Death daripada mencoba melakukan hal yang bodoh yaitu dengan menerobos kepungan penduduk La Grange. Resiko yang harus mereka tanggung akan jauh lebih besar. Akhirnya mereka melempar pisau dan senjatanya ke tempat tidur. "Bagus, Mesch'schurs!" seru Old Death. "Dan sekarang dengarkan, saya akan menembak siapa saja yang coba-coba bergerak untuk mengambil senjatanya setelah pintu dibuka. Baik, tunggu sebentar." Dia menyuruh saya ke ruang tengah untuk menyampaikan kepada Lange agar dia segera membuka pintu supaya orang-orang Kuklux bisa keluar. Setelah itu mereka langsung ditahan. Ternyata hal ini tidak semudah yang kami bayangkan. Sepanjang lorong rumah yang diterangi dengan lentera-lentera itu penuh dijejali manusia. Selain topi, saya pun masih mengenakan pakaian Locksmith, sehingga orang mengira bahwa saya juga seorang anggota perkumpulan rahasia itu. Karena itu saya langsung diserang. Mereka sama sekali tidak menghiraukan penjelasan saya. Saya ditinju dan ditendang berkali-kali, sehingga bagian tubuh yang terkena masih terasa sakit hingga beberapa hari kemudian. Bahkan mereka bermaksud menyeret saya ke depan rumah untuk digantung di sana. Posisi saya sangat terjepit, karena para penyerang itu tidak mengenali wajah saya. Terutama seorang laki-laki yang tinggi dan berbadan kekar yang terus menerus meninju saya di bagian samping sambil berteriak, "Seret dia keluar, keluar! Pohon-pohon itu mempunyai dahan-dahan yang bagus, indah, dan kuat yang tentu tidak akan patah jika seorang manusia jahat seperti ini digantung di sana!" Sambil berkata, dia mendorong saya ke pintu belakang. "Tapi, Sir," teriak saya. "Saya bukan anggota Kuklux. Tanyakan saja pada Master Lange!" "Dahan yang bagus, dahan yang besar!" jawabnya sambil menghadiahkan sebuah pukulan ke pinggang saya. "Saya mohon, bawalah saya ke kamar Master Lange! Saya memakai pakaian ini hanya untuk... " "Benar-benar dahan yang sangat indah! Dan seutas tali pun mudah ditemukan di La Grange ini. Seutas tali dari rami yang bagus, halus tapi benar-benar kuat!" Dia kembali mendorong saya dan memukul saya berkali-kali di bagian yang sama. Lama-kelamaan kesabaran saya hilang. Sikap orang itu bisa mempengaruhi orang lain sehingga akhirnya saya betul-betul digantung. Jika saya dibawa keluar, pasti saya akan dikeroyok. "Tuan," teriak saya sekali lagi. "Anda tidak berhak memperlakukan saya seperti ini! Saya mau pergi ke Master Lange, mengerti?" "Dahan yang kokoh! Tali yang tak ada tandingannya!" dia berteriak lebih lantang sambil memukul keras ke rusuk saya. Sekarang darah saya benar-benar mendidih. Dengan sekuat tenaga, saya meninjunya tepat pada hidung. Dia pasti sudah terlempar dan jatuh ke lantai, jika tempat ini cukup luas. Di sana orang berdiri berhimpit-himpitan, namun saya menemukan tempat yang sedikit lapang. Saya harus menggunakan kesempatan ini. Dengan sekuat tenaga, saya maju dan berteriak sambil meninju, menendang, dan memukul membabi buta ke sekeliling sehingga membuat mereka melangkah mundur sejauh mungkin. Saya terus maju melalui lorong yang sempit dan akhirnya mencapai kamar Lange. Namun ketika saya berusaha menerobos ke depan, tiba-tiba pintu itu tertutup dengan sendirinya. Tubuh saya babak belur dihajar oleh pukulan orang-orang yang masih sempat menjangkau saya. Seorang Kuklux palsu saja sudah dihajar sampai babak belur seperti ini, betapa parahnya nasib seorang Kuklux sungguhan! Pria berbadan kekar tadi kembali memburu saya dengan langkah cepat. Dia berteriak seperti babi jantan yang sedang mengamuk. Dia tiba di kamar Lange hampir bersamaan dengan saya. Ketika melihatnya, Lange bertanya, "Astaga, apa yang terjadi, Sir? Mengapa Anda menjerit seperti itu? Mengapa hidung Anda berdarah?" "Gantung saja si Kuklux ini di pohon!" jawabnya dengan marah. "Dia telah mematahkan tulang hidung saya, merontokkan dua, tiga, atau mungkin empat gigi saya. Gigi yang sangat indah! Satu-satunya gigi yang masih saya miliki adalah gigi bagian depan! Gantung dia!" Kini kemarahannya kedengaran lebih beralasan daripada sebelumnya, karena memang banyak darah keluar dari hidungnya. "Orang ini?" tanya Lange sambil menunjuk ke arah saya. "Tapi, Sir yang terhormat, dia itu bukan seorang Kuklux! Dia teman kita. Berkat jasanya kita berhasil menangkap bajingan-bajingan itu. Tanpa bantuannya, kami dan Sennor Cortesio pasti sudah menjadi mayat dan rumah-rumah kita pun sudah menjadi abu!" Orang itu membelalakkan matanya. Mulutnya yang berdarah menganga lebar. Dia menunjuk ke arah saya dan bertanya, "Tanpa... tanpa... orang ini?" Famoses Tableau![Perancis: Pertunjukan hebat] Semua orang tertawa. Dengan sapu tangan, dia mengusap peluh di kening serta darah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Saya memijat bagian-bagian tubuh saya yang terkena pukulan. Beberapa hari kemudian tubuh saya bengkak dan hampir mirip dengan tubuh si pria kekar itu. "Sekarang baru Anda tahu, Sir!" saya membentaknya. "Tadi Anda seperti orang gila dan hendak menggantung saya! Karena pukulan-pukulan Anda yang keras tadi, saya merasakan bilur-bilur di sekujur tubuh saya. Saya seperti seorang ksatria yang harus menanggung banyak penderitaan, Sir!" Orang itu tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya mengusap mulutnya beberapa kali dan tanpa suara memperlihatkan sesuatu di tangan kirinya. Di telapak tangannya tampak dua gigi depannya. Hanya kedua gigi depan itulah yang sebelumnya dimilikinya. Sekarang saya juga tidak dapat menahan tawa, karena tampangnya sangat menyedihkan. Akhirnya saya kemudian menyampaikan perintah kepada orang-orang di situ. Semua tali yang tersedia telah dikumpulkan. Tali-tali itu berserakan di sudut. Ada tali, kain linen dan tambang, dan semuanya bisa dipakai. "Sekarang, suruh mereka keluar!" perintah saya. "Tetapi satu persatu. Setiap orang harus segera diikat begitu keluar. Old Death sama sekali tidak mentolerir kalau kita bertele-tele menjalankan perintahnya. Sherif pasti segera datang. Pelayan Cortesio yang berdarah Negro itu sudah pergi menjemputnya!" "Sherif?" tanya Lange keheranan. "Dia sudah ada di sini! Jadi Anda belum tahu siapa orang yang mendorong Anda tadi? Dialah sherif kita!" Dia menunjuk kepada pria berbadan kekar tadi. "Ya ampun, Sir!" kata saya. "Jadi Anda seorang sherif? Anda kepala eksekusi tertinggi di county nan indah ini? Semestinya Anda bertindak sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku. Tapi nyatanya Anda ingin mengangkat diri sebagai hakim dan ingin menjatuhkan hukuman gantung pada orang lain tanpa proses hukum? Ini kesalahan yang fatal! Tidak mengherankan, jika orang-orang Kuklux itu berani menyusup ke daerah Anda!" Tak terlukiskan betapa malunya dia. Dia tidak mampu berbuat apa-apa, selain memperlihatkan kedua giginya sekali lagi lalu berkata dengan terbata-bata, "Pardon, Sir! Saya khilaf, karena Anda memiliki tampang kriminal!" "Terima kasih! Tapi akibat kesalahan Anda sendirilah, maka kini wajah Anda lebih jelek daripada sebelumnya. Mulai sekarang jalankan kewajiban Anda dengan benar supaya Anda tidak dicurigai karena ingin menggantung orang baik-baik, dan dengan itu dikira bersekutu dengan orang Kuklux secara diam-diam!" Kini dia kembali sadar akan tugas dan tanggung jawab yang harus dipikulnya sebagai seorang sherif. "Oho!" teriaknya sambil membusungkan dada. "Saya, sherif dari county Fayett yang sangat indah ini dituduh memihak orang-orang Kuklux? Akan saya buktikan bahwa tuduhan itu tidak benar. Hukuman yang akan dijatuhkan kepada semua bajingan itu harus diputuskan malam ini juga, tidak bisa ditunda-tunda. Minggirlah, Mesch'schurs, supaya kami bisa pergi menemui mereka. Keluarlah dan pergilah ke lorong, tetapi arahkan senapan kalian ke pintu, supaya para bajingan ini melihat, siapa yang kini memegang kendali di rumah ini. Ambillah tali dan bukakan pintunya!" Perintah itu segera dilaksanakan. Enam ujung senjata berlaras ganda ditodongkan ke pintu. Kini sherif masuk ke kamar, lalu disusul Master Lange dan anaknya, Sennor Cortesio, kedua orang Jerman yang sejak awal bahu-membahu menolong kami, dan yang terakhir saya. Di luar, orang-orang berteriak dan menuntut supaya sidang dipercepat. Karena itu jendela dibuka agar mereka bisa melihat bahwa kami tengah menjalankan kewajiban kami. Kini tiang-tiang pengganjal pintu disingkirkan. Saya membuka pintu kamar. Tidak satu pun anggota Kuklux yang mau keluar lebih dulu. Saya memerintahkan kapten dan letnan untuk maju. Keduanya telah membalut tangannya yang terluka dengan sapu tangan. Selain mereka, masih ada tiga atau empat orang lain lagi yang terluka. Old Death masih duduk di atas loteng dan mengarahkan senjatanya ke bawah melalui lubang di loteng. Berkat siasatnya yang begitu cemerlang, kini kami berhasil mengikat tangan para tawanan itu ke balik punggung. Kemudian mereka digiring melewati keempat rekannya yang juga terikat, setelah dibekuk di rumah Cortesio dan dibawa ke mari. Orang-orang yang berdiri di luar menyaksikan semua yang terjadi dan segera menyambutnya dengan teriakan Hallo dan Hore. Kami masih membiarkan para tawanan mengenakan topengnya, kecuali kapten dan letnan, supaya semua bisa melihat wajah mereka. Atas permintaan dan usaha saya, maka didatangkan seorang pria yang kemudian diperkenalkan kepada saya sebagai ahli bedah. Orang ini berkata, dia mampu membalut, mengoperasi, dan menyembuhkan luka dalam waktu yang singkat. Dia akan memeriksa pasiennya. Tetapi sebelumnya dia menyuruh separuh penduduk La Grange untuk mengobrak-abrik rumah masing-masing guna mencari kapas, serat rami, kain pembalut, plester, lemak, sabun, dan barang-barang lain yang biasa diperlukan untuk mengobati orang-orang sakit. Setelah semua orang Kuklux itu diobati, maka timbul pertanyaan, ke mana mereka harus dibawa. Di La Grange tidak ada penjara yang bisa menampung sembilan belas orang sekaligus. "Bawa saja mereka ke bar di rumah makan!" sherif mengajukan usul. "Yang paling penting sekarang, urusan ini harus diselesaikan secepat mungkin. Kita akan membentuk dewan pengadilan dengan anggota yang diangkat sumpahnya lalu menjatuhkan hukuman secepatnya. Kasus yang kita tangani kali ini sangat lain. Karena itu prosedur hukumnya juga dibuat agak lain." Berita tentang acara pengadilan itu segera tersiar ke mana-mana. Maka orang datang berduyun-duyun dan berdesak-desakan masuk ke rumah makan untuk mendapatkan tempat duduk. Yang tidak kebagian tempat, terpaksa harus berdiri di tangga, di lorong dan di halaman di depan rumah makan. Mereka menyambut kedatangan orang Kuklux dengan teriakan mengancam. Karena itu para pengawal harus menjaga dengan sangat ketat supaya mereka tidak dikeroyok massa. Dengan susah payah kami berhasil mencapai bar. Ruangan itu besar tapi sangat rendah, karena dulu digunakan sebagai arena dansa. Tempat pertunjukan itu rupanya telah dipenuhi orang. Agar para tawanan bisa dibawa ke tengah maka tempat itu harus segera dikosongkan. Ketika topeng mereka dibuka, tampak jelas bahwa tidak seorang pun dari mereka yang berasal dari daerah di sekitar La Grange. Sidang pengadilan telah dibentuk. Sherif sendiri yang memimpinnya. Sidang tersebut terdiri dari seorang jaksa penuntut, seorang pembela, seorang panitera dan beberapa orang yang sudah disumpah. Susunan dewan itu membuat saya ngeri, tapi karena tuntutan masyarakat sekitar dan kasus yang unik ini, maka semuanya bisa diterima. Sebagai saksi ditampilkan Lange dan anaknya, Cortesio, kelima orang Jerman, Old Death, dan saya. Senjata para terdakwa diletakkan di atas meja sebagai barang bukti, begitu juga senapan mereka. Old Death sudah mengupayakan sehingga semua senjata yang disembunyikan di belakang istal pun dibawa ke mari. Ternyata semuanya masih berisi peluru. Maka sherif mulai membuka sidang dengan berkata, "Pengambilan sumpah para terdakwa tidak perlu dilakukan karena moral mereka sudah bobrok, sehingga gentlemen yang bermoral dan terhormat yang hadir di sini tidak pantas menerima sumpah mereka." Selain Kuklux, yang hadir di dalam rumah makan hanya orang-orang yang "memiliki pengetahuan yang teruji tentang hukum dan undang-undang, dan proses pengadilan seperti ini mereka terima dengan senang hati tanpa protes." Mereka bersorak riuh mendengar pujian sherif lalu membungkukkan badan untuk menyatakan terima kasih. Namun saya juga melihat wajah beberapa orang yang tidak senang atas pujian itu. Mula-mula para saksi diminta memberikan keterangan. Old Death maju dan menceritakan semua peristiwa secara terperinci. Kami hanya bisa menyetujuinya. Setelah itu bangkitlah "Jaksa Penuntut Umum". Dia mengulangi pernyataan kami dan menegaskan bahwa para terdakwa termasuk anggota perkumpulan terlarang yang didirikan hanya untuk menebarkan aksi-aksi teror. Mereka ingin memperkosa hukum, menggantikan dasar negara, dan melakukan kejahatan terkutuk lainnya. Semua tindakan kriminal tersebut melanggar hukum dan terancam hukuman penjara selama beberapa tahun, atau mungkin seumur hidup, atau bahkan hukuman mati. Dengan masuk menjadi anggota perkumpulan saja, orang sudah diancam hukuman minimal sepuluh atau dua puluh tahun penjara. Selain itu mereka pun terbukti menyusun suatu pembunuhan berencana atas seorang bekas pejabat dari Partai Republik, mencambuk keji dua orang yang terpandang dan ingin membakar sebuah rumah di kota nan indah ini. Dan tuduhan terakhir, mereka pun bermaksud menggantung dua orang asing yang cinta damai dan jujur. Ketika mengatakan kalimat terakhir ini, dia membungkuk ke arah Old Death dan saya. Ya, semua penduduk La Grange berhutang budi pada kami, karena berkat jasa kami, mereka terhindar dari malapetaka. Karena itu mereka menuntut, barang siapa yang bermaksud membunuh kami, harus diganjar dengan hukuman yang paling berat. Maka sherif mendesak hakim untuk menjatuhkan hukuman tanpa memberi keringanan sedikit pun. Para hakim diminta memilih beberapa orang Kuklux yang dianggap paling jahat untuk segera digantung. Sedangkan anggota yang lainnya hanya mendapat hukuman cambuk karena alasan "perikemanusiaan". Tapi mereka pun akan disekap dalam penjara seumur hidup supaya tidak lagi melakukan gerakan-gerakan yang berbahaya bagi negara atau yang meresahkan masyarakat. Tuntutan jaksa penuntut itu juga mendapat dukungan dari para bravos[Hadirin yang gagah berani]. Kepada mereka pun dia membungkuk sebagai tanda terima kasih. Setelah selesai giliran jaksa penuntut umum, kini pembela diberi kesempatan berbicara. Dia menegaskan bahwa ketua pengadilan membuat kesalahan besar, karena tidak menanyakan nama terdakwa. Padahal itu diperlukan untuk surat keterangan kematian dan surat keterangan lainnya... dia juga masih memaparkan beberapa aspek lain, dan harus saya akui, argumennya memang benar. Dia pun tidak menyangkal bahwa orang-orang Kuklux telah menyusun rencana jahat dan memang begitulah kenyataannya. Tetapi rencana tersebut belum sempat dilaksanakan, karena keburu digagalkan. Jadi mereka bersalah hanya karena mencoba melakukan kejahatan. Karena pertimbangan ini, hukuman gantung atau penjara seumur hidup tidak mungkin diputuskan. Dia bertanya pada setiap orang, apakah seseorang sudah dirugikan oleh suatu kejahatan yang masih sebatas ide atau rencana. Tak pernah ada pengadilan yang menjatuhkan keputusan untuk kasus seperti itu. Hal yang sama pun harus dipraktekkan di sini! Karena tidak ada kerugian yang diderita oleh seseorang, maka pembela mendesak agar para terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan. Dengan begitu anggota mahkamah dan semua anggota saksi yang hadir menunjukkan bahwa mereka adalah manusia bermoral dan orang Kristiani yang cinta damai. Setelah selesai, dia juga mendapat tepuk tangan, walaupun cuma sedikit. Dia membungkuk dalam-dalam, seolah-olah seluruh dunia menyambutnya dengan sorak riuh rendah. Kemudian ketua pengadilan berdiri untuk kedua kalinya. Pertama-tama dia berkata, dengan sengaja dia tidak menanyakan nama dan "kebiasaan lain" dari para terdakwa, karena dia yakin, mereka akan berbohong. Dia mengajukan usul, setelah hukuman gantung dilaksanakan, akan dibuat surat kematian yang singkat untuk semua orang tersebut. Isinya kira-kira begini: "Sembilan belas orang Kuklux ini harus digantung karena kesalahannya sendiri". Dia juga mengakui, bahwa para terdakwa hanya melakukan usaha pembunuhan, lalu mempertanyakan kembali definisi "bersalah" dalam kasus ini. Tak lupa dia juga menyinggung bahwa berkat usaha kami berdua, usaha mereka untuk membunuh berhasil digagalkan. Usaha pembunuhan itu memang berbahaya dan karena mengandung potensi membahayakan orang lain, maka pelakunya harus dihukum. Dia tidak berminat dan tidak mempunyai waktu untuk duduk berjam-jam mendengar debat antara jaksa penuntut umum dan pembela. Dia juga tidak mau lama-lama berurusan dengan komplotan itu, suatu kelompok yang memang aneh. Jumlah mereka sembilan belas orang dan bersenjata lengkap. Tetapi dengan mudah mereka dapat dikalahkan oleh dua orang asing. Sikap kepahlawanan seperti ini tentu tidak boleh dipandang sebelah mata. Dia juga dikira bersekutu dengan Kuklux. Hal itu tidak diterimanya. Dia berusaha agar orang-orang itu dipermalukan di muka umum dan menguburkan niatnya untuk menyerang kota ini sekali lagi. Dia mengajukan pertanyaan kepada anggota mahkamah, apakah para terdakwa akan dinyatakan bersalah atas usaha pembunuhan, perampokan, pencurian, penganiayaan, dan pembakaran. Dia meminta supaya jawaban tidak ditunda sampai akhir bulan Desember tahun depan, karena di depan para juri telah berkumpul orang-orang yang sudah tidak sabar lagi mendengarkan keputusan hakim. Sindirannya disambut dengan tepuk tangan meriah. Para juri pergi ke sudut ruangan dan berunding tidak lebih dari dua menit. Kemudian ketua juri memberitahukan keputusan akhir kepada sherif. Bunyinya: mereka dinyatakan bersalah. Lalu sherif berbisik-bisik dengan anggota sidang pengadilan lain untuk berunding. Menariknya, setelah perundingan itu, sherif memerintahkan orang untuk mengambil semua barang yang ada di dalam tas terdakwa, terutama yang paling dicari adalah uang. Setelah perintah itu dilaksanakan, semua uang yang terkumpul dihitung. Sherif mengangguk puas lalu berdiri untuk mengumumkan keputusan akhir. "Mesch'schurs," katanya. "Para terdakwa telah dinyatakan bersalah. Saya kira, keputusan inilah yang kalian harapkan. Saya tidak akan berkata panjang lebar karena kita telah berdebat sangat alot tentang bentuk hukuman, antara hukuman gantung dan pelaksanaannya. Tapi semua kejahatan yang mereka rencanakan tidak jadi dilaksanakan. Karena itu seperti alasan yang diajukan pembela yang dilandaskan pada rasa kemanusiaan dan nilai agama Kristiani, maka hukuman gantung terpaksa dibatalkan... " Para terdakwa menarik napas lega, hal itu terlihat sangat jelas. Dari barisan penonton terdengar beberapa suara yang tidak puas. Sherif berkata lebih lanjut, "Sudah saya katakan tadi, rencana untuk tindak kejahatan sendiri sudah mengandung bahaya. Jika kita tidak menghukum orang-orang Kuklux ini, maka paling tidak kita harus mengusir mereka pergi jauh-jauh sehingga tidak lagi menjadi sumber keresahan bagi kita. Karena itu kami memutuskan untuk mengusir mereka dari Texas dengan cara yang memalukan sehingga mereka tidak berani lagi menampakkan batang hidungnya di sini. Pertama-tama rambut dan janggut mereka harus dicukur habis. Beberapa gentlemen yang hadir di sini tentu dengan senang hati menerima tugas ini. Siapa yang rumahnya paling dekat, boleh pulang untuk mengambil gunting. Sedangkan mereka yang sama sekali tidak tahu cara menggunting rambut akan diberikan kesempatan pertama oleh sidang pengadilan untuk tugas mulia ini." Semua tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu membuka jendela dan berseru menyampaikan kepada yang berdiri di luar, "Bawa gunting ke sini! Rambut orang-orang Kuklux akan digunduli. Siapa yang membawa gunting, dia akan diizinkan masuk!" Saya menduga, semua orang yang berdiri paling belakang pasti segera berlari mengambil gunting. Dan memang benar. Dalam sekejap mata terdengar derap kaki yang disusul teriakan shears dan scissars[Inggris: Gunting besar dan Scissor: Gunting rambut]. Bahkan sebuah suara berteriak keras shears for clipping trees dan shears for clipping sheeps, yaitu gunting pohon dan gunting untuk mencukur bulu domba. "Selain itu," kata sherif lebih lanjut, "juga sudah diputuskan, bahwa orang-orang hukuman ini harus dibawa ke kapal, yang malam tadi datang dari Austin jam sebelas lewat. Besok pagi-pagi benar kapal itu akan berangkat ke Matagorda. Setibanya di sana, mereka akan dinaikkan ke kapal pertama yang berangkat meninggalkan Texas tanpa kembali lagi. Mereka dinaikkan ke dek tanpa mempedulikan siapa mereka, dari mana asal mereka dan ke mana kapal itu akan berlayar. Mulai sekarang hingga saat naik kapal nanti, mereka tidak boleh menanggalkan pakaiannya, supaya tiap-tiap penumpang bisa melihat, bagaimana kita penduduk Texas memperlakukan orang-orang Kuklux. Tangan mereka pun harus tetap terikat. Mereka baru mendapat roti dan air setelah tiba di Matagorda. Semua biaya perjalanan dibayar dengan uang hasil rampokan mereka, yang semuanya berjumlah lebih dari tiga ribu dollar. Selain itu semua barang mereka, terutama senjata, akan disita dan dilelang. Sidang pengadilan telah memutuskan bahwa hasil pelelangan itu akan digunakan untuk membeli bir dan brandy, supaya saksi-saksi yang telah bersikap kooperatif ini bersama-sama istrinya boleh minum-minum sedikit dan menari pada pesta yang akan diadakan di tempat ini setelah sidang berakhir. Kita terus berpesta hingga besok pagi dan mengiringi kepergian orang-orang Kuklux ini ke kapal dengan musik duka dan kidung-kidung ratapan. Semua tawanan hanya bisa menyaksikan kita berdansa, tapi mereka tidak boleh ikut serta atau beranjak dari tempatnya. Jika pembela ingin mengajukan keberatan terhadap keputusan itu, kami bersedia mendengarnya, tapi kami minta dengan hormat supaya dia berbicara dengan singkat. Kami masih harus mencukur kepala mereka, dan barang-barang mereka pun harus dilelang. Jadi masih banyak tugas yang harus kami kerjakan sebelum pesta dimulai." Terdengar tepukan tangan lebih keras daripada sebelumnya dan diselingi dengan teriakan-teriakan keras. Hakim ketua dan pembela harus berusaha keras menenangkan massa supaya suara pembela bisa didengarkan. "Apa yang saya katakan berikut ini bermanfaat bagi klien saya," kata pembela. "Saya kira, keputusan sidang pengadilan ini memang keras, tetapi hal itu sudah diimbangi dengan kebijaksanaan yang menetapkan bahwa uang mereka akan digunakan untuk membeli bir, brandy, dan lain-lain untuk keperluan pesta. Maka atas nama semua klien saya, saya menegaskan bahwa saya sangat setuju dengan keputusan hakim. Saya pun berharap, semoga setelah keputusan ini mereka bisa memulai hidup baru yang lebih baik dan lebih berguna di masa mendatang. Saya juga ingin mengingatkan mereka supaya jangan coba-coba datang lagi ke sini, karena saya sudah muak menjadi pembela dan terlibat dalam perkara aneh seperti ini. Untuk urusan administrasi perlu saya jelaskan, setiap klien dituntut membayar dua dollar untuk biaya pembelaan. Jadi untuk sembilan belas orang, saya harus mendapat tiga puluh delapan dollar. Tapi saya tidak perlu menulis kwitansinya, jika uang tersebut segera dibayar di hadapan semua orang yang hadir di sini. Dalam perkara ini pun saya hanya mengambil delapan belas dollar untuk diri sendiri. Sedangkan selebihnya, dua puluh dollar, akan saya berikan untuk biaya penerangan dan sewa ruangan ini. Dan supaya para pemusik pun tidak pulang dengan tangan hampa, saya mengusulkan agar setiap gentleman yang ingin berpesta harus dipungut lima belas sen untuk karcis masuk. Para ladies tentu saja tidak perlu membayar." Kemudian dia duduk kembali. Sherif pun menyatakan sependapat dengannya. Saya duduk di sana dan menyaksikan semua prosedur hukum seperti dalam mimpi saja. Jadi semuanya disetujui seperti itu? Tak ada keraguan lagi. Saya melihat pembela itu menerima uangnya dan banyak orang berlari ke rumah untuk menjemput istri masing-masing ke tempat pesta. Pada saat yang sama datang juga orang-orang yang membawa berbagai jenis gunting. Sebenarnya saya ingin marah, tetapi tidak jadi. Saya harus ikut tertawa bersama Old Death yang sudah terkekeh-kekeh menyaksikan semua kejadian itu. Orang-orang Kuklux benar-benar dicukur sampai gundul. Kemudian dimulailah pelelangan barang-barang mereka. Senjata mereka cepat sekali laku dan harganya pun tinggi. Barang-barang lainnya pun habis terjual. Tidak bisa dibayangkan betapa hiruk pikuknya suasana ketika penduduk kota itu datang-pergi dan saling berdesak-desakkan. Semua orang ingin masuk ke dalam bar, padahal ruangan itu hanya mampu menampung sepersepuluh dari semua yang hadir. Kemudian tampillah sekelompok pemusik, yang terdiri dari seorang pemain klarinet[Sejenis alat tiup], pemain biola, peniup terompet, dan seseorang dengan seruling tua. Kelompok orkes ini segera mengambil tempat di pojok dan mulai menyetel alat-alat musiknya yang kedengaran sumbang. Suatu tanda bahwa kami tidak akan disuguhi musik yang indah seperti yang diharapkan. Saya hendak pergi karena kini para ladies mulai bermunculan dalam ruangan. Namun tiba-tiba Old Death datang mendekat. Dia menjelaskan, bahwa kami berdua adalah tamu-tamu istimewa dan kami pun boleh sedikit bersenang-senang setelah melewati bahaya dan perjuangan yang keras. Rupanya sherif juga mendengar percakapan kami. Dia mendukung, bahkan mendukung dengan sepenuh hati pendapat Old Death. Dia berkata, jika kami berdua menolak untuk berdansa pada putaran pertama, maka hal itu merupakan suatu penghinaan besar bagi seluruh penduduk La Grange. Dia lalu mempersilahkan Old Death dan saya untuk berdansa dengan istri dan putrinya. Kedua wanita itu sangat pandai menari. Karena saya sudah merontokkan dua giginya dan dia beberapa kali memukul tulang rusuk saya, maka kini kami harus memulihkan kembali hubungan. Karena itu jika saya tidak memenuhi ajakannya untuk tetap tinggal, maka hal tersebut dapat menyakiti hatinya sekali lagi. Dia menyuruh supaya disediakan sebuah meja khusus untuk kami berdua. Apa yang harus saya perbuat? Sialnya, pada meja tersebut sudah duduk istri dan putrinya yang tadi sudah berkenalan dengan saya. Mula-mula hanya ikut-ikutan, terperangkap, lalu harus menanggung akibatnya! Terpaksa saya harus menerima tawarannya untuk berdansa. Mungkin saya harus membuat beberapa gerakan meluncur dan melompat. Ya, hari ini saya memang seorang pahlawan - dan detektif privat yang menyamar. Sherif yang baik itu merasa sangat senang karena telah memberikan dua kembang terindah yang dimilikinya. Dia memang menyiapkan meja khusus untuk kami, namun sialnya meja itu hanya cukup ditempati empat orang. Maka tanpa ampun kami harus duduk semeja dengan kedua ladies itu. Mereka tampak begitu anggun. Mereka dituntut bersikap anggun mengingat kedudukan suami dan ayah mereka yang begitu terpandang. Sang nyonya berusia kira-kira lebih dari lima puluh tahun. Ia merenda sebuah kemeja dari wol dan satu kali menyinggung tentang Codex Napoleon. Selanjutnya ia hanya diam membisu. Anak gadisnya yang berumur kira-kira tiga puluh tahun, membawa sebuah buku berisi kumpulan puisi. Meskipun suasana sangat gaduh, ia tetap maju dan membacakan puisinya dengan berapi-api. Ia juga menyanjung-nyanjung Old Death dengan berbagai pujian dan membandingkannya dengan Pierre Jean de Beranger. Namun ketika scout itu mengaku jujur bahwa dia tidak mengenal Sir yang disebut, maka gadis itu segera diam seribu bahasa. Ketika bir disuguhkan, kedua wanita itu tidak minum. Namun ketika sherif datang membawa dua gelas brandy, maka wajah mereka yang tadinya judes dan cemberut kini tampak kembali bersinar. Pada saat itu pejabat tinggi itu mencolek saya dan berbisik, "Sekarang saatnya untuk berdansa. Silahkan maju!" "Tapi bagaimana jika ajakan dansa yang kami ajukan ditolak?" tanya saya dengan suara senormal mungkin sehingga tidak tampak bahwa sebenarnya dalam hati saya pun menginginkannya. "Oh, tidak! Istri dan puteri saya sudah diberitahu sebelumnya." Maka saya bangkit dan membungkuk memberi hormat kepada gadis itu. Dengan sopan saya mengungkapkan perasaan bangga, bahagia, dan terhormat jika boleh berdansa dengannya. Sebagai jawaban, saya diberi buku berisi puisi yang selalu dibawanya. Old Death menggunakan cara yang lebih praktis. Dia berseru kepada istri sherif, "Nah, kemarilah, Mis'siss! Berputar ke kanan atau ke kiri, bagi saya sama saja. Terserah Anda! Yang jelas, saya akan melompat-lompat dengan kedua kaki." Bagaimana kami berdansa, atau tentang kecelakaan yang dialami oleh teman karib saya itu ketika dia jatuh ke lantai bersama istri sherif, dan bagaimana pengunjung yang hadir meneguk minuman, tidak perlu saya ceritakan panjang lebar. Cukup! Ketika hari sudah siang, semua persediaan makanan dan minuman di rumah makan sudah habis. Sherif mengumumkan bahwa uang hasil pelelangan belum dipakai semuanya. Karena itu besok atau mungkin malam ini pesta bisa diteruskan lagi. Mereka duduk atau berbaring di lantai di dalam rumah makan, di taman, atau pun di halaman depan. Kebanyakan dalam keadaan mabuk berat. Tetapi ketika sherif kembali mengumumkan bahwa para tawanan akan digiring ke pelabuhan, mereka semua segera bersiap-siap. Iring-iringan itu diatur sebagai berikut: paling depan pemain musik, kemudian disusul anggota dewan pengadilan, lalu orang-orang Kuklux yang masih tetap mengenakan pakaian kebesarannya, selanjutnya kami para saksi, dan di belakang kami Masters, Sirs dan gentlemen lain yang juga ingin ikut. Orang Amerika memang luar biasa. Apa yang mereka butuhkan selalu ada. Saya tidak tahu, dari mana mereka memperoleh dan mengambilnya begitu cepat. Namun semakin banyak orang yang ikut dalam rombongan. Kecuali para pengkhotbah dan ladies, mereka semua membawa peralatan rumah tangga yang bisa dijadikan alat musik. Setelah semua berdiri dalam barisan, sherif memberikan isyarat supaya iringan mulai bergerak. Kelompok yang berjalan paling depan segera mengumandangkan dendang yankee-doodle. Sedangkan pada bagian akhir barisan terdengar alunan musik yang hiruk-pikuk. Bagaimana mereka berteriak-teriak, bersorak-sorai dan bernyanyi, semuanya tak bisa dilukiskan. Saya seolah-olah sedang berada di antara orang-orang gila. Begitulah iringan duka itu bergerak pelan menuju ke sungai. Setibanya di sana, tawanan diserahkan kepada kapten kapal. Dia berjanji, dan kami juga percaya, bahwa para tawanan langsung dikurung. Bahkan dia menjamin, tak ada celah bagi mereka untuk bisa melarikan diri. Selain itu mereka juga dijaga ketat oleh orang-orang Jerman yang ikut berlayar. Pada saat kapal mulai bergerak, pemain musik mulai memperdengarkan lagu perpisahan yang sangat memilukan. Dan yang lainnya pun mulai menabuh "instrumen" yang tadi dibawanya dari rumah. Ketika semua mata mengiringi kepergian kapal, saya menggamit lengan Old Death dan mengajaknya pulang bersama Lange dan anaknya ke rumah. Setelah tiba di sana, kami memutuskan untuk beristirahat sebentar. Tapi ternyata kami tidur lebih lama daripada yang direncanakan. Ketika saya bangun, saya melihat Old Death sudah terjaga. Dia tidak dapat tidur karena sakit di pangkal pahanya. Saya sungguh terkejut ketika dia mengatakan bahwa hari ini kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Dia merasa sakit akibat jatuh ketika berdansa tadi malam. Kami menyuruh orang memanggil ahli bedah. Ahli bedah itu datang lalu memeriksa pasiennya. Menurutnya, tulang kaki Old Death terlepas dari posisinya dan harus dikembalikan. Rasanya saya ingin menjewer kuping dukun itu. Berjam-jam dia menarik-narik kaki Old Death lalu mengatakan bahwa kami pun bisa mendengar bunyi tulang-tulang yang berderak. Kami segera memasang telinga, namun tidak mendengar apa-apa. Scout itu pun tidak merasa sakit ketika kakinya ditarik-tarik. Karena itu saya mendorong dukun itu ke samping lalu memeriksa pangkal paha Old Death. Di sana tampak memar biru yang mengitari luka. Saya yakin, Old Death hanya terkilir dan lukanya tidak begitu parah. "Kita harus mengolesinya dengan minyak gosok atau spiritus. Mungkin cara itu bisa menolong Anda," kata saya. "Ya, setidaknya hari ini Anda harus beristirahat. Tapi sayang, Gibson mendapat kesempatan untuk melarikan diri!" "Melarikan diri?" tanya si Tua. "Jangan khawatir, Sir! Jika orang memiliki hidung seekor anjing berburu, seperti saya, maka jejaknya pasti bisa diendus sampai ke mana pun. Dan dia tidak akan berhenti sebelum buruannya tertangkap. Percayalah!" "Saya percaya. Tapi Gibson dan Willian Ohlert tentu sudah terlalu jauh di depan kita." "Kita masih bisa mengejarnya. Dalam perhitungan saya, kita mungkin menangkapnya satu hari lebih awal atau lebih lama. Tapi yang jelas dia akan tertangkap. Jangan putus asa! Sherif yang terhormat itu mengacaukan rencana kita dengan pesta dan anak bininya. Tapi percayalah, saya akan memperbaiki kesalahan ini. Orang menyebut saya Old Death. Dan Anda tahu, apa arti nama itu, bukan?" Hati saya senang mendengarnya. Saya percaya kepada si Tua dan saya yakin, dia tidak berbohong. Karena itu saya berusaha meredam kekhawatiran yang tidak perlu. Saya tidak dapat meneruskan perjalanan sendirian. Itulah sebabnya saya sangat senang ketika kami makan siang, Master Lange berkata bahwa dia pun hendak pergi bersama kami karena arah tujuan kami sama. "Saya dan anak saya tidak akan menyusahkan Anda," katanya. "Saya mahir berkuda dan menembak. Seandainya di tengah jalan kita berpapasan dengan penjahat kulitputih dan kulitmerah, jangan takut, kami tidak akan lari. Jadi apakah Anda keberatan jika kami ikut? Katakan!" Tentu saja kami tidak keberatan. Kemudian datanglah Cortesio yang ternyata tidur lebih lama daripada kami. Dia ingin menunjukkan kedua kuda yang ingin kami beli. Walaupun masih pincang, Old Death bergegas ke halaman. Dia ingin melihat sendiri kuda-kuda itu. "Master muda ini pernah mengatakan, dia pandai menunggang kuda," ujarnya. "Namun kita tahu, apa artinya. Saya sendiri tidak yakin bahwa dia tahu banyak tentang kuda. Jika saya ingin membeli seekor kuda, maka kadang-kadang saya memilih seekor yang kelihatan jelek. Tetapi tentu saja saya tahu, kuda pilihan saya itulah yang terbaik. Hal seperti ini sudah sering saya lakukan." Saya harus menunggangi semua kuda yang ada di dalam istal itu satu persatu di hadapannya. Dia mengamati setiap gerak-gerik binatang itu dengan seksama. Tapi sebelumnya, dengan berhati-hati dia telah menanyakan harga tiap-tiap kuda. Dan apa yang tadi dikatakannya memang benar-benar terjadi: dia tidak memilih kedua kuda yang sebenarnya disiapkan untuk kami. "Kuda-kuda itu kelihatan bagus, tapi jelek," katanya. "Setelah ditunggangi beberapa hari, binatang itu sudah loyo. Tidak, kita mengambil kedua kuda tua itu. Aneh, harganya pun begitu murah." "Tetapi kuda-kuda itu hanya cocok untuk menarik pedati!" kata Cortesio. "Anda tidak mengerti, Sennor! Itulah sebabnya Anda berpendapat demikian. Kuda-kuda itu adalah kuda prairie yang tidak terpelihara dengan baik, namun kegesitannya tidak berkurang. Dalam perhitungan saya, kuda-kuda itu akan tetap tegar menghadapi berbagai rintangan. Kami membelinya. Habis perkara!" PERAMPOKAN KERETA API Sejak pagi-pagi buta saya sudah berkuda dan menempuh jarak yang cukup jauh. Kini saya merasa agak letih. Sementara itu matahari berada tepat di atas kepala dan memancarkan sinar yang sangat terik. Karena itu saya memutuskan untuk berhenti dan melepas lelah sambil menikmati santap siang. Di hadapan saya terbentang hamparan padang prairie yang luas tak bertepi, membentuk deretan-deretan bukit kecil. Sudah lima hari, semenjak rombongan kami diceraiberaikan oleh kawanan Ogellallah, saya belum pernah melihat binatang ataupun manusia. Lambat laun muncul kerinduan dalam hati saya untuk bertemu dan berbicara dengan seseorang. Saya hanya ingin mengecek apakah saya masih sanggup berbicara dengan baik setelah sekian lama tidak membuka mulut. Di tempat ini tidak terlihat adanya sungai ataupun mata air. Hutan dan semak belukar pun sangat jarang. Saya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan tempat yang menurut saya paling baik untuk beristirahat. Pada sebuah dataran yang cekung, saya melompat dari kuda lalu menambatkannya, kemudian melepaskan selimut dari punggungnya. Setelah itu saya mendaki ke atas sebuah bukit kecil kemudian duduk di sana. Kuda saya harus tetap dibiarkan di bawah agar tidak terlihat seandainya ada musuh mendekat. Saya sendiri harus berada di ketinggian supaya bisa mengamati daerah di sekitarnya. Di tempat itu pun orang akan sulit melihat saya, karena saya berbaring di tanah. Saya memang harus berhati-hati. Dulu kami berangkat bersama dalam rombongan yang terdiri dari dua belas orang. Kami meninggalkan tepi dataran ini lalu turun melalui bagian timur Rocky Mountains menuju ke Texas. Pada waktu itu suku-suku Sioux meninggalkan perkampungannya setelah beberapa prajuritnya terbunuh dan sekarang mereka ingin membalas dendam. Dan kami tahu hal itu. Kami menggunakan semua siasat, tapi pada akhirnya kami toh tetap saja jatuh ke tangan mereka. Setelah pertempuran sengit dan berdarah yang menewaskan lima orang dari rombongan kami, kami lari tercerai-berai ke seluruh penjuru padang prairie. Karena kami tidak menghilangkan semua jejak, maka orang-orang Indian pasti tahu bahwa kami pergi ke arah selatan. Dan dapat dipastikan, mereka akan mengejar kami. Jadi, yang paling penting sekarang adalah orang harus membuka mata lebar-lebar seandainya tidak ingin kembali bernasib sial. Karena bisa jadi, pada suatu malam orang tidur di balik selimut hangatnya dan keesokan harinya dia harus pergi ke padang perburuan abadi tanpa scalp di kepalanya. Saya duduk lalu mengeluarkan sepotong dendeng bison. Sebagai ganti garam, saya menaburkan bubuk mesiu di atasnya lalu mencoba mengunyahnya sampai bahan sekeras kulit itu bisa masuk ke dalam perut. Setelah itu saya mengambil salah satu 'hasil racikan sendiri' lalu menyulutnya dengan api dengan menggunakan punks (pemantik prairie, sejenis batu api). Dengan nikmat saya mengepulkan asap dari mulut, seolah-olah saya seorang petani Virginia yang mengisap tembakau terbaik dari Goosefoot[Sebuah merk rokok] sambil mengenakan sarung tangan halus. Saya berbaring di atas selimut. Tidak lama kemudian tanpa sengaja saya menoleh ke belakang dan melihat sebuah titik kecil di kaki langit. Titik itu bergerak lurus ke arah saya melalui jalan yang tadi saya lewati. Dengan cepat saya melompat dari bukit lalu merebahkan diri di tanah sehingga seluruh tubuh saya terlindungi. Setelah saya perhatikan lebih teliti, ternyata bayangan yang semakin mendekat itu adalah seorang penunggang kuda yang - menurut istilah orang Indian - bertengger terlalu maju di atas kudanya. Ketika saya mula-mula melihatnya, jarak kami kira-kira satu setengah mil inggris[Satu mil inggris sekitar 1.609 meter]. Kudanya bergerak begitu lamban sehingga dia membutuhkan hampir setengah jam untuk menempuh jarak itu. Sekali lagi saya memandang ke sana. Saya benar-benar terkejut karena melihat ada empat titik lain yang bergerak persis di belakangnya dan melalui jalan yang dilewatinya. Saya tergerak untuk terus memperhatikannya dengan lebih seksama. Penunggang kuda yang di depan adalah seorang kulitputih, seperti yang terlihat jelas dari pakaiannya. Barangkali dia dikejar oleh orang-orang Indian. Saya mengeluarkan teropong. Ternyata saya tidak keliru. Kini mereka semakin dekat dan melalui teropong, saya bisa mengenali dengan jelas senjata dan tato pada sekujur tubuh mereka. Mereka adalah orang-orang Ogellallah, kelompok paling brutal dan paling kejam dari suku Sioux. Mereka menunggangi kudanya begitu gesit, sementara itu kuda si kulitputih tampaknya bukanlah hewan yang luar biasa. Sekarang dia semakin mendekat sehingga saya bisa mengamatinya lebih jelas. Orang itu mempunyai potongan tubuh kecil, kurus kering, dan mengenakan sebuah topi tua dari bulu binatang di atas kepalanya. Topi tersebut sama sekali tidak memiliki caping. Hal itu memang tidak aneh di padang prairie. Tetapi justru kekurangan ini menonjolkan cacatnya yang segera terlihat oleh saya; dia tidak memiliki telinga. Di tempat yang semestinya ada telinga, terlihat bekas-bekas penganiayaan yang kejam. Ya, telinganya sudah dikerat. Di atas pundaknya tersampir sehelai selimut besar yang menyelubungi seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan kakinya yang kurus. Kaki itu terbungkus oleh sepasang sepatu yang aneh. Di Eropa, orang pasti sudah tertawa melihat sepatu seperti ini. Sepatu itu terbuat dari sejenis pembalut kaki yang biasa dibuat dan dipakai oleh orang-orang Gaucho di Amerika Utara. Proses pembuatannya sangat sederhana: kulit dari bagian pinggang kuda disayat lalu dipasang pada kaki seseorang selagi kulit itu masih basah lalu dibiarkan hingga kering. Kulit tersebut akan menempel erat lalu mengeras pada bagian kaki hingga pergelangan kaki, sehingga akan membentuk semacam pembalut kaki. Sepatu ini memang sangat unik karena bagaimanapun juga pemakainya tetap menginjak tanah dengan telapaknya. Pada pelana kudanya tergantung sebuah benda. Bentuknya seperti senapan, tetapi tampaknya lebih menyerupai kayu lapuk yang sering dijumpai orang di hutan. Dia menunggangi seekor kuda betina yang sangat tua dan mempunyai kaki mirip kaki unta. Kuda itu sama sekali tidak berekor. Kepalanya tampak lebih besar daripada ukuran rata-rata, dan telinganya begitu panjang sehingga orang pasti akan terkejut begitu melihatnya. Binatang itu tampak seolah-olah tersusun dari berbagai bagian tubuh kuda, keledai, dan unta. Waktu berlari, kepalanya menjulur begitu rendah ke tanah. Dan seolah-olah karena terlalu berat, telinganya jatuh terkulai di kepalanya, seperti telinga anjing laut dari Newfoundland. Dalam keadaan normal atau apabila orang belum pernah mengalami hal seperti itu, maka dia pasti akan menertawakan kuda beserta penunggangnya. Tapi tidak demikian halnya dengan saya. Walaupun penampilannya tergolong aneh, di mata saya dia tampak seperti seorang westman yang baru bisa dinilai setelah orang mengenalnya lebih dekat. Dia sama sekali tidak tahu bahwa di belakangnya ada empat orang musuh besar para pemburu prairie. Jika tahu pasti dia tidak akan memacu kuda begitu lamban tanpa rasa takut. Dan sesekali dia pun harus menoleh ke belakang. Sekarang dia sudah berada pada jarak seratus langkah dan mencapai jejak saya. Saya tidak bisa mengatakan apakah dia atau kudanya yang lebih dulu melihat jejak tersebut. Yang jelas, tiba-tiba kuda itu berhenti dengan sendirinya lalu menurunkan kepalanya lebih rendah ke tanah dan menelusuri jejak kuda saya. Sementara itu telinganya yang panjang dikibas-kibas, kadang ke atas kadang ke bawah, lalu ke depan dan ke belakang. Kelihatannya seolah-olah ada tangan yang menggerak-gerakkan kedua telinga tersebut. Penunggangnya ingin turun untuk memeriksa jejak lebih teliti. Tetapi dengan itu dia hanya membuang-buang waktu karena kini bahaya semakin dekat. Karena itu saya mengingatkan dia dengan berteriak, "Hallo, hai Bung! Paculah terus kuda Anda dan datanglah kemari!" Saya mengubah posisi berbaring saya sehingga dia bisa melihat saya. Kudanya menegakkan kepala dan meninggikan telinga lurus ke depan, seolah-olah bisa menangkap seruan saya dengan tepat. Sementara itu ia mengibas-ngibaskan ekornya yang pendek dan tak berbulu. "Hallo, Master," jawabnya. "Jagalah suara Anda dan bicaralah sedikit lebih halus. Di padang sepi ini kita tidak tahu dengan pasti apakah di sini atau di sana ada orang yang sebenarnya tidak perlu mendengar suara Anda! Ayo, Tony!" Kuda betina itu kemudian bergerak sesuai perintah dan berhenti dengan sendirinya di dekat kuda saya. Setelah melihat kuda saya, dengan angkuh dan aneh binatang itu membalikkan bagian tubuhnya yang oleh orang-orang kapal biasa disebut buritan. Kuda itu memang termasuk kuda tunggangan yang hanya hidup untuk pemiliknya dan tidak akan patuh kepada perintah orang lain. Karena itu tak mungkin ia bisa ditunggangi orang asing. Kuda seperti ini banyak ditemui di padang prairie. "Saya tahu, seberapa keras saya boleh berbicara!" jawab saya. "Dari mana Anda datang dan ke mana Anda mau pergi, Master?" "Itu sama sekali bukan urusan Anda!" jawabnya. "Oh ya? Tampaknya Anda tidak terlalu sopan, Master. Saya sudah bisa mengatakan demikian walaupun baru beberapa saat saya bercakap-cakap dengan Anda. Tapi harus saya akui terus terang, saya sudah terbiasa mendengar jawaban seperti itu jika saya bertanya kepada seseorang!" "Hmmm, ya! Kelihatannya Anda seorang gentleman yang tahu sopan santun," jawabnya sambil memandang saya dengan tatapan sinis. "Kalau begitu saya akan memberikan jawaban seperti yang Anda minta!" Dia menunjuk ke belakang dan kemudian ke depan. "Saya datang dari sana dan hendak pergi ke sana." Orang itu mulai menarik perhatian saya. Barangkali dia mengira bahwa saya adalah seorang pemburu amatir yang mau bergabung dengan kelompoknya. Seorang westman sejati tidak akan mempedulikan penampilannya dan secara terang-terangan dia menentang semua hal yang berhubungan dengan kebersihan. Setiap orang yang pernah mengembara selama bertahun-tahun di daerah Barat tidak akan berpikir untuk mengurus penampilannya, apalagi mau berhias diri. Malahan dia menganggap orang-orang yang berpakaian rapi sebagai greenbill [Si Bill yang masih hijau. Anak bawang. Julukan untuk orang yang belum berpengalaman] dan mereka sama sekali tidak bisa diandalkan. Ketika masih berada di Benteng Wilfers, saya mengenakan pakaian bersih dan seperti biasanya saya pun merawat kebersihan senjata saya. Karena kedua alasan inilah maka di mata seorang pemburu sabana, saya tidak cocok dianggap sebagai westman sejati. Namun demikian saya tidak merasa tersinggung melihat sikap orang asing ini. Maka saya menanggapinya dengan menunjuk ke arah depan seperti yang tadi dilakukannya sambil berkata, "Kalau begitu pergilah segera 'ke sana'. Tetapi waspadalah terhadap empat orang Indian yang terus membuntuti Anda dari belakang! Apakah Anda tidak melihat mereka?" Dari balik matanya yang bening dan tajam, dia menatap saya dengan pandangan heran bercampur geli. "Saya tidak melihat mereka? Hihihihi! Empat orang Indian di belakang saya dan saya tidak tahu! Di mata saya, Anda misalnya kelihatan seperti orang aneh! Orang-orang itu telah mengejar saya sejak pagi tadi. Tetapi saya tidak perlu menoleh untuk melihat mereka karena saya tahu siasat yang dipakai kulitmerah itu, Mesch'schurs. Selama hari masih siang, mereka tetap mengikuti saya dari jauh. Tetapi begitu saya membaringkan diri untuk tidur pada malam hari, mereka akan mendekati saya. Akan tetapi mereka misalnya pasti telah salah membuat perhitungan, karena saya akan mengambil jalan melingkar dan akan kembali lagi persis di belakang mereka. Hanya saja sampai sekarang saya belum menemukan dataran yang cocok. Tetapi di sini, di bukit-bukit ini akhirnya saya bisa menerapkan rencana itu. Jika Anda ingin belajar dan melihat bagaimana seorang westman tua menghadapi redmen (orang-orang kulitmerah, Indian), maka Anda boleh tinggal di sini dan menunggu sepuluh menit lagi. Namun Anda harus duduk tenang di sini, karena orang seperti Anda misalnya tidak biasa menyentuh tubuh orang Indian yang berbau busuk! Come on,Tony!" Tanpa mempedulikan saya, dia memacu kudanya pergi. Setengah menit kemudian dia dan kudanya yang aneh itu sudah menghilang di balik bebukitan. Saya bisa memahami rencananya. Apabila dikejar seperti dia, saya pun akan melakukan yang sama. Jadi dia ingin berjalan memutar lalu tiba-tiba menyergap para pengejarnya dari belakang. Tetapi dia harus mendekati mereka secara diam-diam, dan hal ini sebaiknya dilakukan sebelum mereka bisa membaca taktik yang akan diterapkannya, yakni dengan mengubah haluan. Untuk maksud ini sebenarnya dia hanya perlu bersembunyi di balik bebukitan. Selain itu rasanya lebih baik kalau dia tidak mendekati orang-orang Indian itu dari belakang tetapi mengambil jalan agak memutar dan membiarkan mereka lewat. Hingga kini mereka bisa mengamati dia dengan seksama, sehingga mereka tahu, betapa besar jarak di antara mereka. Tetapi mereka tidak menduga bahwa jarak itu makin mengecil. Empat lawan satu. Situasi ini memaksa saya untuk menggunakan senjata. Karena itu saya memeriksa senjata saya kemudian menunggu apa yang terjadi selanjutnya. Dari waktu ke waktu kelompok Indian makin mendekat. Mereka berkuda secara beriringan, satu di depan yang lainnya. Ketika mereka hampir tiba di tempat berpadunya jejak kaki si kerdil itu dengan jejak saya, salah seorang dari mereka yang berkuda paling depan segera menghentikan kudanya kemudian berbalik. Tampaknya mereka merasa aneh karena jejak kulitputih yang mereka kejar kini tiba-tiba menghilang. Maka mereka saling merapatkan kepala dan berembuk sejenak. Sebenarnya saya bisa langsung menembak mereka dengan Senapan Pembunuh Beruang. Tapi hal itu tidak perlu karena sekonyong-konyong terdengar bunyi tembakan, dan pada detik berikutnya terdengar sekali lagi. Dua orang Indian jatuh terjungkal dari kudanya dan langsung tak berkutik. Pada saat yang sama terdengar sebuah pekikan keras yang membahana. "O ... hi ... hi ... hiii!" terdengar pekikan dengan suara kerongkongan seperti yang biasa dibunyikan orang-orang Indian sebelum membantai musuhnya. Tetapi kali ini pekikan itu bukan berasal dari orang Indian, melainkan dari pemburu kerdil tadi. Dia kemudian menampakkan diri dari balik bukit terdekat. Sesuai dengan rencananya, dia menghilang di belakang saya dan kini muncul lagi di depan saya. Dia berbuat seolah-olah hendak melarikan diri setelah melepaskan dua kali tembakan. Sekarang kudanya berperangai sangat lain. Kakinya diangkat tinggi-tinggi sehingga rumput di tempat itu tercabut. Kepala dan telinganya kembali tegak. Kulit dan bulu-bulu di tubuhnya pun berdiri tegang. Penunggang kuda dan kudanya kelihatan seperti saling memahami. Penunggangnya mengayun-ayunkan senjatanya kemudian mengisinya dengan peluru, sementara itu dia terus berlari bersama kudanya. Bisa dipastikan, ini bukan kali pertamanya dia menghadapi persoalan seperti itu. Di belakangnya terdengar dua tembakan susulan. Ternyata kedua orang Indian menembaknya, tapi peluru mereka tidak mengenai sasaran. Mereka pun berteriak penuh amarah, lalu mencabut tomahawk dan mengejar dia. Tetapi pada saat itu dia sudah selesai mengisi peluru dan tiba-tiba membalikkan kudanya. Tampak seakan-akan kuda itu turut memahami maksud penunggangnya. Binatang itu lalu berhenti, berdiri tegak dan tidak bergerak sedikit pun seperti sebuah tiang kokoh. Dia menaikkan senjatanya dan membidik sebentar. Pada detik berikutnya kembali senjatanya meletus dua kali, tanpa membuat kudanya goyah. Kepala kedua orang Indian tadi tertembus peluru. Hingga saat itu jari telunjuk saya masih berada pada pelatuk senjata tetapi saya tidak menariknya, karena si kerdil tidak membutuhkan pertolongan saya. Sekarang dia melompat turun dari kudanya untuk memeriksa orang-orang Indian yang mati. Saya berjalan mendekatinya. "Jadi, Sir, sekarang Anda misalnya tahu, bagaimana saya mengelabui bedebah-bedebah kulitmerah ini, bukan?" katanya kepada saya. "Thank you, Master! Saya sudah melihatnya. Ternyata orang bisa belajar sesuatu dari Anda," jawab saya sambil tersenyum. Senyum saya kelihatannya salah dimengerti oleh orang itu. Dia menatap saya dengan tajam kemudian berkata, "Atau barangkali sayalah yang harus belajar dari Anda?" "Saya kira, tadi Anda tidak perlu mengambil jalan melingkar. Di dataran seperti ini rasanya cukup apabila orang bersembunyi di balik bukit-bukit kecil ini sehingga musuh akan mendapat kesan bahwa dia telah berada jauh di depan. Setelah itu dengan mudah dia bisa kembali melalui jalan yang tadi dilewatinya. Berjalan melingkar lebih cocok seandainya orang berada di dataran yang rata atau di padang prairie yang terbuka." "Hei, dari mana Anda tahu semuanya? Siapakah Anda sebenarnya, he?" "Saya seorang penulis buku." "Anda . penulis . buku?" karena terkejut bukan kepalang dia mundur selangkah lalu memandang saya dengan heran bercampur kasihan, "Apa Anda sakit, Sir?" Dia berkata sambil menunjuk dahinya, sehingga saya bisa memahami, penyakit apa yang dimaksudkannya. "Tidak!" jawab saya. "Tidak? Mungkin seekor beruang bisa mengerti Anda, tetapi saya tidak! Saya menembak seekor karena saya ingin makan dagingnya. Apa alasan Anda menulis buku?" "Supaya dibaca orang." "Sir, jangan marah, tetapi hal itu merupakan tindakan paling bodoh yang pernah ada! Barangsiapa yang ingin membaca buku, dia bisa mengarangnya sendiri. Dan semua anak kecil pun misalnya tahu. Saya juga tidak menembak binatang buruan untuk orang lain! Jadi, hmmm, ya, Anda seorang book-maker? Tapi untuk apa Anda datang ke padang sabana ini, he? Apakah Anda misalnya ingin menulis buku tentang daerah ini?" "Saya baru akan menulisnya kalau sudah kembali ke rumah. Saya akan menceritakan semua peristiwa yang saya alami dan saya lihat. Dan ribuan orang akan membacanya. Mereka akan mengetahui apa yang terjadi di padang prairie ini dan tidak perlu datang sendiri ke sini untuk menyaksikannya." "Jadi Anda juga akan menceritakan tentang saya?" "Tentu saja." Lagi-lagi dia mundur selangkah. Kemudian dia maju mendekati saya, meletakkan tangan kanan pada gagang pisau Bowie-nya , dan sambil memegang lengan saya dengan tangan kiri, dia berkata, "Sir, di sana kuda Anda. Naiklah segera ke punggungnya dan tinggalkan tempat ini secepatnya sebelum ujung pisau yang dingin dan tajam ini menancap di tubuh Anda! Orang tidak boleh mengumpat atau menyentuh tubuh Anda karena seluruh dunia pasti akan tahu. Sekarang enyahlah dari sini!" Pemburu kecil itu hanya setinggi bahu saya, walaupun demikian dia mengancam dengan sungguh-sungguh. Ini tentu saja membuat saya merasa lucu, tetapi saya tidak memperlihatkannya. "Saya berjanji hanya menceritakan yang baik-baik tentang Anda!" kata saya. "Pergilah sekarang! Sudah saya katakan dan itu tidak akan ditarik kembali!" "Kalau Anda tidak mau, saya berjanji tidak akan menulis tentang Anda!" "Sama saja! Orang yang duduk dan menulis buku untuk orang lain adalah orang gila. Dan orang gila tidak akan menepati janji. Jadi berangkatlah, Bung! Jika tidak saya akan segera naik darah dan akan mengambil tindakan yang pasti tidak menyenangkan Anda." "Tindakan apa?" "Anda akan segera lihat!" Saya melihat dia tersenyum dengan mata yang memancarkan amarah. Lalu saya berkata dengan tenang, "Kalau begitu, baiklah kita akan melihatnya!" "Lihatlah ke sini! Apakah Anda tertarik dengan pisau tajam ini?" Dengan gerakan cepat, saya membekuknya lalu mencengkeram kedua tangannya ke belakang dan menekan punggungnya dengan tangan kiri. Lalu saya menarik tubuhnya ke arah saya sambil mendorong pergelangan tangannya ke atas. Karena kesakitan dia berteriak dan pisau di tangannya pun jatuh. Serangan yang tak terduga ini membuat si kerdil tidak berdaya. Sebelum dia sempat memberikan perlawanan, saya sudah mengikat kedua tangannya ke belakang dengan menggunakan tali dari kantong peluru. "All devils!" teriaknya. "Apakah Anda sudah gila! Apa yang hendak Anda lakukan misalnya terhadap saya?" "Halllooo, Master, jagalah suara Anda dan bicaralah sedikit lebih halus," jawab saya meniru perkataannya tadi. "Di padang ini kita tidak tahu pasti apakah di sini atau di sana ada orang yang sebenarnya tidak perlu mendengar suara Anda!" Saya melepaskan dia dan dengan gerakan cepat menyambar pisau serta senjatanya yang sebelumnya dia letakkan di tanah ketika memeriksa mayat. Dia mencoba melepaskan ikatan di tangannya dan berjuang keras sampai mukanya memerah. Tetapi dia tidak berhasil melonggarkan ikatan. "Jangan coba-coba membuka talinya, Master. Anda tidak akan bebas sebelum saya menghendakinya," kata saya memberikan peringatan. "Sebenarnya saya hanya ingin membuktikan kepada Anda bahwa seorang book-maker pun bisa memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin memperlakukan dia. Anda mencabut pisau hendak menikam saya, padahal saya tidak menghina atau merugikan Anda sedikit pun. Menurut hukum prairie, Anda telah bersikap curang terhadap saya, sehingga saya bisa berbuat apa saja terhadap Anda sesuai keinginan saya. Tak ada seorang pun yang bisa menyalahkan saya seandainya sekarang saya menusukkan besi yang dingin dan tajam ini ke dada Anda dan bukannya ke dada saya seperti yang Anda rencanakan tadi." "Tikamlah," jawabnya dengan nada muram. "Anda pantas membunuh saya. Anda telah berhasil mengamat-amati saya di siang bolong lalu mengikat saya tanpa ada perlawanan sedikit pun. Ini adalah sebuah aib dan seorang Sans-ear tidak tahan menanggung aib seperti ini!" "Sans-ear? Jadi Anda Sans-ear?" teriak saya tidak percaya. Banyak sekali cerita yang sudah saya dengar tentang westman terkenal ini. Tak seorang pun dari masyarakat kebanyakan yang pernah melihat dia, karena dia merasa diri tidak pantas bergaul dengan mereka. Sudah lama dia kehilangan telinganya, yakni ketika dia hidup bersama orang-orang Navajo. Karena itu dia mendapat julukan yang terbentuk dari dua kata "Sans-ear" yang artinya 'tanpa-telinga'. Dengan nama ini dia dikenal sampai ke ujung padang sabana, bahkan melewati batas-batas padang sabana. Dia tidak menjawab pertanyaan saya. Baru setelah saya mengulanginya, dia menjawab, "Nama saya tidak berkaitan dengan Anda! Apabila nama itu buruk, maka tak ada gunanya saya dipanggil demikian. Dan apabila nama itu baik, maka lebih baik saya menyembunyikannya setelah mendapat aib ini." Saya maju mendekat dan membuka tali yang mengikat tangannya. "Ini, ambillah pisau dan senjata Anda. Kini Anda bebas. Pergilah ke mana pun Anda mau!" "Jangan bergurau! Apakah saya harus membiarkan aib ini setelah saya dikalahkan oleh seorang greenhorn? Kalau saya ditaklukkan oleh orang-orang termasyhur seperti Winnetou, prajurit kulitmerah itu, atau oleh Haller yang bertubuh kekar atau bahkan oleh seorang pencari jejak seperti Old Firehand dan Old Shatterhand, maka, ya . maka .. " Saya merasa iba melihat si tua ini. Coup[Perancis: Muslihat yang mengejutkan] saya telah melukai perasaannya. Karena itu saya merasa tergerak untuk menghiburnya. Dia baru saja menyebutkan namanya, sebuah nama yang sangat terkenal di perkemahan kulitputih dan di wigwam prajurit Indian. "Saya seorang greenhorn?" tanya saya. "Apakah Anda sungguh yakin, bahwa seorang yang belum berpengalaman bisa bergurau dengan Sans-ear yang terkenal begitu tangguh?" "Jadi Anda bukan seorang greenhorn? Ya, tapi Anda kelihatan begitu rapi seakan-akan baru keluar dari toko pakaian. Senjata Anda pun terawat bersih, seakan-akan hendak dipersiapkan untuk karnaval!" "Tetapi senjata ini sangat ampuh. Saya bisa membuktikannya! Lihatlah!" Saya memungut sebuah batu dari tanah yang ukurannya dua kali lebih besar dari kepingan uang logam dollar, lalu melemparkannya ke atas. Kemudian saya segera membidiknya. Ketika batu itu mencapai titik tertinggi dan tampak seperti tidak bergerak lagi karena hendak jatuh, peluru saya mengenainya sehingga melambung lebih tinggi. Sebagai latihan, dulu saya telah mencoba ratusan kali menembak seperti itu sampai akhirnya berhasil. Kini hal seperti itu bukan lagi sesuatu yang luar biasa. Tetapi pemburu kerdil itu memandang saya dengan mata terbelalak karena begitu terpesona. "Heavens, tembakan yang sangat menakjubkan! Apakah tembakan Anda selalu mengenai sasaran?" "Dari dua puluh kali tembakan bisa dipastikan sembilan belas kali kena." "Ya, kalau begitu Anda pasti seorang terkenal. Siapakah nama Anda misalnya?" "Old Shatterhand." "Mustahil! Mestinya Old Shatterhand lebih tua daripada Anda. Jika tidak, maka pasti dia tidak disebut 'Old Shatterhand'!" "Rupanya Anda lupa, kata 'old' tidak selamanya dipakai untuk menyatakan usia." "Benar! Tetapi hmmm, jangan tersinggung, Sir. Old Shatterhand pernah disergap oleh seekor beruang grizzly secara tiba-tiba ketika dia sedang tidur. Binatang itu mengoyak dagingnya dari bahu sampai ke tulang rusuk. Syukurlah luka itu tertutup kembali, tetapi bekas luka itu misalnya pasti masih kelihatan!" Saya membuka baju dari kulit bison, juga pakaian berburu warna putih di baliknya yang terbuat dari kulit rusa. "Lihatlah!" "Astaga, Anda sungguh diserang oleh binatang itu! Pasti ke-68 tulang rusuk Anda telah terkelupas pada saat itu." "Hampir saja saya mengalami naas itu. Peristiwa tersebut terjadi di Red River. Dengan luka yang mengerikan saya terbaring seorang diri di tepi sungai selama dua minggu, di samping beruang itu, sampai Winnetou, sang Kepala Suku Apache, datang dan menemukan saya. Dialah yang memberi julukan yang tadi Anda sebutkan." "Jadi ternyata Anda benar-benar Old Shatterhand! Hmmm! Saya ingin menanyakan sesuatu. Apakah Anda berpikir bahwa saya misalnya seorang yang sangat tolol?" "Sama sekali tidak. Anda hanya khilaf karena menganggap saya seorang greenhorn. Hanya itu saja. Seorang yang belum berpengalaman tentu tidak akan melakukan penyergapan seperti itu. Sans-ear hanya dapat dikalahkan secara kebetulan." "Oho! Tetapi bagi Anda tampaknya hal itu bukanlah kebetulan. Hanya ada sedikit orang yang memiliki kekuatan seekor banteng seperti Anda. Jadi saya tidak merasa malu karena dikalahkan oleh Anda. Nama saya yang sebenarnya ialah Sam Hawerfield. Jika Anda mau menyenangkan hati saya, cukup panggillah saya dengan Sam!" "Dan Anda boleh memanggil saya Charley. Semua sahabat saya pun memanggil demikian. Mari kita berjabatan tangan!" "Topp, kita sepakat, Sir! Sam yang sudah berumur ini tidak biasanya begitu cepat menjabat tangan orang. Tapi bagi Anda saya bersedia mengulurkan tangan. Hanya saya minta supaya Anda tidak bertindak kasar sehingga tangan saya tidak hancur menjadi puding! Saya masih membutuhkannya." "Jangan khawatir, Sam! Tangan Anda bisa saja berguna bagi saya kelak. Demikian juga tangan saya selalu terbuka untuk menolong Anda. Namun sekarang saya mengulangi lagi pertanyaan saya sebelumnya. Dari mana Anda datang? Dan ke mana Anda mau pergi?" "Saya baru datang dari Canada. Di sana saya mengunjungi sekelompok lumberstrikers (para penebang kayu). Sekarang saya misalnya hendak pergi ke Texas dan Mexico. Katanya di sana terdapat banyak orang biadab yang hanya tertawa senang ketika mereka menggunakan pisau atau peluru untuk membunuh orang lain." "Saya pun sedang menuju ke sana! Saya ingin berangkat ke Texas dan California. Tapi saya tidak keberatan, seandainya saya harus singgah sebentar di Mexico. Apakah saya boleh pergi bersama Anda?" "Apakah Anda boleh? Ya, tentu saja! Anda sudah pernah menjelajahi daerah Selatan, jadi just Andalah orang yang sebenarnya saya butuhkan. Tapi katakan sekali lagi dengan serius, apakah Anda sungguh menulis buku?" "Ya." "Hmmm! Kalau Old Shatterhand menulis buku, pasti persoalannya sungguh lain daripada yang saya bayangkan. Namun saya katakan, lebih baik saya jatuh terperosok ke dalam sarang beruang dengan punggung lebih dulu daripada saya harus mencelupkan pena ke dalam tinta. Sepanjang hidup belum satu kata pun yang berhasil saya tulis. Tetapi sekarang ceritakanlah, bagaimana orang-orang Indian itu bisa datang sampai ke daerah ini! Mereka adalah suku Ogellallah dan orang harus berhati-hati terhadap mereka." Saya lalu menceritakan kepadanya semua yang saya ketahui. "Hmmm!" sahutnya. "Kalau begitu, tidak aman jika kita berlama-lama di sini. Kemarin saya menemukan jejak yang membuat saya tercengang. Saya lalu menghitungnya, paling sedikit ada enam puluh kuda yang melewati tempat itu. Keempat orang Indian ini pasti anggota kelompok itu dan mereka dikirim untuk membuat patroli keliling. Apa Anda sudah pernah berada di sini?" "Belum." "Kira-kira dua puluh mil dari sini ke arah barat terbentang padang prairie yang rata. Sepuluh mil sesudahnya terdapat sebuah sungai. Orang-orang Indian pasti pergi ke sana untuk memberi minum kudanya. Tentu saja kita harus menghindari mereka dan lebih baik kita pergi ke selatan. Kita akan tiba di sungai tersebut besok sore. Kalau kita segera berangkat, maka sebelum hari malam kita sudah tiba di rel kereta api yang dibangun dari Amerika menuju ke daerah Barat. Seandainya kita sampai pada saat yang tepat, kita bisa beruntung melihat kereta yang misalnya lewat di depan mata." "Saya siap berangkat. Namun apa yang akan kita lakukan dengan mayat-mayat ini?" "Apa yang akan kita lakukan? Tidak banyak. Kita membiarkan saja mereka tergeletak di sini. Hanya sebelumnya saya ingin mengerat telinga mereka." "Kita harus menguburkan mereka, karena apabila orang menemukannya, maka akan ketahuan bahwa kita berada di tempat ini." "Orang harus menemukan mayat-mayat ini, Charley. Saya justru menghendakinya demikian." Maka keempat mayat itu dipikulnya ke atas sebuah bukit lalu dibaringkan berdampingan. Kemudian dia memotong telinga mereka dan meletakkannya di tangan masing-masing. "Selesai, Charley! Kawan-kawannya akan menemukan mereka dan segera tahu, bahwa Sans-ear berada di sini. Dengarlah, rasanya sangat mengerikan jika telinga kita menggigil kedinginan pada musim dingin. Sekarang mereka tidak akan mengalaminya lagi. Pada suatu hari saya kurang gesit sehingga akhirnya saya ditangkap oleh kulitmerah. Saya memang bisa membunuh beberapa dari mereka, tetapi ada seorang yang berhasil lolos. Saya mengayunkan tomahawk, namun hanya telinganya yang kena. Karena itu sebelum saya dibunuh, mereka mengerat telinga saya sebagai balasan untuk menghina saya. Mereka berhasil mengambil telinga saya tapi bukan hidup saya, karena tanpa diduga-duga Sam Hawerfield bisa melepaskan diri lalu kabur. Tetapi untuk menebus kedua telinga saya ... nah, hitunglah!" Dia mengambil senjatanya dan dengan tenang memperlihatkan sejumlah garis yang terpahat di sana. "Setiap garis mewakili nyawa seorang musuh dari pihak Indian. Sekarang saya akan membuat lagi empat garis baru." Dia memahat empat garis kemudian berkata, "Yang terpahat di sini adalah nyawa kulitmerah. Sedangkan di atasnya terpahat delapan garis untuk kulitputih yang sudah merasakan peluru saya. Mengapa saya sampai melakukannya, kelak akan saya ceritakan kepada Anda. Dan dari kulitputih hanya dua orang yang masih terus saya buru. Keduanya adalah bapak dan anak. Mereka merupakan manusia paling jahat yang pernah terlahir ke dunia ini. Jika saya menemukan keduanya, maka selesailah tugas saya." Matanya yang berkilat-kilat tiba-tiba tampak berlinang. Di wajahnya yang keras terpancar ekspresi duka cita, kesedihan dan kasih sayang. Saya menduga, hati pemburu tua itu berkabung karena terkenang suatu peristiwa di masa lampau. Barangkali seperti kebanyakan orang lain, dia ingin mengubur rasa sakit atau dendamnya dengan pergi bertualang di padang rumput yang keras ini. Karena di sini seorang pemburu prairie sejati tidak mengindahkan perintah utama dari Yesus "Kasihilah musuh-musuhmu!" Dia kembali mengisi senjatanya. Senjata itu merupakan mesin tembak yang menakutkan yang banyak ditemukan di padang prairie. Lekukan pada senjata itu sudah kehilangan bentuk aslinya. Garis-garis dibuat tumpang tindih, begitu pula dengan pahatan lain. Setiap garis meninggalkan pesan bahwa senjata itu telah merenggut satu nyawa musuh. Larasnya sudah dipenuhi lapisan karat yang tebal dan kelihatan seperti sudah bengkok. Tak seorang pun yang bisa melepaskan tembakan dari besi tua itu. Tetapi di tangan pemiliknya, senjata itu tidak pernah salah sasaran. Sepanjang hidupnya dia sudah terbiasa menggunakannya dan dia tahu segala kelebihan serta kekurangan alat itu. Jika tembakan sudah dilepaskan, dia tahu pasti bahwa pelurunya akan mencapai sasaran. "Tony!" panggilnya. Kuda itu sedang merumput di sekitar tempat kami. Mendengar seruan tuannya, ia datang mendekat kemudian menekukkan lutut di sampingnya, sehingga pemburu itu hanya perlu meletakkan tangan di atas punggungnya lalu melompat ke atasnya. "Sam, Anda memiliki seekor kuda yang luar biasa! Siapa yang pertama kali melihatnya tidak akan mengeluarkan selembar dollar pun untuk membelinya. Tetapi siapa yang sudah mengenalnya akan segera tahu bahwa Anda tidak akan melepaskan kuda ini walaupun dibayar dengan seribu sovereigns[Uang logam Inggris yang terbuat dari emas dan bernilai £1, suatu nominal yang sangat tinggi]." "Seribu? Pshaw! Lebih baik katakan satu juta! Saya mengenal tambang-tambang emas di Rocky Mountains dan saya bisa meraup emas dari tempat itu. Ya, tetapi seandainya suatu saat saya menemukan seseorang yang pantas mendapatkannya, dan Sam Hawerfield menyukai pribadi orang itu, maka saya akan menunjukkan placers itu kepadanya. Karena itu saya tidak perlu melepaskan Tony karena uang. Dengarlah cerita saya, Charley! Dia yang sekarang bernama Sans-ear, dulunya adalah seorang manusia yang sangat lain, tidak seperti sekarang. Dia hidup bahagia dan sejahtera, ibarat hari yang disinari cahaya matahari dan laut yang penuh berisi air. Dia bekerja sebagai seorang farmer muda. Dia memiliki seorang istri yang begitu dikasihinya sehingga dia rela mempertaruhkan hidupnya untuk sang istri. Dia juga memiliki seorang putra. Baginya hidup sang putra seribu kali lebih bernilai daripada hidupnya sendiri. Sang istri diboyongnya pulang ke rumah dengan menunggang kuda kesayangannya. Tony nama kuda itu. Ketika kuda itu melahirkan seekor anak yang sehat dan lincah, tidak seperti kuda lainnya, mengapa ia tidak dinamai dengan Tony seperti nama induknya? Bukankah begitu, Charley?" "Ya," jawab saya terpesona mendengar kisah cinta yang begitu sederhana. Tanpa diminta dia menceritakan semuanya kepada saya dengan polos. "Well! Pada suatu hari datanglah kesepuluh kulitputih yang sudah saya ceritakan tadi. Mereka adalah komplotan bushheaders yang hanya membuat huru-hara di daerah itu. Mereka membakar lahan pertanian saya dan membunuh istri serta putra saya. Kuda saya tidak mereka bawa karena biantang itu tidak mau ditunggangi orang asing. Maka mereka menembaknya hingga mati. Hanya anak kuda yang selamat, karena kebetulan pada waktu itu ia sedang tersesat di luar. Ketika kembali dari berburu, saya menemukan binatang itu yang menjadi satu-satunya saksi dari kegetiran saya. Apa lagi yang harus saya ceritakan? Delapan orang dari penjahat itu tewas, tewas di tangan saya setelah terkena peluru dari senjata ini. Tapi kedua orang lain yang meloloskan diri itu pun kelak akan jatuh ke tangan saya. Karena jika si tua Sans-ear menemukan jejak mereka, maka dia akan terus mengejarnya sampai ke Mongolia. Mereka tidak akan luput darinya. Itulah sebabnya mengapa saya ingin pergi ke Texas kemudian terus ke Mexico. Seorang farmer yang dulu muda dan bahagia kini telah berubah menjadi seorang pemburu prairie tua yang hanya menuntut darah dan balas dendam. Anak kuda itu pun telah berubah menjadi mahluk yang kelihatan lebih mirip seekor kambing daripada seekor kuda pilihan. Tetapi sampai hari ini keduanya masih tetap bersemangat dan saling menolong sampai sebilah panah, sebutir peluru atau mungkin tomahawk mengakhiri sejarah hidup salah satu dari keduanya. Yang bertahan hidup pasti akan segera menyusul mati, entah si kuda atau saya pemiliknya, karena dia tidak bisa menahan duka cita dan kerinduan kepada sahabatnya yang hilang." Dia mengusap matanya dengan tangan. Kemudian dia naik ke atas punggung kudanya lalu berkata, "Itulah sedikit tentang kisah masa lalu saya, Charley. Anda adalah orang pertama yang saya ceritakan tentang kisah ini, walaupun saya baru pertama kali bertemu Anda hari ini. Anda juga menjadi orang terakhir yang mendengar kisah ini. Anda pasti sudah sering mendengar tentang saya. Saya pun sudah mendengar cerita tentang Anda ketika saya duduk di seputar api unggun bersama teman-teman saya atau orang lain. Karena itu saya hanya mau menunjukkan bahwa Anda bukanlah orang yang baru bagi saya. Sekarang buatlah hati saya senang dan lupakan bahwa hari ini saya dikalahkan oleh Anda! Kelak saya akan menunjukkan bahwa si tua Sam Hawerfield ini selalu siap di tempat setiap saat." Setelah melepaskan ikatan mustang, saya naik ke atas pelana kuda. Tadi dia mengatakan, kami akan pergi ke arah selatan, tetapi sekarang dia justru memacu kudanya ke arah barat. Saya tidak bertanya karena saya yakin, dia pasti mempunyai maksud tertentu yang sudah diperhitungkannya dengan matang. Saya juga tidak mengucapkan sepatah kata pun ketika dia mengambil dan membawa tombak milik keempat orang Indian tadi. Tiba-tiba saya teringat akan si tua sahabat saya, Sam Hawkens, yang juga memiliki nama depan yang sama. Kelihatannya kami sudah berjalan lumayan jauh. Selama perjalanan kami tidak bercakap-cakap sedikit pun. Tiba-tiba dia menghentikan kudanya lalu turun dan menancapkan sebilah tombak pada puncak bukit. Sekarang saya paham maksudnya. Rupanya dia ingin memasang tombak itu sebagai penunjuk jalan bagi orang-orang Indian agar mereka bisa sampai ke tempat mayat-mayat tadi. Mereka akan segera tahu bahwa dendam Sans-ear telah menelan empat korban lagi. Kemudian dia membuka tas pada pelana kudanya lalu mengeluarkan delapan potong kain keras yang dibagikan untuk saya dan dirinya. "Ambillah, Charley. Turun dan bungkuslah telapak kaki mustang Anda dengan kain ini sehingga kita tidak meninggalkan jejak sedikit pun di tanah. Orang-orang Indian pasti berpikir bahwa kita terbang dari sini melalui udara. Sekarang Anda harus terus berkuda ke selatan, sampai Anda tiba pada rel kereta. Di sana Anda harus menunggu saya. Terlebih dahulu saya harus menancapkan ketiga tombak ini, kemudian saya misalnya segera menyusul Anda dari belakang. Kita pasti akan bertemu di sana. Tapi seandainya kita tersesat, maka seorang dari kita harus memberi tanda, yakni dengan bunyi burung gagak jika saat itu hari siang atau bunyi lolongan coyote jika hari sudah malam." Lima menit kemudian saya tidak melihatnya lagi. Sambil merenung dalam keheningan saya memacu kuda menuju arah yang tadi ditunjuknya. Dengan telapak kaki yang terbungkus, kuda saya tidak bisa berlari cepat. Karena itu setelah menempuh jarak kira-kira lima mil inggris, saya turun dan melepaskan kain tersebut. Maksud kain pembungkus itu hanya untuk menghilangkan jejak kami di sekitar tempat tombak itu terpancang. Kini kuda saya bisa berlari lagi seperti biasa. Padang prairie yang saya lewati lambat laun tampak semakin rata. Di sana-sini terlihat beberapa tumbuhan berbiji dan semak-semak liar. Matahari masih berada beberapa derajat di atas horison barat. Karena itu dengan mudah saya bisa melihat sebuah garis di selatan yang membentang dari arah barat menuju timur. Itukah rel kereta yang dimaksudkan oleh Sam Hawerfield? Tentu saja. Saya segera berlari ke sana dan memastikan bahwa dugaan saya benar. Di hadapan saya terbentang rel kereta yang dibangun di atas gundukan tanah yang agak tinggi. Tiba-tiba saya dihinggapi perasaan aneh, perasaan yang tidak menentu. Setelah sekian lama akhirnya saya merasa berhubungan kembali dengan dunia maju di tempat ini. Kalau sebuah kereta mendekat, saya hanya perlu memberi tanda. Pasti kereta akan berhenti lalu saya naik; kemudian saya pun bisa pergi ke barat atau timur. Setelah mengikat kuda dengan laso, saya mencari potongan-potongan kayu kering di dalam semak belukar untuk membuat api unggun. Seonggok semak tumbuh sangat rapat pada rel kereta. Saya membungkuk untuk memungut ranting-rantingnya. Tapi saya terkejut ketika melihat sebuah palu tergeletak di tanah. Alat itu baru saja ditinggalkan, karena kepala palu itu masih mengkilat. Pasti ia baru saja digunakan. Selain itu saya pun sama sekali tidak menemukan karat pada bagian mata palu, ujung pengungkitnya ataupun pada tempat masuknya pasak. Seandainya alat itu sudah tergeletak beberapa hari dan basah terkena embun malam, maka ia pasti sudah berkarat. Karena itu bisa saya simpulkan, hari ini atau paling lama kemarin tempat ini telah didatangi orang. Pertama-tama saya memeriksa sisi seberang rel kereta, tapi tak ada yang mencurigakan. Kemudian saya naik ke atas gundukan tanah itu dan meneliti beberapa saat, tapi juga sia-sia. Tiba-tiba saya melihat seonggok semak tebal dari rumput yang berbau dan agak terpintal. Tanaman tersebut sangat menyolok mata karena jarang ditemukan. Benar, ada orang yang menjejakkan kakinya di tempat itu! Jejak itu masih baru, paling tidak ditinggalkan dua jam yang lalu. Bagian rumput yang hanya terlipat oleh tepi sepatu sudah kembali berdiri tegak. Sedangkan bagian yang terinjak oleh telapak kaki masih jelas menampakkan bentuk tumit dan jari-jari kaki. Itu adalah jejak mokassin Indian. Apa benar ada orang Indian di sekitar sini? Bagaimana saya bisa menghubungkannya dengan palu tadi? Bukankah kulitputih pun memakai sepatu mokassin? Atau mungkin ada seorang pegawai kereta yang terbiasa memakai sepatu empuk itu? Saya terus mencari dan belum merasa tenang jika saya hanya bisa menduga-duga. Yang paling penting sekarang adalah saya harus mendapatkan kejelasan. Tetapi harus saya akui, menyelidik di sepanjang rel kereta merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Bisa saja ada musuh yang bersembunyi di dalam semak-semak pada kedua sisi rel dan dari jauh mereka sudah mengamati saya di atas rel. Benar, tetapi di lain pihak palu tadi membuat saya merasa tidak tenang. Maka tanpa ragu-ragu saya mulai membuat penyelidikan. Karena saya tahu bahwa sekarang suku Ogellallah berkeliaran di daerah ini, maka saya sangat berhati-hati dengan semua hal yang kelihatan sepele. Saya menyandangkan senapan ke pundak dan menggenggam revolver di tangan. Sambil berlindung dari satu semak ke semak lain, saya terus merangkak maju. Tak ada hasil. Maka saya kembali dengan menempuh sisi lain dari rel, juga sia-sia. Penyelidikan diteruskan ke arah selatan, menuju ke tempat kuda saya merumput, lalu dilanjutkan ke arah timur. Mula-mula hasilnya nihil. Sambil membungkuk saya ingin menyeberangi rel kereta. Dengan bertumpu pada kedua tangan dan kaki, saya merangkak maju. Tiba-tiba saya melihat sesuatu yang lembab, seperti sebuah jejak dari pasir. Anehnya pasir-pasir itu membentuk figur melingkar yang kelihatan seolah-olah sengaja ditaburkan di sana. Saya kemudian mengaisnya dengan jari dan - terus terang - alangkah terkejutnya saya. Tangan saya dipenuhi lumuran darah. Pasir itu pun berwarna merah dan basah. Sambil berbaring di atas tanah, saya memeriksa lebih teliti. Baru saya tahu bahwa pasir itu ditaburkan di atas gumpalan darah. Seseorang telah dibunuh di tempat ini. Jika ini darah seekor hewan, maka orang tidak perlu repot-repot menutupinya. Tapi siapakah yang telah dibunuh dan siapa pembunuhnya? Tak ada jejak yang terlihat di situ karena tanah yang keras tidak bisa merekam jejak sedikit pun. Ketika saya mengamati semak di seberang rel yang tumbuh di dekat rumput gajah, baru saya melihat beberapa jejak kaki dan dua jejak lain. Tampaknya seseorang telah diseret dari gundukan tanah pada rel sehingga kakinya menggores di tanah. Tubuhnya dipegangi, sedangkan kakinya dibiarkan sehingga meninggalkan garis di tanah. Sangat berbahaya jika saya menyeberang ke sisi rel yang lain. Darah itu belum sepenuhnya meresap ke dalam tanah dan jejak kaki pun tampak masih baru serta belum rusak. Dugaan saya, pembunuhan ini baru saja terjadi dan sang pembunuh masih berada di dekat sini. Saya merangkak turun lalu mengambil arah yang berlawanan. Setelah agak jauh dari tempat itu, saya menyeberangi rel lalu mulai mengendap-endap menuju ke arah timur. Semuanya berlangsung sangat lambat karena saya harus menggunakan semua siasat dan keahlian. Saya juga harus mengatur semua gerakan dan posisi tubuh sedemikian rupa agar tidak terlihat oleh musuh yang mungkin saja dekat. Untunglah di tempat itu tumbuh alang-alang yang begitu rapat. Jadi, kalau saya bersembunyi di balik semak dengan hati-hati dan bisa mengamati semak berikutnya sebelum saya menyusup ke sana, maka tanpa terlihat saya akan tiba di tempat saya melihat darah tadi. Di situ tumbuh semak lentisken yang lebat dan di depannya ada sederetan pohon ceri. Sambil bertiarap saya bersembunyi di baliknya. Jarak saya ke pohon itu sekitar delapan meter. Di antara saya dan pohon ceri terbentang lahan kosong. Pohon ceri memang menghalangi saya untuk melihat dengan jelas, begitu pula semak-semak lentisken yang tumbuh rapat. Walaupun demikian tampak seolah-olah ada tubuh manusia terbaring di bawahnya. Sosok itu agak tersembunyi tapi membentuk sebuah bayangan hitam yang sangat berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Ukurannya sebesar tubuh manusia. Barangkali korban pembunuhan disembunyikan di sana? Tetapi mungkin saja dialah sang pembunuhnya. Saya harus menyelidikinya supaya tahu. Mengapa saya berani melibatkan diri dalam bahaya? Sebenarnya saya bisa menunggu sampai Sam datang kemudian dengan tenang kami meneruskan perjalanan! Tapi seorang pemburu prairie harus tahu, siapa musuh yang berada di depan, di belakang maupun di sampingnya. Selain itu dia akan menyelidiki setiap hal, yang tampak sepele sekalipun. Dengan demikian dia bisa menarik kesimpulan tentang apa yang ingin diketahuinya. Dia akan merasa lebih tenang jika mengetahui rahasia itu. Pengetahuan seperti ini biasanya diabaikan begitu saja oleh profesor maupun kaum terpelajar. Seorang pemburu prairie membuat kesimpulan dari hal yang kelihatan tidak berarti dan dianggap tidak berhubungan satu sama lain. Sementara itu orang lain yang tidak berpengetahuan mungkin akan menertawakan dia. Tapi kemudian selalu terbukti bahwa kesimpulannya tepat. Bisa jadi pada suatu hari dia berkuda menempuh jarak empat puluh atau lima puluh mil inggris, sedangkan keesokan harinya dia berjalan tidak sampai setengah mil. Hal ini karena sebelum maju selangkah, dia harus menyelidiki apakah keadaan di sekitarnya aman. Kalaupun sikap hati-hati ini tidak berguna bagi dirinya, pengalamannya bisa berharga bagi orang lain. Dia bisa menasihati mereka, memperingatkan, dan memberi petunjuk kepada mereka. Selain itu, ada dorongan dalam diri setiap manusia untuk mencari rasa aman dari bahaya dan berjuang sekuat tenaga melawan setiap kejahatan. Ini belum termasuk keberanian yang biasanya dimiliki oleh orang-orang kuat yang membuat mereka berani bertindak nekat. Saya memungut sepotong ranting, memasangkan topi saya di ujungnya lalu menggoyangkan semak-semak ceri dengan maksud menimbulkan bunyi gemerisik sehingga terlihat dari sana bahwa ada orang yang berusaha mendekat. Namun tak ada tanggapan. Barangkali tidak ada musuh di sana atau saya sedang menghadapi seseorang yang cerdik dan berpengalaman sehingga tidak mau diperdaya oleh cara seperti itu. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil resiko. Saya merangkak balik dan berhenti. Dengan dua lompatan saya sudah melewati lahan terbuka tadi dan menyusup ke dalam semak lentisken sambil menggenggam pisau yang siap ditikamkan. Di bawah timbunan ranting-ranting yang dipatahkan terbaring seseorang. Saya langsung memeriksanya, tetapi ternyata dia sudah mati. Saya menyingkirkan ranting-ranting dan tampak sebuah wajah yang mengerikan dengan kepala berlumuran darah. Dia seorang pria kulitputih dan kepalanya sudah dikuliti. Setelah memeriksa tubuhnya, saya menemukan sebuah anak panah tertancap di punggungnya. Jadi sekarang saya berurusan dengan orang-orang Indian yang sedang dalam perjalanan ke medan perang. Hal ini dapat terlihat dari anak panah itu. Apakah mereka sudah pergi atau masih berada di sekitar sini? Saya harus tahu. Di sini jejak mereka tampak jelas yakni dari rel kereta menuju padang prairie. Saya mengikuti jejak itu dengan berpindah dari satu semak ke semak berikutnya. Setiap saat bisa saja saya dipanah, karena itu saya selalu menggenggam pisau yang siap digunakan. Dari ukuran jejak kaki, saya bisa menyimpulkan bahwa mereka berjumlah empat orang, dua orang dewasa dan dua anak muda. Saya bergerak maju dengan hanya bertumpu pada ujung jari tangan dan jari kaki. Cara ini menuntut latihan yang tekun dan hanya membutuhkan sedikit tenaga. Mereka tidak berusaha menghapus jejaknya; ini karena mereka merasa tempat ini benar-benar aman. Angin bertiup dari arah tenggara, jadi berlawanan arah dengan tempat tujuan saya. Karena itu saya tak terkejut ketika mendengar suara endusan kuda. Yang dicium binatang itu pasti bukan bau tubuh saya. Saya terus merangkak maju. Akhirnya saya sampai pada tujuan atau paling kurang saya bisa mengamati dan bisa langsung pulang. Di hadapan saya berdiri kira-kira enam puluh ekor kuda di antara semak-semak. Kecuali dua ekor kuda, kuda-kuda lainnya dihiasi perlengkapan berkuda a la Indian. Kuda-kuda itu tidak berpelana. Kelihatannya pelananya sudah diambil dan digunakan sebagai alas duduk atau bantal di dekat tempat mereka beristirahat. Dua orang ditugaskan untuk menjaga kuda-kuda tersebut. Salah seorang penjaga yang kelihatan masih muda mengenakan sepasang sepatu lars dari kulit sapi yang rupanya dirampas dari orang yang tadi saya temukan tewas. Tentu saja pakaian serta semua harta korban dibagikan di antara para pembunuh itu. Jadi anak muda itu termasuk dalam kelompok empat orang tadi yang jejaknya terus saya ikuti sampai kemari. Orang-orang Indian juga sering bergaul dengan kulitputih, walaupun kulitputih tidak mengerti bahasa mereka. Karena alasan ini maka kulitmerah dan mukapucat saling berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Gerakan, isyarat serta artinya pasti dipahami oleh setiap orang yang pernah hidup di Wild West. Sering terjadi bahwa orang memakai suara apabila pembicaraan itu sangat menarik atau apabila hal yang ingin disampaikan bersifat mendesak. Ungkapan itu diiringi dengan gerakan tangan, sehingga artinya bisa dimengerti, sama seperti jika orang berbicara. Kedua penjaga tadi bercakap-cakap. Isi pembicaraan mereka tampaknya sangat menarik, karena keduanya memberi isyarat bahwa mereka sedang tidak diamati musuh. Tampak dari tatapan matanya, prajurit yang kalem dan lebih tua kurang senang. Mereka menunjuk ke arah barat lalu memberi isyarat api dan kuda. Aha . jadi artinya lokomotif atau yang biasa disebut 'kudaapi' oleh orang Indian. Lalu busurnya dipukul-pukulkan ke tanah seakan-akan mereka ingin memecahkan sesuatu atau memukul dengan palu. Ada juga gerakan membidik seperti siap menembak, gerakan menusuk dan ayunan tomahawk. Saya merasa sudah cukup memahaminya lalu saya merangkak pulang sambil berusaha sedapat mungkin menghilangkan semua jejak saya. Ini memakan waktu yang lama, bahkan sangat lama, sampai saya tiba lagi pada kuda saya. Kuda itu tidak lagi merumput sendirian, karena di sampingnya ada juga kuda Sam. Sam sendiri berbaring santai di belakang semak dan sedang mengunyah sepotong dendeng keras. "Berapa jumlah mereka, Charley?" "Siapa maksud Anda?" "Orang-orang Indian." "Bagaimana Anda bisa tahu?" "Anda menganggap si tua Sans-ear ini sebagai seorang greenhorn, seperti dia menganggap Anda kemarin? Kalau begitu Anda sangat keliru, hihihihi!" Suara tawanya terdengar tidak keras dan sangat terukur seperti yang pernah saya dengar sebelumnya. Dia tertawa jika merasa diri lebih tahu daripada orang lain. Kesamaan ini pun dijumpai pada diri Sam Hawkens yang juga biasa tertawa seperti itu. "Apa maksud Anda, Sam?" "Haruskah saya katakan kepada Anda, Charley? Apa yang akan Anda lakukan jika Anda datang ke sini dan hanya menemukan palu ini di dekat kuda, sementara itu orang yang bernama Old Shatterhand sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya?" "Saya akan menunggu sampai dia kembali." "Sungguh? Saya misalnya tidak yakin bahwa Anda sudah pergi ketika saya datang. Barangkali terjadi sesuatu pada diri Anda, karena itu saya pergi menyusul Anda." "Tetapi rencana saya bisa saja gagal lantaran kehadiran Anda. Saya pikir, Old Shatterhand tidak akan bertindak sebelum mempertimbangkan semuanya masak-masak. Berapa jauh Anda mengikuti saya?" "Mula-mula ke sana, lalu ke sana, sampai ke tempat manusia malang yang dihabisi orang Indian itu. Saya bisa bergerak cepat karena saya tahu, Anda berada di depan saya. Ketika melihat mayat tersebut, saya berpikir Anda hanya pergi untuk mengamat-amati lalu segera kembali. Makanya saya misalnya berbaring tenang menunggu Anda pulang. Jadi berapa jumlah mereka?" "Kira-kira enam puluh orang." "Sekarang sudah jelas. Mereka adalah kawanan yang sudah saya lihat jejaknya kemarin. Apakah mereka sedang dalam perjalanan ke medan perang?" "Ya." "Mereka hanya berhenti untuk sementara?" "Pelana kudanya dilepas." "Gila! Pasti mereka merencanakan sesuatu di tempat ini. Apa Anda tidak mendengar rencana mereka?" "Kelihatannya mereka bermaksud merusakkan rel kereta sehingga kereta yang lewat akan terbalik, kemudian merampoknya." "Apa Anda sedang bergurau, Charley? Hal seperti itu terlalu berbahaya bagi railroader dan para penumpangnya! Dari mana Anda tahu rencana itu?" "Saya mendengar mereka membicarakannya." "Jadi Anda mengerti bahasa Ogellallah?" "Ya, tapi hal itu tidak penting. Saya berhasil mendekati penjaga kuda dan melihat mereka bercakap-cakap dengan bahasa isyarat." "Bisa jadi Anda salah mengerti. Ulangi sekali lagi gerakan-gerakan yang Anda lihat!" Saya pun memperagakannya. Manusia kerdil itu meloncat bangkit, tapi segera menguasai diri, kemudian duduk kembali. "Kalau begitu Anda benar mengartikan isyarat itu. Kita harus menolong para penumpang kereta. Namun kita misalnya tidak boleh tergesa-gesa, karena persoalan berat ini seperti harus dipertimbangkan dengan tenang dan harus dirundingkan. Jadi ada enam puluh orang? Hmmm, pada senjata saya hanya ada tempat untuk sepuluh garis lagi. Di mana saya harus memahat garis-garis yang lain?" Walaupun situasinya menegangkan, saya hampir tertawa. Manusia kerdil ini akan menghadapi enam puluh Indian. Dia bukannya merasa cemas karena akan diserang, sebaliknya dia malah memikirkan tempat untuk pahatan baru pada senjatanya. "Berapa orang yang hendak Anda bunuh, Sam?" tanya saya. "Saya misalnya belum tahu. Namun saya pikir, paling banyak dua atau tiga orang, karena yang lainnya pasti akan melarikan diri seandainya melihat dua puluh atau tiga puluh kulitputih." Jadi seperti saya, dia pun berpikir bahwa kami akan mendapat bantuan dari pegawai kereta dan para penumpang. "Yang paling penting adalah," ujar saya memberi penegasan, "kita harus tahu kereta mana yang akan diserang. Sangat disayangkan seandainya kita salah menebak arah datangnya kereta." "Melihat isyarat mereka tadi, mereka menargetkan kereta mountain yang datang dari arah barat. Ini tentu membuat saya heran, sebab kereta yang memuat barang-barang penting yang dibutuhkan orang Indian sebenarnya kereta api dari arah timur, dan bukan dari barat. Karena itu tak ada cara lain, kita harus membagi tugas. Salah seorang dari kita harus pergi ke arah matahari terbit dan yang lain ke arah matahari terbenam." "Kalau mau berhasil tentu saja kita harus melakukan demikian supaya lebih pasti. Ya, andaikan kita tahu kapan dan dari arah mana kereta akan datang." "Siapa yang bisa tahu! Seumur hidup saya, saya belum pernah masuk ke dalam kotak yang disebut gerbong yang di dalamnya orang pun tidak leluasa menjulurkan kakinya. Saya lebih menyukai padang prairie dan Tony! Apakah Anda melihat orang Indian yang sudah mulai bekerja?" "Belum, saya hanya melihat kuda-kudanya. Tapi bisa diduga, mereka tahu kapan kereta akan lewat dan kelihatannya mereka akan merusak rel sebelum malam. Paling lama kita membutuhkan satu setengah jam untuk tiba di rel kereta, kemudian kita mengintai mereka untuk mengetahui maksud mereka." "Well, harus seperti itu!" "Tapi sebaiknya salah seorang dari kita berjaga-jaga di dekat rel kereta. Bisa jadi ada kulitmerah yang datang melalui sisi lain dari rel untuk meninjau ke sini. Setidak-tidaknya saya menduga, mereka akan merusakkan rel hingga ke sini, karena mereka memerlukan tempat yang luas untuk lokasi penyerangan." "Rasanya hal itu tidak perlu, Charley. Pandanglah Tony! Tidak pernah saya mengikat atau menambatnya. Tony adalah seekor kuda yang sangat pintar dan ia mempunyai daya penciuman yang sangat tajam serta bisa diandalkan. Pernahkah Anda menemukan seekor kuda yang tidak mendengus jika mencium bau musuh di dekatnya?" "Tidak." "Nah, hanya ada seekor kuda yang berbeda, dan kuda itu adalah Tony. Kalau seekor kuda mendengus, ia akan memberi peringatan kepada pemiliknya. Namun di samping itu musuh pun akan tahu, pertama-tama di mana kuda dan tuannya berada, dan kedua, bahwa tuannya sudah diperingatkan akan bahaya. Tapi saya melatih Tony secara lain dan kuda itu sangat memahami maksud saya. Saya selalu membiarkannya bebas merumput. Begitu mencium bahaya, ia datang mendekat dan menggosok-gosokkan moncongnya pada saya." "Dan seandainya ia tidak mencium apa-apa seperti hari ini?" "Pshaw! Angin berhembus dari tempat orang-orang Indian itu, dan Anda boleh membunuh saya apabila Tony tidak bisa mencium bau mereka pada jarak seribu langkah. Selain itu, orang-orang itu mempunyai mata yang tajam seperti elang, mungkin mereka sudah melihatnya dari jauh ketika Anda mengendap-endap sepanjang rel. Jadi tenang sajalah, Charley!" "Anda benar. Saya pun bisa mempercayai Tony seperti Anda. Saya belum lama mengenal binatang itu, tetapi saya sudah cukup yakin, kuda itu bisa diandalkan." Lalu saya mengeluarkan sebatang 'hasil racikan sendiri' dan menyulutnya dengan api. Sam membelalakkan matanya yang kecil. Mulutnya menganga lebar. Hidungnya bertambah panjang dan dia mulai menghirup aroma tembakau dengan penuh hasrat. Sementara itu di wajahnya terpancar rasa gembira. Westman ini jarang sekali mengisap tembakau yang enak dan tidak bisa menahan diri untuk segera menikmati tembakau saya. "Oh ... wonderful! Charley ...! Jadi Anda mempunyai cerutu?" "Tentu saja! Bahkan masih ada dua belas batang. Anda mau?" "Berikan kemari! Anda adalah pria yang harus disegani!" Dia menyulut cerutunya pada cerutu saya. Kemudian seperti kebiasaan orang Indian, dia menelan asapnya beberapa kali lalu menghembuskan kembali dari dalam perut. Wajahnya tampak berbinar-binar karena bahagia, seakan-akan dia berada di surga ketujuh bersama Nabi Muhammad. "Hang sorrow! Alangkah nikmatnya! Boleh saya tahu, cerutu jenis apa ini, Charley?" "Tebaklah! Bukankah Anda mengenal jenis-jenis cerutu?" "Pasti ini cerutu kegemaran saya!" "Apa itu?" "Goosefoot dari Virginia atau Maryland!" "Bukan!" "Apa? Kalau begitu untuk pertama kalinya saya keliru menebak. Pasti itu adalah cerutu Goosefoot, karena saya mengenal aroma dan rasanya." "Yang ini bukan Goosefoot!" "Kalau begitu cerutu Legittimo dari Brazil?" "Juga bukan!" "Curassao dari Bahia?" "Salah lagi!" "Kalau begitu apa?" "Perhatikan cerutu ini!" Saya mengeluarkan sebatang lagi, membuka gulungannya kemudian memberikan kepadanya lembaran pembungkus serta campuran tembakau itu. "Apa Anda sudah gila, Charley, sehingga Anda merusak cerutu seperti itu! Seorang pemasang jebakan yang sudah lama tidak merokok, bisa menukarkan lima sampai delapan lembar kulit beaver[Binatang sejenis linsang air] untuk mendapatkan cerutu itu!" "Dalam dua atau tiga hari saya akan memperoleh lagi cerutu baru." "Dalam tiga hari? Cerutu yang baru? Dari mana?" "Dari pabrik saya." "Apa? Jadi Anda memiliki pabrik cerutu?" "Ya." "Di mana?" "Di sana!" Saya menunjuk ke tempat mustang saya. "Charley, saya minta agar Anda hanya boleh bergurau dengan saya, jika gurauan itu misalnya berbobot!" "Ini bukan gurauan melainkan kenyataan." "Hmmm! Seandainya Anda bukanlah Old Shatterhand, pasti saya sudah berpikir isi kepala Anda terlalu banyak atau terlalu sedikit!" "Perhatikan dulu tembakau ini!" Dia memeriksanya dengan teliti. "Saya tidak mengenal jenis cerutunya. Tapi rasanya nikmat, sungguh-sungguh nikmat!" "Sekarang akan saya tunjukkan pabriknya!" Saya melangkah menghampiri mustang dan melonggarkan pelananya lalu mengeluarkan sebuah bantal kecil yang kemudian saya buka. "Ini, rogohlah ke dalam!" Dia menarik tangannya keluar sambil menggenggam dedaunan. "Charley, jangan menjadikan saya badut. Ini hanyalah daun-daun pohon ceri dan lentisken!" "Benar! Memang hanya ada beberapa daun ganja liar, dan lembaran pembungkusnya berasal dari sejenis tanaman yang Anda sebut sebagai verhally. Dalam bantal inilah sebenarnya pabrik tembakau. Setiap kali saya menemukan dedaunan ini, saya segera mengumpulkannya sebanyak mungkin kemudian memasukkannya ke dalam bantal lalu menyimpan bantal di bawah pelana kuda. Suhunya akan menjadi hangat sehingga daun-daun itu mengalami fermentasi. Itulah teknik yang saya pakai!" "Sungguh sulit dipercaya!" "Tetapi terbukti! Cerutu jenis ini hanya merupakan pengganti tembakau. Seorang perokok yang mempunyai langit-langit sekeras kulit bison pun hanya mampu menghisap paling banyak sekali, kemudian segera mencampakkannya. Namun jika Anda bertahun-tahun mengembara di padang sabana lalu mengisap tembakau jenis ini, maka rasanya akan sangat nikmat seperti cerutu Goosefoot. Anda bisa membuktikannya dengan pengalaman Anda tadi!" "Charley, saya semakin menyegani Anda!" "Tapi jangan ceritakan sedikit pun tentang cerutu ini, jika Anda nanti berada bersama orang-orang yang belum pernah mengembara di daerah Barat, karena nanti Anda akan dikira orang Tungus[Sebuah suku di Asia Tengah], atau orang Kirgis[Sebuah suku di Siberia dan Cina bagian utara] atau mungkin orang Tibet, karena indra pengecap dan penciuman dari suku-suku itu sudah dilapisi tar atau dipenuhi oleh lapisan nikotin!" "Dianggap sebagai orang Tungus ataupun Tibet, bagi saya tak ada bedanya, yang penting cerutu ini terasa nikmat. Lagipula saya pun tidak tahu, di belahan Bumi mana suku-suku itu hidup." Walaupun saya sudah membuka rahasia pembuatan cerutu saya, dia tidak merasa terusik dan terus menikmati cerutu itu. Malahan dia mengisapnya sampai menjadi puntung yang begitu pendek sehingga tidak bisa lagi dijepit di antara kedua bibirnya. Matahari sudah terbenam. Suasananya mulai remang dan hari mulai gelap, sehingga kami harus memikirkan rencana selanjutnya. "Sekarang?" tanya Sam. "Ya." "Bagaimana?" "Kita berangkat bersama-sama sampai di tempat kuda-kuda kulitmerah itu, lalu berpencar. Kemudian kita memata-matai perkemahan mereka dan bertemu lagi sesudahnya." "Baiklah. Apabila terjadi sesuatu sehingga kita terpaksa harus melarikan diri, maka supaya tidak tersesat, kita berlari ke arah selatan menuju ke sungai. Di tempat itu ada hutan lebat yang tumbuh mulai dari puncak gunung hingga ke padang prairie. Dua mil dari puncak gunung itu, tepatnya pada sisi selatan hutan, terdapat sebuah hutan yang menjorok masuk ke prairie dan di tempat itulah kita bertemu lagi." "Kalau begitu baiklah! Mari kita berangkat!" Saya pikir, rasanya tidak mungkin kami diceraiberaikan oleh musuh. Tetapi baik juga membuat kesepakatan seperti itu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kami pun berangkat. Sekarang hari sudah gelap, sehingga dengan aman kami bisa berjalan tegak menyeberangi rel kereta. Kami berbelok ke kiri lalu berkuda sepanjang tepi rel sambil menggenggam pisau yang siap ditikamkan jika ada bahaya menghadang. Di padang prairie mata kami sudah terbiasa melihat ke dalam kegelapan, sehingga kami bisa mengenali orang Indian yang berada beberapa langkah di depan kami. Setelah melewati mayat kulitputih tadi, kami tiba kembali di tempat, di mana sebelumnya orang-orang Indian menambatkan kuda. Binatang-binatang itu masih ada. "Anda ke kanan dan saya ke kiri!" kata Sam. Dia segera mengendap-endap menjauhi saya. Saya berbalik lalu mengendap-endap menghindari kuda-kuda itu dan tiba pada sebuah tanah lapang yang tidak ditumbuhi semak. Di sana tampak orang-orang Indian yang sedang berbaring. Mereka tidak menyalakan api unggun dan sedang bercakap-cakap. Tapi suara mereka begitu pelan, sehingga saya bahkan bisa mendengar bunyi getaran sayap kumbang di rerumputan. Agak jauh dari tempat itu, saya melihat tiga orang. Sebenarnya hanya suara merekalah yang tadi terdengar. Dengan sangat hati-hati saya merangkak ke belakang mereka. Betapa terkejutnya saya karena di antara mereka ada seorang kulitputih. Apa urusannya dengan orang-orang Indian ini? Dia bukanlah tawanan, hal ini terlihat jelas. Atau barangkali dia seorang pemburu prairie yang sebentar-sebentar bergaul dengan kulitmerah dan sebentar lagi dengan kulitputih, tergantung maksud jahat yang ingin dijalankannya. Atau bisa juga dia seorang pemburu yang setelah ditangkap orang Indian, dipaksa untuk mengambil seorang gadis kulitmerah sebagai squaw-nya dan kemudian menjadi anggota suku, supaya dengan itu dia tetap dibiarkan hidup. Namun jika demikian, maka pakaiannya, perhiasannya serta jahitannya yang bisa saya amati dalam gelap, tentu lebih menampakkan corak khas Indian. Kedua orang yang lain adalah kepala suku. Ini bisa terlihat dari bulu burung gagak yang terselip tegak di atas ikat rambut di kepalanya. Tampak pula sejumlah prajurit dari dua suku yang berbeda atau dari dua perkampungan yang dikumpulkan untuk menjalankan misi tertentu. Ketiganya duduk di pinggir tanah lapang dan sangat dekat pada sebuah onggokan semak. Hal ini memungkinkan saya mendekati mereka guna menguping isi pembicaraan mereka. Saya merangkak maju, kemudian berbaring begitu dekat, sampai-sampai tangan saya bisa menjamah mereka. Percakapan mereka terhenti sejenak. Selama beberapa menit mereka hanya diam. Kemudian bertanyalah seorang kepala suku kepada pemburu itu dengan menggunakan bahasa Inggris bercampur bahasa Indian. Orang Indian biasanya memakai bahasa campuran kalau berbicara dengan kulitputih. "Dan saudara saya kulitputih tahu pasti, bahwa kita just akan mendapatkan banyak emas yang dibawa oleh kudaapi yang akan datang?" "Ya," jawab orang yang ditanya. "Siapa yang memberitahukannya?" "Seseorang yang tinggal di kandang kudaapi itu." "Emas itu berasal dari negeri Waikur[California]?" "Ya." "Dan akan dikirimkan untuk kepala mukapucat[Presiden Amerika Serikat] yang kemudian akan memberinya keuntungan besar?" "Benar." "Kepala mukapucat tidak akan mendapatkan emas itu, sehingga dia tidak akan memperoleh keuntungan sedikit pun. Apakah ada banyak orang yang akan menunggangi kudaapi itu?" "Saya tidak tahu. Tetapi berapa pun banyaknya jumlah mereka, mereka tetap akan ditaklukkan oleh saudara saya kulitmerah bersama pasukannya yang gagah berani." "Prajurit-prajuri Ogellallah akan membawa pulang scalp mereka. Istri dan gadis-gadis akan menyambut kedatangan mereka dengan tarian suka cita. Apakah para penunggang kudaapi juga membawa banyak barang yang dapat digunakan kulitmerah? Seperti pakaian, senjata, dan callico[Sejenis kain tebal]?" "Sudah tentu, malahan lebih dari itu. Namun apakah benar, kulitmerah juga akan memberikan kepada saudaranya kulitputih sebanyak yang dia minta?" "Saudara saya kulitputih akan memperoleh emas dan perak yang dibawa kudaapi. Kami tidak memerlukannya, karena di gunung-gunung kami tersimpan butiran nugget dalam jumlah yang berlimpah-limpah, sehingga kami hanya tinggal mengambilnya. Ka-wo-mien, kepala suku Ogellallah," katanya sambil menunjuk diri sendiri, "pernah mengenal seorang mukapucat yang sangat bijaksana dan gagah perkasa. Dia mengatakan, bahwa emas tidak lebih daripada deadly dust (debu maut) dan barang itu diciptakan oleh roh jahat penghuni bumi supaya manusia dihasut menjadi perampok dan pembunuh." "Kalau begitu si mukapucat itu sudah gila. Siapa namanya?" "Dia bukan orang gila, melainkan seorang prajurit yang sangat cerdik dan berani. Orang-orang Ogellallah pernah berkumpul di sana, di dekat Sungai Broad-Fork untuk mengumpulkan scalp dari sejumlah pemburu kulit binatang yang menangkap beaver di daerah itu. Di antara mereka ada seorang kulitputih. Mereka menganggapnya gila, karena dia mengumpulkan tumbuh-tumbuhan serta menangkap kumbang, dan dia hanya datang untuk melihat-lihat padang sabana. Tetapi kepalanya dipenuhi kebijaksanaan dan tangannya dialiri kekuatan yang dahsyat. Tembakan senapannya tidak pernah meleset dan dengan pisaunya dia tidak gentar menghadapi beruang dari Rocky Mountains. Dia bermaksud mengajar kulitputih tentang cara-cara menghadapi kulitmerah, tetapi mereka malahan menertawakan dia. Karena itu mereka kemudian dibunuh dan kulit-kulit kepala mereka masih menghiasi wigwam orang Ogellallah hingga hari ini. Dia tidak lari meninggalkan saudara-saudaranya kulitputih, malahan dia membunuh banyak kulitmerah. Akan tetapi jumlah kulitmerah begitu banyak, sehingga dia berhasil dirobohkan, walalupun tubuhnya kokoh seperti sebatang pohon ek yang akan menghancurkan semuanya jika tumbang ditebang kapak woodman[Penebang kayu]. Dia lalu ditangkap dan digiring ke perkampungan suku Ogellallah. Mereka tidak membunuhnya karena dia seorang prajurit yang gagah berani dan banyak gadis kulitmerah ingin pergi ke kemahnya agar dijadikan squaw. Ma-ti-ru, kepala suku tertinggi Ogellallah, mengajukan dua pilihan: dia harus mengambil anak gadisnya untuk dijadikan istri atau dia akan dijatuhi hukuman mati. Tetapi dia malahan mencampakkan kembang prairie yang cantik itu, mencuri kuda kepala suku dan merebut kembali senjatanya lalu membunuh banyak prajurit, kemudian melarikan diri." "Sudah berapa lama peristiwa itu terjadi?" "Sejak peristiwa itu matahari kembali bersinar selama empat musim dingin." "Siapa nama orang itu?" "Tinjunya ibarat cakar beruang. Dengan tangan kosong dia berhasil menghancurkan tengkorak banyak kulitmerah dan juga beberapa mukapucat. Karena itu oleh pemburu-pemburu kulitputih, dia dinamai Old Shatterhand." Apa yang diceritakan Ka-wo-mien merupakan salah satu kisah petualangan saya di masa lampau. Sekarang saya kembali mengenali dia dan juga Ma-ti-ru yang duduk di sampingnya. Dulu keduanya pernah menangkap saya. Yang diceritakan tadi memang benar, tetapi dalam hati saya harus mengumpat, karena dia terlalu membesar-besarkan kemampuan saya. "Old Shatterhand? Saya pun mengenalnya!" jawab si kulitputih. "Dulu dia berada di hide-spot[Tempat persembunyian hasil buruan para pemburu] milik Old Firehand, ketika saya dan beberapa prajurit tangguh menyerang tempat itu untuk merampas kulit otter[Binatang sejenis berang-berang] dan beaver. Saya berhasil melarikan diri bersama-sama dua orang lain. Saya ingin sekali bertemu lagi dengan keparat itu, karena dia harus membayar kembali semua utang beserta bunganya kepada saya." Sekarang saya pun bisa mengenali orang itu. Dia adalah pemimpin para bushheaders yang dulu merampok kami. Tapi kami menyambutnya dengan cara yang sepadan, sehingga hanya tiga orang yang berhasil lolos. Dia adalah seorang perampok prairie yang lebih ditakuti daripada manusia-manusia primitif itu, karena dalam dirinya tertanam perpaduan sifat jahat dari kulitputih dan kulitmerah dengan ukuran dua kali lipat. Ma-ti-ru yang sampai saat ini tidak berkata apa-apa, mengangkat tangannya. "Celakalah dia, seandainya dia jatuh sekali lagi ke tangan kulitmerah! Dia akan diikat pada tiang siksaan dan Ma-ti-ru akan menyayat daging dari tulang-tulangnya. Dia telah membunuh prajurit Ogellallah, merampas kuda terbaik milik kepala suku, dan menolak cinta yang diberikan oleh gadis tercantik padang sabana!" Andaikan ketiga orang itu tahu, bahwa orang yang sedang mereka kecam kini sedang berbaring tiga depa di belakang mereka! "Kulitmerah tidak akan melihatnya lagi, karena dia telah menyeberangi laut menuju suatu daerah, di mana matahari terasa membakar seperti api, di mana hamparan pasirnya lebih luas daripada padang sabana, suatu tempat di mana singa-singa mengaum, dan pria boleh beristrikan beberapa wanita." Memang saya seringkali bercerita di beberapa api unggun, bahwa saya akan pergi ke Gurun Sahara. Perjalanan itu pun sudah saya lakukan. Sekarang, ketika saya mengembara keliling di padang prairie ini, saya merasa terkejut karena berita tersebut telah tersebar sampai ke telinga orang-orang Indian. Kelihatannya di daerah ini saya lebih terkenal karena mahir menggunakan pisau daripada menulis dengan pena di tanah air sendiri. "Dia akan kembali lagi," kata Ma-ti-ru. "Barangsiapa yang telah menghirup hawa prairie, dia pasti selalu merasa rindu untuk kembali lagi selama Roh Agung masih membiarkannya hidup!" Dalam hal ini dia benar. Seperti penduduk pegunungan yang tinggal di dataran rendah begitu merindukan puncak-puncak gunung dan seperti seorang pelaut yang tak sanggup berpisah dari lautan, demikian pula halnya dengan setiap orang yang sudah pernah mengembara di padang prairie. Saya memang kembali setelah perjalanan tersebut. Sekarang Ka-wo-mien menunjuk ke arah bintang. "Saudara saya kulitputih, lihatlah ke langit! Kini tiba waktunya kita pergi ke jalan kudaapi. Apakah tangan-tangan besi yang direbut prajurit saya dari pelayan kuda kulitputih itu cukup kuat untuk membongkar jalan kudaapi?" Pertanyaan ini sekaligus memberikan keterangan, siapa orang yang tadi terbunuh; tentu saja seorang pegawai kereta yang membawa peralatannya untuk memeriksa rel kereta. Alat itulah yang disebut 'tangan besi' oleh kepala suku tadi. "Tangan-tangan itu lebih kuat daripada tangan dua puluh kulitmerah," jawab si kulitputih. "Dan saudara saya tahu bagaimana menggunakannya?" "Ya. Kulitmerah harus menuruti perintah saya! Satu jam lagi kereta itu akan tiba di sini. Tapi saudara-saudara saya harus ingat sekali lagi bahwa emas dan perak akan menjadi milik saya!" "Ma-ti-ru tidak pernah berdusta!" kata kepala suku untuk meyakinkan dia lalu berdiri. "Emas itu menjadi milikmu, sedangkan semua barang lain, termasuk scalps para mukapucat, akan menjadi milik prajurit-prajurit Ogellallah yang gagah berani." "Dan kalian akan memberikan saya bagal[Peranakan kuda dan keledai] untuk mengangkut emas-emas, juga beberapa orang yang akan melindungi saya dalam perjalanan menuju Canada?" "Kamu akan mendapat bagal dan prajurit-prajurit Ogellallah akan mengantarmu hingga ke perbatasan negeri Aztlan (demikian orang Sioux menyebut Mexico). Seandainya kudaapi membawa lebih banyak barang yang berkenan di hati Ka-wo-mien dan Ma-ti-ru, maka mereka akan mengantarmu hingga ke ibukota Aztlan, tempat putramu sedang menantikan kedatanganmu, seperti yang pernah kamu ceritakan." Orang itu kemudian berseru. Tiba-tiba semua orang Indian bangkit. Saya menoleh ke belakang. Tidak jauh dari tempat saya berbaring, terdengar bunyi desiran halus yang mirip hembusan angin pada rerumputan. "Sam!" Perkataan ini saya ucapkan seperti berbisik. Tapi dia yang hanya beberapa langkah jauhnya dari saya, bisa mendengarnya. Sahabat saya yang bertubuh kerdil itu mula-mula hanya sedikit menampakkan diri tapi kemudian seluruh tubuhnya. "Charley!" Saya merangkak mendekatinya. "Apa yang Anda lihat?" tanya saya. "Tidak banyak. Hanya orang-orang Indian seperti yang Anda lihat." "Anda juga mendengar sesuatu?" "Sama sekali tidak, tak sepatah kata pun. Dan Anda?" "Sangat banyak. Kemarilah! Kita berangkat, tentu saja ke arah barat dan kita harus bergegas menuju ke tempat kuda-kuda kita." Tanpa suara saya merangkak mundur. Dia mengikuti dari belakang. Ketika tiba di rel kereta, kami menyeberang ke sisi yang lain. Di sana kami berhenti. "Sam, pergilah ke tempat kuda-kuda kita dan berkudalah sepanjang rel sampai setengah mil, lalu tunggulah saya di sana. Saya tak akan meninggalkan kulitmerah itu sebelum saya mengetahui dengan pasti, apa yang akan mereka lakukan." "Dapatkah saya mengambil alih tugas ini? Sampai saat ini Anda sudah terlalu banyak memata-matai, hingga saya merasa malu karena sama sekali tidak berbuat apa-apa." "Tidak mungkin, Sam! Mustang saya akan menuruti perintah Anda, tetapi Tony Anda mungkin tidak akan mengindahkan perintah saya." "Memang Anda misalnya benar, Charley. Baiklah, saya akan pergi!" Dia berjalan dengan badan tegak dan segera menghilang. Rasanya hanya membuang-buang tenaga, jika saya memeriksa apakah dia meninggalkan jejak kaki di tanah. Setelah dia menghilang dalam kegelapan malam, saya segera berbaring di sisi rel yang lain sambil melihat orang-orang Indian di seberang rel. Mereka mengendap-endap beriringan dengan diam-diam. Saya lalu mengikuti mereka sedemikian rupa sehingga kami tetap berada dalam posisi sejajar. Mereka berhenti tidak jauh dari tempat saya menemukan palu, lalu naik ke atas rel. Saya menarik diri ke belakang semak-semak. Tak lama kemudian saya mendengar bunyi besi yang beradu dan disusul bunyi palu yang keras. Para bushheaders itu mulai bekerja. Dengan bantuan alat yang berhasil dirampas dari pegawai kereta, mereka mulai mendongkel rel. Kini tibalah saatnya untuk bertindak. Saya meninggalkan tempat yang akan menjadi saksi perampokan itu, dan bergegas merangkak maju. Setelah lima menit saya berhasil menyusul Sam. "Mereka mulai merusak rel?" tanyanya kepada saya. "Ya." "Saya bisa mendengarnya. Jika orang menempelkan telinganya pada rel, dia misalnya bisa menangkap bunyi pukulan palu itu." "Sekarang maju terus, Sam! Kereta akan tiba dalam tiga perempat jam. Kita harus pergi menghadangnya sebelum orang-orang Indian melihat lampu sorot kereta." "Dengar, Charley, saya tidak bisa ikut!" "Mengapa?" "Seandainya kita berdua meninggalkan tempat ini, maka kelak kita akan kehilangan waktu karena harus memata-matai mereka dua kali. Tapi kalau saya pergi ke tempat orang Indian untuk mengamati mereka, maka setelah kembali saya bisa langsung menceritakannya kepada Anda." "Benar! Lalu bagaimana dengan Tony?" "Saya akan membiarkannya di sini. Ia tidak akan beranjak dari tempatnya sampai saya pulang." "Baiklah! Saya tahu, Anda tidak akan menghancurkan rencana kita." "Tentu saja tidak, percayalah. Sekarang pergilah, Charley! Anda akan bertemu lagi dengan saya di sini." Saya naik ke pelana kuda dan berangkat untuk menghadang kereta yang akan datang. Dalam kegelapan saya berkuda dengan cepat. Rasanya penting jika saya menempuh jarak yang agak jauh sehingga orang-orang Indian tidak bisa melihat di mana kereta dihentikan. Malam perlahan-lahan menjadi terang. Bintang-bintang mulai bersinar dan memancarkan kilaunya yang lembut di atas padang prairie sehingga orang bisa melihat cukup jelas sampai jarak beberapa meter. Akibatnya saya memacu kuda semakin cepat dan terus berlari tanpa henti sampai saya menempuh jarak kira-kira tiga mil inggris. Di sana saya berhenti, melompat turun lalu menambatkan kuda serta mengikat kedua kaki depannya. Hal ini penting karena bunyi yang ditimbulkan oleh kereta bisa membuat kuda itu berontak. Sekarang saya mengumpulkan sebanyak mungkin rumput kering dan membungkusnya pada sepotong ranting kecil untuk membentuk sebuah obor. Rumput itu ditancapkan pada setangkai kayu yang saya ambil dari semak-semak. Setelah selesai, saya tinggal menunggu kereta. Selimut saya bentangkan di atas rel lalu dari waktu ke waktu saya hanya duduk memasang telinga pada rel kereta. Kemudian saya kembali menyelidiki dari arah mana kereta datang. Belum sampai sepuluh menit, saya menangkap bunyi halus yang timbul akibat putaran roda. Makin lama bunyi itu terdengar makin keras. Lalu di kejauhan saya melihat titik kecil yang terang yang muncul seperti bintang di atas kaki langit. Tapi itu tentu bukan bintang, karena makin lama titik itu membesar dan bergerak cepat kemari. Kereta sudah datang. Dalam waktu singkat tampak lampu sorotnya terbagi dua. Sekarang tibalah saatnya. Saya menyulut obor dan nyala api segera berkobar-kobar sehingga bisa terlihat oleh orang-orang di kereta. Bunyi roda terdengar makin keras. Saya sudah melihat dengan jelas kedua lampu sorot yang bersinar terang menembus kegelapan malam. Hanya dalam satu menit kereta itu sudah sampai di tempat saya. Maka saya membakar obor dan sambil melambai-lambaikannya di atas kepala, saya berlari menghadang kereta. Tentu saja masinis melihat bahwa saya memberinya tanda untuk berhenti. Dia menurut. Terdengar bunyi peluit tiga kali secara bersusulan. Rem ditekan rapat-rapat pada roda. Setelah bunyi gemuruh yang memekakkan telinga disertai bunyi putaran roda, akhirnya kereta berhenti persis di tempat saya menyalakan obor. Masinis segera membungkukkan badannya dari atas dan bertanya, "Hallo Bung, apa maksud Anda? Barangkali Anda ingin naik?" "Tidak, Sir! Justru sebaliknya saya ingin meminta supaya Anda turun dari kereta." "Hal itu tidak mungkin!" "Tapi Anda harus turun karena di depan sana rel kereta sudah dibongkar oleh orang-orang Indian." "Apa? Orang Indian? 's death! Anda mengatakan yang sebenarnya, Bung?" "Tak ada alasan untuk berbohong!" "Apa maksud Anda?" tanya kondektur yang kemudian datang turun menghampiri saya. "Katanya ada orang-orang Indian di depan kita," jawab masinis. "Apa? Anda melihat mereka?" "Saya melihat dan menguping pembicaraan mereka. Mereka adalah orang-orang Ogellallah." "Manusia-manusia paling kejam yang pernah ada di muka Bumi. Berapa jumlah mereka?" "Sekitar enam puluh orang." "Terkutuk! Dalam tahun ini bajingan-bajingan itu sudah tiga kali merampok kereta. Tetapi kali ini pun kita akan menghalau mereka. Sudah lama saya merindukan kesempatan untuk memberi mereka pelajaran. Berapa jauhnya dari sini?" "Kira-kira tiga mil." "Kalau begitu tutuplah semua lampu, Masinis! Mata mereka sangat tajam. Dengarlah, Master, saya sangat berutang budi kepada Anda karena Anda telah mengingatkan kami tentang bahaya itu! Tapi Anda pasti seorang pemburu prairie seperti yang terlihat dari pakaian Anda." "Ya, begitulah. Saya juga masih membawa seorang teman yang bertugas mengawasi kulitmerah itu sampai kita datang." "Anda bertindak bijaksana. Tapi jangan cemas! Ini bukan sebuah tragedi, malahan sebaliknya sesuatu yang sangat menyenangkan buat kita." Para penumpang dalam gerbong terdekat rupanya mendengar percakapan kami dan segera membuka pintu. Mereka berlompatan turun dan menghujani kami dengan ratusan pertanyaan serta seruan. Atas perintah kondektur, mereka kembali tenang. "Anda memuat emas dan perak di dalam kereta?" tanya saya kepadanya. "Siapa yang mengatakannya?" "Orang-orang Indian itu! Mereka diberitahu oleh seorang bushheader kulitputih. Dia akan mendapatkan logam-logam itu sebagai jatahnya, sedangkan semua barang yang lain, termasuk scalp, akan jatuh ke tangan Indian." "Ah! Bagaimana keparat itu bisa tahu apa yang kami bawa?" "Kelihatannya dia mendapat keterangan ini dari seorang pegawai kereta. Tapi bagaimana caranya, saya sendiri tidak tahu." "Kita segera mengetahuinya jika dia jatuh hidup-hidup ke tangan kita, dan saya menginginkannya demikian. Tapi katakan dulu, siapa nama Anda, Master! Biar orang tahu bagaimana harus memanggil Anda!" "Teman saya bernama Sans-ear, dan saya..." "Sans-ear? Ya ampun, dia adalah seorang yang sangat kuat dalam urusan seperti ini dan kekuatannya setara dengan kekuatan dua belas orang! Lalu Anda sendiri?" "Di padang prairie ini saya dipanggil Old Shatterhand." "Old Shatterhand, orang yang dikejar lebih dari seratus prajurit Sioux tiga bulan lalu di daerah Montana dan menempuh perjalanan dari Yellow-Stone, dari puncak bersalju hingga ke Benteng Fort selama tiga hari hanya dengan menggunakan sepatu salju?" "Ya." "Sir, saya sudah banyak kali mendengar tentang Anda dan saya senang bertemu Anda saat ini. Luar biasa! Bukankah beberapa waktu yang lalu Anda berhasil menggagalkan rencana Parranoh, kepala suku kulitputih Sioux, yang bermaksud mencelakakan kereta?" "Benar. Waktu itu saya ditemani Winnetou, kepala suku paling termasyhur di seluruh padang prairie. Tapi, Sir, mari kita menentukan langkah kita selanjutnya! Orang-orang Indian tahu persis, kapan kereta akan tiba. Mereka bisa menaruh curiga, seandainya kita berlama-lama di sini." "Benar pendapat Anda. Tapi terlebih dulu saya ingin tahu, apa rencana mereka. Barangsiapa yang ingin menyerang musuh, dia harus diberitahu tentang rencana yang akan diterapkan musuhnya." "Anda berbicara seperti seorang panglima perang, Sir. Sayang saya tidak bisa memberikan keterangan lebih. Sekedar mengingatkan Anda, saya tidak bisa menunggu lebih lama sampai orang-orang Indian selesai dengan rencananya. Kita akan mengetahui semua hal yang penting dari sahabat saya. Jika saya meminta Anda untuk menentukan sikap, sebenarnya saya hanya ingin tahu, apakah Anda berani menyerang mereka atau tidak." "Tentu saja, tentu saja saya akan menyerang mereka," jawabnya cepat. "Saya harus menghancurkan keserakahan suku yang ingin merampas barang muatan kita. Anda dan teman Anda tentu tidak kuat melawan enam puluh orang kulitmerah sehingga Anda tidak berani." "Pshaw, Sir!" saya memotongnya. "Apakah kami berani melakukannya atau tidak, tentang hal itu kami tentu tahu lebih baik daripada orang lain. Hari ini, ketika matahari masih bersinar, Sans-ear telah menyerang empat kulitmerah dan membunuh mereka hanya dalam dua menit. Dan saya tegaskan kepada Anda, kami pun bisa mengirim lagi beberapa orang Ogellallah ke padang perburuan abadi tanpa membutuhkan bantuan Anda. Yang lebih penting di sini bukan jumlah melainkan bagaimana orang menggunakan tangan dan kepalanya. Apabila saya sendiri melepaskan dua puluh lima tembakan dari senjata buatan Henry dalam kegelapan, tanpa perlu mengisi dengan peluru baru, pasti orang Indian tidak tahu apakah mereka sedang menghadapi dua atau dua puluh orang. Dengarlah, kalian semua, adakah di antara kalian yang membawa senjata?" Pertanyaan ini sebenarnya berlebihan. Saya tahu, mereka semua selalu membawa senjata. Hanya saja kondektur bertindak seakan-akan dia ingin mengambil alih komando. Tentu saya tidak setuju. Tugas memimpin penyerangan terhadap kawanan Indian, apalagi pada malam hari, tidak bisa dipercayakan begitu saja kepada seorang pegawai kereta, walaupun orang itu berbadan tegap dan sangat berani. Saya mendapat jawaban "Ya" secara serentak dari mereka. Kemudian si kondektur menambahkan, "Saya membawa enam belas pekerja kereta api sebagai penumpang. Mereka tahu menggunakan pisau dan senjatanya dengan baik. Selain itu ada dua puluh orang militer yang hendak dibawa ke Benteng Palwieh, dan kelompok ini dilengkapi dengan senjata, revolver serta pisau. Namun ada juga beberapa gentlemen di sini yang ingin bersenang-senang karena ingin mencakar kulit orang Indian sedikit lebih dalam. Hei, siapa yang mau ikut?" Semua orang tanpa kecuali menyatakan siap untuk pergi. Kalau terdapat seseorang yang takut, pasti dia juga akan mengiyakan, supaya tidak dianggap pengecut. Tentu saja orang-orang ini nanti tidak akan berbuat banyak dan lebih baik jika mereka tinggal. Karena itu saya berkata, "Dengarlah, Mesch'schurs! Kalian semua adalah pria-pria yang tangguh, tetapi tidak semua orang boleh ikut. Kalian harus memahaminya. Saya lihat, di sini ada beberapa ladies dan tidak mungkin kita membiarkan mereka sendirian tanpa perlindungan. Seandainya kita menang, dan hal itu tidak diragukan lagi, bisa jadi orang-orang Indian lari tercerai-berai dan akan datang kemari lalu menyerang kereta yang kita tinggalkan. Karena itu kita harus menempatkan beberapa orang berani di sini. Yang mau menerima tugas ini, harap melapor!" Benar! Ada beberapa orang yang bersedia membela penumpang kereta dengan berjanji mempertaruhkan nyawa sendiri. Mereka adalah suami dari tiga wanita dan lima penumpang lainnya. Saya mendapat kesan seolah-olah kelompok terakhir ini tahu lebih baik tentang harga perkakas besi, anggur, cerutu dan buah kenari, daripada cara memakai pisau Bowie dengan benar. Saya tidak marah menanggapi sikap kelompok pertama di atas yang mau tinggal karena mereka menjalankan kewajibannya untuk melindungi istrinya. "Kereta tidak dapat ditinggalkan tanpa petugas. Siapa yang akan menjaga di sini?" tanya saya kepada kondektur. "Masinis dan seorang yang mengatur bahan bakar," demikian jawabnya. "Dia bisa memimpin para gentlemen yang berani ini. Tentu saja saya akan pergi bersama Anda dan akan memimpin pasukan." "Baiklah, seperti yang Anda inginkan, Sir! Pasti Anda sudah sering kali bertempur melawan orang Indian, bukan?" "Hal itu tidak penting! Orang-orang Yambariko (golongan yang paling hina dari suku Indian) hanya tahu menyerang musuhnya dengan diam-diam kemudian membantainya. Apabila mereka diserang secara terang-terangan dan terencana, maka mereka akan lari terbirit-birit guna menyelamatkan diri. Jadi pekerjaan kita tidak terlalu berat." "Saya tidak yakin, Sir! Mereka adalah orang Ogellallah, kelompok Sioux yang terkenal haus darah, dan mereka dipimpin kepala suku ternama, Ka-wo-mien dan Ma-ti-ru." "Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa saya takut terhadap mereka? Di sini jumlah kita lebih dari dua puluh orang dan saya kira, persoalan ini sangat gampang. Saya akan menyuruh orang menutup lampu kereta sehingga kulitmerah tidak tahu bahwa saya sudah diperingatkan. Sekarang kita membuka tutup lampu. Anda naik ke kereta dan masinis akan mengemudikan kereta sampai ke tempat rel yang dirusakkan. Di sana kita berhenti lalu turun dari kereta dan menyerang penjahat-penjahat itu sehingga tak seorang pun dari mereka yang dibiarkan hidup. Kemudian kita memperbaiki kembali potongan besi pada rel yang dirusakkan. Paling-paling kita akan terlambat satu jam." "Harus saya akui, rencana Anda lahir dari pemikiran seorang komandan pasukan berkuda, karena bagi dia, tidak ada yang lebih menggembirakan daripada merobohkan musuhnya dalam duel berkuda. Tetapi situasi sekarang tidak sama. Jika Anda bersikeras menjalankan rencana Anda, maka keempat puluh prajurit Anda akan mati. Dan saya menolak untuk terlibat dalam rencana itu." "Apa? Jadi Anda tidak mau menolong kami? Apa Anda takut atau jengkel karena Anda tidak dipercayakan untuk memimpin?" "Takut? Pshaw! Jika Anda benar-benar sudah mendengar tentang saya, pasti Anda tidak akan gegabah berkata seperti itu. Old Shatterhand sangat mudah terpancing emosinya sehingga dia bisa menghancurkan kepala Anda dengan tangannya untuk membuktikan bahwa tidak sia-sia dia menyandang nama itu. Tentang rasa jengkel, sebenarnya bagi saya tak ada bedanya, apakah dalam jam berikutnya kereta dan scalp kalian masih menjadi milik kalian atau sudah menjadi milik orang Indian. Namun tidak seorang pun berhak atas scalp saya, kecuali saya sendiri. Dan saya akan mempertahankannya. Good evening, Mesch'schurs!" Saya berbalik. Kondektur menahan tangan saya dan berkata, "Stopp, Master! Anda tak boleh pergi seenaknya! Sekarang sayalah yang mengambil alih komando dan Anda harus menuruti perintah saya. Saya tidak bisa membiarkan kereta berhenti terlalu jauh dari tempat perampokan karena sayalah yang bertanggung jawab jika terjadi kerusakan pada kereta. Jadi saya tetap berpegang pada rencana saya: Anda membawa kami ke tempat itu dan kami tidak akan turun dari kereta sebelum tiba di sana. Seorang panglima perang yang sejati harus memperhitungkan semua kemungkinan, termasuk dia juga bisa kalah dalam pertempuran. Dalam hal ini kereta bisa menjadi tempat perlindungan yang aman buat kita. Dari dalam kereta kita pun bisa mempertahankan diri sampai kita mendapat bantuan dari kereta berikutnya yang datang dari arah barat atau timur. Bukankah begitu, tuan-tuan?" Semua menjawab setuju. Mereka bukanlah westman, dan bagi mereka rencananya kelihatan gampang diterapkan, sehingga mereka terpengaruh. Dia sangat senang mendapat tanggapan seperti itu lalu berkata kepada saya, "Kalau begitu naiklah, Sir!" "Baik! Anda memberi perintah dan saya menurut!" Dengan sekali lompat saya sudah duduk kembali di atas punggung kuda. Selama pembicaraan tadi kuda itu sudah saya lepaskan ikatannya. "Oh, bukan my dear. Maksud saya, Anda naik ke atas kereta!" "Saya kira, ke atas kuda, Sir. Pemikiran kita saling bertolak belakang." "Saya memerintahkan Anda untuk turun dari kuda!" Saya berkuda ke sampingnya lalu membungkukkan badan dan berkata, "Bung, tampaknya Anda belum pernah berjumpa dengan seorang pemburu prairie sejati. Jika sudah, tentu Anda akan berbicara kepada saya dengan suara lain. Bersiap-siaplah dan naiklah sendiri ke atas kereta!" Dengan tangan kanan, saya mencengkeram baju pada bagian dadanya lalu mengangkatnya ke atas. Dengan sebuah hentakan keras pada punggung kuda, binatang itu segera merapat ke kereta. Pada detik berikutnya kereta melaju dengan lampu dalam keadaan tertutup. Saya pun beranjak dari sana. Malam semakin terang, sehingga saya bisa berkuda dengan cepat tanpa terhalang sedikit pun oleh semak-semak. Setelah kurang dari seperempat jam, sampailah saya di tempat Sam. "Jadi?" dia bertanya ketika saya turun dari kuda. "Saya kira, Anda membawa orang-orang ke sini!" Kepadanya saya ceritakan, mengapa hal itu tidak saya lakukan. "Anda sudah bertindak tepat, Charley, sangat tepat! Seorang railroader seperti dia pasti memandang kita dengan sebelah mata karena kita misalnya tidak berdandan tiga kali dalam sehari. Tentu mereka akan menjalankan rencananya, tapi nanti mereka akan terkejut, hihihihi!" Sambil tertawa kecil, dia membuat gerakan orang menguliti kepala, kemudian meneruskan, "Namun Anda belum menceritakan sama sekali, apa yang Anda alami di sana!" "Mereka akan dipimpin oleh Ka-wo-mien dan Ma-ti-ru." "Ah! Kalau begitu akan terjadi pertempuran yang sudah lama saya nanti-nantikan." "Seorang kulitputih ada di antara mereka. Dialah yang membocorkan rahasia kepada mereka bahwa kereta mengangkut emas dan perak." "Tentu saja dia ingin memilikinya dan membiarkan semua barang lain serta scalp diambil oleh orang Ogellallah?" "Ya." "Bisa saya bayangkan! Mereka tentu sekelompok bushheader!" "Saya mengenali orang itu. Pada suatu hari dia bersama kawanannya merampok hide-spot Old Firehand, tetapi dia harus pulang dengan tangan hampa." "Siapa namanya?" "Entahlah. Tidak penting mengetahui namanya, karena manusia seperti itu selalu mengubah namanya setiap hari. Apa Anda sudah memata-matai?" "Ya. Mereka berpencar dan berdiri menanti pada kedua sisi rel kereta, kira-kira di bagian tengah antara rel yang dirusakkan dan kuda-kuda mereka. Di tempat kuda-kuda, saya kembali melihat dua orang penjaga. Tetapi apa yang harus kita lakukan, Charley? Apakah kita harus menolong railroaders atau kita misalnya melanjutkan perjalanan?" "Kita wajib menolong mereka, Sam. Atau mungkin Anda berpikir lain?" "Sama sekali tidak! Anda benar, itu adalah kewajiban kita. Selain itu Anda harus ingat kedua telinga saya sampai sekarang belum lunas harganya. Saya berani menukar Tony dengan seekor katak seandainya besok pagi beberapa mayat Indian yang terkapar mati di atas rel masih memiliki telinga! Tapi apa yang kita lakukan sekarang, Charley?" "Kita pun berpencar dan berdiri mengawasi kedua sisi rel, di antara orang Indian dan kuda-kudanya." "Well! Tapi saya mempunyai ide lain! Bagaimana pendapat Anda dengan stampedo (mengusir kuda hingga lari tercerai-berai)?" "Hmmm! Ide itu baik, seandainya jumlah kita lebih banyak daripada mereka atau seandainya kita tahu bagaimana menghancurkan mereka semua. Dalam kasus ini ide itu tidak praktis. Dalam waktu singkat semua railroader akan binasa dan kita berdua tidak mampu berbuat apa-apa selain mencegah supaya orang Indian jangan sampai ke kereta berikutnya. Atau kita pun bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba sehingga mereka lari. Untuk kedua pilihan ini rasanya lebih baik jika mereka melarikan diri. Tapi jika kita merampas kuda mereka, maka dengan sendirinya mereka tidak akan meninggalkan tempat ini. Apakah Anda pernah mendengar tentang hukum yang mengatakan, dalam keadaan tertentu orang harus membangun jembatan emas bagi musuhnya?" "Hingga kini saya hanya mengenal jembatan kayu, jembatan batu, dan jembatan besi! Saya menghargai pendapat Anda, Charley, tetapi kalau saya misalnya membayangkan betapa marahnya orang Indian ketika mereka turun dari kereta dan tidak menemukan lagi kudanya, maka rasanya sungguh menggelikan. Dan yang paling penting, kita tidak boleh membuat mereka terkejut dan panik, jika kita merebut kuda mereka." "Benar! Tetapi lebih baik kita melihat dulu apa yang terjadi." "Saya pun berpikir demikian! Namun pertama-tama Anda harus berjanji kepada saya!" "Apa?" "Bahwa sayalah yang akan menyingkirkan kedua penjaga itu. Setuju?" "Saya bukanlah seseorang yang menginginkan pertumpahan darah secara sia-sia. Tapi dalam hal ini, saya lihat Anda berhak melakukannya. Ini suatu jalan keluar yang menyedihkan! Jika kedua penjaga terbunuh, maka kuda-kuda mereka akan jatuh ke tangan kita. Tapi terlebih dahulu mari kita sembunyikan kuda kita di tempat yang aman. Kemudian baru kita pergi!" Kami berkuda menjauh dari tempat itu. Kemudian saya mengikat kuda saya sedemikian rupa sehingga hewan itu tidak bisa berpindah lebih dari tiga langkah. Sam juga berbuat yang sama dengan Tony. Walaupun dia biasanya sangat yakin pada kudanya, tetapi jika terjadi stampedo mungkin saja kawanan kuda yang tercerai-berai berlari ke arah kuda kami lalu kedua hewan itu pun ikut lari bersama kawanan tersebut. Sekarang kami berbalik dengan mengambil jalan memutar dan kembali ke belakang orang Indian. Lampu sorot lokomotif belum juga terlihat. Barangkali rencana si kondektur ditentang atau mereka tidak bisa langsung memutuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa pengawalan saya. Ketika kami tiba di tempat kuda-kuda Indian, dengan mudah kami bisa melihat sosok kedua penjaga. Mereka kelihatan tidak tenang dan berpatroli secara terpisah di sekitar daerah itu. Seorang dari mereka perlahan-lahan menghampiri onggokan semak, tempat kami bersembunyi. Ketika dia melewati kami, Sam mencabut pisaunya dan menikam orang itu. Tak ada suara keluar dari mulutnya. Yang seorang lagi pun mengalami nasib yang sama, ketika dia lewat di sana. Barangsiapa yang tidak mengenal padang prairie, pasti tidak merasakan dendam kesumat yang menyulut pertempuran antara kulitmerah dan kulitputih dan bahwa masing-masing pihak mereka sudah terbiasa melangkah di atas tumpahan darah musuhnya. Saya membuang muka supaya tidak melihat bagaimana korban kedua itu roboh. Pada saat itu saya melihat seekor kuda berdiri di dekat saya. Di punggungnya terdapat pelana empuk buatan Spanyol dan kuda ini memakai sepatu ladam besar, seperti yang biasa dijumpai di Amerika Tengah dan Selatan. Ia pun tidak dilengkapi dengan peralatan berkuda a la Indian. Apa kuda itu milik seorang kulitputih? Saya maju mendekat. Pada kedua sisi pelana terdapat saku kecil. Saya segera memeriksanya isinya. Di dalamnya saya menemukan beberapa lembar kertas dan dua buah pundi-pundi. Isi pundi-pundi tersebut belum saya periksa sekarang. Saya memasukkan semuanya ke dalam saku. "Sekarang bagaimana?" tanya Sam. "Kita berpencar. Saya ke kanan dan Anda ke kiri. Tapi sebentar, lihatlah ke sana!" "Kereta api, benar! Sekarang kereta api misalnya sudah datang! Kita menunggu sebentar, Charley, untuk melihat apakah rencana mereka berhasil." Ternyata rencana kondektur tadi tetap dipertahankan. Kedua lampu kereta kelihatan semakin mendekat, tetapi dengan pelan, bahkan sangat pelan, karena masinis harus mencari rel kereta yang sudah dirusakkan. Tak lama kemudian kami mendengar bunyi putaran roda yang makin lama makin keras. Akhirnya kereta berhenti di dekat tempat yang dirusak. Orang-orang Indian pasti sangat marah jika sadar bahwa rencana mereka sudah terbongkar! Barangkali mereka menyimpulkan bahwa para railroader telah diberitahu. Saat ini rasanya sangat menguntungkan kalau kelompok railroader itu tetap tinggal tenang di dalam gerbong kereta. Saya cukup yakin bahwa mereka akan bersikap demikian. Namun betapa kecewanya saya, karena begitu pintu kereta dibuka, saya melihat orang-orang kulitputih itu berhamburan keluar dan berlari maju untuk menyerang. Mereka pasti segera merasakan akibat dari kecerobohan ini. Saat menyerang, mereka berlari ke tempat yang diterangi lampu kereta dan dengan demikian menyerahkan diri menjadi sasaran empuk bagi orang-orang Indian. Terdengar bunyi tembakan, kemudian sekali lagi lalu terdengar pekikan keras yang mengerikan. Orang-orang Indian mendesak maju sambil membawa senjata yang sudah kosong karena peluru-pelurunya sudah ditembakkan. Tapi mereka hanya menemukan mayat dan korban-korban yang terluka, sedangkan yang lainnya sudah berlari mencari perlindungan di dalam kereta. Beberapa orang Indian membungkuk guna menguliti scalp dari kepala mayat-mayat itu, tetapi mereka harus mengurungkan niatnya karena ditembak dari dalam oleh orang yang berada di gerbong paling depan. Sekarang alangkah baiknya jika kereta bergerak mundur. Tapi hal itu tidak terjadi. Barangkali masinis, juru api, serta penumpang yang lain melarikan diri dan masuk ke dalam gerbong barang atau gerbong penumpang. "Kini kereta misalnya akan dikepung oleh mereka," kata Sam. "Saya kira tidak mungkin! Kulitmerah itu tahu, mereka hanya punya sedikit waktu sampai kereta berikutnya datang. Mereka akan menyerang walaupun sebenarnya mereka enggan melakukannya." "Lalu apa yang akan kita lakukan? Sangat sulit bagi kita untuk mengambil keputusan yang tepat." "Tapi keputusan itu hanya akan berguna jika dibuat dengan cepat dan bisa langsung diterapkan. Senjata terbaik untuk menyerang mereka adalah api. Kita harus kembali ke tempat kuda-kuda itu. Setiap orang berkuda menempuh jalan setengah lingkaran dan setiap lima puluh atau enam puluh meter, dia harus turun untuk membakar rerumputan di padang prairie. Tetapi sebelumnya kita harus mengerahkan stampedo untuk mencegah musuh membalas serangan dengan cepat dan membuat mereka kesulitan untuk melarikan diri. Dalam situasi seperti ini tak ada kemungkinan lain yang lebih baik." "Astaga! Rencana ini akan mendatangkan kesulitan besar bagi mereka! Namun dengan itu kereta pun akan ikut terbakar!" "Tunggu dulu! Memang saya tidak tahu, apakah dalam kereta juga dimuat bahan-bahan yang mudah terbakar seperti minyak dan aspal. Tetapi kayu kereta sangat kuat dan bisa tahan terhadap nyala api yang timbul dari rerumputan yang terbakar. Kemudian Anda juga harus memikirkan satu-satunya cara yang akan dipakai orang Indian untuk menyelamatkan diri dari kepungan asap. Mereka pasti akan balas membakar, yakni membakar rerumputan di dekat kereta. Percayalah! Seandainya saya berada pada posisi mereka, maka saya misalnya akan mencari tempat perlindungan di bawah kereta." "Apakah Anda juga berpikir, berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk menyalakan api dengan bantuan punks? Kita pun tidak bisa menghidupkan obor, karena nanti akan ketahuan." "Seorang pemburu prairie sejati harus siap menghadapi segala situasi. Untuk keperluan semacam ini, saya selalu menyediakan cukup korek api. Ini, ambillah!" "Bravo, Charley! Sekarang saatnya kita membuat stampedo kemudian kembali ke tempat kuda-kuda kita." "Sebentar, Sam! Saya baru sadar bahwa tadi saya begitu bodoh! Kita tidak perlu mengambil kuda-kuda kita. Di sini terdapat kuda mereka yang jumlahnya lebih dari cukup. Saya akan mengambil kuda coklat itu!" "Dan untuk saya yang berwarna merah kecokelat-cokelatan di sampingnya. Ayo maju, dan potonglah tali lasonya!" Kami bertindak dan bergerak cepat dari satu kuda ke kuda lain. Kemudian kami membakar semak-semak yang terletak di belakang kawanan itu, lalu naik ke atas kuda. Mula-mula nyala api tidak seberapa besar sehingga tidak terlihat oleh orang-orang Indian. Sekarang kami bisa mulai beraksi tanpa terlihat oleh mereka. "Di mana kita bertemu lagi?" tanya Sam. "Di atas sana, di dekat rel, tetapi bukan di depan lampu kereta melainkan di antara kobaran api. Mengerti?" "Ya. Ayo, go on, kuda handal!" Kuda-kuda itu sudah meronta-ronta ketika ikatannya dilepas. Sekarang hewan-hewan itu merasa panas karena api yang kian mendekat dan menegakkan bulu surainya. Beberapa kuda sudah berlari-lari tidak tenang sehingga setiap saat binatang-binatang itu bisa tercerai-berai. Saya berkuda ke arah kanan hingga masuk ke prairie lalu berlari cepat dan mengambil jalan memutar dengan radius kira-kira satu mil inggris. Lima kali saya turun dari kuda untuk menyulut api pada rerumputan. Kini saya tiba kembali di dekat rel kereta dan saya teringat, rupanya karena kurang berpikir, kami telah membuat kesalahan besar. Kami hanya menaruh perhatian pada keadaan waktu itu dan sama sekali tidak memikirkan nasib kuda sendiri. Saya segera menghela kuda tunggangan saya dan memacunya lurus menuju ke tempat kuda-kuda kami ditambat. Kini kobaran api di sekeliling kami menerangi semuanya. Jauh di padang sabana terdengar derap kuda yang berlari. Di dekat sini terdengar teriakan marah serta kecewa yang kedengarannya hanya keluar dari mulut orang Indian. Di bawah gerbong kereta tampak beberapa percikan api kecil. Jadi dugaan saya bahwa orang-orang Indian itu mencoba menyelamatkan diri dengan balas membakar tempat itu, ternyata tidak salah. Jauh di sebelah kiri terdapat kuda saya dan Tony yang berkaki panjang, dan di sana . benar, dari sana datang Sam dengan terburu-buru, sehingga tubuh kudanya hampir menyentuh tanah. Dia juga sadar akan kesalahan dalam rencana kami. Tetapi kuda-kuda kami pun sudah terlihat oleh orang-orang Indian. Beberapa orang dari mereka berlari menuju kuda kami dan dua orang yang paling cepat berada hanya beberapa langkah dari hewan-hewan tersebut. Saya mengencangkan tali senjata, melompat ke atas pelana dan mengambil tomahawk. Dengan langkah secepat singa, kuda saya berlari maju dan saya segera tiba di tempat kedua orang itu. Dengan sekali memandang, saya langsung mengenali mereka. Keduanya adalah kepala suku. "Berhenti, Ma-ti-ru. Itu kuda saya!" Dia memalingkan wajahnya ke arah saya dan melihat saya. "Old Shatterhand! Matilah kau, katak mukapucat!" Dia mencabut pisau. Dengan sekali loncatan dia sudah berada di samping kuda saya. Dia berancang-ancang menikam saya, tetapi kapak saya lebih dulu mengenainya sehingga dia roboh ke tanah. Seorang lagi sudah melompat ke atas punggung kuda milik saya, tetapi dia tidak memperhatikan bahwa kuda itu masih terikat. "Ka-wo-min, tadi kamu berbicara dengan seorang pengkhianat kulitputih tentang saya. Kini saya mau berbicara denganmu!" Dia sadar bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa di atas kuda yang tak bisa lari. Karena itu dia meluncur turun dan berlari menghilang di balik semak. Saya mengayunkan tomahawk mengarah ke kepalanya. Senjata berat itu mengenai kepalanya yang berhiaskan bulu rajawali. Dia pun roboh ke tanah. Sekarang saya melompat turun, meraih Senapan Mr. Henry lalu berbalik kepada teman-temannya yang lain. Tiga tembakan merobohkan tiga orang Indian. Mengingat api semakin dekat, saya tidak mempunyai waktu lagi untuk melanjutkan pertempuran. Saya memotong ikatan pada kaki kuda saya dan meloncat ke atasnya. Kuda cokelat itu berdiri dan berlari. "Hallo, Charley, lewatlah pada celah yang tidak terbakar!" teriak Sam. Dia baru sampai pada bagian itu lalu meloncat dari kudanya yang terus berlari dan mendarat di atas punggung Tony. Kemudian dia membungkuk untuk memisahkan talinya dan berlari di samping saya menuju suatu celah lain di mana lingkaran api belum menyatu. Kami lewat dengan selamat, lalu berbelok ke kiri, ke balik kobaran api dan berhenti di sana. Kami berada pada tempat ketiga yang tadi saya sulut dengan api. Tanah kelihatan hitam karena terbakar walau sudah kembali dingin. Di depan dan di belakang kami tampak jalur hitam yang hangus pada jalan yang tadi saya lalui, tapi kedua sisinya dikelilingi oleh lautan api. Kobaran api juga menyebarkan asap tebal ke udara sehingga kami hampir sesak napas. Tapi dari waktu ke waktu asap yang menyesakkan dada ini terlihat semakin berkurang. Hawa terasa semakin dingin seiring dengan jilatan api yang makin menjauh. Setelah seperempat jam hanya tersisa bara-bara hitam di tanah. Padang prairie tempat kami berdiri dipenuhi asap hitam sehingga kami tidak bisa melihat lebih jauh dari tiga langkah; juga karena cahaya bintang terhalangi oleh asap. "Bless me, seperti kobaran api di neraka!" ujar Sam. "Saya kira mustahil kalau kereta tidak ikut terbakar." "Saya yakin, tidak. Kereta biasanya dibuat untuk menghadapi situasi seperti ini, karena seringkali kereta harus melewati daerah yang dilanda kebakaran hutan atau kebakaran di padang sabana." "Apa yang kita lakukan sekarang, Charley? Mereka sudah melihat kita dan akan lebih waspada." "Sekarang pun mereka masih melihat kita karena kita berdiri di antara mereka dan daerah yang terang. Kita harus membuat mereka mengira bahwa kita berjalan terus. Mungkin saja mereka menganggap kita anggota suatu kelompok berburu yang menjalankan tugas tertentu dan mereka berpikir, kita pergi tergesa-gesa karena ingin menjemput prajurit-prajurit kita untuk membantu aksi perampokan ini. Kita memacu kuda ke utara, kemudian berbelok ke arah timur dan kembali lagi ke sini setelah mengambil jalan memutar." "Saya juga misalnya berpikir yang sama dan saya kira, pada akhirnya beberapa orang Indian akan kehilangan telinganya. Tomahawk Anda tadi juga misalnya begitu ampuh." "Tapi korbannya tidak mati!" saya menanggapi dengan suara kering. "Tidak mati? Lalu separah apa misalnya?" "Saya hanya membuatnya lumpuh dengan tomahawk." "Hanya membuatnya lumpuh? Apakah Anda masih waras? Hanya melumpuhkan orang Indian padahal dia pantas mendapat hukuman yang lebih keras! Ya, kelak Anda akan mendapat masalah baru dengan mereka." "Tapi saya mempunyai alasan untuk tidak membunuhnya, dan saya meminta Anda untuk paling tidak memahaminya." "Tidak, sama sekali tidak, Charley! Apa karena mereka adalah kepala suku? Justru terhadap mereka, orang tidak boleh menunjukkan belas kasihan." "Dulu saya pernah menjadi tawanan mereka. Mereka bisa membunuh saya tetapi mereka tidak melakukannya. Saya membalas kebaikan mereka dengan sikap tidak tahu berterima kasih pada waktu melarikan diri. Karena itu tadi saya tidak mengayunkan tomahawk dengan sekuat tenaga." "Jangan marah, Charley, tetapi Anda misalnya telah bersikap begitu tolol! Ya, semoga keparat-keparat ini mengerti ungkapan terima kasih Anda! Paling-paling mereka akan berkata, Old Shatterhand tidak memiliki cukup tenaga untuk menghancurkan kepala seorang kulitmerah. Saya hanya berharap mudah-mudahan kobaran api ini bisa meluruskan lagi kesalahan yang sudah Anda buat." Sambil berbicara keras, seperti berteriak-teriak, kami terus memacu kuda berdampingan melewati padang prairie. Kuda betina Sam mampu berlari cepat karena kakinya begitu panjang sehingga ia tetap berada sejajar di samping kuda saya. Memang hanya beberapa menit sesudahnya kami tiba kembali pada rel, tepatnya di sebuah tempat yang berjarak kira-kira satu mil ke arah timur dari tempat kereta berhenti. Kemudian kami mengikat kuda dan mengendap-endap sepanjang rel menuju tempat perampokan. Udara dipenuhi oleh bau hangus dan abu-abu halus menutupi dataran itu. Hembusan angin menerbangkan abu-abu itu ke hidung kami. Rasanya sangat sulit menahan bersin. Tapi jika kami bersin, itu berarti kehadiran kami akan diketahui. Kami bisa melihat kedua lampu kereta dengan jelas. Tapi tak ada seorang Indian pun yang terlihat pada kedua sisi rel kereta. Kami merangkak lebih dekat. Saya memperhatikan lebih teliti dan memang benar, apa yang sudah saya duga. Karena takut terbakar mereka menarik diri dan bersembunyi di bawah kolong gerbong kereta. Di sana mereka berbaring berdesak-desakan dan tidak berani menampakkan diri karena pasti akan terkena peluru kulitputih. Tiba-tiba saya mendapat sebuah ide. Ide ini sangat sulit dijalankan tetapi akibat yang ditimbulkannya sangat besar. "Sam, kembalilah ke kuda-kuda kita supaya binatang-binatang itu jangan sampai diambil oleh orang-orang Indian!" "Pshaw! Kuda-kuda itu sedang disembunyikan di tempat yang aman!" "Saya akan mengusirnya dari tempat itu." "Dengan senapan?" "Bukan." Saya menerangkan rencana saya. Dia mengangguk puas. "Well, Charley. Ide ini sangat tepat. Hanya bergegaslah supaya mereka tidak memergoki Anda ketika sedang berlari. Saya misalnya bersiap-siap dengan kuda setiap saat, dan hihihihi, kita akan berkuda ke tengah-tengah mereka, ibarat bison menerobos ke tengah-tengah kawanan coyote!" Dia merangkak mundur, sementara itu saya bergerak maju sambil tetap memegang pisau di tangan kanan untuk berjaga-jaga jika diserang tiba-tiba. Saya berhasil tiba di bawah rel kereta tanpa terlihat. Di atasnya terdapat lokomotif. Roda-roda penggerak yang besar dan tempat berbaring yang agak rendah menghalangi saya untuk melihat apakah ada juga orang Indian yang berbaring di bawah lokomotif. Saya merangkak ke atas rel dan setelah dua loncatan yang cepat, saya sudah berada di atas 'kudaapi'. Sebuah seruan keras terdengar dari bawah kereta. Tangan saya mulai bekerja dan pada detik berikutnya train bergerak mundur. Terdengar suara orang berteriak, ada yang karena kesakitan dan ada yang karena terkejut. Setelah kereta dimundurkan kira-kira tiga puluh langkah, saya memajukannya lagi. "Anjing!" teriak seseorang di samping saya. Sambil menggenggam pisau di tangan, orang itu berusaha naik ke tempat saya. Dia seorang kulitputih. Sebuah tendangan kaki yang keras ke arah dada membuatnya jatuh ke tanah. "Kemari, Charley!" saya mendengar suara teriakan. "Cepat, cepat!" Di sebelah kiri saya tampak Sans-ear sedang menunggang Tony. Sambil memegang tali kekang kuda saya dengan sebuah tangan, dia mempertahankan diri melawan dua orang Indian dengan tangan yang lain. Di depan saya muncul beberapa orang Indian yang tidak terluka karena roda kereta, berlarian ke tempat kuda-kuda mereka. Mustahil kalau mereka berpikir bahwa kuda-kuda itu masih berada di sana setelah kebakaran tadi. Saya segera menghentikan kereta, melompat turun dan bergegas mengejar kawanan itu. Karena teriakan Sam, kedua orang Indian itu terkejut. Sejenak mereka melihat saya kemudian kabur. Saya pun mengejar dan tak lama kemudian kami saling bersusulan. Hal ini tidak sebahaya yang dibayangkan orang. Mereka sangat terkejut dan panik ketika mengetahui bahwa kudanya telah lenyap. Karena itu mereka lari terbirit-birit, ibarat kawanan hewan liar yang lari tercerai-berai ketika melihat anjing pemburu. Tiba-tiba saya mendengar suara teriakan Sam, "All devils, ini dia Fred Morgan! Hei setan, kau harus mati!" Saya menoleh ke sana. Walaupun tempat itu silau oleh nyala api, saya bisa melihat Sam sedang bersiap-siap menikam orang itu. Tikamannya tidak kena karena lawannya membungkuk kemudian berlari menghilang dalam gerombolan temannya yang sedang berlari. Sam memacu kudanya lebih cepat dan terus mengejar. Kejadian selanjutnya tidak bisa saya ikuti karena di hadapan saya berdiri beberapa kulitmerah. Saya terpaksa melayani mereka dan berhasil mengusir mereka hingga kabur. Saya merasa tidak perlu mengejar mereka. Sudah cukup terjadi pertumpahan darah dan saya yakin, orang-orang Indian tidak akan kembali setelah mendapat pelajaran berharga hari ini. Maka saya berteriak keras meniru lolongan coyote untuk memberi tanda kepada Sam supaya dia menghentikan pengejaran, karena hal itu bisa berbahaya bagi dirinya. Kemudian saya kembali ke kereta. Petugas kereta sudah turun ke tanah dan mencari penumpang yang tewas dan terluka. Sementara itu, masinis menghidupkan kembali mesin dan kondektur berdiri di sana sambil mengumpat. Ketika melihat saya, dia berkata marah, "Apa yang merasuki pikiran Anda sehingga Anda menjalankan mesin dan menghalau kulitmerah kemari, padahal kami sudah yakin kami bisa membasmi mereka tanpa menyisakan seorang pun!" "Sebentar, sebentar, Bung! Anda harus bersyukur bahwa mereka kabur karena sebenarnya bukan kalian yang membasmi mereka tetapi justru sebaliknya. Beruntung kalian bisa selamat." "Siapa yang membakar prairie?" "Saya." "Anda sudah sinting! Dengan itu Anda juga ingin membinasakan saya! Tahukah Anda, bahwa saya bisa menangkap Anda dan menyerahkan Anda kepada court of justice?[Inggris: Sidang Pengadilan]" "Tidak, saya tidak tahu, tetapi dengan senang hati saya mengizinkan Anda untuk menyuruh Old Shatterhand turun dari kuda, memasukkan dia ke dalam gerbong dan menyerahkannya kepada pengadilan. Saya ingin tahu, apa yang akan Anda lakukan." Kelihatannya dia agak terpojok. "Saya tidak bermaksud demikian, Sir! Anda memang telah melakukan ketololan yang tak ada duanya, tetapi saya memaafkannya." "Terima kasih, Sir! Hati semua orang akan bersorak riang apabila para penguasa dunia begitu rela mengampuni dan berbelas kasihan. Tapi apa yang sekarang Anda lakukan?" "Tak ada, kecuali menyuruh orang memperbaiki rel kereta kemudian melanjutkan perjalanan! Atau apakah kita akan diserang lagi?" "Saya kira tidak, Sir! Penyerbuan yang Anda lakukan sudah direncanakan dan dilaksanakan begitu hebat sehingga mereka pasti tidak berani datang lagi." "Anda bermaksud mengolok-olok saya, Sir? Saya tidak mau menerimanya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa karena jumlah mereka begitu banyak dan mereka begitu gigih memberikan perlawanan!" "Sudah saya katakan. Orang Ogellallah mahir menggunakan senjatanya. Lihatlah, dari enam belas petugas kereta dan dua puluh militer, tidak kurang dari sembilan orang yang gugur. Saya tidak bertanggung jawab atas kematian mereka. Jika Anda bayangkan, bahwa saya dan teman saya, hanya kami berdua yang berhasil mengusir pergi seluruh prajurit kulitmerah, maka kira-kira Anda bisa membandingkan, apa yang akan terjadi seandainya tadi Anda menuruti perintah saya dan bukannya perintah Anda sendiri." Tampaknya dia ingin membantah. Tapi beberapa orang membenarkan pendapat saya. Karena itu dia berkata dengan agak ketus, "Anda masih tinggal di sini sampai kami pergi?" "Tentu saja! Seorang westman sejati tidak pernah bekerja setengah-setengah. Kalian harus mulai bekerja. Nyalakan api agar menerangi kalian selama bekerja. Di sini banyak terdapat semak-semak. Tempatkan beberapa orang penjaga untuk berjaga-jaga seandainya kulitmerah kembali lagi ke sini." "Apa Anda bersedia mengambil alih, Sir?" "Apa?" "Tugas menjaga." "Tidak. Saya sudah cukup banyak berjuang bagi Anda, dan masih banyak tugas lain yang sedang menanti saya. Sementara itu Anda sendiri hanya perlu meneruskan perjalanan. Dari taktik Anda orang bisa tahu bagaimana Anda akan membuat tugas penjagaan." "Tapi mata dan telinga kami tidak begitu tajam dan terlatih seperti Anda!" "Berusahalah, Sir! Berusahalah sedikit lebih keras, maka Anda bisa melihat serta mendengar dengan baik seperti saya! Saya akan segera memberikan contohnya. Tenanglah, tuan-tuan dan dengarlah ke arah kiri! Apakah kalian mendengar sesuatu?" "Ya. Ada kuda datang. Pasti seorang Indian." "Pshaw! Kalian sungguh yakin bahwa orang Indian memacu kudanya begitu ribut kalau mereka ingin merampok kalian? Yang datang ini adalah teman saya. Saya meminta dengan sangat supaya kalian menyambutnya dengan ramah. Dia adalah Sans-ear dan orangnya sangat serius!" Memang yang datang adalah Sam. Dia memacu kuda mendekat dan turun sambil menunjukkan raut wajah seolah-olah dia hendak menantang seluruh dunia. "Anda mendengar tanda dari saya?" saya bertanya kepadanya. Dia hanya mengangguk lalu berpaling kepada kondektur. "Jadi Andalah yang memimpin penyerangan hebat tadi?" "Ya," jawabnya begitu tolol sehingga hampir-hampir saya tak kuat menahan tawa. "Well, Sir! Kalau begitu saya harus memuji Anda, karena kuda ini, Tony, masih memiliki otak yang lebih baik daripada otak Anda. Anda bisa menjadi orang penting. Tapi perhatikanlah, jangan sampai orang memilih Anda menjadi presiden! Tetaplah di sini, Tony, saya akan kembali lagi!" Petugas kereta itu hanya berdiri tercengang dan tidak tahu harus berkata apa. Juga seandainya dia ingin berbicara, tidak mungkin dia menyampaikannya karena Sans-ear sudah menghilang dalam kegelapan malam. Tentu saja saya bertanya, apa yang menyebabkan Sam begitu jengkel. Saya tidak berpikir lain, alasannya pasti karena Fred Morgan. Orang itu tidak lain bushheader kulitputih yang saya tendang dari atas lokomotif. Ke mana Sam pergi sekarang, bisa saya bayangkan. Sebenarnya saya ingin sekali menyusul dia, tetapi saat ini saya tidak punya waktu. Setelah beberapa menit dia kembali. Saya duduk dan dalam cahaya api saya melihat persiapan yang dilakukan untuk memperbaiki rel. Dia mengambil tempat di samping saya. Raut wajahnya kesal, bahkan kini bertambah jengkel. "Bagaimana?" tanya saya. "Bagaimana apa?" dia menantang saya. "Apakah mereka sudah mati?" "Mati? Lucu! Bagaimana dua kepala suku Indian bisa mati kalau Anda hanya menggaruk kepala mereka seperti menghalau lalat. Itu hanya membuat mereka merasa geli! Anda tahu, apa yang saya katakan tadi kepada kondektur?" "Apa?" "Bahwa otak Tony lebih baik daripada otaknya." "Lalu?" "Bandingkan dengan diri Anda sendiri! Tony misalnya pasti sudah membunuh Ka-wo-min dan Ma-ti-ru, dan bukan hanya membuat mereka lumpuh. Keduanya sudah menghilang!" "Saya senang karenanya!" "Senang? Ini sesuatu yang pitiful[Inggris: Menyedihkan], sesuatu yang sungguh menyakitkan. Anda membiarkan kedua keparat itu kabur, padahal scalp mereka sudah ada di tangan Anda!" "Saya 'kan sudah menjelaskan alasannya kepada Anda, Sam. Hentikan umpatan semacam itu! Lebih baik Anda ceritakan, mengapa Anda uring-uringan!" "Well, juga setelah peristiwa itu. Apa Anda tahu orang yang saya jumpai?" "Fred Morgan." "Egad! Siapa yang memberitahukan kepada Anda?" "Anda menyebut namanya cukup keras ketika melihat dia." "Baiklah! Saya sudah lupa. Tebaklah, siapa orang itu!" Dari pertanyaan dan raut wajah pemburu tua yang sedang geram itu saya segera tahu. "Dialah orang yang telah membunuh istri dan anak Anda!" "Tentu saja! ... Siapa lagi kalau bukan dia?" Saya melanjutkan, "Menyedihkan! Berat rasanya! Anda berhasil menangkapnya?" "Jahanam itu lolos dari kejaran saya. Bangsat itu raib, menghilang di pegunungan! Oh, kejengkelan ini bisa membuat saya memotong telinga sendiri seandainya saya masih memilikinya!" "Saya melihat, bagaimana Anda memburunya dengan kuda, ke tengah-tengah orang Indian." "Tidak berhasil, tidak berhasil. Saya tidak melihatnya lagi. Barangkali dia tiarap di atas tanah sehingga saya melewatinya. Tapi dia akan menjadi milik saya, saya harus menemukannya! Kuda-kuda telah lari, jadi kita bisa menelusuri jejak kakinya." "Itu pekerjaan yang sulit! Memang jejak kulitputih bisa dibedakan dari jejak kulitmerah. Tapi siapa yang bisa memastikan bahwa mereka tidak bisa mengubah kebiasaan dengan berjalan menggunakan ujung jari kaki seperti orang-orang Indian? Dan bukankah selalu terdapat jejak pada setiap dataran?" "Anda benar, Charley. Tapi apa yang harus saya lakukan?" Saya meraih tas dan mengeluarkan dua pundi-pundi serta beberapa lembar kertas yang saya temukan pada kuda kulitputih. "Barangkali kita bisa menemukan sesuatu yang membantu kita menentukan rencana selanjutnya." Saya membuka kantung. Di dekat kami, api masih menyala. Cahayanya cukup terang sehingga saya bisa memeriksa isinya. Saya berteriak kaget. "Batu, batu mulia, berlian! Sam, saya menggenggam harta melimpah dalam tangan!" Dari mana bushheader memperoleh barang ini dan bagaimana mereka membawanya ke sabana? Mereka pasti tidak memilikinya dengan cara yang halal, ini sudah jelas. Saya harus menemukan pemilik sebenarnya dari barang-barang tersebut. "Berlian? 's death, benarkah? Tunjukkan! Sepanjang hidup, saya misalnya belum pernah memegang sebutir barang tambang itu di tangan." Saya memberikan kepadanya sambil berkata, "Berlian dari Brazil. Ini, lihatlah!" "Hmmm! Manusia memang makhluk yang aneh. Ini hanyalah sebuah batu, bukan besi yang kuat dan awet. Benar 'kan, Charley?" "Karbon, Sam, tidak lebih dari karbon!" "Karbon atau kokain, sama saja. Saya tidak mau menukar senjata tua saya dengan seluruh barang ini! Apa yang akan Anda lakukan dengan arang-arang itu, Charley?" "Memulangkan kepada pemilik yang sebenarnya." "Siapa?" "Entahlah. Tapi saya akan mengetahuinya karena orang yang kehilangan barang ini pasti tidak akan tinggal diam. Dia akan menulis pemberitahuan di surat kabar." "Hihihihi, jadi mulai besok kita akan berlangganan surat kabar, Charley!" "Tidak perlu. Pada akhirnya kita akan menemukan petunjuk dalam kertas-kertas ini." "Kalau begitu lihatlah misalnya dengan segera!" Saya membuka dan menemukan dua buah kartu pos yang indah dari Amerika Serikat serta sebuah surat tanpa amplop. Surat itu berbunyi, Galveston, tanggal... Ayah yang tercinta, Saya membutuhkanmu. Datanglah secepat mungkin. Tidak menjadi masalah, apakah Ayah berhasil mendapat berlian atau tidak. Yang jelas kita akan menjadi kaya raya. Pada pertengahan Agustus, ayah bisa menemui saya di Sierra Ranca, tempat sungai Rio Pecos mengalir keluar di antara Skettel-Pik dan Head-Pik. Hal-hal lain akan saya sampaikan secara lisan. Anakmu, Patrik Tanggal dari surat itu sudah tersobek sehingga saya tidak bisa mengira kapan surat itu ditulis. Saya membacakannya buat Sam. "Behold," ujarnya ketika saya selesai membaca. "Benar, nama anak itu misalnya tidak lain adalah Patrik. Keduanya termasuk dalam kesepuluh orang yang nyawanya belum terpahat pada gagang senjata saya. Tapi coba ulangi lagi, apa nama kedua gunung tadi?" "Skettel-Pik dan Head-Pik.[Skettel Peak dan Head Peak. Peak=Puncak (Inggris)]" "Anda tahu gunung itu?" "Sedikit. Saya berangkat dari Santa Fe menuju pegunungan Organos. Karena katanya di Sierra Rianca dan Sierra Guadeluppe ada beruang, maka saya singgah sebentar ke sana." "Anda pun tahu tentang sungai Rio Pecos?" "Saya tahu sekali." "Kalau begitu Andalah orang yang saya butuhkan. Kita akan pergi ke Texas dan Mexico dan kita bisa mengambil jalan membelok sebentar ke kanan. Saya hanya ke sana, karena saya misalnya ingin menjumpai teman-teman saya. Tapi karena mereka sudah mengatakan di mana mereka akan ditemui, maka rasanya lucu jika Sans-ear yang tua ini tidak menampakkan diri bersama Tony di hadapan mereka. Maukah Anda pergi bersama saya, jika besok pagi kita tidak menemukan jejak Fred Morgan?" "Tentu saja! Saya harus menangkapnya karena hanya dari dia saya bisa tahu siapa pemilik batu-batu mulia ini." "Kalau begitu simpanlah kembali barang-barang itu. Mari kita lihat apa yang dikerjakan railroader!" Sesuai anjuran saya, kondektur menempatkan penjaga. Selain pekerja kereta, para pegawai kereta pun sibuk memperbaiki rel kereta yang rusak. Para penumpang hanya berdiri, sebagian dari mereka memperhatikan pekerjaan perbaikan, dan sebagian lagi sibuk mengurusi jenasah korban yang tewas atau memperhatikan kami berdua, tapi mereka tidak berani mengganggu percakapan kami. Ketika kami berdiri, beberapa orang datang menghampiri kami untuk mengucapkan terima kasih atas pertolongan kami. Mereka lebih ramah daripada masinis. Mereka bertanya, bagaimana mereka mengungkapkan rasa terima kasihnya dalam bentuk barang. Saya menjawab, saya ingin membeli peluru, tembakau, roti, dan korek api seandainya barang-barang itu dijual. Dengan segera mereka mengeluarkan barang-barang tersebut dari kantongnya sehingga kami menerima hadiah yang jumlahnya lebih dari cukup. Tentu saja saya tidak perlu membayarnya karena pasti akan ditolak. Dalam waktu yang singkat perbaikan rel kereta sudah selesai. Perkakas kembali disimpan. Kondektur mendekati kami lalu bertanya, "Apakah Anda mau ikut, Mesch'schurs? Dengan senang hati saya mau mengantar Anda ke tempat yang Anda inginkan." "Terima kasih, Sir! Kami tetap tinggal di sini," jawab saya. "Terserahlah. Tentu saya akan menulis berita tentang peristiwa hari ini dan saya tidak lupa menyanjung nama Anda. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Anda akan mendapat hadiah." "Terima kasih, hadiah itu tidak perlu, karena kami tidak tinggal lama di daerah ini." "Siapa yang berhak atas barang-barang yang direbut dari musuh?" "Menurut undang-undang padang prairie, semuanya menjadi milik pihak yang menang." "Kita sudah menang, karena itu kita bisa mengambil barang-barang yang dibawa orang Indian. Silakan, tuan-tuan! Setiap orang harus mengambil tanda mata untuk mengenang pertempuran hari ini!" Tiba-tiba Sam maju menghampirinya dan berkata, "Maukah Anda menunjukkan kami mayat-mayat orang Indian yang telah Anda kalahkan atau Anda bunuh, Sir?" Orang itu menatapnya agak terperangah. "Apa maksud Anda?" "Apabila Anda telah membunuh seseorang, maka Anda misalnya boleh merampas hartanya, tapi jika tidak maka Anda tidak boleh." "Sam, biarlah mereka mengambilnya," kata saya sambil berpaling kepada sahabat saya. "Kita tidak membutuhkannya sama sekali!" "Jika Anda berpendapat demikian, baiklah. Tetapi scalp mereka jangan disentuh!" "Anda pun harus mengambil mayat pemeriksa rel yang tergeletak di sana," saya menambahkan. "Itu merupakan kewajiban Anda!" Keinginan saya tentu saja dipenuhi. Mereka mencari mayat-mayat orang Indian dan merampas senjata serta harta bendanya. Kemudian mereka menaikkan mayat kulitputih ke dalam sebuah gerbong. Setelah perpisahan yang singkat, kereta pun bergerak maju. Selama beberapa saat kami masih mendengar bunyi putaran roda, lambat laun makin melemah. Setelah itu kami sendirian lagi di padang sabana yang luas dan sepi ini. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Charley?" tanya Sam. "Tidur." "Apakah Anda berpikir, bahwa orang-orang Indian tidak akan datang lagi karena manusia-manusia berani itu kini telah pergi?" "Saya kira tidak." "Tapi saya misalnya merasa heran, mengapa Fred Morgan tidak kembali lagi dan paling tidak berusaha menemukan kembali kuda serta batu berliannya!" "Hal itu mungkin, tapi saya meragukannya. Siapa yang mau mencari lagi kudanya yang sudah lari terhalau oleh api? Dia juga tahu, selain railroader masih ada orang lain di sini dan dia tidak boleh menunjukkan batang hidungnya kepada mereka jika tidak ingin menjerumuskan diri ke dalam bahaya." "Tadi dia melihat saya, begitu pula sebaliknya. Saya heran kalau dia tidak ingin menghadiahi saya peluru atau besi tajam!" "Kita harus menunggu. Hari ini keadaannya aman. Walaupun demikian kita bisa sedikit menghindar dari rel kereta sampai kita cukup yakin bahwa kita tidak akan diganggu." "Well, mari kita pergi!" Dia bangkit. Saya naik ke punggung kuda dan kami berkuda kira-kira satu mil inggris ke arah utara. Di tempat itu kami berhenti, lalu mengikat kuda dan membungkus diri dalam selimut. Saya benar-benar letih sehingga segera tertidur. Kemudian, seperti dalam mimpi, saya mendengar bunyi kereta melaju dari timur ke barat. Tapi saya tidak terjaga sepenuhnya, lalu saya kembali tertidur. Ketika saya bangun dan membuka selimut, hari masih sangat pagi. Tapi Sam sudah duduk di hadapan saya dan dengan nikmat dia mengisap sebuah cerutu yang kemarin malam dihadiahkan kepada kami. "Good morning, Charley! Memang ada perbedaan antara cerutu pemberian penumpang dan cerutu patent-smokers Anda, yang pabriknya terdapat di bawah pelana kuda. Mari, isaplah bersama saya barang satu batang kemudian kita pergi bekerja. Kita harus menunda sarapan sampai menemukan air." "Semoga kita segera menemukannya. Ini tentu sangat baik untuk kuda kita yang belum diberi makan. Omong-omong saya pun bisa menikmati cerutu di atas punggung kuda." Saya menyulut sebatang cerutu kemudian melepaskan tali ikatan kuda. "Ke mana kita pergi?" tanya Sam. "Kita berangkat dari sini sampai ke tempat kereta berhenti. Di sana tak ada jejak yang akan luput dari perhatian kita." "Tapi kita tidak berkuda berdampingan." "Ya. Tentu saja kita berkuda beriring-iringan. Ayo, mari pergi!" Abu halus dari rerumputan yang terbakar mampu merekam jejak prajurit Ogellallah yang kabur. Tapi hembusan angin sepanjang malam telah mengaburkan jejak-jejak itu sehingga tidak terlihat lagi. Akhirnya kami tiba di sana tanpa mendapat hasil. "Apa Anda melihat sesuatu, Charley?" tanya Sam. "Tidak." "Saya pun tidak. Angin terkutuk, dia misalnya hanya datang seandainya tidak diperlukan! Kalau Anda tidak menemukan surat itu, pasti kita tidak bisa menyusun rencana kita selanjutnya." "Jadi mari kita berangkat ke Rio Pecos!" "Well! Tapi sebelumnya saya ingin mengatakan kepada kulitmerah, bahwa mereka harus berterima kasih kepada seseorang atas peristiwa kemarin." Pada saat saya naik dan berbaring di rel, dia memulai pekerjaannya. Saya tidak mau ikut ambil bagian. Dia membaringkan mayat Indian berdampingan dan meletakkan telinga mereka yang sudah terpotong ke dalam tangannya masing-masing. "Sekarang marilah!" katanya. "Kita terus berkuda sampai tiba di mata air terdekat. Saya ingin tahu, siapa yang lebih kuat menahan haus, kuda Anda atau si tua Tony." "Kuda Anda memikul beban yang lebih ringan daripada kuda saya." "Well, Charley. Daging manusia yang dipikulnya lebih ringan, tetapi ia memiliki otak yang lebih banyak. Bung, saya tidak bisa menerima bahwa Fred Morgan bisa lolos. Tetapi bahwa Anda tidak langsung membunuh kedua kepala suku itu, hal itu misalnya akan saya maafkan, seandainya Anda membantu saya menangkap Morgan." PENANCAP TIANG Di antara Texas, Arizona, New Mexico, dan Indian Territory terbentang sebidang tanah yang sangat luas. Daerah ini sebenarnya berada di antara sungai yang mengalir dari pegunungan Ozark, yaitu antara Sierra Guadelupe di bagian utara dan Gunung Gualpa di selatan. Daerah ini dikelilingi oleh puncak-puncak gunung yang tinggi yang membatasi aliran Sungai Rio Pecos di sebelah utara dan mata air dari Sungai Red River, daerah Sabine, Trinidad, Brazos dan Colorado. Hamparan padang pasir yang gersang dan tandus itu diselingi oleh hamparan kerikil yang tajam dan kering. Tanah di sana begitu gersang, sehingga tak ada tanaman yang bisa tumbuh di atasnya. Suhu yang menyengat kulit pada siang hari akan berubah menjadi begitu dingin menusuk tulang pada malam hari. Di padang pasir ini tidak ditemukan wahah atau oase seperti layaknya di Gurun Sahara. Tak terlihat tanah lembab di mana orang bisa menduga ada mata air di bawahnya. Bahkan di sana hampir tidak terdapat daerah peralihan antara pegunungan yang ditumbuhi hutan lebat dan padang tandus. Keadaan ini tentu saja mengandung bahaya tersembunyi yang tidak kasat mata. Di beberapa tempat tumbuh semak mezquite yang jarang dan berkulit keras. Tidak diketahui, dengan kekuatan apa tumbuhan itu bisa bertahan hidup. Daunnya tidak lagi hijau. Ada hal lain yang mengherankan, di tempat itu dijumpai pula sejenis kaktus liar yang hanya tumbuh beberapa batang atau membentuk sebuah rumpun atau tersebar di beberapa tempat lain di sekitarnya. Kehadiran kaktus itu masih menjadi teka-teki yang belum bisa dijelaskan. Tanaman mezqu te maupun kaktus kelihatan tidak menarik untuk dipandang karena berwarna cokelat abu-abu dan mempunyai bentuk batang yang jelek. Tumbuhan itu tertutup oleh lapisan debu pasir yang tebal. Kuda-kuda yang terjebak di dalam lautan kaktus, akibat penunggangnya yang kurang berhati-hati, pasti akan menderita luka parah karena kakinya tertusuk duri-duri yang tajam dan keras. Pasti hewan itu tidak bisa lagi meneruskan perjalanan. Penunggangnya harus menyerah dan membunuh kudanya jika dia tidak ingin melihat binatang itu keluar dari sana dengan luka parah. Walaupun gurun pasir itu sangat berbahaya, masih ada juga manusia yang berani melewatinya. Di tempat itu terbentang jalan ke Santa Fe dan Fort Union sampai ke Passo del Norte dan terus turun ke padang prairie yang mengandung cukup air serta ke hutan-hutan di daerah Texas. Tetapi 'jalan' di sini tidak boleh dibayangkan seperti jalan raya yang dijumpai di negara-negara maju. Bisa saja seorang penunggang kuda, rastreador[Spanyol: Pencari emas atau penunjuk jalan] atau sekelompok orang nekat, ataupun orang Indian yang berkuda dengan cepat melewati padang pasir ini. Tapi kadang-kadang terlihat kafilah yang ditarik lembu bergerak begitu lamban seperti siput darat melintasi padang sepi ini. Sebenarnya tak ada jalan di sana, juga tak ada jalan sejajar yang berjarak lima belas menit perjalanan seperti yang terdapat di padang rumput di Luneburg atau pada pesisir pantai di Brandenburg. Setiap orang yang berkuda atau berjalan kaki, membuat jalannya sendiri, selama masih terlihat tanda-tanda di tanah yang menunjukkan bahwa dia masih berada pada arah yang benar. Namun makin lama tanda-tanda itu mulai menghilang, sehingga orang dengan penglihatan tajam sekalipun tidak bisa menelusurinya. Mulai dari tempat itu dibuat tanda lain, yakni tiang-tiang yang ditancapkan di atas tanah sebagai penunjuk arah. Walaupun sudah diberi tanda, padang pasir itu tetap saja meminta korban. Bahkan jumlahnya lebih banyak daripada yang terjadi di Gurun Sahara di Afrika atau Gurun Schamo di Asia yang terkenal sebagai padang gurun yang angker. Mayat manusia, bangkai binatang, sobekan pelana kuda, dan barang-barang rongsokan lainnya berserakan di tepi dan tengah jalan. Barang-barang itu menjadi saksi bisu tentang kisah yang tidak pernah didengar oleh telinga dan hanya bisa ditangkap oleh mata. Burung-burung nasar pemakan bangkai terbang tinggi di udara dan dengan penasaran memantau gerak maju makhluk hidup di bawahnya, seolah-olah binatang itu tahu bahwa mangsa-mangsa empuk itu tidak akan lolos. Lalu, apa nama gurun pasir ini? Penduduk yang tinggal di sekitarnya memberinya nama yang berbeda-beda, kadang dalam bahasa Inggris, kadang Perancis ataupun Spanyol. Tetapi karena tiang-tiang yang ditancapkan sebagai penunjuk jalan tadi, maka gurun itu disebut Llano Estaccado (estaccado berarti tertancap). Dua orang penunggang kuda sedang berjalan dari arah hulu Red River menuju ke Sierra Rianca. Kuda-kuda mereka terlihat sangat kelelahan. Binatang malang itu begitu kurus dan hanya tinggal kulit pembalut tulang. Kedua binatang itu pun tampak lusuh ibarat burung yang terbujur kaku di dalam sarangnya. Dengan menyeret kakinya tanpa tenaga, binatang itu bergerak maju perlahan-lahan, seolah-olah akan tersandung setiap kali melangkah. Karena itu orang bisa menduga, setiap saat kuda itu bisa roboh ke tanah. Matanya sudah merah. Lidahnya yang kering terjulur keluar di antara sudut bibirnya dan jatuh terkulai lemas. Tapi walaupun panas yang membakar, pada tubuhnya tidak terlihat butir-butir keringat. Dari mulutnya pun tidak keluar buih. Ini menunjukkan bahwa binatang-binatang itu tidak lagi memiliki cairan dalam tubuhnya selain darah, karena cairan itu telah menguap akibat panasnya gurun pasir. Kedua kuda itu adalah Tony dan mustang saya. Tentu penunggangnya adalah Sam dan saya. Sudah lima hari kami berkuda menempuh Llano Estaccado. Sebelumnya kami masih menjumpai mata air di beberapa tempat. Namun kini sama sekali tidak terlihat adanya air. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana unta-unta di padang pasir begitu praktis menyimpan persediaan air di punuknya. Kini saya teringat akan sebuah peribahasa dari Uhland [(Johann) Ludwig Uhland (1787-1862), penyair dan filologis Jerman ternama] yang kira-kira berarti, "Jika kuda terlalu letih untuk memikul tuannya, maka tuannya harus ganti memikul kudanya!" Walaupun mungkin, realisasi dari ungkapan ini sangat sulit dibayangkan, karena penunggang kuda itu pun berada dalam keadaan tanpa harapan seperti si kudanya. Si kerdil Sam yang semakin kurus bergantung pada leher kudanya seakan-akan tubuhnya ditopang begitu saja oleh leher kuda. Mulutnya menganga, matanya memandang kosong, tampak nanar. Sementara itu keadaan saya, kelopak mata saya terasa begitu berat seperti digantung dengan timah. Tenggorokan saya terasa kering. Saya tidak bisa bersuara karena kerongkongan saya seperti hendak pecah setiap kali berbicara. Nadi saya dialiri oleh sesuatu yang mendidih seperti leburan besi panas. Saya kira, tidak sampai satu jam lagi, saya akan terjatuh dari punggung kuda dan terkapar di tanah tanpa daya. "A...ir!" Sam mengerang perlahan. Saya menegakkan kepala. Apa yang harus saya jawab? Saya hanya diam. Tiba-tiba kuda saya tersentak dan berhenti. Saya berusaha sedapat mungkin untuk memacunya, namun binatang itu tidak mau maju. Si Tony yang sudah tua itu pun sama. "Turun!" kata saya. Semua organ berbicara terasa sakit saat saya mengucapkan kata ini. Bagian tubuh saya mulai dari paru-paru sampai ke mulut, terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum. Saya jatuh melorot dari kuda, meraih tali kekang dan melangkah maju dengan bisu. Kuda itu mengikuti saya perlahan-lahan, tak ada lagi beban yang harus dipikulnya. Sam pun menuntun kudanya dari belakang, namun pada saat itu dia tampaknya lebih letih daripada saya. Kami terus berjalan maju perlahan-lahan sejauh setengah mil. Pada waktu itu saya mendengar suara erangan keras dari belakang. Saya membalikkan tubuh. Sam tergeletak di tanah dengan mata tertutup. Saya maju menghampiri dia lalu duduk di sampingnya, diam dan tanpa suara, karena keadaan kami tetap tidak akan berubah walaupun kami berbicara. Rasanya hidup saya akan segera berakhir, saya tiba pada tujuan akhir pengembaraan! Saya ingin mengenang kembali orang tua dan saudara-saudara saya yang tinggal jauh di tanah Jerman. Saya ingin menenangkan pikiran untuk berdoa ... tapi tidak berhasil. Pikiran saya kusut. Tanpa sadar kami sudah menjadi korban dari siasat jahat yang sebelumnya pun sudah menelan banyak nyawa. Kelompok pencari emas yang mendapat rezeki pada diggins di California sering datang dari Santa Fe menyeberang ke Paso del Norte dan kini ingin membawa hasil pekerjaannya ke daerah Timur. Mereka mengambil jalan pintas melalui Llano Estaccado. Dengan melalui jalan ini, mereka justru menantang bahaya yang bukan timbul karena pengaruh tanah dan cuaca, karena selain itu mereka akan disambut oleh orang-orang lain. Orang-orang ini adalah mereka yang tidak puas bekerja pada tambang emas dan tidak berhasrat untuk bekerja secara jujur. Mereka adalah orang-orang yang dipecat dan dicaci-maki di daerah Timur karena kasus korupsi. Kini mereka berkumpul di dekat Estaccado untuk menjarah para penambang emas itu. Kebanyakan dari mereka mempunyai perawakan kekar dan terlatih. Keberanian mereka sudah teruji dalam berbagai kesulitan dan pertempuran, karena itu tentu saja sangat berbahaya jika orang mencari persoalan dengan mereka. Para perampok liar itu merancang sebuah ide yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan: mereka mencabut tonggak-tonggak yang dipasang sebagai penunjuk arah lalu menanamnya menuju arah yang lain, sehingga para pengelana akan digiring kepada keganasan padang pasir lalu akhirnya terbunuh dalam ketidakberdayaan. Dengan itu mudah bagi mereka untuk merampas harta korban tanpa perlu bersusah payah atau menghadang bahaya. Tulang belulang korban yang telah pudar karena diterpa panas matahari berserakan di padang sepi ini. Sementara itu kerabatnya di rumah sia-sia menunggu mereka pulang dan mereka tidak pernah mendengar lagi cerita tentang nasib orang-orang malang itu. Sampai sekarang kami mengikuti tonggak itu tanpa menaruh curiga. Baru pada waktu tengah hari, kami sadar bahwa tiang-tiang itu telah menyesatkan kami. Saya tidak tahu, sejak kapan kami menyimpang dari arah yang sebenarnya. Tetapi rasanya tidak berguna jika kami kembali ke tempat semula, terutama karena dari waktu ke waktu keadaan kami semakin parah. Sam tidak mungkin lagi meneruskan perjalanan. Saya sendiri pun tidak bisa berjalan lagi lebih dari satu mil walaupun saya mengerahkan seluruh tenaga saya yang masih tersisa sedikit. Hanya satu hal yang pasti, kami akan segera menjadi mayat, seandainya tidak ada yang datang menolong kami. Dan pertolongan itu harus segera datang. Tiba-tiba terdengar suara yang keras dan serak di atas kepala saya. Saya menengadah ke atas dan melihat seekor burung nasar. Binatang yang barangkali baru saja terbang ke udara itu, melayang rendah di atas kami. Burung itu terbang berputar-putar di atas seolah-olah kami pasti akan menjadi mangsanya. Di dekat kami pasti terkapar seorang atau para stakemen[Orang-orang yang menancapkan tiang penunjuk jalan]. Kelompok terakhir ini biasa disebut perampok dari Estaccado. Saya memandang sekeliling untuk mencari jejak yang mungkin ada di sana. Mata saya memerah karena terik matahari dan sakit demam, sehingga terasa sakit dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Walaupun demikian, pada jarak sekitar beberapa langkah di depan, saya melihat beberapa titik. Titik-titik itu bukan bebatuan atau gundukan tanah. Saya meraih senapan berlaras ganda dan berusaha untuk berjalan mendekat. Sebelum mencapai setengah dari jarak ke tempat itu, saya melihat tiga ekor coyote, dan tidak jauh darinya tampak beberapa ekor burung ruak-ruak. Binatang-binatang itu mengerumuni sesuatu yang tidak jelas terlihat oleh saya. Pasti tubuh binatang atau manusia, tetapi pemilik tubuh itu belum mati. Jika tidak pasti binatang- binatang pemangsa itu sudah lama melahap bangkainya. Pada saat yang sama tumbuh harapan dalam diri saya setelah melihat coyote. Binatang ini berani menyusup agak jauh ke daerah gurun pasir, walaupun mereka sebenarnya tidak bisa bertahan hidup tanpa air. Saya juga harus menyelidiki apa yang sedang dikerubutinya. Saya sudah mengayunkan langkah untuk maju. Tiba-tiba terbersit suatu pikiran untuk menggunakan senjata. Kami hampir sekarat. Di sini tidak ada air untuk melepaskan dahaga, tetapi paling tidak kami bisa minum darah binatang itu. Saya membidik. Namun, karena saya begitu lemah dan sedang sakit demam, maka ujung senapan bergetar hebat. Karena itu saya duduk, menopang tangan di atas lutut supaya bisa menembak dengan tepat. Saya menarik pelatuk dua kali. Dua ekor coyote roboh ke atas pasir. Pada saat itu saya melupakan semua keletihan lalu berlari dengan cepat ke sana. Seekor serigala tertembak di kepalanya, sedangkan tembakan yang lain tampaknya kurang tepat, sehingga saya harus malu seandainya saya tidak berada dalam kondisi sakit. Peluru hanya meremukkan kedua kaki depannya. Ketika saya menembak, serigala itu sedang lari. Sekarang binatang itu roboh ke pasir sambil meraung-raung. Saya mencabut pisau, memotong urat nadi pada leher serigala yang lebih dulu tertembak lalu meminum darahnya dengan puas seakan-akan saya minum nektar[Minuman sangat lezat]. Kemudian saya mengambil cangkir kulit dari ikat pinggang lalu mengisinya sampai penuh dan bergegas menghampiri seorang pria yang terkapar di dekatnya, seorang Negro. Cangkir yang saya pegang hampir jatuh terlepas, karena saya begitu terkejut melihat wajah orang itu yang bukan tampak hitam melainkan keabu-abuan karena debu pasir. "Bob!" Mendengar seruan saya, dia membuka sedikit kelopak matanya. "Air!" dia mengerang. Saya berlutut di sampingnya, lalu meninggikan tubuhnya kemudian mendekatkan cangkir ke mulutnya. "Minumlah!" Dia membuka mulut, tapi karena tenggorokannya kering, dia tidak bisa menelannya. Hal ini berlangsung lama, sehingga akhirnya saya menuangkan cairan menjijikkan itu ke dalam mulutnya. Kemudian dia rebah lagi ke tanah. Sekarang saya harus memikirkan nasib Sam. Dengan hati-hati saya mengambil darah dari coyote yang lebih dulu tertembak mati karena darahnya lebih kental daripada serigala yang hanya terluka. Lalu saya mendekati serigala kedua. Binatang itu meraung-raung dan menggigit saya. Tetapi saya masih membiarkannya hidup. Kemudian saya mencekik lehernya dan menyeretnya sampai ke tempat Sans-ear. Lalu binatang itu saya tekan ke tanah, sehingga tidak bergerak. Kemudian saya memotong nadinya. "Sam, minumlah ini!" Dia tergolek tanpa daya di tanah. Tetapi kini dia bangun. "Minum? Oh!" Dengan terburu-buru dia menyambar cangkir dan mengosongkannya dengan sekali teguk. Saya mengambil cangkir itu dari tangannya lalu mengisinya lagi. Sam minum lagi sampai habis. "Darah, fie! Ah, brrr, ooohhh, tapi itu lebih baik daripada tidak minum sama sekali!" Saya menghabiskan beberapa teguk darah yang masih tersisa kemudian bangkit. Serigala ketiga yang tadi melarikan diri, kini datang lagi dan mengancam hendak menggigit Bob, walaupun si Negro itu masih hidup. Saya kembali mengisi senjata, melangkah ke dekat binatang itu lalu menembaknya mati. Dengan darahnya saya bisa membantu si kulithitam, sehingga kesadarannya pulih kembali dan dia bisa menggerakkan tubuhnya. Para pengembara seringkali mengalami perjumpaan yang sangat mengesankan. Perjumpaan seperti itu kini saya alami pada si orang Negro itu. Saya mengenal dia dengan sangat baik. Saya pernah menginap selama beberapa hari di rumah majikannya, Marshall, seorang pedagang permata di Louisville. Pada waktu itu saya menyukai pria Negro itu karena dia seorang yang setia dan lucu. Dua putra pedagang itu pergi berburu bersama saya ke pegunungan Cumberlands, kemudian menemani saya sampai ke Mississippi. Keduanya adalah pemuda tampan dan rasa persaudaraan di antara mereka membuat saya sungguh kagum. Mengapa Bob, pria kulithitam yang sudah tua dan beruban ini, bisa datang sampai ke Llano Estaccado? "Apakah sekarang keadaannya lebih baik, Bob?" tanya saya kepadanya. "Lebih baik ... oh, sangat baik," dia berdiri dan sekarang tampaknya dia mengenal saya. "Massa, apa saya tidak salah? Massa Charley, pemburu yang luar daripada biasa! Oh, Bob senang bahwa bertemu Massa, karena Massa Charley harus tolong Massa Bern', jika tidak akan mati dia." "Bernard? Di mana dia berada?" "O, di mana Massa Bern' ya?" Dia memandang sekeliling lalu menunjuk ke selatan. "Massa Bern' adalah di sana! Oh bukan, adalah di sana... atau di sana... atau di sana!" Dia memutar tubuhnya dan menunjuk ke arah barat, utara dan timur. Bob tidak tahu, di mana Massa yang masih muda itu berada. "Apa yang dilakukan Bernard di Llano Estaccado ini?" "Melakukan apa? Tidak Bob mengetahui, sebab tidak Bob melihat Massa Bern' yang pergi bersama Massa-Massa yang lain." "Siapakah yang pergi bersama dengannya?" "Mereka adalah pemburu, adalah pedagang, adalah ... oh, tidak Bob mengetahui semuanya!" "Ke mana dia hendak pergi?" "Ke Californ', ke Francisco, ke tempat Massa Allan." "Jadi Allan berada di Francisco?" "Massa Allan adalah di sana, membeli banyak emas untuk Massa Marshall. Tetapi Massa Marshall membutuhkan tidak lagi emas, karena Massa Marshall adalah sudah mati." "Master Marshall sudah meninggal?" tanya saya tercengang karena dulu pedagang permata itu masih terlihat segar bugar. "Ya, tetapi tidaklah mati karena sakit tetapi oleh karena pembunuhan." "Dia dibunuh?" teriak saya tidak percaya. "Siapa pembunuhnya?" "Tidak Bob mengetahui pembunuhnya. Juga tidak mengetahui seorang pun. Pembunuh itu datang pada malam hari, menghujam pisau ke dada Massa Marshall, mengambil semua batu-batu permata dan emas yang adalah menjadi milik Massa Marshall. Siapa adalah pembunuhnya dan ke mana dia pergi, itu tidak sheriff mengetahui, tidak juga jury[Dewan pengadilan], tidak juga Massa Bern' atau Bob." "Kapan peristiwa itu terjadi?" "Terjadinya beberapa minggu yang lalu, beberapa bulan yang lalu. Sudah lewat lima bulan. Massa Bern' jadi sangat miskin. Massa Bern' menuliskan surat kepada Massa Allan di Californ', tetapi tidak dibalas, sehingga berangkat dia sendiri ke Californ' untuk mencarikan Massa Allan." Berita yang sekarang saya dengar tentu saja sangat mengejutkan; sebuah pembunuhan dengan latar belakang perampokan. Pembunuhan tersebut telah menghancurkan kebahagiaan keluarga yang hidup penuh damai. Sang ayah dibunuh dan kedua putranya jatuh dalam jurang kemiskinan. Jadi semua batu mulia dan permata sudah dirampok? Tanpa sadar, saya teringat kembali akan batu berlian yang saya curi dari Fred Morgan. Berlian itu masih tetap saya bawa. Tetapi mengapa pembunuh itu meninggalkan Louisville dan pergi ke padang prairie? "Bagaimana engkau berangkat kemari?" tanya saya lagi. "Dari Memphis ke Fort Smith, kemudian melintasi pegunungan lalu sampai ke Prestan, Massa. Bob adalah berjalan, berkuda, berlari sampai ke padang pasir Estaccad' yang luas dan mengerikan ini. Karena tidak menemukan air lagi, tiba-tiba menjadi letih kuda dan Bob. Bob menjatuh dari kuda, kuda melari terus dan Bob tidur terkapar. Sekarang menghadapi Bob bahaya yang sangat besar dan pelan-pelan mati karena kehausan, sampai Massa Charley mendatangi dan memberikan Bob minum dengan darah. O, Massa, selamatkan Massa Marshall maka cinta Bob kepada Massa Charley akan menjadi selebar dunia ini!" Ini tentu saja suatu permintaan, namun saya tidak berharap sedikit pun untuk bisa memenuhinya. Bagaimana orang Negro ini sampai bisa mempercayai saya untuk tugas itu, saya tidak tahu. Tetapi untuk menolak permintaan itu pun rasanya tidak mungkin. Saya bertanya lagi, "Berapa besar kelompok kalian?" "Sangat besar, Massa. Sembilan orang, ditambah Bob." "Ke mana kalian akan pergi waktu itu?" "Tidak Bob mengetahui. Selalu Bob berkuda dari belakang dan tidak mendengar, apa yang dikatakan Massa lain." "Engkau membawa pisau dan pedang. Apakah kalian semua memiliki senjata?" "Tidak banyak kanon dan meriam, tetapi kami memiliki banyak bedil dan senjata dan pisau dan pistol dan revolver." "Siapa yang memimpin kalian?" "Seseorang yang bernama Williams." "Ingatlah sekali lagi dengan sungguh-sungguh, ke mana mereka pergi ketika engkau jatuh dari kuda." "Saya tidak tahu lagi. Ke sana, ke situ, ke sana." "Kapan? Kira-kira pada jam berapa?" "Saat itu hari adalah hampir malam ... ah, oh, sekarang Bob mengetahui: Massa Bern' berkuda lurus ke arah matahari terbenam ketika Bob menjatuh dari kuda." "Bagus! Engkau sudah mampu berjalan kembali?" "Bob bisa berlarikan lagi seperti seekor rusa. Darah tadi adalah baik untuk mengobati dahaga." Benar, minuman yang tidak lazim itu juga mampu memuaskan dahaga saya, sehingga lenyaplah demam dari tubuh saya. Sekarang si kerdil Sam berdiri di samping saya, dia pun merasakan perubahan besar dalam dirinya. Dia datang mendekat untuk mendengarkan pembicaraan kami. Keadaannya kelihatan seratus persen lebih baik daripada lima menit sebelumnya. Kelompok, tempat Bernard Marshall bergabung, pasti menderita keletihan yang hebat seperti kami. Jika tidak tentu saja pemuda tegap itu tidak akan membiarkan pelayannya yang setia ini seorang diri saja. Barangkali rasa haus dan demam begitu menderanya, sehingga dia tidak mampu mengontrol pikiran dan inderanya. Dari keterangan Bob yang terakhir saya bisa menduga, dia mau pergi ke arah barat, seperti kami. Tetapi bagaimana kami bisa menyusulnya? Bagaimana kami bisa menolongnya sementara kami sendiri masih membutuhkan pertolongan dan selain itu tidak bisa memakai kuda-kuda kami? Saya berpikir dan terus berpikir, tetapi tidak berhasil menemukan sebuah ide yang gemilang. Hanya saya bisa membayangkan, kelompok itu pasti belum pergi terlalu jauh. Tetapi bagaimana mungkin mereka tidak meninggalkan jejak sedikit pun? Saya berpaling kepada Sam, "Tinggallah di sini bersama kuda-kuda. Binatang-binatang itu barangkali sudah cukup beristirahat, sehingga nanti bisa berlari lagi sejauh satu mil. Seandainya saya belum kembali dalam dua jam, maka ikutilah saya." "Well, Charley. Kamu tidak akan pergi terlalu jauh karena minuman dari jus coyote tadi misalnya tidak akan bertahan lama." Jelas bahwa sekarang kami saling menyapa dengan "kamu" dan bukan lagi dengan "Anda" seperti pada hari pertama pertemuan kami. Yang saya maksudkan di sini adalah sebutan "kamu" yang biasa dipakai para pemburu prairie. Saya memeriksa tanah di tempat itu dan menemukan bahwa jejak Bob mulai dari tempat di mana dia terbaring, mengarah ke utara. Saya mengikutinya. Kira-kira setelah dua puluh menit saya tiba di suatu tempat. Di sana terlihat jejak sepuluh ekor kuda yang mengarah ke barat. Di sini Bob terjatuh dari kudanya karena letih, dan tampaknya tak seorang pun memperhatikan hal itu. Mungkin saja pada waktu itu dia berada agak jauh di belakang kelompoknya. Saya kembali mengikuti jejak dan menemukan bahwa kudanya lalu lari mengikuti kuda-kuda yang lain. Tapi tampaknya seluruh kuda tersebut begitu lemah karena setiap saat binatang-binatang itu tersungkur ke tanah dan hanya berjalan terseok-seok. Karena itulah di pasir terlihat garis-garis yang sangat jelas yang timbul setiap kali kuda-kuda itu melangkah. Hal ini meninggalkan jejak yang sangat jelas, sehingga tanpa susah payah saya bisa mengikutinya dengan cepat. Saya menyebutnya "dengan cepat" karena memang hal itu berlangsung cepat. Tidak bisa saya pastikan apakah saya tiba-tiba digerakkan oleh kekuatan yang timbul karena minuman yang menjijikkan tadi atau karena rasa cemas pada nasib Bernard Marshall. Saya sudah berjalan sejauh satu mil. Saya melihat beberapa pohon kaktus yang tumbuh jarang-jarang. Tanaman itu benar-benar meranggas, sehingga hampir seluruhnya berwarna kuning. Semakin jauh saya melangkah, tampak tanaman itu tumbuh dalam rumpun yang berpencar-pencar. Makin lama tanaman itu makin banyak terlihat dan akhirnya menghalangi serta menutupi jalan yang membentang hingga ke kaki langit di seberang. Tentu saja jejak-jejak yang terus saya telusuri tidak menerobos ke dalam rumpun ini, tetapi memutar. Saya mengikutinya, namun tidak lama, karena tiba-tiba saya menemukan suatu ide yang memberikan saya kekuatan baru. Jika terik matahari makin bertambah di dataran rendah pada Semenanjung Florida yang panas, maka sumur-sumur air di sana akan mengering, sehingga manusia dan hewan menderita kehausan. Tanah terasa begitu panas seperti timah cair dan hawa membakar seperti magma. Di langit tidak tampak sedikit pun gumpalan awan. Jika terjadi hal seperti ini maka orang-orang yang menderita kepanasan membakar alang-alang dan semak-semak kering lainnya untuk menciptakan hujan. Saya sendiri sudah dua kali mengalami hal itu. Barangsiapa yang mengenal hukum, kekuatan, dan perubahan alam; dia pasti bisa memahami teknik seperti ini dan tidak perlu membuat suatu uraian ilmiah terhadapnya. Pada saat ini saya berpikir tentang teknik itu. Belum selesai berpikir, saya sudah berlutut di dekat tanaman kaktus dan memotong daun-daun kering untuk dibakar. Beberapa menit kemudian timbul nyala api yang kecil, makin lama api itu bertambah besar, dan dalam waktu yang singkat membentuk kobaran api yang merambat luas. Sudah beberapa kali saya mengalami kebakaran di padang prairie. Tapi tak ada kebakaran dengan api berkobar-kobar ke langit disertai bunyi-bunyi keras seperti kaktus-kaktus ini. Karena setiap pohon yang terbakar, meledak dan mengeluarkan bunyi mirip tembakan, seolah-olah satu pasukan tentara sedang terlibat bentrok senjata. Nyala api membumbung tinggi ke langit dan di atasnya beterbangan debu-debu panas yang mengandung potongan-potongan kaktus yang terlontar ke atas akibat panas. Di bawah kaki saya, tanah terasa bergetar dan di udara terdengar bunyi seperti gemuruh. Ini merupakan cara terbaik yang bisa saya lakukan - paling tidak pada saat ini - untuk menolong Bernard Marshall dan orang-orangnya. Saya berjalan balik tanpa merasa khawatir apakah nanti saya masih bisa membaca jejak mereka atau tidak. Harapan ini menguatkan hati saya dan saya memerlukan tidak lebih dari setengah jam untuk sampai ke tempat semula. Tapi ternyata hal itu tidak perlu karena di tengah jalan saya melihat Sam datang bersama Bob, membawa serta kuda-kuda kami. Binatang-binatang itu sudah bisa berjalan lagi. "Zounds, Charley, apa yang sebenarnya terjadi di sana? Mula-mula saya kira ada gempa bumi, tetapi sekarang saya misalnya berpikir, hamparan pasir yang panas ini tidak mungkin terbakar." "Bukan pasir, Sam, melainkan kaktus yang tumbuh berumpun-rumpun di sana." "Dari mana api itu? Saya tidak yakin bahwa kamulah yang telah membakarnya." "Mengapa tidak?" "Jadi ternyata kamulah orangnya! Tapi katakan, untuk apa?" "Untuk mendatangkan hujan." "Hujan? Jangan marah, Charley, tapi saya kira, kamu rupanya sudah gila, sehingga bertindak seperti itu!" "Apa engkau tidak tahu bahwa pada orang-orang primitif, orang-orang yang dianggap gila justru menjadi orang-orang pandai?" "Saya tidak yakin, jika kamu berdalih bahwa kamu telah melakukan sesuatu yang bijaksana! Karena udara akan menjadi dua kali lebih panas daripada sebelumnya." "Hawa panas akan bertambah dan dengan itu akan timbul pula tegangan listrik di udara." "Listrikmu sama sekali tidak berguna buat saya misalnya! Saya tidak makan atau minum listrik. Saya tidak mengenal makhluk asing yang bernama listrik itu." "Engkau akan segera mengetahuinya, karena dalam waktu singkat kilat akan menyambar dan barangkali disertai dengan sedikit petir." "Teruslah menanti! Charley yang malang, kamu benar-benar sudah sinting!" Dia memandang saya dengan rasa iba, sehingga saya mengerti bahwa dia tidak bergurau. Saya kemudian menunjuk ke atas, "Apakah engkau melihat kabut-kabut hitam yang kini mulai berkumpul?" "Astaga! Charley, ternyata kamu sama sekali tidak gila seperti yang saya bayangkan!" "Kabut-kabut itu akan membentuk awan yang akan berubah menjadi hujan akibat tekanan." "Charley, seandainya benar demikian, maka saya adalah seekor keledai bodoh dan kamu adalah orang paling pintar di daratan Amerika, juga di negara-negara lain." "Ah biasa saja, Sam. Saya sudah melihat peristiwa ini di Florida dan sekarang saya hanya menirunya, karena saya pikir, hujan inilah yang kita harapkan. Lihatlah, di sana sudah tampak awan! Begitu kaktus ini habis terbakar maka akan turun hujan. Dan jika engkau tidak mau percaya maka perhatikanlah Tony, kudamu. Ia mengibas-ibas ekor buntungnya dan hidungnya mendongak ke langit. Kuda mustang saya pun sudah mencium bau hujan yang tentu saja tidak melayang jauh dari tempat kebakaran. Mari kita ke sana supaya kita pun terkena guyuran hujan!" Kami berlari tetapi sebenarnya sekarang kami bisa naik ke punggung kuda, karena binatang-binatang itu kelihatan begitu bersemangat seakan-akan mendapat tenaga baru. Sekarang kuda-kuda itu bergerak maju seperti biasanya. Nalurinya pada air segar membuat binatang itu berjingkrak-jingkrak. Ramalan saya terbukti. Setengah jam kemudian awan-awan kecil berkumpul, sehingga langit di atas kepala kami tampak gelap. Kemudian hujan turun, tetapi bukan dengan perlahan melainkan secara tiba-tiba, seolah-olah tumpah dari sebuah bejana keras yang dipecahkan. Rasanya seperti ada dua puluh tangan yang memukul-mukul di pundak kami. Hanya dalam waktu sepuluh menit, tubuh kami sudah basah kuyup, seolah-olah kami berenang menyeberangi sungai dengan pakaian lengkap. Mula-mula kedua kuda berdiri tenang dan hanya membiarkan butir-butir air hujan yang jatuh sambil menggerakkan hidungnya. Tetapi kemudian binatang-binatang itu mulai meloncat-loncat dan kami bisa melihat bahwa tenaganya telah pulih kembali. Kami sendiri diliputi rasa girang yang tak terlukiskan. Lalu kami merentangkan selimut untuk menampung curahan-curahan air hujan dan setelah cukup meminumnya, kami mengisinya dalam tabung air. Yang paling merasa gembira adalah si Negro Bob. Dia berguling-guling di atas tanah dan melumuri tubuhnya, sehingga tubuhnya, rambutnya yang kontras dengan kulitnya serta wajahnya menjadi sulit dikenali. "Massa, Massa, oh, oh, air, air segar, air melimpah! Bob adalah sehat kembali, Bob adalah kuat kembali, Bob bisa berlari lagi, berjalan dan berkuda sampai ke Californ'! Akan juga Massa Bern' mendapat air?" "Barangkali, karena saya yakin, dia pasti berada tidak jauh dari padang kaktus ini. Tapi minumlah, karena sebentar lagi hujan akan berhenti." Dia memungut kembali topinya yang jatuh dari tanah. Topi itu bersisi lebar. Dia memegang sisi bawahnya tinggi-tinggi, lalu membuka lebar kedua bibirnya yang tebal, sehingga mulutnya menganga lebar, selebar jarak antara kedua telinganya. Kemudian dia memiringkan kepalanya ke belakang dan menuangkan minuman segar itu di antara rahangnya yang direnggangkan. "Oh, oh, segar, Massa. Bob minum lebih banyak lagi!" Dia menaikkan topinya sekali lagi, tetapi kemudian kecewa. "Ah, hujan sudah selesai. Tak ada air lagi!" Memang setelah terdengar bunyi gemuruh beruntun, akhirnya hujan pun berhenti dengan tiba-tiba, sama seperti ketika hujan mulai turun. Tetapi kami tidak memerlukannya lagi karena rasa dahaga kami telah dipuaskan dan di samping itu tabung air kami pun sudah diisi sampai penuh. "Sekarang mari kita makan," ujar saya, "kemudian segera berangkat, sehingga kita bisa menyusul Marshall!" Setelah beberapa menit kami selesai. Santapan kami hanya berupa sepotong dendeng kerbau. Lalu kami naik ke punggung kuda dan memacunya maju. Pada waktu itu Bob membuktikan diri sebagai seorang pelari sejati, karena dengan mudah dia mampu mengikuti langkah kami. Tentu saja semua jejak telah terhapus oleh air hujan, namun saya sudah tahu ke mana jejak-jejak itu mengarah. Tak lama setelahnya, saya melihat sebuah kendi air dari buah labu yang tergeletak di atas tanah. Pasti benda itu telah dibuang oleh seseorang dari mereka. Padang kaktus ini tentulah terbentang luas dari arah timur ke barat, karena ujung lahan yang hangus akibat kebakaran belum juga nampak. Hal ini sangat menguntungkan karena dengan demikian, saya menyimpulkan, orang-orang yang saya cari pun pasti terkena guyuran hujan. Akhirnya kami tiba pada ujung lahan yang terbakar. Segera setelahnya saya melihat sekelompok manusia dari kejauhan, selain itu ada juga hewan. Saya meraih teropong. Ada sembilan orang dan sepuluh ekor kuda. Delapan orang sedang duduk di tanah, sedangkan orang kesembilan berada di dekat kuda dan memisahkan diri dari kelompok itu lalu memacu kudanya ke arah kami. Tiba-tiba tampaknya dia melihat kami dan menghentikan kudanya. Saya membidik teropong lebih tajam dan mengenalinya. Orang itu adalah Bernard Marshall. Saya bisa memahami maksudnya. Dia berada pada suatu situasi antara kebingungan dan keputusasaan sehingga seperti temannya yang lain, dia pun tidak memperhatikan bahwa pelayannya telah lenyap. Akibat air hujan, kini dia pun memperoleh tenaga baru. Dia segera menyadari kewajibannya yaitu pergi mencari Bob dan membawanya pulang ke kelompok. Saya bisa membaca maksud ini setelah melihat seekor kuda lain yang dituntunnya dengan tali kekang. Bahwa tidak ada orang lain yang mau pergi bersamanya, saya tidak perlu merasa heran. Mereka adalah orang-orang yankee[Orang Amerika Serikat bagian utara] dan mereka menganggap nyawa seorang Negro tidak lebih berharga daripada biji-bijian kosong. Dia menatap rombongan kami, lalu berteriak memanggil teman-temannya. Dengan segera mereka melompat ke atas punggung kuda masing-masing sambil memegang senjata di tangan. "Maju Bob, dan jelaskan siapa kita sebenarnya!" saya memberi perinah kepada orang Negro itu. Dia segera berlari ke sana, kami menyusulnya. Ketika Marshall melihat pelayannya, kemarahannya pun mereda. Teman-temannya pun turun dari kuda dan menunggu kami dengan sikap damai. Kami hanya sedikit tertinggal di belakang Bob, jadi kami bisa menangkap seruannya yang ditujukan kepada pedagang permata itu. "Jangan tembak, Massa, jangan tikam. Ini yang datang adalah orang baik-baik. Adalah Massa Charley, yang hanya membunuh orang-orang Indian dan penjahat tapi membiarkan hidup para gentleman dan orang Negro!" "Charley? Benarkah yang datang ini Charley!" katanya sambil terkejut lalu mengamat-amati saya. Di kampung halaman, biasanya saya berpakaian lebih seperti gentleman daripada di padang sabana. Setelah beberapa bulan, orang tidak langsung mengenali wajah saya yang dihiasi janggut tipis, karena janggut itu telah tersembunyi di balik janggut tebal yang tumbuh tidak terawat. Karena dia belum pernah melihat saya dalam penampilan seperti saat ini, maka saya tidak tersinggung jika dia belum mengenali saya dari jauh. Tetapi sekarang setelah saya sampai pada jarak sekitar tiga puluh kuda darinya, dia terbelalak, karena yang dikatakan Bob memang benar. Dengan tergesa-gesa dia datang menghampiri saya dan mengulurkan tangannya dari atas kuda. "Charley, bagaimana mungkin? Benarkah Anda Charley? Saya kira, Anda pergi ke Fort Benton dan ke pegunungan salju! Bagaimana mungkin Anda turun hingga ke daerah selatan ini?" "Saya sudah berada di pegunungan salju, Bernard. Tetapi rasanya saya kedinginan di sana, sehingga saya meluncur turun. Selain itu syukur kepada Tuhan , kita bisa bertemu di Estaccado ini! Maukah Anda memperkenalkan saya kepada teman-teman seperjalanan Anda?" "Tentu saja! Saya katakan, kehadiran Anda saat ini lebih berharga daripada uang ribuan dollar! Turun dan majulah kemari!" Dia memperkenalkan saya kepada teman-temannya lalu menyebutkan nama-nama mereka kepada saya. Kemudian dia menghujani saya dengan begitu banyak pertanyaan. Sedapat mungkin saya berusaha menjawabnya. Teman-temannya terdiri dari yankee liar, lima orang voyageur dari perusahaan kulit yang membawa perlengkapan-perlengkapan penting, juga tiga orang lain yang bersenjata. Tapi mereka menggantungkan senjatanya sedemikian rupa, sehingga bisa dilihat bahwa mereka bukanlah westmen. Tentu saja mereka adalah para pedagang, seperti yang diceritakan Bob. Tapi saya lebih menganggap mereka sebagai para perantau yang mau pergi ke daerah Barat untuk mengadu nasib, baik melalui cara halal maupun tidak. Rombongan itu dipimpin oleh voyageur tertua yang diperkenalkan kepada saya dengan nama Williams. Di mata saya, dia adalah seekor "anak beruang", seperti istilah yang biasa dipakai orang di daerah Barat. Dia berpaling kepada saya setelah saya menjawab beberapa pertanyaan kecil dari Bernard. Si kerdil Sam menunjukkan kesan tidak senang terhadap orang itu. "Jadi sekarang kami tahu, kira-kira siapa kalian dan dari mana kalian datang. Hanya kami belum tahu, ke mana kalian hendak pergi!" "Barangkali ke Passo del Norte, atau barangkali ke satu tempat lain, Sir. Semuanya tergantung kepada pekerjaan yang kami terima." Saya merasa tidak perlu menceritakan lebih banyak daripada apa yang boleh diketahuinya saat ini. "Dan apa pekerjaan kalian?" "Kami bermaksud sedikit mengelilingi dunia." "Lack-a-day, untuk pekerjaan seperti itu orang tidak akan merasa bosan, walaupun demikian orang harus berusaha keras. Pasti Anda adalah seorang yang sangat kaya. Orang juga bisa melihatnya dari senjata Anda yang mengkilat!" Dengan dugaan seperti itu, dia pasti akan terus bertanya, karena selain senjata, saya juga memiliki beberapa barang kecil yang sebenarnya harus saya tinggalkan di rumah. Pertanyaannya sungguh mengusik saya. Selain itu tatapan matanya yang agak licik dan suaranya yang mengolok serta terburu-buru saat berbicara dengan saya membuat saya tidak senang. Orang itu sangat lancang dan walaupun tampangnya rapi, saya tidak percaya kepadanya. Saya lalu menatapnya dengan tajam dan memberikan jawaban yang tidak mengandung ungkapan setuju ataupun penolakan. "Saya kira, entah kaya atau miskin, di Estaccado hal itu sama saja." "Memang Anda benar, Sir. Setengah jam lalu kami semua hampir mati kehausan. Kami berhasil hanya karena kebetulan, karena sebuah mukjizat. Peristiwa seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya." "Peristiwa apa?" "Tentu saja hujan. Atau mungkin Anda datang dari jurusan lain, sehingga tidak terkena curah hujan tadi?" "Kami kehujanan karena kamilah yang mendatangkannya." "Mendatangkannya? Apa yang sebenarnya ingin Anda katakan, Sir?" "Seperti Anda, kami pun hampir mati kehausan. Engkau tahu, kami hanya bisa selamat seandainya kami bisa membuat awan, kilat serta guntur." "Dengar, Master Gombal, saya harap Anda tidak menganggap kami sebagai orang-orang yang bisa dikibuli seekor beruang dengan Wipp-por-will[Sejenis burung penyanyi]. Jika tidak maka dalam beberapa menit kulit Anda tidak lagi seindah sekarang. Pasti Anda sudah pernah berada di Utah, di daerah Danau Garam[Salt Lake] dan termasuk anggota 'orang-orang kudus dari akhir zaman' yang juga mampu membuat mukjizat -mukjizat." "Memang saya pernah berada di sana. Tetapi sekarang saya tidak mau berbicara tentang akhir zaman, melainkan pertama-tama tentang hari ini dan tentang Anda. Apakah Anda akan mengizinkan kami untuk bergabung bersama rombongan Anda?" "Mengapa tidak? Terutama karena Anda dikenal oleh Master Marshall. Bagaimana ceritanya, sehingga Anda berani menempuh Llano Estaccado hanya berdua?" Saya pura-pura tidak tahu sambil bersikap seperti orang bodoh dan belum berpengalaman, "Apa yang perlu ditakutkan? Jalan ini ditandai dengan tiang-tiang penunjuk jalan. Jadi setiap orang boleh pergi ke sana dan keluar lagi dari sana dengan selamat." "Good lack, Anda akan segera binasa! Belum pernah Anda mendengar sedikit pun tentang stakemen?" "Siapakah mereka?" "Anda harus tahu! Saya tidak mau bercerita tentang mereka, karena saya tidak mau menakut-nakuti Anda. Hanya saya ingin katakan kepada Anda, yang berani datang berdua ke Estaccado hanyalah orang-orang seperti Old Firehand, Old Shatterhand, atau seseorang yang pintar dan cerdik seperti Sans-ear, pembunuh Indian itu. Apakah Anda pernah mendengar tentang orang-orang itu?" "Mungkin, tetapi saya tidak mengingatnya lagi. Berapa lama lagi kita harus berkuda, sampai kita keluar dari Estaccado?" "Dua hari." "Tentu saja kita sudah berada pada jalan yang benar, bukan?" "Mengapa tidak!" "Karena saya mendapat kesan, tiang-tiang itu tiba-tiba mengarah ke tenggara dan bukannya ke barat daya." "Masuk akal jika Anda mendapat kesan demikian, tetapi seorang voyageur yang sudah tua dan berpengalaman seperti saya pasti tidak akan keliru. Saya mengenal Estaccado dengan baik seperti mengenal isi tas saya sendiri." Kecurigaan saya semakin bertambah. Jika dia benar-benar sudah berpengalaman maka dia pasti tahu, bahwa dia telah menyimpang dari arah yang sebenarnya. Saya memutuskan untuk terus memburunya lebih jauh. "Mengapa perusahaan mengirim Anda begitu jauh ke arah selatan? Yang saya tahu, di daerah utara terdapat lebih banyak kerajinan kulit daripada di selatan." "Anda sungguh bijaksana dan cerdik! Kulit tetaplah kulit. Karena di sini terdapat beruang cokelat, beruang hitam, racoon (binatang mirip beruang) dan opossum, serta binatang-binatang berbulu lainnya dalam jumlah yang banyak, maka setelah tengah hari kami akan pergi berburu untuk mengumpulkan ribuan kulit bison karena binatang-binatang itu berkeliaran pada musim gugur." "Oh ya? Tadi saya menduga, Anda lebih gampang berburu bison di hutan di daerah utara daripada di sini. Selain itu, sebagai seorang voyageur, Anda pasti mampu karena Anda tidak takut sedikit pun terhadap orang-orang Indian. Pernah saya mendapat cerita bahwa perusahaan mengirim para voyageur sekaligus sebagai kurir. Surat perintah jalan akan menjadi pelindung supaya tidak diserang oleh orang-orang Indian. Benarkah demikian?" "Ya. Sebenarnya kami bisa mengharapkan bantuan dari kulitmerah dan bukannya merasa takut diserang oleh mereka." "Jadi sekarang Anda pun membawa surat itu?" "Tentu saja. Saya hanya perlu menunjukkan capnya dan orang Indian akan memberikan perlindungan kepada saya." "Anda membuat saya penasaran, Sir. Izinkanlah saya melihat sebentar cap itu!" Saya melihat, dia tampak terpojok, tetapi dia berusaha menyembunyikannya di balik raut wajahnya yang geram. "Apa Anda pernah mendengar tentang kode etik pos, bung? Saya hanya boleh menunjukkan cap itu kepada orang-orang Indian." "Saya tidak meminta untuk membaca isi surat. Kelihatannya Anda tidak mampu memperkenalkan diri kepada seorang kulitputih." "Dalam hal seperti itu senjata saya lebih jelas menunjukkan siapa saya. Camkan ini baik-baik!" Saya membuat raut wajah, seolah-olah saya merasa berada di bawah tekanannya dan hanya diam sambil berpura-pura merasa takut. Sam tidak menatap saya, karena nanti ketahuan kalau saya hanya bersandiwara. Dia memandang Tony seolah-olah dia dan kudanya sangat setuju dengan sikap saya. Saya membalikkan tubuh menghadap Marshall, "Bob sudah mengatakan kepada saya, ke mana Anda hendak pergi, Bernard, dan mengapa Anda melakukan perjalanan ini. Apakah Anda tidak menemukan jejak sang pembunuh yang sudah merampas segala harta milik Anda?" "Sama sekali tidak. Selain itu pasti ada beberapa orang yang melakukan perbuatan itu." "Di mana Allan?" "Di San Francisco. Atau setidaknya semua suratnya dikirim dari sana." "Well, pasti Anda akan menemukannya dengan mudah. Apakah hari ini Anda akan melanjutkan perjalanan atau bermalam di tempat ini?" "Sudah disepakati bahwa kami akan tinggal di sini." "Kalau begitu saya akan melepaskan semua perlengkapan kuda saya." Saya bangkit lalu melepaskan pelana dan peralatan dari kuda mustang, kemudian memberinya makan beberapa genggam biji jagung. Sam juga melakukan yang sama terhadap kudanya. Kami menahan diri agar tidak berbicara satu sama lain. Tetapi hal itu rasanya tidak penting karena tanpa berbicara pun kami bisa saling mengerti. Jika dua orang pemburu hidup bersama selama beberapa minggu, maka mereka bisa membaca pikiran satu sama lain hanya dengan melihat matanya. Juga saya tidak berbicara dengan diam-diam atau berbisik kepada Marshall, sehingga waktu yang tersisa berlalu tanpa pembicaraan yang penting. Kini hari telah malam. "Buatlah pembagian tugas jaga, Sir," kata saya kepada Williams. "Kami letih dan ingin tidur." Dia melakukannya. Saya lihat, hanya saya, Sam dan Marshall yang tidak diberikan giliran untuk menjaga. Setiap kali ditentukan dua orang. "Tidurlah di tengah-tengah mereka, sehingga mereka tidak bisa membicarakan sesuatu secara sembunyi-sembunyi!" Saya berbisik kepada Marshall. Mendengar petunjuk rahasia itu, dia menatap saya penuh keheranan, tetapi dia tetap menurutinya. Kuda-kuda berbaring karena tak ada lagi makanan buat mereka. Sementara orang lain tidur dalam lingkaran, saya merebahkan diri di samping mustang saya, dan menggunakan tubuhnya sebagai alas kepala, sedangkan orang-orang menggunakan pelana. Saya mempunyai alasan untuk tidur dengan posisi seperti itu. Sam tidak perlu petunjuk dari saya. Dia benar-benar paham dan mencari tempat di antara para voyageur itu, sehingga mereka hanya bisa berbicara satu sama lain secara diam-diam pada waktu giliran jaga. Bintang-bintang tampak bersinar di angkasa. Namun, ada kabut aneh yang melayang di antara langit dan Bumi, mungkin karena pengaruh hujan, sehingga cahaya bintang tampak redup dan tidak terang seperti biasanya. Dua orang pedagang mendapat tugas jaga pertama. Keduanya bertugas tanpa menimbulkan sesuatu yang mencurigakan. Untuk tugas jaga kedua, Williams menentukan dirinya sendiri dan voyageur yang paling muda. Ketika tiba giliran mereka, ternyata mereka belum tidur. Mereka bangkit lalu masing-masing membuat patroli sejauh setengah lingkaran. Saya memperhatikan dengan seksama kedua titik tempat mereka saling bertemu. Tempat pertemuan pertama berada di dekat kuda milik Bob. Hal ini tampaknya menguntungkan saya, karena saya yakin, si kulithitam itu tidak memiliki kuda yang bagus, sehingga orang tidak perlu berhati-hati terhadap ketajaman daya pendengaran dan penciumannya. Saya tidak bisa melihat, apakah kedua orang itu berbicara ketika mereka saling bertemu. Tapi dari bunyi langkahnya, saya bisa menduga bahwa keduanya saling membisikkan beberapa kata sebelum berbalik. Pengembaraan yang lama di padang sabana telah mengasah pendengaran saya menjadi tajam. Jika saya tidak keliru, kini saya sedang berurusan dengan dua orang pembohong besar. Dengan hati-hati saya merangkak mengambil jalan memutar menuju ke tempat kuda-kuda. Binatang bodoh itu terlihat lamban dan tenang karena ia tidak mencium kehadiran saya, sehingga sedikit pun tidak mendengus ataupun berubah. Saya bersembunyi begitu rapat pada tubuhnya, sehingga saya tidak takut dipergoki. Tak lama kemudian datanglah Williams dari satu sisi dan si voyageur dari sisi yang lain. Sebelum keduanya kembali berpisah, saya mendengar dengan sangat jelas, "Saya tangani dia dan kamu orang Negro itu!" Kalimat itu diucapkan oleh Williams. Ketika mereka kembali bertemu, saya mendengar, "Tentu saja mereka juga!" Tampaknya maksud orang itu adalah saya dan Sam karena kami berbaring di depan tempat pertemuan itu. Ketika mereka kembali mendekati saya, terdengar lagi suara, "Pshaw! Yang seorang kecil dan yang lain ... ini dilakukan pada waktu mereka tidur!" Yang dimaksudkan dengan "yang kecil" adalah Sam dan "yang lain" adalah saya sendiri. Sudah jelas bahwa kami akan dibunuh. Tapi mengapa? Saya tidak bisa menjelaskannya. Kembali mereka mendekat dan saya mendengar jawaban yang jelas, "Ketiga-tiganya!" Barangkali pertanyaannya sudah diajukan pada titik pertemuan yang lain, yakni apakah ketiga pedagang itu ikut dibunuh bersama kami atau tidak. Jadi kelima voyageur ini hendak menyergap kami, lima melawan lima. Kesimpulannya sangat gampang, seandainya saya tidak berinisiatif untuk mendengarkan pembicaraan mereka, tentu mereka akan membunuh kami tanpa bersusah payah. Sekarang kedua orang itu bertemu lagi. "Tidak boleh satu menit pun lebih awal . dan sekarang, baiklah!" kata Williams. Percakapan menarik itu berakhir. Dengan mudah bisa saya bayangkan, kalimat terakhir tadi berhubungan dengan waktu, kapan mereka akan bertindak. Tapi kapan? Ini mestinya terjadi pada waktu tidur! Hari ini atau besok? Saya merasa lebih aman, jika saya mengandaikan seolah-olah mereka akan melakukannya hari ini. Karena kedua bajingan itu masih memiliki waktu seperempat jam untuk membuat ronda, maka rasanya baik jika saya bertindak lebih awal. Saya bersiap-siap. Mereka bertemu lagi, tapi kali ini tidak berkata apa-apa. Keduanya berbalik pada waktu yang bersamaan. Begitu Williams lewat di dekat saya, dengan cepat saya melompat ke belakangnya, lalu memukul sisi kiri lehernya, sehingga dia tidak mampu bersuara kemudian menghadiahkan sebuah tinju pada pelipisnya. Tubuhnya roboh tak bergerak. Sekarang saya menggantikan tempatnya dan berjalan menuju ke titik pertemuan yang lain untuk bertemu dengan temannya. Orang itu sama sekali tidak tahu dan mengira saya adalah Williams. Saya segera mencekik lehernya dari depan dan memukulnya hingga roboh. Paling kurang selama sepuluh menit, keduanya terkapar pingsan. Saya tahu hal itu, karena itu dengan cepat saya berlari mendapati orang-orang yang sedang tidur. Hanya dua orang yang terjaga, tentu saja Sam dan Bernard. Petunjuk yang saya bisikkan kepada Bernard membuat hatinya tidak tenang, sehingga dia tidak bisa tidur. Saya melepaskan laso dari gulungan. Sam pun segera melakukan hal yang sama. "Hanya tiga orang voyageur," kata saya sambil berbisik. Kemudian saya berteriak dengan keras, "Hallo semua, bangunlah!" Dalam sekejap mata mereka semua bangun, termasuk Bob. Tetapi dengan cepat pula laso kami mengikat tangan dan dada dua voyageur. Sekali lagi tali dilingkarkan ke tubuh mereka. Kini ikatan itu begitu kuat, sehingga para tawanan itu tidak bisa melepaskan diri. Karena hanya menduga-duga dan belum paham, Bernard Marshall menyerang orang ketiga dan memeluknya erat-erat sampai saya mengikat orang itu dengan lasonya. Hal ini terjadi begitu cepat, sehingga ketika sudah selesai, kami mendengar seorang dari ketiga pedagang itu berseru sambil meraih senjatanya, "Pengkhianat, ambil senjata!" Sam tertawa keras. "Simpan kembali senjatamu, anakku. Sumbu senjatamu dan juga senjata kawan-kawanmu sudah dicabut, hihihihi!" Si kerdil yang selalu berhati-hati ini telah mencopot sumbu ketiga senjata itu pada waktu saya bersembunyi untuk mendengarkan percakapan tadi. Ini adalah bukti bahwa dia bisa mengerti maksud saya dengan tepat walaupun kami tidak berbicara satu sama lain. "Jangan khawatir, sobat, kalian tidak akan diapa-apakan!" katanya menenangkan mereka. "Orang-orang ini hendak membunuh kami dan kalian. Karena itu kami terpaksa melumpuhkan mereka." Meskipun gelap, bisa terlihat bagaimana mereka terkejut ketika mendengar apa yang saya sampaikan. Bob juga bergegas datang mendekat. "Massa, apakah mereka juga bermaksud bunuh Bob?" "Ya!" "Maka harus mereka mati, digantung pada Estaccad', tinggi-tinggi pada tiang itu!" Para tawanan tidak bersuara. Mereka mungkin mengharapkan pertolongan dari orang yang bertugas jaga. "Bob, di sana tergeletak Williams, dan di sana yang seorang lagi. Bawa mereka ke sini!" saya memberi perintah kepada orang Negro itu. "Sudah mati mereka?" dia bertanya. "Belum, hanya pingsan." "Saya akan ambil mereka!" Si kulithitam bertubuh raksasa ini memikul kedua orang itu berturut-turut di atas bahunya yang bidang ke sini lalu melemparkan mereka ke tanah. Pada saat itu mereka masih terikat. Sekarang kami bisa berbicara. Saya menjelaskan kepada ketiga pedagang itu mengapa kami bertindak demikian. Mereka berubah menjadi geram dan menuntut hukuman mati atas para voyageur. Tapi saya membantahnya. Di padang sabana pun ada hukum dan undang-undang. Seandainya mereka menghadang kami dengan senjatanya, sehingga hidup kami terancam, maka kami boleh menembak mereka sampai mati. Tetapi sekarang persoalannya lain, sehingga kami tidak boleh membunuh mereka tetapi harus membentuk jury untuk menghukum mereka. "Oh, oh, ya, sebuah jury," ujar si Negro. Dia merasa senang menyaksikan tontonan seperti itu, "dan Bob akan menggantung mereka semua lima orang!" "Tapi bukan sekarang! Hari sudah malam. Kita tidak membuat api unggun, jadi kita harus menunggu sampai fajar menyingsing. Jumlah kita sembilan orang. Lima orang boleh tidur dengan tenang, tapi dua orang harus tetap berjaga. Para tawanan harus diawasi sampai matahari terbit." Saya bersusah payah membujuk mereka dan setelah akhirnya berhasil, kelima orang itu mau pergi tidur. Saya dan seorang pedagang mendapat tugas menjaga. Setelah satu jam kami diganti. Sam mengambil alih tugas jaga terakhir seorang diri, karena pada saat itu hari sudah mulai terang dan satu orang sudah cukup untuk menjaga keamanan kami. Sepanjang malam tawanan-tawanan itu hanya menutup mulut. Namun ketika kami bangun, saya melihat Williams dan rekannya sudah kembali sadar. Pertama-tama kami sarapan pagi. Kuda kami mendapat jatah biji-biji jagung. Kemudian kami memulai proses pengadilan. Sam menunjuk ke arah saya kemudian berkata, "Inilah sheriff kita. Dia misalnya akan membuka persidangan sekarang." "Tidak, Sam, saya tidak mau mengambil alih jabatan ketua. Engkaulah yang harus melakukannya!" "Saya? Heigh-ho, apa yang kamu pikirkan? Sam Hawerfield sebagai seorang sheriff! Siapa yang menulis buku, lebih cocok untuk posisi itu!" "Saya bukan warga Amerika dan saya pun belum lama mengembara di padang sabana seperti kau. Apabila engkau tidak mau, maka Bob harus melakukannya!" "Bob? Seorang kulithitam sebagai sheriff? Ini akan menjadi sandiwara paling aneh yang kita mainkan di padang pasir ini. Jadi saya terpaksa harus menerimanya jika kamu misalnya tetap bersikeras menolak!" Dia duduk dengan posisi menantang dan menunjukkan raut wajah yang diartikan dalam pengadilan padang sabana dengan ekspresi penuh pertimbangan dan keadilan, seperti yang terlihat pada sidang pengadilan di dunia maju. "Duduklah melingkar, Mesch'schurs. Kalian semua adalah wakil-wakil masyarakat awam dan Bob, orang Negro ini, tetap berdiri karena dia akan berperan sebagai constabel![Constable (Inggris): Polisi]" Bob mengencangkan tali pengikat pedangnya dan berusaha menunjukkan wajah sewibawa mungkin. "Constabel, lepaskan ikatan dari tawanan karena kita hidup di negeri yang merdeka dan di sini pembunuh-pembunuh harus berdiri tanpa ikatan di hadapan hakim!" "Tetapi jika lima semuanya dilepaskan, maka ..." Negro itu ragu-ragu melakukannya. "Turuti!" bentak Sans-ear. "Tak seorang pun dari mereka akan kabur karena kita telah merebut senjatanya. Dan sebelum mereka misalnya berlari sepuluh langkah, pasti peluru-peluru kita sudah menerjang mereka!" Tali-tali ikatan dilepaskan. Para tawanan bangkit, tetapi masih belum berkata-kata. Masing-masing kami memegang senjata di tangan, sehingga tidak mungkin mereka berniat untuk melarikan diri. "Kamu menamakan dirimu Williams," Sam memulai pembicaraan. "Apakah itu namamu yang sebenarnya?" Orang yang ditanya menjawab dengan wajah marah, "Saya tidak akan menjawabnya. Kalian sendiri adalah pembunuh. Kalianlah yang menyerang kami. Kalian harus dihadapkan kepada pengadilan padang sabana." "Bicaralah semaumu, anakku. Kamu memiliki hak sepenuhnya. Tapi dengarlah, jika kamu tidak menjawab, itu berarti kamu memberikan pengakuan. Jadi . apakah kamu benar-benar seorang voyageur?" "Ya." "Buktikan! Di mana kamu menyimpan surat-surat itu?" "Tidak ada." "Baiklah, anakku. Itu sudah cukup untuk menentukan hukuman apa yang akan dijatuhkan atas dirimu! Apakah kamu mau mengaku bahwa tadi malam kamu berbicara dengan rekanmu selama tugas jaga dan menyusun suatu rencana?" "Tidak! Kami tidak berbicara sepatah kata pun." "Orang yang tersohor ini mendengarkan semua percakapan kalian dengan sangat jelas. Kalian bukanlah westman, karena seorang pemburu prairie sejati pasti akan lebih berhati-hati dalam bertindak." "Kami bukanlah westman? All devil's, hentikan lelucon Anda! Kami akan menunjukkan bahwa kami tidak takut terhadap siapa pun. Lalu siapa kalian? Para greenhorn yang menyergap kami pada waktu tidur untuk membunuh dan merampok harta kami!" "Tidak perlu begitu gusar, anakku! Akan saya katakan kepadamu, siapakah para greenhorn ini yang akan menjatuhkan keputusan tentang hidup dan mati kalian! Setelah mendengar pembicaraan kalian, orang ini merobohkan kalian dengan tangannya, dan perbuatan itu misalnya dilakukannya dengan sempurna, sehingga tak terlihat oleh seorang pun, juga oleh kalian sendiri. Tinju yang keras itu hanya dimiliki oleh orang ini yang dijuluki Old Shatterhand. Sekarang tataplah saya! Apakah ada orang lain yang pernah dikerat telinganya oleh orang-orang Navajo, yang bernama Sans-ear? Jadi hanya kami berdua yang berani datang sendirian ke Llano Estaccado. Di samping itu benar bahwa kamilah yang kemarin mendatangkan hujan. Siapa lagi kalau bukan kami? Atau pernahkah kalian mendengar bahwa hujan turun dengan sendirinya di Estaccado?" Kelima orang itu terkejut ketika mendengar nama kami. Williams-lah yang pertama-tama membuka mulut. Dia sudah mempertimbangkan keadaannya. Mendengar nama kami, dia rupanya berpikir bahwa dia tidak akan diperlakukan dengan tidak adil. "Jika kalian benar-benar Old Shatterhand dan Sans-ear seperti yang kalian jelaskan, maka kami harap supaya persoalan ini diputuskan dengan adil. Saya akan menjawab dengan terus terang. Dulu nama saya lain, bukan Williams. Tapi mengganti nama bukanlah suatu kejahatan, karena dulu nama kalian yang sebenarnya pun bukan Old Shatterhand atau Sans-ear. Setiap orang bebas memilih nama yang disukainya." "Well, tapi kamu pun tidak didakwa karena persoalan nama!" "Kalian pun tidak bisa mendakwa kami dengan alasan pembunuhan, karena kami tidak melakukannya. Selain itu kami juga tidak berencana membunuh seseorang. Ya, tadi malam kami berbicara satu sama lain, tapi kami tidak menyinggung mengenai pembunuhan. Apakah kami menyebut-nyebut nama kalian?" Sam tertunduk lalu berkata dengan agak geram. "Tidak, tentu saja kalian tidak menyebutnya. Namun dari percakapan kalian, orang bisa menyimpulkan demikian dengan jelas." "Menarik suatu kesimpulan tidak bisa dijadikan sebagai bukti, karena hal itu belum dilaksanakan. Pengadilan padang sabana merupakan sesuatu yang sangat dijunjung tinggi, tetapi jurinya hanya bisa menghakimi berdasarkan kenyataan dan bukannya dugaan. Kami sudah menerima Sans-ear dan Old Shatterhand begitu ramah dalam rombongan kami dan sebagai balasannya mereka ingin membunuh kami tanpa alasan. Dengan demikian semua pemburu mulai dari Danau Besar sampai ke Sungai Mississippi, dari Teluk Mexico sampai ke Sungai Budak akan tahu dan mereka akan berkata, kedua pemburu ternama itu telah berubah menjadi perampok dan pembunuh." Dalam hati harus saya akui bahwa bajingan ini sangat lihai membuat pembelaan. Sam akhirnya terpojok, dia meloncat bangkit, "'s death, orang tak akan berkata seperti itu karena kami tak menghakimi kalian. Kini kalian bebas, saya kira! Bagaimana pendapat yang lain?" "Mereka harus bebas. Mereka tidak bersalah!" kata ketiga pedagang. Sejak awal ketiganya yakin bahwa kesalahan yang dituduhkan sebenarnya tidak beralasan. "Berdasarkan apa yang saya tahu, saya pun tidak bisa menuntut mereka," ujar Bernard. "Siapakah mereka dan siapa nama mereka, hal itu bukanlah urusan kita. Untuk menuntut mereka, kita hanya berpatokan pada dugaan-dugaan tapi bukan bukti-bukti yang nyata." Wajah Bob tampak kecewa. Harapannya untuk menggantung para penjahat itu tidak terpenuhi. Bagi saya sendiri, saya merasa cukup senang karena perkara ini diakhiri dengan cara seperti itu. Saya bahkan menghendakinya demikian, karena itu kemarin saya menunda proses pengadilan ini dan hari ini pun saya menyerahkan pimpinan sidang ke tangan Sam. Sebagai seorang pemburu dia memiliki kemampuan khusus. Tapi dia bukanlah orang yang mampu menjerat seorang pembunuh melalui debat pendapat. Di padang prairie ini orang tidak pernah merasa aman dalam hidupnya. Mengapa hidup kelima orang ini harus diakhiri seandainya tidak ditemukan bukti sedikit pun bahwa mereka memusuhi kami? Jika terbukti, maka mereka harus segera dibunuh. Saya kurang setuju kalau orang-orang itu dibunuh, yang lebih penting bagi saya adalah keamanan kami. Untuk tujuan itu kami bisa memilih langkah-langkah yang tepat. Namun, saya harus memberikan sebuah saran kecil kepada Sam, supaya dia bisa mengerti bahwa sebenarnya kami bisa bersikap lebih lembut atau berbelaskasihan. Ketika dia melemparkan pertanyaan itu kepada saya, saya menjawab, "Engkau masih ingat, Sam, apa kelebihan Tony, kudamu?" "Apa?" "Binatang itu mempunyai otak." "Egad, sekarang saya teringat kembali. Kelihatannya kamu pun memiliki ingatan yang kuat tentang hal itu. Tetapi apa yang bisa saya lakukan? Saya hanyalah seorang pemburu dan bukan ahli hukum. Sebenarnya kamu bisa mengorek keterangan dari mereka. Mengapa kamu tidak mau menerima peran sebagai sheriff? Sekarang mereka sudah bebas. Apa yang sudah diputuskan harus ditepati." "Tentu saja, pendapat saya pun tidak dapat mengubah keputusan itu. Mereka hanya bebas dari tuduhan melakukan usaha pembunuhan, tetapi belum bebas dari kasus-kasus lain. Master Williams, sekarang saya akan mengajukan sebuah pertanyaan kepada Anda. Jawaban Anda akan menentukan nasib Anda selanjutnya. Arah mana yang harus ditempuh supaya orang bisa tiba di Rio Pecos dengan cepat?" "Lurus ke barat." "Kapan orang tiba di sana?" "Dalam dua hari." "Kalau begitu kalian adalah stakemen. Kemarin kalian memperingatkan kami agar berhati-hati dan berkata kepada rombongan kalian, terutama setelah mereka semua begitu lemah, bahwa kalian berada pada jurusan yang benar. Kalian akan kami tahan sebagai sandera selama dua hari. Jika dalam dua hari kita belum tiba di sungai tersebut, maka nasib kalian akan berubah karena saya sendirilah yang akan menembak atau menggantung leher kalian, atau saya akan memimpin sebuah sidang pengadilan untuk menghukum kalian. Sekarang kalian tahu apa yang harus kalian perbuat! Ikatlah orang-orang ini ke atas kuda mereka, kemudian kita berangkat!" "Oh, oh, adalah baik!" kata Bob. "Jika tidak tiba di sungai, akan Bob menggantung mereka pada pohon!" Seperempat jam kemudian kami pun berangkat. Tawanan yang diikat di atas kudanya tentu saja berjalan di tengah. Tampaknya Bob tidak mau melepaskan jabatannya sebagai constabel. Dia tidak beranjak dari mereka dan terus mengawasi mereka dengan ketat. Untuk menjaga keamanan, Sam berkuda paling belakang. Saya dan Bernard Marshall berjalan di depan. Tentu kami berbicara tentang peristiwa kemarin. Tetapi saya tidak berminat untuk membesar-besarkannya. Setelah menjauh dari para voyageur, akhirnya Bernard berkata, "Apa benar yang dikatakan Sans-ear, bahwa Anda membuat hujan?" "Ya." "Saya sama sekali tidak mengerti walaupun saya tahu, Anda tidak berbohong." "Saya mendatangkan hujan untuk menyelamatkan kami dan Anda." Lalu saya menjelaskan tentang cara paling sederhana yang dipakai oleh pawang hujan dan orang-orang sakti dari kelompok masyarakat primitif, sehingga para pengikutnya dibuat tercengang ketika mereka mendatangkan hujan. "Kalau begitu kami semua harus berterima kasih kepada Anda karena kami masih hidup. Pasti kami sudah mati kehausan di tempat itu seandainya Anda tidak datang." "Bukan mati kehausan melainkan sudah mati dibunuh. Perhatikan pelana kuda dari orang-orang yang menyebut diri voyageur itu. Di bawahnya tersimpan tabung air yang masih penuh. Saya pasti sudah merusaknya seandainya saya tidak enggan menumpahkan darah manusia. Siapa nama anak muda yang kemarin malam berjaga bersama Williams?" "Mercroft." "Tentu saja itu adalah nama samaran. Walaupun masih muda belia, tampangnya paling mencurigakan. Saya rasa, dulu saya pernah melihat wajah yang mirip dengan wajahnya. Celakalah mereka jika kita belum sampai ke sungai pada waktu yang telah disebutkan! Sekarang ceritakan lebih jelas tentang pembunuhan ayah Anda dan perampokan itu!" "Tak ada cerita yang jelas. Allan pergi ke Francisco untuk membeli emas. Jadi bersama Bob dan seorang pembantu rumah tangga, kami hanya berempat di rumah. Semua pekerja toko dan pelayan tinggal di luar rumah. Seperti yang Anda tahu, Ayah sering keluar rumah pada malam hari. Pada keesokan paginya kami menemukan mayatnya di lantai. Rumah itu dalam keadaan tertutup, sedangkan bengkel dan toko terbuka. Semua benda berharga sudah dirampok. Ayah selalu membawa sebuah kunci yang bisa membuka semua pintu. Setelah dia dibunuh, kunci itu diambil dan dengan kunci itu perampok menggasak semua barang tanpa perlu bersusah payah." "Apakah Anda tidak mencurigai seorang pun?" "Hanya seorang pelayan yang tahu rahasia kunci tersebut. Tapi semua penyelidikan yang dilakukan polisi tetap tidak membuahkan hasil. Semua pelayan terpaksa dipecat dan mereka kemudian menghilang. Di antara permata-permata yang dicuri terdapat juga surat deposito. Saya harus mengganti semua kerugian, karena itu saya tidak mempunyai biaya lagi untuk pergi ke California. Tapi saya harus ke sana karena saya ingin menemukan saudara saya yang tiba-tiba tidak mengirim kabar lagi." "Jadi tak ada harapan untuk menemukan sang pembunuh dan paling kurang memperoleh kembali sebagian dari harta milik Anda?" "Sama sekali tidak. Tentu saja para pelaku dan barang rampasannya sudah lama diselundupkan ke luar negeri. Hingga sekarang usaha pencarian tidak membuahkan hasil, walaupun peristiwa itu sudah dimuat di semua koran terkenal di Eropa dan Amerika dan semua barang yang dicuri sudah diuraikan secara terperinci. Perampok-perampok kelas kakap selalu menemukan alat dan cara untuk bisa meloloskan diri." "Saya ingin membaca tulisan itu." "Bisa. Saya masih membawa satu eksemplar Morning Herald yang memuat tulisan itu, sehingga bisa dibaca setiap saat." Dia memasukkan tangan ke dalam tasnya dan mengeluarkan selembar koran yang kemudian diserahkannya kepada saya. Sambil berkuda saya membaca tulisan itu. Waktu itu saya terkejut karena saya mengalami lagi apa yang biasa disebut orang sebagai "kebetulan". Ketika selesai membaca, saya melipat kertas itu dan mengembalikan padanya. "Bagaimana tanggapan Anda, jika saya bisa menggambarkan pembunuh-pembunuh itu atau paling kurang salah seorang dari mereka?" "Anda, Charley?" dia bertanya cepat. "Dan membantu Anda mendapatkan kembali sebagian dari barang Anda yang dicuri?" "Jangan membuat lelucon yang tidak lucu, Charley! Anda berada di padang prairie ketika peristiwa itu terjadi. Bagaimana mungkin Anda bisa, sedangkan orang-orang yang menyelidiki langsung setelah peristiwa itu terjadi, tidak berhasil menemukan apa-apa?" "Bernard, saya adalah orang muda yang peka. Berbahagialah orang yang pada masa mudanya tetap memegang keyakinan dari masa kecilnya dan menjaganya sampai ke masa tuanya; orang yang memiliki mata untuk mengawasi semua, dan tangan untuk bisa mengubah kejahatan yang direncanakan pada diri kita menjadi kebaikan. Karena mata dan tangan, jarak antara Louisville dan padang sabana menjadi dekat. Lihatlah ini!" Saya mengeluarkan pundi-pundi lalu menyodorkan kepadanya. Dia menerimanya dengan perasaan berdebar-debar. Ketika dia membukanya, saya melihat tangannya gemetar. Setelah dia memandang sekilas ke dalamnya, dia berteriak terkejut bercampur gembira. "Ya, Tuhan! Intan-intan kami! Ya, inilah intan yang dicuri, tak bisa disangkal lagi! Bagaimana Anda bisa .. " "Stopp!" potong saya. "Tenanglah, anakku! Orang-orang yang berada di belakang kita tidak perlu tahu apa yang sedang kita bicarakan! Jika batu-batu mulia ini milik Anda, dan tentang ini saya sangat yakin, maka ambillah. Supaya Anda tidak salah sangka bahwa saya telah mencurinya, saya ingin menceritakan bagaimana saya memperolehnya." "Charley, saya tidak berpikir seperti itu! Bagaimana mungkin Anda .. " "Tenang, tenang! Anda berteriak begitu keras, sehingga orang-orang di Australia bahkan bisa mendengar apa yang kita bincangkan di sini!" Hati Bernard tentu saja diliputi oleh perasaan gembira. Dengan tulus, saya membiarkan dia bersuka cita. Saya hanya menyesal, karena saya tidak bisa mengembalikan batu-batu itu bersama ayahnya. "Ceritakanlah, Charley! Saya ingin sekali mendengar, bagaimana benda-benda itu jatuh ke tangan Anda," katanya dengan nada meminta. "Hampir saja saya menangkap pembunuhnya. Dia ada begitu dekat, sehingga saya menendangnya dengan kaki dari atas lokomotif, ketika saya berdiri di sana. Sesudah itu Sam juga mengejarnya. Tentu saja sia-sia. Namun saya berharap, dia jatuh lagi ke tangan saya dalam waktu dekat, barangkali di seberang Rio Pecos. Dia telah berangkat ke sana, tentu saja karena ingin merampok lagi di sana. Kita pasti akan membongkar lagi rencana itu." "Ceritakan, Charley, ceritakan tentang hal itu!" Saya menceritakan peristiwa perampokan kereta api oleh orang-orang Ogellallah secara panjang lebar lalu membacakan surat yang ditulis oleh Patrik untuk ayahnya, Fred Morgan. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian lalu akhirnya berkata, "Kita akan menangkapnya, Charley, kita akan menangkapnya. Kita juga akan tahu, ke mana larinya barang-barang curian yang lain!" "Jangan mulai lagi berteriak seperti itu, Bernard! Kita memang berada dalam jarak beberapa kuda di depan; tetapi di sini, di daerah Barat, orang harus berhati-hati dalam persoalan paling kecil sekali pun, karena kecerobohan kecil saja bisa mendatangkan bencana." "Anda benar-benar ingin mengembalikan berlian-berlian ini tanpa syarat, tanpa menuntut apa-apa?" "Tentu saja, barang-barang itu 'kan milik Anda!" "Charley, Anda adalah ... tapi sebentar," dia meraba pundi-pundinya dan mengeluarkan batu berlian yang lebih besar. "Buatlah hati saya senang dan terimalah ini sebagai kenang-kenangan dari saya!" "Pshaw! Saya tak akan menerimanya, Bernard. Anda tidak perlu menghadiahkan sesuatu kepada saya, sama sekali tidak perlu karena batu-batu mulia itu bukan hanya milik Anda sendiri melainkan juga saudara Anda." "Allan akan menyambut baik apa yang saya lakukan ini!" "Tentu. Ya, bahkan saya sangat yakin, tapi saya kira barang-barang yang hilang itu belum lengkap semuanya. Jadi simpanlah. Jika suatu saat kita berpisah, berikan saya cindera mata yang lain yang tidak akan merugikan Anda tapi menarik dan berharga bagi saya. Tapi sekarang Anda harus terus berkuda menempuh arah ini, saya akan menunggu Sam!" Saya membiarkan dia bersuka cita seorang diri dan berdiri untuk membiarkan rombongan itu lewat, sampai Sans-ear tiba di samping saya. "Hal penting apa yang kamu rundingkan tadi di depan, Charley?" tanyanya kepada saya. "Anda memukul-mukul ke udara, sehingga misalnya kelihatan seperti orang yang sedang menari ballet." "Tahukah kamu, siapa pembunuh ayah Bernard?" "Siapa? Apa kamu sudah menemukannya?" "Ya!" "Well done! Kamu adalah manusia yang beruntung dalam semua hal. Jika orang-orang lain mencari sesuatu bertahun-tahun lamanya, kamu sebaliknya sudah menemukannya dalam waktu singkat, seperti dalam mimpi. Nah, siapa pembunuhnya? Saya harap kamu tidak salah terka!" "Fred Morgan." "Fred Morgan . orang itu lagi?! Charley, saya percaya semua yang kamu katakan, tapi yang ini tidak. Morgan adalah seorang penjahat di antara westman. Tapi dia tidak berani datang ke daerah Timur." "Terserah, apa yang engkau pikirkan. Tetapi batu-batu itu milik Marshall, dan saya sudah memulangkannya kepadanya." "Hah, kalau kamu bertindak seperti itu maka pasti kamu mempunyai keyakinan yang kuat. Pemuda malang itu akan merasa sangat bahagia! Kini kita menemukan lagi satu alasan baru untuk berurusan dengan Morgan. Semoga saya segera memahat garis kematiannya pada senjata saya." "Dan jika kita telah menemukan dia dan membereskan dia, apa lagi yang kita lakukan setelahnya?" "Apa lagi? Hmmm, yang pasti saya akan berangkat ke selatan dan terus mengikutinya sampai ke Mexico, Brazil, dan Tanah Api [Tierra del Fuego: Ujung selatan benua Amerika]. Namun, jika saya sudah menemukan dia di sini, maka ke mana pun saya akan pergi, itu bagi saya sama saja. Barangkali saya misalnya berminat berjalan-jalan ke California. Katanya, di sana orang bisa membuat petualangan yang mengesankan." "Saya pun mau ikut untuk tujuan itu. Saya masih mempunyai waktu beberapa bulan dan saya tidak mau membiarkan Marshall sendirian menempuh perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya." "Well, kalau begitu kita pergi bersama-sama. Yang perlu kita cemaskan adalah pertama-tama bagaimana kita keluar dengan selamat dari lautan pasir ini lalu melepaskan diri dari kawanan itu. Sekarang kebencian saya kepada mereka lebih besar daripada pagi tadi. Lebih-lebih saya tidak suka melihat wajah anak muda itu. Dia harus mendapat pelajaran. Saya kira, suatu ketika saya pernah melihat wajahnya ketika timbul sebuah aksi kejahatan." "Saya pun sama. Barangkali saya harus mengingat kembali, di mana saya berjumpa dengannya!" Kami terus berkuda sampai malam tanpa beristirahat. Kemudian kami berhenti, mengurus kuda, lalu pergi tidur. Sepanjang malam para tawanan diikat. Selain itu kami menempatkan penjaga, sehingga mereka tidak bisa membebaskan diri. Ketika fajar tiba, kami kembali melanjutkan perjalanan. Pada waktu tengah hari kami melihat bahwa tanah menjadi semakin subur. Pohon kaktus yang kami jumpai kelihatan semakin segar. Bahkan di beberapa tempat di padang pasir itu tampak tunas alang-alang atau rumput-rumput kecil berdaun hijau. Kuda-kuda kami melihat tanaman itu dengan penuh selera. Makin lama tunas-tunas dan rerumputan tumbuh makin rapat. Padang pasir berubah menjadi padang rumput kecil. Kami turun dan membiarkan kuda-kuda merumput. Binatang-binatang yang kelaparan memuaskan diri dengan daun-daun hijau. Jelas kami tidak membiarkannya merumput terlalu banyak, karena itu kami menambatkannya, sehingga kuda itu hanya makan rumput yang bisa dijangkau oleh tali. Sekarang kami yakin bahwa kami bisa segera menemukan air sehingga kami menghabiskan persediaan air yang masih tersisa. Kami ikut berbahagia karena pada akhirnya berhasil keluar dari padang gurun yang mengerikan itu. Pada saat itu Williams mendekati saya, "Sir, percayakah Anda sekarang bahwa saya berkata jujur?" "Saya percaya." "Jika demikian, kembalikan kuda dan senjata kami, dan biarkan kami pergi. Kami tidak berbuat jahat terhadap Anda. Masuk akal jika kami menuntut supaya dibebaskan." "Hal itu mungkin. Tapi bukan hanya saya sendirian yang berhak menentukan nasib kalian, saya harus bertanya dulu kepada teman-teman." Kami berkumpul bersama untuk berunding. Saya memberikan bahan pertimbangan. "Mesch'schurs, padang gurun sudah kita lewati dan di depan kita terbentang dataran hijau. Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah kita masih perlu bersama-sama. Ke mana kalian ingin pergi?" saya berpaling kepada para pedagang. "Ke Passo del Norte," jawab mereka. "Kami berempat hendak berangkat ke Santa Fe. Jadi kita tidak akan menempuh jalan yang sama. Sekarang masalahnya, apa yang akan kita perbuat terhadap kelima orang itu." Setelah berembuk sebentar kami berhasil menemukan penyelesaian atas masalah ini, yakni kami akan membebaskan para voyageur. Ini dilakukan bukan pada keesokan hari melainkan hari ini. Pembebasan ini sesuai dengan rencana saya. Jadi mereka akan memperoleh kembali semua harta benda mereka dan segera berangkat. Ketika ditanya, ke mana mereka akan pergi, Williams menjawab, mereka akan menyusuri Rio Pecos sampai tiba di Rio Grande untuk berburu bison di sana. Belum sampai setengah jam mereka berangkat, pedagang-pedagang itu pun pergi. Kedua kelompok itu segera menghilang di ujung cakrawala. Kami duduk diam setelah mereka pergi. Kini Sam memecahkan keheningan dengan berkata, "Apa pendapatmu, Charley?" dia bertanya kepada saya. "Mereka tidak akan pergi ke Rio Grande, melainkan mengubah haluan lalu mengikuti kita ke Santa Fe." "Well, saya pun berpendapat demikian. Kamu memang pintar karena telah mengelabui mereka dengan mengatakan, kita justru hendak pergi ke sana. Sekarang persoalannya, apakah kita misalnya tetap tinggal di sini atau melanjutkan perjalanan." "Menurut saya, lebih baik kita tinggal dulu. Kita belum bisa mengikuti mereka karena mereka pasti bisa menduga hal itu dan akan berhati-hati. Barangkali kita akan menghadapi kesulitan, sementara itu kuda-kuda kita pun belum cukup kuat. Maka lebih baik jika membiarkan binatang itu beristirahat dan merumput sampai besok pagi." "Tetapi bagaimana jika malam ini orang-orang itu kembali dan menyerang kita?" tanya Marshall. "Maka kita mempunyai alasan untuk membalas mereka dengan cara yang pantas. Selain itu saya akan pergi mengintai mereka. Saya mengambil alih tugas ini karena kuda sayalah yang paling segar. Tentu saja kalian tinggal di sini sampai saya kembali, mungkin baru pada malam hari. " Saya naik ke atas pelana. Tanpa mengindahkan bantahan Sam, saya pergi menelusuri jejak para voyageur. Jejak mereka menuju ke arah barat daya dan masuk ke padang rumput, sedangkan jejak para pedagang mengarah ke selatan. Saya memacu kuda dengan cepat. Para voyageur berjalan dengan lambat, tetapi kemudian mereka pasti berkuda dengan lebih cepat, karena setelah setengah jam saya berhasil menyusul mereka. Saya tahu, mereka tidak mempunyai teropong, karena itu saya bisa mengikuti mereka dari jarak yang aman dengan bantuan alat ini. Saya terkejut karena setelah beberapa saat salah seorang dari mereka memisahkan diri dan mengambil jalan lurus menuju ke barat. Dari kejauhan, saya melihat, di sana ada barisan semak belukar yang menjorok masuk ke padang prairie seperti sebuah tanjung. Di tempat itu pasti ada telaga atau sungai kecil. Apa yang harus saya perbuat? Siapakah yang sebaiknya saya ikuti? Keempat orang itu atau yang seorang? Suara hati saya berkata, orang terakhir mempunyai suatu rencana yang berhubungan dengan kami. Ke mana keempat orang itu pergi, ini tidak menjadi persoalan bagi kami karena mereka terus berjalan menjauh dari tempat perkemahan kami. Tapi apa yang dilakukan satu orang tadi? Akan sangat berguna bagi kami jika saya mengetahuinya, karena itu saya menyusuli dia. Kira-kira tiga perempat jam saya melihatnya lenyap di antara semak belukar. Kini saya memacu kuda dengan cepat dan mengambil jalan memutar, sehingga tidak terlihat olehnya, seandainya dia kembali melalui jalan yang sama. Saya tiba tidak jauh dari tempat, di mana dia menyusup masuk ke dalam semak. Tapi saya berkuda agak jauh ke dalam sampai saya tiba pada sebuah lapangan kecil dan terbuka yang dikelilingi oleh semak-semak kecil. Semak itu dipenuhi daun-daun hijau karena ada mata air bening yang memancar di sana. Saya memperhatikannya dengan perasaan senang. Saya turun lalu menambatkan kuda sedemikian rupa, sehingga binatang itu bisa minum dan merumput. Kemudian saya sendiri pun minum dari mata air jernih itu lalu pergi mencari jejak penunggang kuda tadi. Ini berlangsung tidak lama. Saya sungguh terperangah ketika melihat bahwa banyak penunggang kuda telah lewat di tempat ini, sehingga terbentuk sebuah jalan setapak. Pasti jalan ini sudah sangat sering dipakai. Saya menghindar dan tidak melaluinya. Bisa jadi jalan itu dijaga dan setiap saat saya bisa ditembak. Saya lebih memilih merangkak melalui semak yang sejajar dengan jalan itu, sampai saya dikejutkan oleh suara dengusan kuda yang keras. Ketika saya ingin masuk ke sebuah semak untuk melihat di mana kuda itu berada, sehingga suaranya bisa kedengaran, tiba-tiba saya terkejut dan harus menarik diri dengan cepat. Di hadapan saya berbaring seorang pria yang meletakkan kepalanya di antara dahan pohon supaya bisa memantau jalan setapak itu dengan jelas. Padahal tidak mungkin saya mengamati dia dari jalan itu. Tentu dia adalah seorang penjaga seperti yang sudah saya duga. Melihat keberadaan penjaga itu bisa disimpulkan bahwa sekelompok orang sedang berada di dekatnya. Orang itu tidak melihat ataupun mendengar saya. Saya mundur beberapa langkah untuk menghindarinya. Saya berhasil melakukannya dengan sempurna, sehingga setelah lima menit saya sudah mengintai dataran itu. Jalan itu menuju ke sebuah hutan gundul yang lebar dan luas. Di tengah-tengahnya tumbuh semak tebal berbentuk bundar yang dilingkupi dan ditutupi rapat oleh tumbuhan-tumbuhan menjalar, sehingga orang tidak bisa melihat ke seberangnya. Suara dengusan kuda tadi datang dari semak itu. Saya merangkak di sepanjang sisi hutan gundul untuk melihat apakah ada celah di antara semak-semak. Namun saya tidak menemukannya. Celah itu pasti sudah ditutup. Baru saja terdengar suara manusia. Kini sekali lagi. Ini pertanda bahwa ada orang di sana. Apakah saya harus memata-matai mereka? Hal ini berbahaya,namun walaupun begitu saya bertekad melakukannya. Dengan langkah cepat saya berlari melewati lingkaran dari hutan gundul itu. Saya melewati tempat yang aman tanpa terlihat oleh penjaga karena ada semak yang tumbuh di antara saya dan tempat dia berada, sehingga saya bisa berjalan begitu jauh. Saya menemukan sebuah semak yang begitu lebat, sehingga saya tidak bisa melihat ke seberang. Hanya ada satu celah, letaknya agak rendah di tanah dan sangat dekat ke bagian akar. Sambil bertiarap, saya merangkak melewatinya. Hal ini memang berlangsung lama, sangat lama, tetapi akhirnya saya berhasil. Kini tampak deretan semak yang dulu tumbuh di sana, namun ditebang sampai habis, sehingga di tengah-tengahnya terbentuk daerah lapang dengan diameter kira-kira tiga puluh hasta. Hutan gundul itu tidak tampak dari luar karena tertutup oleh dedaunan yang lebat. Pada bagian tepi lapangan saya melihat tidak kurang dari delapan belas ekor kuda yang tertambat berdekatan. Di dekat tempat saya bersembunyi, ada tujuh belas orang yang berbaring atau duduk di tanah. Di tempat yang lain tampak tumpukan berbagai jenis barang yang ditutupi dengan kulit-kulit bison. Saya menduga, tempat itu merupakan sarang perampok dan di sana ditimbun semua barang yang dirampas dari orang-orang yang diserang. Baru saja terdengar seseorang dari mereka berbicara kepada teman-temannya yang lain. Orang itu adalah Williams. Kini saya tahu siapakah orang yang memisahkan diri dari keempat voyageur tadi. Saya menangkap semua isi pembicaraan mereka, "Pasti ada orang yang telah menguping pembicaraan kami karena tiba-tiba saya mendapat pukulan di kepala, sehingga roboh tak berdaya .. " "Seseorang telah menguping pembicaraanmu?" tanya seorang pria yang mengenakan pakaian Mexico dengan suara geram. "Kampungan, kami tidak lagi memerlukan orang seperti kamu. Bagaimana mungkin orang bisa mendengar pembicaraanmu, apalagi di Estaccado, di mana tak ada tempat untuk bersembunyi." "Jangan marah dulu, Capitano![Spanyol: Kapten atau pemimpin]" jawab Williams. "Seandainya kamu tahu, siapakah orang itu, maka kamu akan sadar, bahwa di hadapannya, kamu tidak akan merasa aman." "Saya? Haruskah saya menembakkan peluru ke kepalamu? Bukan hanya pembicaraanmu yang didengarkan, malahan kamu pun dirobohkan hanya dengan pukulan tangan. Kamu seperti seorang anak kecil, anak ingusan!" Urat pada kening Williams membesar. "Kamu tahu, Capitano, saya bukan seorang anak ingusan. Orang yang telah merobohkan saya, pasti juga akan membuatmu terjungkal ke tanah dengan sekali pukulan." Capitano tertawa terbahak-bahak. "Lanjutkan ceritamu!" "Juga Patrik, yang sekarang bernama Mercroft, pun ditaklukan olehnya." "Patrik? Orang yang mempunyai tengkorak sekeras binatang itu? Kapan hal itu terjadi?" Williams menceritakan seluruh rangkaian peristiwa sampai ketika kami melepaskan mereka kembali. "Carajo, keparat, saya akan membunuhmu seperti membunuh seekor anjing. Bayangkan, seandainya kamu bersama empat orang terbaik saya ditaklukkan oleh dua orang yang tersesat kemudian ditawan seperti seorang bocah lemah yang belum berhenti menyusu!" "Thunder-storm! Capitano, tahukah kamu siapa kedua orang itu? Yang satu dipanggil dengan nama Charley dan yang lainnya bernama Sam Hawerfield. Jika sekarang keduanya muncul di tempat ini dengan membawa senjata di tangan dan pisau yang terselip di ikat pinggang, maka banyak dari kita yang tidak tahu apakah kita akan memberikan perlawanan atau lebih baik menyerah. Kedua orang itu adalah Old Shatterhand dan si kerdil Sans-ear!" Pemimpin itu terkejut. "Pembohong! Kamu hanya ingin menutup-nutupi rasa takut!" "Capitano, tikamlah saya! Kamu tahu, saya akan menerimanya dengan tenang!" "Jadi kamu sungguh berkata jujur?" "Ya." "Jika hal itu benar, per todos las santos[Spanyol: Demi semua orang kudus], maka kedua orang itu harus mati, demikian juga dengan yankee dan si Negro itu, karena kedua pembunuh itu tidak akan tinggal diam sebelum mereka menemukan dan menghancurkan kita." "Mereka tidak akan mengganggu kita karena mereka bermaksud segera pergi ke Santa Fe." "Diam! Kamu seribu kali lebih bodoh daripada mereka, dan kamu pasti akan mengatakan dengan polos kepada mereka, ke mana sebenarnya kamu pergi. Saya mengenal baik cara dan siasat yang dipakai pemburu prairie dari Utara. Kalau mereka ingin mencari jejak kita, mereka pasti akan menemukannya, meskipun kita terbang di udara. Ya, tidak bisa kita pastikan. Bisa saja salah seorang dari mereka bersembunyi di dalam semak-semak di dekat kita dan mendengar semua yang kita bicarakan." Mendengar perkataan itu darah saya berdesir. Namun dia meneruskan, "Ya, saya mengenal siasat mereka dengan sangat baik, karena saya pernah tinggal setahun lamanya pada seorang Florimont terkenal bernama Trick-Smeller (Pengendus Jejak). Orang-orang Indian menyebut dia As-ko-lah (Hati Beruang). Dari dia saya mempelajari semua trik dan teknik-teknik khusus yang dipakai kedua pemburu itu. Dengar, kedua orang itu tidak pergi ke Santa Fe dan tidak juga meninggalkan perkemahan mereka hari ini. Mereka tahu, besok pun mereka masih bisa menemukan jejak kalian. Selain itu, kuda-kuda mereka harus beristirahat. Karena itu besok pagi mereka akan mengejar kalian dengan tubuh segar dan pikiran yang jernih. Walaupun mereka akan kita kalahkan, tapi separuh dari kita pasti binasa. Saya pernah mendengar cerita bahwa Old Shatterhand memiliki sebuah senjata yang bisa ditembakkan terus menerus selama seminggu tanpa harus diisi dengan peluru baru. Senjata itu diciptakan oleh Setan untuknya dan dia membayarnya dengan nyawa sendiri. Karena itu malam ini kita harus menyerang ketika mereka tidur karena paling-paling mereka hanya menempatkan seorang penjaga mengingat jumlah mereka cuma empat orang. Apakah kamu kenal baik tempat itu?" "Ya," jawab Williams. "Kalau begitu, bersiap-siaplah. Tepat tengah malam kita harus berada di sana, tapi tanpa kuda. Kita mengendap-endap lalu menyergap mereka, sehingga mereka tidak sempat memberikan perlawanan." Sang Capitano belum mengenal kami dengan baik seperti yang dia sangka. Sebenarnya dia harus memilih siasat yang lain. Seperti di setiap tempat pada negara-negara maju, di padang prairie ini pun ditemukan kebiasaan untuk membesar-besarkan suatu hal. Persoalan kecil seperti nyamuk bisa dibesar-besarkan menjadi seekor gajah, demikian kata orang. Jika seorang pemburu sekali atau dua kali berhasil mengatasi musuhnya dan tahu menggunakan akalnya dengan baik, maka namanya akan diceritakan dari satu perkemahan ke perkemahan lain. Di mana-mana cerita itu terus berkembang, sehingga pada akhirnya dia menjadi seorang pahlawan dalam arti superlatif dan namanya sangat disegani, begitu pula senjatanya. Sekarang saya mendengar, saya bahkan mendapat sepucuk senapan dari Setan, dan benda ajaib itu dipadatkan, sehingga berbentuk seperti senjata Henry. Memang saya bisa melepaskan dua puluh lima tembakan dari senjata itu. "Di mana Patrik dan yang lainnya?" tanya pemimpin itu lagi. "Ke Head-Pik untuk menanti ayahnya di sana seperti yang sudah diceritakannya kepadamu. Pada kesempatan itu dia akan merampok ketiga pedagang yang membawa senjata-senjata pilihan serta uang. Barangkali dia sudah selesai menangani mereka karena dia tidak mau membuang-buang waktu bersama mereka." "Jadi dia akan mengirimkan barang-barang rampasannya buat saya?" "Barang-barang itu dibawa oleh dua orang, sedangkan orang ketiga akan ikut bersamanya." "Kita akan mendapat senjata-senjata terbaik dari tangan kedua pemburu itu. Kata orang, Sans-ear memiliki sepucuk senapan yang bisa ditembakkan dari jarak 1.200 langkah." Pada saat itu dari jauh terdengar lolongan seekor anjing prairie. Tentu saja ini merupakan isyarat yang aneh karena tidak mungkin binatang itu hidup di daerah ini. "Antonio datang membawa tiang-tiang yang akan ditanam di Estaccado," kata Capitano. "Tiang-tiang itu jangan diturunkan di luar, bawa ke dalam. Karena para pemburu itu berada di dekat kita, kita harus berhati-hati dua kali lipat." Penjelasan ini meyakinkan saya bahwa saya sedang berhadapan dengan segerombolan penancap tiang yang bekerja secara terorganisasi. Barang-barang yang diselimuti dengan kulit merupakan hasil rampokan yang dikumpulkan setelah pemiliknya dibunuh. Sekarang dinding semak-semak di depan saya terkuak. Tempat itu hanya ditutupi oleh tanaman menjalar yang menggantung, sehingga gampang disibakkan ke atas ataupun ke samping. Tiga orang berkuda masuk sambil menarik sejumlah tiang. Tiang-tiang itu ditarik dengan tali yang terikat pada kedua sisi pelana lalu diseret dengan cara yang sama seperti kebiasaan orang Indian mengangkut tiang-tiang kemahnya. Kedatangan orang-orang itu segera menarik perhatian semua yang berkumpul, sehingga saya bisa menarik diri dari sana tanpa terlihat. Tapi saya tidak mau melakukannya sebelum membawa suatu tanda bahwa saya pernah ada di sana. Pemimpin itu melepaskan sabuk senjatanya. Di dalamnya terselip pisau dan senapan berlaras ganda yang dilapisi perak. Dia meletakkan sabuk senjata itu di belakangnya, sehingga cukup dengan menjulurkan tangan, saya berhasil meraih satu pistolnya. Saya mengambilnya lalu merangkak mundur, sambil berusaha menghapus jejak dengan cermat. Hal yang sama pun saya lakukan di luar dinding semak. Kemudian saya berlari melewati lahan gundul dan menyusup ke dalam semak. Sambil mengendap-endap, saya mundur hanya dengan menggunakan ujung jari tangan dan kaki dengan maksud merusakkan jejak saya sebelumnya. Lalu saya tiba pada jarak yang aman, sehingga saya bisa kembali berjalan tegak dan kembali ke tempat kuda saya. Saya melepaskan ikatannya, naik ke punggungnya dan berlari dengan mengambil jalan memutar, sehingga saya yakin, para stakemen itu tak akan tahu bahwa saya ada di sana. Ketika saya tiba di tempat teman-teman, kabut sudah mulai turun. Dari raut wajah mereka saya bisa melihat, mereka mencemaskan nasib saya dan tidak sabar menunggu saya pulang. "Itu adalah Massa Charley!" teriak Bob. Suaranya terdengar penuh kerinduan. "Oh, Bob merasakan khawatir dan semua merasakan khawatir tentang nasib Massa Charley!" Teman-teman yang lain terlihat tidak secemas Bob. Mereka membiarkan saya turun dari kuda dan duduk bersama mereka. Setelah itu Sam mulai bertanya, "Bagaimana?" "Para pedagang itu telah dibunuh!" "Saya sudah menduganya. Para voyageur itu yang ternyata adalah stakemen, telah mengubah rencananya dan mereka akan menyergap korbannya pada malam hari seandainya mereka tidak berhasil melakukannya pada siang hari." "Coba tebak, siapa Mercroft sebenarnya!" "Sudah saya katakan berulang-ulang, lebih baik saya bercanda dengan seekor beruang daripada harus menebak-nebak, karena pasti saya akan segera diberitahu jawabannya!" "Mercroft adalah nama palsu, dan ..." "Saya pun tidak terlalu bodoh, sehingga segera percaya bahwa nama itu merupakan namanya yang sesungguhnya." "Dan," saya melanjutkan dengan suara terputus-putus, "nama asli orang itu adalah Patrik Morgan!" "Pa...trik...Mor...gan!" teriak Sam terperangah untuk pertama kali sejak kami bersama-sama; saya belum pernah melihat rasa terkejut yang begitu hebat di wajahnya seperti kali ini. "Patrik Morgan! Bagaimana mungkin? Oh, Sam Hawerfield, coon[Kependekan dari: Raccoon] tua (ungkapan yang lazim dipakai para penunggang kuda untuk menyebut diri), kamu tidak lebih dari seekor keledai dungu. Kamu telah memegang keparat itu di antara jari-jarimu, dan berperan sebagai sheriff yang bertugas memutuskan hukuman atasnya, tapi kemudian membiarkan dia pergi begitu saja! Charley, apa kamu tahu pasti bahwa dia benar-benar Patrik Morgan?" "Sangat pasti dan sekarang saya pun tahu, mengapa wajahnya seperti tidak asing lagi bagi saya. Dia sangat mirip dengan ayahnya!" "All right! Sekarang semuanya menjadi jelas! Karena alasan yang sama saya pun berpikir, saya pernah melihat dia. Di mana dia sekarang? Saya harap, semoga dia tidak akan lolos dari kita!" "Dia membantai para pedagang kemudian pergi ke Skettel-Pik dan Head-Pik bersama seorang rekannya untuk mencari ayahnya." "Kalau begitu, ayo kita berangkat! Kita harus mengejarnya!" "Stopp, Sam! Sekarang hari mulai gelap, sehingga kita tidak bisa membaca jejaknya. Selain itu kita harus mempersiapkan diri menyambut sebuah kunjungan istimewa." "Kunjungan istimewa? Siapa yang akan datang?" "Patrik adalah anggota gerombolan stakemen yang kini berkemah di sana. Pemimpinnya adalah seorang Mexico, mereka menamakan dia Kapten. Orang itu pernah belajar pada si tua Florimont. Saya mendengar pembicaraan di antara perampok itu, ketika Williams menceritakan pengalamannya bersama kita. Mereka bermaksud menyerang kita tepat tengah malam." "Jadi mereka tahu bahwa kita akan bermalam di sini?" "Tentu saja." "Well! Kalau begitu mereka boleh datang. Kita masih berada di sini dan akan menyapa mereka good evening! Berapa jumlah mereka?" "Dua puluh satu orang." "Agak banyak buat kita berempat! Apa pendapatmu, Charley? Kita menyalakan api unggun lalu memasang baju kita di sekelilingnya, sehingga mereka mengira bahwa kita sedang duduk di dekat api. Tetapi kita sebenarnya berdiri berjaga-jaga di tempat lain, sehingga mereka datang dan berada di antara kita dan api unggun. Dengan cara ini kita bisa menembaki mereka dengan aman." "Rencana ini baik," kata Bernard Marshall setuju. "Ini juga merupakan satu-satunya rencana yang mungkin bisa kita lakukan pada saat ini." "Baiklah! Kalau begitu kita harus secepatnya mencari potongan kayu untuk membuat api unggun, sebelum hari mulai gelap," kata Sam lalu berdiri. "Nanti dulu," saya melarangnya. "Apakah engkau sungguh yakin bahwa kita bisa menghadapi dua puluh satu orang dengan cara seperti itu?" "Mengapa tidak? Setelah mendengar bunyi tembakan pertama, mereka tentu akan lari karena mereka tidak tahu, siapa yang berada di belakangnya." "Dan apa yang terjadi seandainya Capitano cukup cerdik, sehingga bisa menebak siasat kita? Kita akan mendapat pekerjaan yang berat dan akan terbunuh walaupun kita melakukan perlawanan." "Untuk masalah seperti itu seorang pemburu misalnya harus selalu bersiap- siap!" "Dan engkau pun akan membiarkan Morgan dan anaknya itu kabur begitu saja?". "Behold, itu benar! Jadi kamu kira, kita bisa pergi dengan diam-diam tanpa mencelakakan mereka? Kita tidak bisa mempertanggungjawabkan hal itu di hadapan Tuhan dan terhadap semua orang berani yang nekat melalui Estaccado!" "Bukan itu maksud saya! Saya mempunyai sebuah rencana lain yang tampaknya lebih baik." "Katakan!" "Pada waktu mereka mencari kita di sini, kita pergi ke hide-spot milik mereka dan merampas semua kuda serta hartanya." "Good lack, benar! Namun, kamu katakan, kuda-kuda mereka ... apakah mereka datang kemari dengan berjalan kaki?" "Ya. Dengan demikian bisa dipastikan, mereka akan meninggalkan tempat persembunyiannya dua jam sebelum tengah malam, karena itu untuk tiba di sini, mereka harus berjalan kaki agak lama." "Apa kamu mendengarnya dengan seksama?" "Tentu saja! Apabila kita menunggu mereka di sini, maka kita hanya mempertaruhkan nyawa sendiri. Namun seandainya kita merebut perbekalan, peluru dan kuda-kuda mereka, maka paling tidak dalam waktu yang lama mereka tidak mungkin meneruskan pekerjaan. Selain itu, kita pun tidak perlu menembaki mereka." "Tetapi tentu saja mereka akan meninggalkan seseorang untuk menjaga!" "Saya tahu tempat di mana penjaga itu berada." "Mereka akan mengejar kita!" "Mereka akan melakukannya seandainya kita tetap menunggu di sini dan kemudian harus melarikan diri." "Kalau begitu baiklah, kamu benar. Kapan kita berangkat?" "Seperempat jam lagi. Sekarang hari sudah benar-benar gelap." "Oh, adalah menarik sekali!" kata Bob. "Bob ikut berkuda dan ambil semua barang yang tersimpankan di tempat perampok-perampok itu. Itu adalah lebih baik daripada tinggal di sini dan Bob akan ditembak mati!" Hari mulai gelap, sehingga orang tidak bisa melihat lebih jauh dari sepuluh langkah. Kami berangkat. Saya berkuda paling depan dan yang lain mengikuti dari belakang dengan beriring-iringan, seperti cara orang Indian. Tentu saja saya tidak menempuh jalan lurus menuju tempat persembunyian itu, melainkan mengambil jalan memutar yang cukup jauh. Setelah itu kami berkuda pada tepi semak yang terletak sekitar satu mil inggris dari hide-spot. Di sini kami mengikat kuda-kuda kami lalu berjalan kaki menuju tempat persembunyian itu. Walaupun Marshall maupun si Negro tidak memiliki keterampilan dalam hal memata-matai musuh, kami berhasil tiba pada pinggiran lahan gundul tanpa terlihat, tepat di depan jalan setapak. Dalam onggokan semak pada jalan itu sebelumnya berbaring seorang penjaga. Ada cahaya terlihat di atas tempat persembunyian itu. Ini pertanda, di sana ada api atau sesuatu yang terbakar. Tetapi di sekitar kami suasananya begitu gelap. Tanpa cemas saya bisa berjalan tegak melalui lahan gundul. Saya kembali tiba di tempat di mana sebelumnya saya mendengar pembicaraan mereka. Sebelum membungkuk, dari dalam saya mendengar suara pemimpinnya. Saya menyusup di antara akar-akar dan melihat bahwa mereka semua berdiri di tengah sambil memegang senjata dan bersiap-siap untuk berangkat. Sang Capitano masih sempat berbicara, "Jika kita hanya menemukan sedikit jejak, maka bisa dipastikan, salah seorang dari pemburu itu telah berada di sini dan ikut mendengar percakapan kita. Di mana pistol saya? Barangkali pistol itu jatuh tadi pagi ketika saya sedang berkuda dan saya tidak memperhatikannya pada saat menanggalkan sabuk senjata. Nah, Hoblyn, apa kamu sungguh-sungguh melihat keempat orang itu duduk bersama?" "Keempat-empatnya. Ada tiga orang kulitputih dan seorang Negro, kuda-kuda mereka merumput di dekatnya. Salah satu dari binatang itu tidak berekor dan tampak seperti seekor kambing liar tanpa tanduk." "Itu adalah kuda Sans-ear yang begitu terkenal seperti pemiliknya. Tapi mereka tidak melihatmu, bukan?" "Tidak. Bersama Williams saya hanya berkuda sampai di tempat yang aman, kemudian saya merangkak di tanah sampai saya bisa melihat semuanya dengan jelas." Murid dari Florimont itu cukup cerdik dan berhati-hati, sehingga dia mengirim orang untuk meninjau tempat kami. Kami beruntung, karena hal itu terjadi ketika saya sudah duduk kembali bersama teman-teman saya. "Kalau begitu semuanya akan berjalan lancar! Kamu, Williams, kamu letih karena itu kamu tinggal di sini. Dan kamu, Hoblyn, kamu mendapat tugas jaga pada jalan masuk. Sedangkan semua yang lainnya harus berangkat!" Dalam cahaya api yang tidak terlalu terang, saya melihat pintu masuk terbuka. Dua puluh satu orang meninggalkan tempat persembunyian itu dan hanya dua orang saja yang tetap tinggal. Sebelum semuanya menghilang ke jalan setapak, saya sudah berdiri lagi di samping Sam. "Bagaimana keadaannya, Charley? Kelihatannya sekarang mereka akan berangkat!" "Ya. Hanya dua orang yang tinggal di sini, yakni seorang penjaga pada jalan masuk dan Williams yang berada di dalam tempat persembunyian. Williams tidak bersenjata sedangkan penjaga itu membawa senjata di tangan. Sekarang kita belum bisa bertindak karena bisa saja seseorang lupa sesuatu lalu kembali untuk mengambilnya. Tapi kita harus bersiap-siap, Sam. Kalian berdua tinggal di sini sampai kami berteriak memanggil atau datang menjemput kalian!" Kami mengendap-endap sampai ke jalan setapak dan harus menunggu selama sepuluh menit, sampai penjaga keluar. Dengan hati-hati dia berjalan hilir mudik dalam kegelapan. Kami yakin, dia sama sekali tidak mencemaskan keadaan di sekitarnya. Setelah lima belas menit berlalu, dia datang mendekati kami. Sekarang kami tidak lagi khawatir kalau-kalau seseorang akan kembali, karena itu kami tidak perlu lagi menunggu lebih lama. Saya berlari ke sana dan Sam menyusup ke balik semak. Ketika penjaga itu lewat di antara kami, Sam segera mencekik lehernya. Sementara itu saya menarik sobekan dari jaketnya yang kemudian dipakai untuk menyumbat mulutnya. Lalu kaki dan tangannya diikat dengan lasonya sendiri yang sebelumnya tergantung di pinggangnya. Setelah itu dia diikat ke semak-semak. "Sekarang maju terus!" Kami melangkah ke pintu masuk. Saya menyibak sulur-sulur tanaman hop[Humulus lupulus] sedikit ke samping. Tampak Williams duduk di dekat api, dia sedang membakar sepotong daging. Dia duduk membelakangi saya, sehingga tidak melihat saya ketika saya berjalan mendekatinya. "Angkat daging itu sedikit lebih tinggi, Master Williams. Jika tidak nanti akan hangus!" kata saya. Dia berpaling. Ketika melihat saya, dia begitu terkejut, sehingga terpaku tanpa gerak. "Selamat malam! Hampir saja saya lupa memberi salam. Tapi terhadap seorang gentleman seperti Anda, orang tidak boleh bersikap terlalu sopan." "O.O.Old Shat.Shatterhand!" dia berkata dengan gagap sambil memandang saya dengan mata terbelalak. "Apa maksud Anda ke sini?" "Saya harus mengembalikan pistol ini kepada sang Capitano. Saya mengambilnya tadi ketika Anda menceritakan pengalaman Anda kepadanya." Dia menarik satu kakinya, seakan-akan dia bersiap-siap untuk bangun, lalu menatap ke sekeliling untuk melihat, apakah dia bisa meraih senjatanya. Tapi di sampingnya hanya ada pisau Bowie. "Tetaplah duduk dengan tenang, Master Stakeman, karena satu gerakan kecil saja akan ditebus dengan nyawamu. Pertama-tama, pistol pemimpin Anda ini masih terisi dan kedua, Anda hanya perlu menengok ke arah pintu masuk dan melihat bahwa kami masih mempunyai banyak peluru lain!" Dia berpaling dan melihat Sam yang membidiknya dengan senjata yang sudah terkokang. "Thunder-storm ... saya mati!" "Barangkali belum saatnya jika Anda tetap bersikap tenang. Bernard, Bob, ke sini!" Mendengar teriakan saya, kedua orang yang sebelumnya berdiri di luar segera muncul di pintu masuk. "Pada pelana-pelana kuda tergantung laso, Bob. Ambil dan ikatlah orang ini!" "Maut dan neraka! Kalian tidak akan lagi menangkap saya hidup-hidup!" Setelah berkata demikian, penancap tiang ini menghujamkan pisau Bowie ke dadanya lalu roboh ke tanah. "Semoga Tuhan berbelas kasih kepada jiwanya!" kata saya. "Barangkali keparat ini merasa bersalah atas nyawa lebih dari seratus orang," kata Sam dengan geram. "Tikaman pisaunya kali ini sempurna." "Dia menghabisi dirinya sendiri," jawab saya, "Untunglah, kita tidak perlu membunuhnya!" Lalu saya menyuruh Bob keluar untuk menjemput Hoblyn. Tak lama kemudian orang itu terbaring di hadapan kami. Sumbat yang menutup mulutnya dilepaskan, dan dia menarik napas dalam-dalam. Dengan sangat terkejut dia memandang mayat rekannya. "Engkau pun akan mati seperti dia, seandainya kau menolak memberikan keterangan kepada kami." "Saya akan mengatakan semuanya!" dia berjanji dengan ketakutan. "Kalau begitu katakan, di mana emas disembunyikan?" "Barang itu dikuburkan di bagian belakang, di bawah karung-karung tepung." Kini kulit yang menutupinya disingkirkan, lalu kami memeriksa segala barang yang ada. Di situ terdapat berbagai jenis barang yang pernah dibawa orang melalui Estaccado, yakni senjata dari berbagai jenis dan ukuran, bubuk mesiu, timah, peluru, laso, pelana kuda, kantung, selimut, pakaian untuk bepergian dan pakaian berburu yang masih utuh, kain tenunan dan callico, kalung palsu dari kerang dan barang perhiasan, untaian mutiara yang selalu diidam-idamkan oleh wanita Indian, beberapa barang kecil, peralatan dan perkakas pertukangan, sejumlah kaleng berisi pemmican (daging sapi yang diawetkan), perbekalan dan bahan-bahan makanan yang lain dalam jumlah yang besar. Tidak sulit bagi kami untuk menebak bahwa semua barang itu adalah hasil rampokan. Bob menyisihkan barang-barang itu ke samping seperti melempar bungkus-bungkus rokok. Marshall mencari pacul dan sekop di antara perkakas-perkakas. Setelah itu penggalian dimulai. Dalam waktu singkat kami menemukan butir-butir emas dan batang-batangan emas dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga kami harus mengangkutnya dengan seekor kuda. Saya merasa ngeri jika membayangkan, betapa banyak pencari emas malang yang harus menderita sengsara ketika mereka mengumpulkan deadly dust (debu maut) ini. Kesengsaraan mereka terbukti dengan sebutan ini. Para diggers[Penambang emas] yang pulang biasanya hanya membawa sedikit emas ke rumah dan biasanya menukar hasil jerih payah mereka dengan uang kertas atau surat deposito atau menyimpannya di bank. Tentu saja para korban yang dibunuh membawa surat-surat itu. Ke mana surat-surat itu menghilang? "Di manakah uang dan surat-surat berharga yang telah kalian rampok dari para korban?" tanya saya kepada Hoblyn. "Di sebuah tempat persembunyian yang jauh dari sini. Capitano tidak mau menyimpannya di sini, karena ada anggota kelompok yang tidak dia percayai." "Jadi hanya dia sendiri yang tahu tempat persembunyian itu?" "Hanya dia dan seorang letnan." "Siapa nama letnan itu?" "Patrik Morgan." Saya terperangah. "Tentu saja kita akan menjadi kaya raya." Demikian bunyi surat yang ditulis orang itu kepada ayahnya. Apakah dia bermaksud mengkhianati rekan-rekannya? "Apa engkau tahu, kira-kira di mana letak persembunyian itu?" "Saya tidak tahu pasti. Tapi Capitano tampaknya tidak mempercayai letnan. Hari ini orang itu pergi ke Head-Pik di Rio Pecos bersama seorang kawan dan besok saya akan menyusul keduanya untuk memata-matai dia." "Aha! Kapten menjelaskan tempat itu dengan jelas?" Orang yang ditanya hanya diam. "Jawablah dengan jujur! Jika engkau tutup mulut, maka kau akan mati. Jika engkau berkata terus terang, maka kau akan mendapat pengampunan walaupun kalian semua sebenarnya harus digantung." "Anda benar, Sir!" "Di mana tempat itu?" "Saya harus segera pergi dari sini untuk mencari tempat itu dan membunuh letnan jika dia mendekatinya. Tempatnya terletak pada sebuah lembah kecil yang tidak asing lagi bagi saya karena saya pernah berada di sana. Tapi keterangan ini tidak banyak berguna bagi Anda karena Anda tidak akan menemukannya." "Apakah dia hanya menggambarkan tentang lembah itu atau dia menyebut suatu lokasi tertentu?" "Capitano menolak menyebut lokasi itu. Dia memberi perintah, saya harus bersembunyi dan menembak letnan jika dia menjejakkan kakinya di lembah." "Bagus! Saya akan membiarkanmu terus hidup, tapi tentu saja dengan syarat, engkau harus mengantar kami ke lembah itu." "Saya bersedia." "Tapi ingat, jika engkau coba-coba membohongi kami, maka kau segera mati. Engkau pergi bersama kami bukan dalam keadaan bebas melainkan sebagai tawanan." "Well," ujar Sam, "kalau begitu selesailah interogasi ini. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" "Kita hanya mengambil emas dan barang-barang lain yang perlu seperti senjata, peluru, tembakau dan bekal. Juga beberapa barang kecil yang bisa diberikan buat orang-orang Indian, jika kita berjumpa dengan mereka. Pilihlah! Sementara itu saya ingin memeriksa kuda-kuda." Saya menemukan empat ekor kuda Michigan yang kuat, sehingga sangat cocok dipakai mengangkut barang, selain itu hanya ada tiga ekor mustang yang pantas diambil. Kuda-kuda itu lebih baik daripada kuda yang dipakai Bernard dan Bob. Jadi kuda mereka bisa ditukar dengan dua kuda itu, sedangkan kuda ketiga, saya peruntukkan buat Hoblyn. Di situ terdapat juga pelana-pelana pengangkut barang yang biasa dibawa kuda-kuda bagal. Kini semua yang hendak kami bawa dibungkus dengan selimut. Semuanya ada delapan bungkusan. Tiap kuda mengangkut dua bungkusan. Kemudian kami mengumpulkan semua barang yang ditinggalkan. Di dasar tumpukan itu kami meletakkan campuran mesiu yang tidak bisa dibawa serta bahan-bahan yang mudah terbakar. "Apa yang kita lakukan dengan kuda-kuda lain?" tanya Sam. "Bob akan melepaskan lalu mengusirnya ke padang prairie. Memang hal ini tidak bijaksana, tapi saya sama sekali tidak tega membunuhnya. Berangkatlah lebih dulu bersama rombongan. Saya akan tinggal sebentar untuk membakar tumpukan barang ini." "Mengapa tidak dilakukan sekarang?" tanya Marshall. "Kobaran api akan terlihat dari jauh. Jika para stakemen tidak menemukan kita di tempat perkemahan, maka tentu saja mereka akan cepat-cepat kembali dan bisa jadi memergoki kita dalam kegelapan. Jadi lebih baik, saya membiarkan kalian berangkat dulu agak jauh. Saya akan cepat-cepat menyusul dari belakang." "Well! Kamu benar, Charley. Mari berangkat, boys!" perintah Sam. Dia berkuda di depan sambil menggiring seekor kuda pengangkut barang. Ketiga kuda beban yang lain mengikutinya. Marshall berkuda di belakang bersama Bob dan Hoblyn yang terikat pada kudanya. Saya tinggal sebentar bersama kuda saya dan menunggu. Makin lama bunyi derap kuda mereka terdengar semakin jauh. Kini seperempat jam sudah berlalu. Saya tidak boleh menunda lebih lama karena bisa jadi para stakemen itu kembali dan memergoki saya. Saya kembali lagi ke tempat persembunyian untuk membakar barang-barang di sana. Dengan bantuan sobekan selimut, saya berhasil membuat semacam sumbu yang dipilin. Dengan itu saya masih bisa berlari ke tempat yang aman sebelum rambatan api menjangkau mesiu. Mungkin akan terjadi sebuah ledakan dahsyat karena kami juga menuang peluru di atas tumpukan. Lalu saya membakar sumbu itu, meraih tali kekang kuda dan berlari keluar melalui jalan setapak menuju ke padang prairie. Sebelum tiba pada onggokan semak terakhir, saya melompat ke atas pelana. Tiba-tiba dari hide-spot terdengar bunyi ledakan yang menggelegar. Api telah merambat ke selimut yang membungkus peluru. Saya memacu kuda dan berlari dengan cepat dari sana, sehingga terhindar dari daerah yang terang karena cahaya api, mengingat nyala api di tempat itu menjulang tinggi ke angkasa. Seluruh barang hasil rampokan stakemen hangus terbakar. Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net